Cerpen Fa'izah Mazaya

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 5

DALANG, SEBUAH IMPIAN

FA’IZAH MAZAYA JASMINE A

Malam ini adalah malam yang indah, langit bertabur


bintang. Dibawah bulang yang bersinar sangat amat terang,
tepatnya di lapangan desa warga warga berkumpul utuk
menyaksikan pertunjukan wayang kulit.

Penonton bersorak karena merasa senang dan terhibur,


tetapi tidak untuk anak yang yang sedang duduk di pinggir
lapangan. Anak itu sedang duduk sendiri dan menunduk, butiran
air mata mulai menetes semakin lama semakin deras yang membuat
air mata itu membasahi pipi kanan dan kirinya yang kini terlihat
menyala.

Nampaknya anak itu terliahat sedih karena dua hari yang


lalu dia telah di tinggalkan oleh sosok yang ia sangat cintai, yaitu
sang ayah. Ia selalu teringat bagamaina ayahnya selalu merawat dan
selalu mencintainya. Panggil saja anak itu Mali.

Mali terlahir dari sebuah keluarga kecil yang sangat amat


sederhana. Mali mempunyai dua adik yang bernama Lia dan Neli.
Mali saat ini baru menginjak kelas 2 SMP, sedangkan Lia dan Neli
baru memasuki kelas 1 SD. Saat ini Mali binggung, bagaimana cara
dia menghidupi keluarga kecilnya ini, tetapi ia tidak pernah
menyerah ia masih tetap semangat dan bersemangat.

Mali memang dikenal sebagai anak yang sabar dalam


menghadapi masalah apapaun. Disaat Mali akan berdiri
menyaksikan wayang, tiba-tiba ia mendengar sahutan
“Mali...Mali....Mali” ia pun bergegas menoleh dan melihat siapa yang
memanggilnya tadi, ternyata yang memanggilnya tadi Pak Jono (ia
adalah ketua rw), dia terlihat tergesa-gesa seperti ada sesuatu yang
menghawatirkan.
“Pak ada apa? Kenapa bapak terlihat bergesa-gesa seperti itu” tanya
Mali.

“I-itu, ibu kamu!” jawab Pak Jono dengan gugup.

“Kenapa, ibu saya kenapa?” tanya Mali kebingungan.

“Ibu kamu pingsan, Mali!” jawab Pak Jono lagi.

“Ibu saya pingsan pak?”

“Iya, tunggu apa lagi ayo cepat pulang!” suruh pak Jono.

Mali pun langsung bergegas menuju rumahnya dengan perasaan


panik, sedih campur aduk. Ia berlari dan masih kaget dengan
perkataan Pak Jono tadi, dia takut terjadi sesuatu dengan ibunya, di
sepanjang jalan Mali hanya memikirkan bagaimana keadaan ibunya
sekarang. Setelah berjalan cukup jauh Mali sampai di rumahnya dan
di susul oleh Pak Jono yang ikut berjalan di belakang mali.

“Lia, Neli, ini ibu kenapa?” tanya Mali dengan perasaan khawatir.

“Tadi ibu pingsan, Mas!” jawab Lia

Mali pun bergegas menuju kamar ibunya untuk melihat keadaan


ibunya. Mali membelai rambut ibunya, ibu Mali masih berbaring
takberdaya di tempat tidur. Di kamar ibu ternyata telah ada ibu
Tika. Sambil melihat ibunya, tak terasa air air mata tak dapat di
bendung lagi, secara perlahan air mata Mali menetes di sprei
ibunya.

“Sudah Mali, jangan menangis lagi!” hibur bu Tika.

“Iya, Mali, jangan menangis, ibu sudah merasa baik-baik saja kok”
sahut ibu Mali.

‘Iya bu, Mali tidak akan menangis lagi!”


“Ya sudah bu, lebih baik ibu beristirahat saja, Mali akan kembali ke
kamar” kata Mali.

“Baik nak”

Mali pun langsung bergegas ke kamar dan membiarkan ibunya


beristirahat, dia pun merebahkan tubuhnya di ranjang kusam
milikknya. Tetapi di saat ia akan memejamkan mata ia selalalu
teringat ibunya. Mali terbanggun, ia lalu duduk di pinggir tempat
tidurnya. Mali sangat inigin memeriksakan ibunya ke dokter tetapi
bagaimana caranya? Saat Mali melihat jam dinding waktu pun telah
menunjukkan pukul 22.00. Mali pun segera bergegas tidur
mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.

Tak terasa hari telah pagi dan waktu telah menunjukkan pukul
05.00. Mali dan adik-adiknya pun bersiap-siap untuk berangkat ke
sekolah. Tetapi sebelum berangkat ke sekolah, Mali tidak pernah
lupa berpamitan kepada ibunya. “Bu, Mali berangkat ke sekolah
dulu ya!” kata Mali sambil menyodorkan obat-obatan dan teh
hangat yang telah ia buat untuk ibunya

“Iya, hati-hati di jalan ya!” balas sang ibu.

“Baik bu, jangan lupa obat-obatannya di minum ya bu” kata Mali.

Mali bergegas ke sekolah bersama kedua adiknya, saat di


jalan Mali bertemu kedua sahabatnya yaitu Tomi dan Jaki. Mereka
berangkat selayaknya sahabat pada saat berkumpul. Tak terasa Mali
dan sahabatnya telah sampai di depan gerbang sekolah, mereka
memasuki ruang kelas maing-masing.

”kring..kring..kringg” pada akhirnya bel pulang pun berbunyi, para


siswa pulang menuju rumah masing-masing begitu juga Mali, Tomi
dan Jaki. Saat mereka sampai di tengah perjalanan, Pak Joko
tetangga Mali menghampiri mereka.
”Mali, Tomi, Jaki!” teriak Pak Joko

“Ada apa pak?”

“Begini, jadi bapak mau mengajari kalian mejadi dalang. Biar budaya
wayang ini tidak punah. Bagaimana? Kalian bertiga kan anak cerdas,
jadi kalau kalian bersedia, anak-anak lain juga akan tertarik untuk
ikut belajar”

“Wah, boleh tuh pak. Kita jadi bisa menambah pengetahuan baru”
kata Tomi

“Bagaimana dengan yang lain?”

“Mau...mau!” kata Mali dan Jaki

Pada saat kebahagiaan melanda dua temannya, Mali terlihat masih


menyimpan kesedihan. Setelah itu Mali pulang dan membantu
adiknya menyapu halaman rumah. Sore itu saat Mali menyapu
halaman rumah, Tomi datang dan memberi tahu Mali bahwa akan di
adakan lomba mendalang. Mali berandai andai, mungkin ini adalah
jalan untuk mencapai cita-citanya menjai seorang dalang. Ia
memberitahu ibu dan kedua adiknya mengenai lomba dalang,
dengan sangat sabar ia menjelaskan.

Pagi itu, persis pada hari sumpah pemuda. Seperti biasa


keluarga Mali beraktivitas seperti biasa, tetapi ada yang berbeda
bahwa hari ini ibunya mengantarkannya mengikuti lomba
mendalang di kabupaten. Mereka berangkat, wajah ibu masih
terlihat pucat. Tetapi ia berusaha menutupi dan selalu memberikan
semangat untuk anaknya itu. Hampir tengah hari, Tomi dan Jaki
sudah melewati gilirannya agak awal.”Bu Tomi hebat sekali ya!”
celetuk Mali. Sekarang saatnya Mali membuktikan kemampunnya,
di saat pertengahan pentas, ibu Mali pingsan. Ia bergegas
meninggalkan pentas dan langsung membawa ibu kerumah sakit.
Tiba di sana sudah sangat sore, suara dewan juri yang
mengumumkan pemenang. Juri pun mengucap “Ia bernama Tomi
Satriya” seketika Mali memeluk Tomi dengan erat. “Tomi selamat
ya!” kata Mali “Iya, Mali aku berhasil! Ini semua berkat Pak Jono”

“Pak tono, uang itu akanku berikan separuh untuk pengobatan ibu
Mali”

Mali pun terkejut dengan omomgan Tomi. “Terima kasih Tomi!”


kedua kalinya Mali memberikan pelukan hangat untuk Tomi

“Iya sama-sama!” Pada ajang perlombaan itu, ternyata bukan saja


kemenangan yang berarti tetapi “Sebuah persahabatan dan
kepedulian sesama teman”.

-TAMAT-

You might also like