Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 37

LAPORAN KASUS

GASTROENTERITIS AKUT TANPA DEHIDRASI DAN ISK PADA ANAK

Pembimbing:
dr. Nurifah, SpA

Penulis:
Minati Puspawardani
112018020

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I R. SAID SUKANTO
PERIODE 7 DESEMBER 2020 – 23 JANUARI 2020
KATA PENGANTAR

1
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus yang berjudul “GEA Tanpa Dehidrasi dan
Infeksi Saluran Kemih”. Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Nurifah, Sp.A selaku pembimbing saya dalam menyusun presentasi kasus ini. Saya menyadari
presentasi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaannya. Demikian yang dapat saya
sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya dan rekan-rekan
mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan kepaniteraan klinik.

Jakarta, Desember 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I ILUSTRASI KASUS......................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15

2.1 Definisi.........................................................................................................................15
2.2 Etiologi.........................................................................................................................15
2.3 Epidemiologi................................................................................................................18
2.4 Patofisiologi..................................................................................................................18
2.5 Faktor Risiko................................................................................................................20
2.6 Manisfestasi Klinis.......................................................................................................21
2.7 Diagnosis......................................................................................................................22
2.8 Penatalaksanaan............................................................................................................24

BAB III ANALISIS KASUS......................................................................................................34


DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................35

3
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : An. KA
No. RM : 1103785
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 01 Februari 2019
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 1 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. RS. Polri Kramat Jati
Tanggal masuk : 24 Februari 2020
Tanggal periksa : 28 Februari 2020
Tempat Pemeriksaan : Ruang Cempaka 2

II. Anamnesis (alloanamnesis kepada orangtua pasien)


a. Keluhan Utama
BAB cair sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Polri dengan BAB cair sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. BAB cair lebih dari 5x/hari warna kuning kehijauan, sebanyak kurang lebih setengah
gelas aqua, disertai ampas, tidak ada lendir dan darah. Pasien mengalami mual dan muntah
sejak BAB cair. Muntah sebanyak 5x terutama setelah makan dan berisikan makanan dan
minuman. Ibu pasien mengatakan pasien sempat demam naik turun sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, namun suhu tidak diukur. Minum ASI masih banyak dan pasien tidak ada
riwayat alergi susu formula sebelumnya, nafsu makan menurun selama sakit. BAK masih
banyak dan tidak ada nyeri. Pasien setiap hari menggunakan pampers, baik saat di rumah
maupun bepergian dan menggantinya 3x sehari.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Keluarga

4
Riwayat penyakit dikeluarga disangkal.

e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Berdasarkan pengakuan ibu pasien, ibu pasien tidak memiliki penyulit pada masa
kehamilan. Ibu pasien sering kontrol kehamilan ke bidan. Pasien dibantu oleh dokter secara
persalinan section caesaria dengan indikasi sungsang pada usia kehamilan 9 bulan. Ketika
lahir, pasien langsung menangis kuat, ketuban jernih, tidak sesak pada pasien dan langsung
diberikan suntikan vitamin K dan vaksin hepatitis B. Berat badan lahir 2600 gr dan panjang
badan lahir 47 cm.

f. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Menurut Ibu pasien tumbuh seperti anak seusianya. Pasien dapat tengkurap saat usia
6 bulan, bicara 11 bulan, berjalan 1 tahun. Tidak ada keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan sebelumnya.

g. Riwayat Pemberian Makanan


Pasien diberikan ASI eksklusif sampai usianya 1 tahun. Setelah 6 bulan pasien
diberikan makanan pendamping ASI berupa bubur, dan menu makanan sama dengan
keluarga saat usia 1 tahun. Sebelum sakit pasien makan 3 kali sehari, namun selama sakit
nafsu makan menurun.

f. Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan pasien telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap.

III. Pemeriksaan Fisik (27 Februari 2020)


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
a. Frekuensi nadi :115 x/menit
b. Frekuensi napas : 24 x/menit
c. Suhu : 36,8°C

5
Data antropometri (kurva persentil CDC)
Berat badan : 7 kg
Tinggi badan : 67 cm
Umur : 1 tahun
BB/U : 7/9,4 x 100% = 74 %
TB/U : 67/74 x 100% = 90 % (mild stunting)
BB/TB : 7/7,8 x 100% = 89 % (gizi kurang)
Kesan : Status gizi kurang dan mild stunting

Status Generalis
Kepala : Normocephali
Mata : Kelopak kedua mata tidak cekung, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik,
pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+, air mata ada
Telinga : deformitas -/-, tidak terdapat sekret
Hidung : deformitas -/-, pernafasan cuping hidung -
Mulut : Mukosa bibir tidak sianosis, basah, coated tongue (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB -, trakea ditengah
Thoraks : Bentuk dan gerak dada tampak simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi
interkostal
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan di ICS IV linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri di ICS V linea midklavikula sinistra
Batas pinggang jantung di ICS III linea parastenalis sinistra.
Auskultasi : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru :
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Nyeri tekan -/-, fremitus taktil dan vokal simetris
Perkusi : Sonor kedua lapang paru

6
Auskultasi : Vesikular +/+ pada kedua lapang paru, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : tampak cembung, tidak tampak retraksi subcostal
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi : Supel, nyeri tekan umbilikal (+) hepar dan lien tidak teraba, turgor cepat
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, turgor kulit baik, CRT < 2 detik
Genitalia : Tidak ada kelainan pada labia mayora dan minor, anus (+)

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Darah Rutin Tanggal 24 Februari 2020 (RS. POLRI)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hemoglobin 10,8 12-14 g/dl
Leukosit 8.300 5.000-10.000 /ul
Hematokrit 33 37-43 %
Trombosit 406.000 150.000-400.000 /ul
Eritrosit 5,26 4-5 juta/ul

2. Pemeriksaan Elektrolit Tanggal 24 Februari 2020 (RS. POLRI)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Natrium 143 135-145 mmol/l
Kalium 3,3 3,5-5,0 mmol/l
Chlorida 113 98-108 mmol/l

3. Pemeriksaan Urin Lengkap Tanggal 25 Februari 2020 (RS. POLRI)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Warna Kuning
Kejernihan Keruh
Reaksi / pH 7,0 5- 8,5
Berat Jenis 1.020 1.000-1.030

7
Protein - Negatif
Bilirubin - Negatif
Glukosa - Negatif
Keton + Negatif
Darah / Hb - Negatif
Nitrit - Negatif
Urobilinogen 0.1 0.1 – 1.0 IU
Lekosit ++ Negatif
Sedimen
15-17 0-5/LBP
 Leukosit
 Eritrosit 1-2 1-3 LBP
 Sel Epitel +
 Silinder -
 Kristal -
Lain lain Bakteri +

V. Resume
An. KA, perempuan, 1 tahun (dengan berat badan 7 kg dan tinggi badan 67 cm). Pasien
datang ke IGD RS Polri dengan keluhan BAB cair sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. BAB
cair lebih dari 5x/hari warna kuning kehijauan, sebanyak kurang lebih setengah gelas aqua,
disertai ampas, tidak ada lendir dan darah. Keluhan disertai dengan mual dan muntah setiap
makan, isi makanan dan minuman. Pasien menggunakan pampers setiap hari saat di rumah dan
menggantinya 3x sehari. Ibu pasien mengatakan pasien sempat demam sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, namun ibu mengaku tidak diukur suhunya. Minum ASI masih banyak dan
BAK dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, nadi 115
x/menit, suhu 36,8℃, pernapasan 24x/menit. Pemeriksaan status gizi pada pasien yaitu status
gizi pasien kurang dan mild stunting berdasarkan kurva persentil CDC. Pemeriksaan paru,

8
jantung dalam batas normal, Pemeriksaan abdomen bising usus (+) dan nyeri tekan umbilikal
(+). Pemeriksaan mata, hidung, telinga, dan ekstermitas dalam batas normal.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 10,28g/dl, leukosit 8.300/ul, Ht 33%,
trombosit 406.000/ul, urin lengkap leukosit ++, sedimen leukosit 15-17/ LPB, bakteri +.

VI. Diagnosis
a. Gastroenteritis akut tanpa dehidrasi
b. Infeksi Saluran Kemih

VII. Tatalaksana
1. Tatalaksana Spesialis Anak
a. IVFD RL + KCl 10 tpm
b. Zinc 1 x 10 ml
c. Domperidon 3 x 1,5 ml drops
d. L-Bio 1 x 1 sachet
e. Cefotaxime 3 x 200 mg iv
f. Kotrimoxazol 2 x 1 cth
g. Paracetamol 3 x 0,8 cc
2. Tatalaksana Doktermuda
a. IVFD RL+KCl
b. Zinc 1 x 10 ml
c. Domperidon 3 x 0,3 ml drops
d. L-Bio 1 x 1 sachet
e. Cefotaxime 3 x 175 mg iv
f. Paracetamol 3 x 0,8 cc
g. ASI lanjutkan
h. Beri makanan keluarga sesuai kemampuan anak
i. Beri cairan rumah tangga seperti sayur, kuah sup dan air mineral
j. Jaga kebersihan tangan
k. Edukasi mengenai cara membersihkan kelamin setelah BAB dan BAK

9
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

IX. Follow Up Harian


Selasa, 25 Februari 2020 (Hari-2)
- Pasien masih BAB cair >5x, banyak air, ampas sedikit
- Mual (+)
S - Muntah (+)
- BAK dalam batas normal
- Demam (+)
O - Tampak sakit sedang, CM
- HR 120x/menit, RR 24x/menit, T: 37,8℃
Pemeriksaan Fisik:
- Mata: Kp -/- Si -/-
- THT: Sekret -, faring hiperemis -, Tonsil T1T1
- Mulut : coated tongue -, tremor tongue -
- C/P : Simetris, Ves +/+, Rh -/-,
Wh -/- , Bj 1 2 reguler
- Abdomen: Supel, nyeri tekan (+), BU +
- Ekstremitas: akral hangat +, CRT <2’’
Pemeriksaan Penunjang:
H2TL Tanggal 24 Februari 2020
Hb: 10,28g/dl, L: 8.300/ul, Ht: 33%, T: 406.000/ul, Eritrosit: 5,26 juta/ul
Pemeriksaan Elektrolit Tanggal 24 Februari 2020
Na: 143 mmol/l, K: 3,3 mmol/l, Cl: 113 mmol/l
Pemeriksaan Urin Lengkap Tanggal 25 Februari 2020
- Warna: Kuning
- Kejernihan: Keruh
- Reaksi/ pH: 7,0

10
- Berat Jenis: 1.020
- Protein: -
- Bilirubin: -
- Glukosa: -
- Keton: +
- Darah/Hb: -
- Nitrit: -
- Urobilinogen: 0,1 IU
- Leukosit: ++
- Sedimen
o Leukosit: 15-17/LPB
o Eritrosit: 1-2 LPB
o Sel epitel: +
o Silinder: -
o Kristal: -
- Lain- lain: Bakteri +
GEA tanpa Dehidrasi
A
ISK
- IVFD RL 8 tpm
- Zinc 1 x 10 ml
- Domperidon 3 x 1,5 ml
- L-Bio 1 x 1 sachet

P
Visite :
– RL+ KCl 20 tpm
– Cefotaxime 3 x 200 mg
– PCT 3 x 0,8 ml
– FL

11
Rabu, 26 Februari 2020 (Hari-3)
- BAB cair ± 5 x, sudah banyak ampas, lenir (-), darah (-)
- BAK dalam batas normal
- mual (-), muntah (-)
S
- demam (-)
- batuk (+), pilek (+)
- susah makan
- Tampak sakit sedang, CM
- HR 115x/menit, RR 26x/menit, T: 37,4℃
Pemeriksaan Fisik:
- Mata: Kp -/- Si -/-
- THT: Sekret -, faring hiperemis -, Tonsil T1T1
O - Mulut : coated tongue -, tremor tongue -
- C/P : Simetris, Ves +/+, Rh -/-,
Wh -/- , Bj 1 2 reguler
- Abdomen: Supel, nyeri tekan (+), BU +
- Ekstremitas: akral hangat +, CRT <2’’
Pemeriksaan Penunjang:
H2TL Tanggal 24 Februari 2020
Hb: 10,28g/dl, L: 8.300/ul, Ht: 33%, T: 406.000/ul, Eritrosit: 5,26 juta/ul
Pemeriksaan Elektrolit Tanggal 24 Februari 2020
Na: 143 mmol/l, K: 3,3 mmol/l, Cl: 113 mmol/l
Pemeriksaan Urin Lengkap Tanggal 25 Februari 2020
- Warna: Kuning
- Kejernihan: Keruh
- Reaksi/ pH: 7,0
- Berat Jenis: 1.020
- Protein: -
- Bilirubin: -
- Glukosa: -
- Keton: +

12
- Darah/Hb: -
- Nitrit: -
- Urobilinogen: 0,1 IU
- Leukosit: ++
- Sedimen
o Leukosit: 15-17/LPB
o Eritrosit: 1-2 LPB
o Sel epitel: +
o Silinder: -
o Kristal: -
Lain- lain: Bakteri +
GEA tanpa Dehidrasi
A
ISK
– IVFD RL 10 tpm
– Zinc 1 x 10 ml
– Domperidon 3 x 1,5 ml
– L-Bio 1 x 1 sachet
– Cefotaxime 3 x 200 mg iv (H2)
– PCT 3 x 0,8 ml drop

P Visite:
– Terapi lanjut
– KCl+RL 10 tpm
– Kotrimoxazole 2 x 1 cth
– Cek FL

Rabu, 27 Februari 2020 (Hari-4)


- BAB cair (-)
S
- batuk (+)
- Tampak sakit sedang, CM

13
- HR 115x/menit, RR 24x/menit, T: 36,8℃
Pemeriksaan Fisik:
- Mata: Kp -/- Si -/-
- THT: Sekret -, faring hiperemis -, Tonsil T1T1
- Mulut : coated tongue -, tremor tongue -
- C/P : Simetris, Ves +/+, Rh -/-,
Wh -/- , Bj 1 2 reguler
- Abdomen: Supel, nyeri tekan (+), BU +
- Ekstremitas: akral hangat +, CRT <2’’
Pemeriksaan Penunjang:
Urin Lengkap Tanggal 27 Februari 2020
a. Warna : Kuning muda
b. Kejernihan : Keruh
c. Reaksi/ pH : 8,0 (5- 8,5)
d. Berat Jenis : 1.010 (1.000- 1.030)
e. Protein : - (Negatif)
f. Bilirubin : - (Negatif)
O
g. Glukosa : - (Negatif)
h. Keton : - (Negatif)
i. Darah/ Hb : - (Negatif)
j. Urobilinogen : 0,1 (0,1- 1,0 IU)
k. Leukosit : - (Negatif)
l. Sedimen
a. Leukosit : 1-2 (0-5)
b. Eritrosit : 0-2 (1-3)
c. Sel epitel : +
d. Silinder :-
e. Kristal :-
m. Lain- lain : Bakteri +++

A GEA tanpa Dehidrasi

14
ISK
- IVFD RL 10 tpm
- Zinc 1 x 10 ml
- Domperidon drop 3 x 1,5 ml  stop
- L-Bio 1 x 1 sachet  stop
- Cefotaxime 3 x 200 mg iv (H3)
- PCT 3 x 0,8 ml drop
- Kotrimoxazole 2 x 1 cth (H2)

P Visite:
– Pulang besok
– Lanjut Kotrimoxazole 2 x 1 cth
– Cek UL ulang
– Diet TKTP

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Gastroenteritis adalah inflamasi membran mukosa lambung dan usus halus.


Gastroenteritis akut ditandai dengan diare dengan onset yang cepat, dengan atau tanpa mual,
muntah, demam, atau nyeri perut. Ini melibatkan peningkatan frekuensi tinja atau perubahan
konsistensi tinja yang tidak terkait dengan kondisi kronis.1 Diare adalah buang air besar
(defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja
lebih banyak dari biasanya, lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Menurut WHO, diare adalah
buang air besar encer lebih dari 3x sehari baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Diare akut
adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari, disertai dengan perubahan
konsitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari
satu minggu.2

2.2. Etiologi
Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari World
Gastroenterology Organisation, ada beberapa agen yang bisa menyebabkan terjadinya
gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-infeksi. 3 Lebih dari 90 % diare akut disebabkan
karena infeksi. Pada gastroenteritis akut pada anak-anak di negara-negara industri, di mana virus
mencapai 75% - 90% dari gastroenteritis infeksius akut pada masa kanak-kanak. Sekitar 20%
kasus disebabkan oleh bakteri.1 Sedangkan sekitar 10 % karena sebab lain yaitu:3
2.2.1 Faktor Infeksi
a. Virus.
Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering dari gastroenteritis akut adalah
virus, beberapa virus penyebabnya antara lain:
1. Rotavirus. Merupakan salah satu terbanyak penyebab dari kasus rawat inap di rumah
sakit dan mengakibatkan 500.000 kematian di dunia tiap tahunnya, biasanya diare

16
akibat rotavirus derat keparahannya diatas rerata diare pada umumnya dan
menyebabkan dehidrasi. Pada anak-anak sering tidak terdapat gejala dan umur 3-5
tahun adalah umur tersering dari infeksi virus ini.
2. Human Caliciviruses (HuCVs). Termasuk famili Calciviridae, dua bentuk umumnya
yaitu Norwalk-like viruses (NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang sekarang
disebut Norovirus dan sapovirus. Norovirus merupakan penyebab utama terbanyak
diare pada pasien dewasa dan menyebabkan 21 juta kasus per tahun. Norovirius
merupakan penyebab tersering gastroenteritis pada orang dewasa dan sering
menimbulkan wabah dan menginfeksi semua umur. Sapoviruses umumnya
menginfeksi anak-anak dan merupakan infeksi virus tersering kedua selain
Rotavirus.
3. Adenovirus. Umumnya menyerang anak-anak dan menyebabkan penyakit pada
sistem respiratori. adenovirus merupakan family dari Adenoviridae dan merupakan
virus DNA tanpa kapsul, diameter 70 nm, dan bentuk icosahedral simetris. Ada 4
genus yaitu Mastadenovirus, Aviadenovirus, Atadenovirus, dan Siadenovirus.
b. Bakteri
Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus gastroenteritis akut bakteri yang sering
menjadi penyebabnya adalah Diarrheagenic Escherichia coli, Shigella species, Vibrio
cholera, Salmonella. Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan gastroenteritis akut
adalah:
1. Diarrheagenic Escherichia-coli. Penyebarannya berbeda-beda di setiap negara dan
paling sering terdapat di negara yang masih berkembang. Umumnya bakteri jenis ini
tidak menimbulkan bahaya jenis dari bakterinya adalah:
- Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
- Enteropathogenic E. coli (EPEC)
- Enteroinvasive E. coli (EIEC)
- Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
2. Campylobacter. Bakteri jenis ini umumnya banyak pada orang yang sering
berhubungan dengan perternakan selain itu bisa menginfeksi akibat masakan yang
tidak matang dan dapat menimbulkan gejala diare yang sangat cair dan menimbulkan
disentri.

17
3. Shigella species. Gejala dari infeksi bakteri Shigella dapat berupa hipoglikemia dan
tingkat kematiannya sangatlah tinggi. Beberapa tipenya adalah:
- S. sonnei
- S. flexneri
- S. dysenteriae
4. Vibrio cholera Memiliki lebih dari 2000 serotipe dan semuanya bisa menjadi
pathogen pada manusia. Hanya serogrup cholera O1 dan O139 yang dapat
menyebabkan wabah besar dan epidemic. Gejalanya yang paling sering adalah
muntah tidak dengan panas dan feses yang konsistensinya sangat berair. Bila pasien
tidak terhidrasi dengan baik bisa menyebabkan syok hipovolemik dalam 12 – 18 jam
dari timbulnya gejala awal.
5. Salmonella. Salmonella menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme. Beberapa
toksin telah diidentifikasi dan prostaglandin yang menstimulasi sekresi aktif cairan
dan elektrolit mungkin dihasilkan. Pada onset akut gejalanya dapat berupa mual,
muntah dan diare berair dan terkadang disentri pada beberapa kasus.
c. Parasitic agents
Cryptosporidium parvum, Giardia L, Entamoeba histolytica, and Cyclospora cayetanensis
infeksi beberapa jenis protozoa tersebut sangatlah jarang terjadi namun sering
dihubungkan dengan traveler dan gejalanya sering tak tampak. Dalam beberapa kasus
juga dinyatakan infeksi dari cacing seperti Stongiloide stecoralis, Angiostrongylus C.,
Schisotoma Mansoni, S. Japonicum juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut.

2.2.2 Non –Infeksi


a. Kesulitan makan
b. Malabsorpsi/ maldigesti. Kurangnya penyerapan seperti:
- Karbohidrat : Monosakrida (glukosa), disakarida (sakarosa)
- Lemak : Rantai panjang trigliserida
- Asam amino
- Protein
- Vitamin dan mineral

18
c. Keracunan makanan
d. Imunodefisiensi. Kondisi seseorang dengan imunodefisiensi yaitu
hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit granulomatose
kronik, defisiensi IgA dan imunodefisiensi IgA heavycombination.
e. Terapi Obat. Orang yang mengonsumsi obat - obatan antibiotik, antasida dan masih
kemoterapi juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut.
f. Lain-lain. Alergi susu sapi, tindakan gastrektomi, gangguan motilitas usus terapi
radiasi dosis tinggi, sindrom Zollinger-Ellison, neuropati diabetes sampai kondisi
psikis juga dapat menimbulkan gastroenteritis akut.

2.3. Epidemiologi
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Laporan Riskesdas
tahun 2007 menunjukkan bahwa penyakit diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada
bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan
penyebab kematian yang ke empat (13,2%). Secara umum pada kelompok usia dibawah 5 tahun,
diare akut merupakan penyebab kematian kedua (setelah pneumonia) dan insidensi dan resiko
kematian dari penyakit diare sangat besar pada kelompok usia ini.4
Di seluruh dunia, gastroenteritis mempengaruhi 3-5 milyar anak tiap tahun dan
menyubang rata-rata 1,5-2,5 juta kematian tiap tahun atau 12% dari semua kematian adalah usia
kurang dari 5 tahun. Di negara maju, gastroenteritis akut (AGE) menyebabkan 300 kematian per
tahun. Secara global, rotavirus (RV) adalah agen penyebab paling umum untuk AGE.5 Di
Amerika Serikat, gastroenteritis akut menyumbang 1,5 juta kunjungan kantor, 200.000 rawat
inap, dan 300 kematian pada anak-anak setiap tahun.1

2.4 Patofisiologi
Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan osmotik. Meskipun
dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering ditemukan pada infeksi
saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.

19
a. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit
dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan
ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas.
Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus
jejunum yang bersifat permeable, air akan mengalir kearah jejunum, sehingga akan banyak
terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan
demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian
kecil cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh
karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose di
segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan
seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlabihan akan memberikan dampak yang sama.6
b. Diare Sekretorik
Diare sekterik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang
terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida
tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari
tubuh sebagai tinja cair.6
Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy,
serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara
meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan
mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilase
membrane protein sehingga megakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di
kripta keluar.6
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas jarang
menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh 5
terhadap absorbs. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat
menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang
menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan

20
absorbsi, Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat
inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada
anak jarang terjadi. Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada
beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mucus, protein
dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare
akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare laina seprti diare osmotik dan sekretorik.6
Bakteri enteral pathogen akan mempenagaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi
bacterial pada tight junction akan memepengaruhi susunan anatomis dan funsi absorbs yaitu
cytoskeleton dan perubahan susunan protein.6

2.5 Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4 F
= finger, flies, fluid, field).7

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK),
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita
campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.6

2.6 Manifestasi Klinis

21
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainya bila terjadi
komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal biasa berupa
diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.2
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium,
klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati
dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa
tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.2
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen antara lain:
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis, meningitis, pneumonia,
hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala neurologik dari infeksi usus bisa berupa
parestesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.2
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas
badan umum terjadi pada penderita dengan diare inflammatory. Nyeri perut yang lebih hebat dan
tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta rectum menunjukkan terkenanya usus besar.
Mual dan muntah adalah gejala yang nonspesifik, akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh
karena mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti virus, bakteri yang
memproduksi enteroroksin, Giardia, dan Cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada non
inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut
periumbilikal tidak berat, diare cair menunjukan bahwa saluran makan bagian atas yang terkena.
Oleh karena pasien immunocompromised memerlukan perhatian khusus, informasi tentang
adanya imunodefisiensi atau penyakit.2
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan
kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR dan lain-lain.
Penilaian A B C
Lihat:

22
Keadaan umum Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak
Mata Normal Cekung sadar
Air mata Ada Tidak ada Sangat cekung
Mulut dan lidah Basah Kering Kering
Rasa haus Minum biasa,tidak *haus ingin minum Sangat kering
haus banyak *malas minum atau
tidak bias minum
Periksa: turgor Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat
kulit lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
ringan/sedang Bila ada 1 tanda*
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau tanda lain
lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

Tabel 1. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO

2.7 Diagnosis
Diagnosis gastroenteritis akut dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Onset, durasi, volume dan frekuensi diare harus dicatat, dengan perhatian khusus
pada karakteristik feses (misalnya, berair, berdarah, berlendir, purulen). Bila disertai
muntah volume dan frekuensinya. Pasien harus dievaluasi untuk tanda-tanda mengetahui
dehidrasi, termasuk kencing berkurang, rasa haus, pusing, dan perubahan status mental.
Muntah lebih sugestif penyakit virus atau penyakit yang disebabkan oleh ingesti racun
bakteri. Gejala lebih menunjukkan invasif bakteri (inflamasi) diare adalah demam,
tenesmus, dan feses berdarah. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti:
batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare:
memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan

23
yang diberikan serta riwayat imunisasinya. Makanan dan riwayat perjalanan sangat
membantu untuk mengevaluasi potensi paparan agent. Anak-anak di tempat penitipan,
penghuni panti jompo, penyicip makanan, dan pasien yang baru dirawat di rumah sakit
berada pada risiko tinggi penyakit diare menular. Wanita hamil memiliki 12 kali lipat
peningkatan risiko listeriosis, terutama yang mengkonsumsi olahan daging beku, keju
lunak, dan susu mentah. Riwayat sakit terdahulu dan penggunaan antibiotik dan obat lain
harus dicatat pada pasien dengan diare akut.8
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa berat badan (tanda gizi buruk), suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Demam lebih mengarah
pada diare dengan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan perut penting untuk menilai
nyeri dan proses perut akut. Pemeriksaan rektal dapat membantu dalam menilai adanya
darah, nyeri dubur, dan konsistensi feses. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama
dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan
lainnya: ubun ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak
adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.7
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu
karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.7
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak diperlukan,
Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan
dehidrasi berat, seperti pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau
infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:7
a. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan
tes kepekaan terhadap antibiotika.
b. Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.

24
c. Tinja : secara makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna tinja, konsistensi, ada
tidaknya darah, lendir, pus, lemak, dan lain-lain. Pemeriksaan mikroskopik melihat
ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing, ameba, bakteri).

2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas: rehidrasi sebagai
prioritas utama pengobatan, memberikan terapi simptomatik, dan memberikan terapi definitif.8

Pengobatan Diare Tanpa Dehidrasi


Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk mencegah
dehidrasi seperti larutan gula garam, kuah sayur-sayuran dan sebagainya. Pengobatan dapat
dilakukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB
atau untuk anak usia <1 tahun 50-100 ml, 1-5 tahun dalah 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-
300 ml dan dewasa adalah 300-400 ml setiap BAB.9
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok setiap 1-2 menit.
Anak yang lebih besar dapat minum langsung dengan gelas dengan tegukan yang sering. Bila
terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1
sendok setia 2-3 menit. Pemberian cairan dilanjutkan sampai diare berhenti. Selain cairan rumah
tangga ASI dan makanan yang biasa tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit
tapi sering ( lebih kurang 6 kali sehari ) serta rendah serat.9

Pengobatan Diare Dehidrasi Ringan-Sedang


Penderita diare degan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana kesehatan dan
segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama
75 cc/kgBB.9
Apabila oleh karena satu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan per oral, oralit dapat
diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam.
Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila
keadaan membaik dan dehidrasi teratasi, pengobatan dapat dilanjutkan di rumah dengan
memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi.9

25
Pengobatan Diare Dehidrasi Berat
Pasien yang masih dapat minum meskipun sedikit harus diberi oralit sampai cairan infus
terpasang. Selain itu semua anak harus diberi oralit selama pemberian cairan intravena (5
ml/kgBB/jam), apbila anak dapat minum dengan baik biasanya dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau
1-2 jam (untuk anak yang lebih besar). Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer
Laktat dengan dosis 100ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB,
dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Di atas 1 tahun ½ jam pertama 30cc/kgBB
dilanjutkan 2 ½ jam berikutnya 70 cc/kgBB.9
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat dipercepat.
Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan
selanjutnya yaitu : pengobatan diare dengan dehidrasi ringan-sedang atau pengobatan diare tanpa
dehidrasi.9

2.9 Definisi ISK


Infeksi saluran kemih adalah invasi mikroorganisme (biasanya bakteri) pada saluran
kemih, mulai dari uretra hingga ginjal. Infeksi saluran kemih (urinary tract infection=UTI)
adalah bertumbuh dan berkembang biaknya kuman atau mikroba dalam saluran kemih dalam
jumlah bermakna. Bakteriuria ialah terdapatnya bakteri dalam urin. Disebut bakteriuria
bermakna bila ditemukannya kuman dalam jumlah bermakna.10
Pengertian jumlah bermakna tergantung pada cara pengambilan sampel urin. Bila urin
diambil dengan cara mid stream, kateterisasi urin, dan urine collector, maka disebut bermakan
bila ditemukan kuman 105 cfu (colony forming unit) atau lebih dalam setiap mililiter urin segar,
sedangkan bila diambil dengan cara aspirasi supra pubik, disebutkan bermakna jika ditemukan
kuman dalam jumlah berapa pun.10
ISK merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering pada anak selain infeksi saluran
nafas atas dan diare. ISK merupakan penyebab demam kedua tersering setelah infeksi akut
saluran napas pada anak berusia kurang dari 2 tahun. Manifestasi klinis ISK sangat bervariasi
dan tergantung pada umur, mulai dengan asimtomatik hingga gejala yang berat, sehingga ISK
sering tidak terdeteksi baik oleh tenaga medis maupun oleh orangtua. Kesalahan dalam
menegakkan diagnosis akan sangat merugikan karena dapat berakibat penyakit berlanjut ke arah
kerusakan ginjal karena tidak diterapi.10

26
2.10 Etiologi
Dalam kondisi normal saluran kemih dan urin umumnya steril. Escherichia coli, flora
usus yang naik ke saluran kemih, merupakan penyebab terjadinya infeksi pertama (90%) dan
berkontribusi menyebabkan infeksi berulang (75%).10 Berbagai mikroorganisme dapat
menginfeksi traktus urinarius, antara lain:11
 Bakteri gram negatif (80%): Escherichia coli, Proteus sp., Klebsiella sp., Enterobacter
sp.;
 Bakteri gram positif (10-15%): Enterococcus sp., Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis
 Lain-lain: Pseudomonas sp., dan Serratia pada pasien yang menjalani prosedur urologi
atau obstruksi saluran kemih; Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma sp., Candida,
Adenovirus.
Gram-Negatif Gram-Positif
Escherichia coli Enterococcus
Klebsiella Group β streptococcus
Proteus Staphylococcus aureus
Serratia Staphylococcus saprophyticus (pada
remaja perempuan)
Enterobacter
Pseudomonas (pemakaian kateter yang
berkepanjangan)
Tabel 2. Patogen yang sering ditemukan pada ISK

2.11 Klasifikasi
ISK pada anak dapat dibedakan menjadi:10,11,12
 Berdasarkan lokasi infeksi
a. ISK atas: pielonefritis, prostatitis, abses intrarenal, dan abses perinefrik.
b. ISK bawah: sistitis dan uretritis
 Berdasarkan gejala klinis
a. ISK asimtomatik: bakteriuria asimtomatik (asymptomatic bacteriuria, covert
bacteriuria) adalah terdapatnya bakteri dalam saluran kemih tanpa

27
menimbulkan manifestasi klinis. Bakteriuria asimtomatik, apabila dua kultur
urin berurutan ≥105 CFU/ml pada perempuan tanpa gejala, satu kultur urin
≥105 CFU/ml pada laki-laki atau perempuan. Umumnya diagnosis bakteriuria
asimtomatik ditegakkan pada saat melakukan biakan urin ketika check-up
rutin/uji tapis pada anak sehat atau tanpa gejala klinis.
b. ISK simtomatik
ISK simtomatik yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan
tanda klinik. ISK simtomatik dapat dibagi dalam dua bagian yaitu infeksi yang
menyerang parenkim ginjal, disebut pielonefritis dengan gejala utama demam,
dan infeksi yang terbatas pada saluran kemih bawah (sistitis) dengan gejala
utama berupa gangguan miksi seperti disuria, polakisuria, kencing mengedan
(urgency).
 Berdasarkan kelainan saluran kemih
a. ISK simpleks
ISK simpleks (simple UTI, uncomplicated UTI) adalah infeksi pada saluran
kemih yang normal tanpa kelainan struktural maupun fungsional saluran kemih
yang menyebabkan stasis urin.
b. ISK kompleks
ISK kompleks (complicated UTI) adalah ISK yang disertai dengan kelainan
anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis ataupun
aliran balik (refluks) urin. Kelainan saluran kemih dapat berupa batu saluran
kemih, obstruksi, anomali saluran kemih, kista ginjal, bulibuli neurogenik,
benda asing, dan sebagainya. Pemakaian kateter atau adanya stent pada saluran
kemih, urin residu setelah berkemih >100 mL, refluks vesikoureter atau
abnormalitas fungsional lainnya, jejas kimia atau radiasi pada uroepitel, ISK
perioperatif dan pasca operasi, insufisiensi dan transplantasi ginjal, diabetes
melitus dan imunodefisiensi.

2.12 Epidemiologi
ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada anak. Kejadian ISK tergantung pada
umur dan jenis kelamin. Prevalensi ISK pada neonatus berkisar antara 0,1% hingga 1%, dan

28
meningkat menjadi 14% pada neonatus dengan demam, dan 5,3% pada bayi. Pada bayi
asimtomatik, bakteriuria didapatkan pada 0,3 hingga 0,4%. Risiko ISK pada anak sebelum
pubertas 3-5% pada anak perempuan dan 1-2% pada anak laki. Pada anak dengan demam
berumur kurang dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5%.10

2.13 Patogenesis dan Patofisiologi


Secara fisiologis, bakteri pada kandung kemih dapat dibersihkan dengan cepat melalui
mekanisme aliran urin, pelarutan, serta sifat antibakteri dari urin dan mukosa kandung kemih.
Selain itu, kandungan urea serta osmolaritas urin yang tinggi juga menghambat pertumbuhan
bakteri. Sel epitel kandung kemih mensekresikan sitokin dan kemokin (IL-6 dan IL-8) yang
menyebabkan sel plimorfonuklear masuk ke epitel kandung kemih dan urin pada saat terjadi
infeksi. Sel-sel ini akan berinteraksi membunuh bakteri.12
Introitus vagina dan uretra distal memiliki flora normal yaitu basil gram negatif yang tidak
menyebabkan ISK. Namun, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kerentanan
terhadap kolonisasi mikroorganisme penyebab ISK, antara lain jenis kelamin (perepmpuan lebih
rentan dibandingkan laki-laki), aktivitas seksual, kehamilan, obstruksi, dan penggunaan
antibiotik. Saluran kemih merupakan unit anatomis yang berawal dari saluran uretra hingga
ginjal. Pada umumnya, port d’entrée bakteri dan mikroorganisme lain berasal dari uretra dan
kemudian terjadi infeksi asendens menuju kandung kemih hingga parenkim ginjal.12

29
Gambar 1. Patogenesis dan Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih
Meningkatnya kerentanan anak perempuan terhadap terjadinya ISK karena pada
perempuan memiliki uretra yang lebih pendek dan adanya kolonisasi organisme enterik di bagian
perineum. Bagian preputium merupakan area berpotensi adanya bakteri patogen pada anak laki-
laki. Bakteri juga dapat menuju ke traktus urinarius salah satunya melalui kateterisasi.
Penyebaran secara hematogen juga bisa terjadi dan lebih sering pada beberapa bulan awal dari
kehidupan. Dapat dikatakan bahwa mayoritas ISK terjadi pada traktus urinarius bagian bawah.
Hanya sebagian kecil yang menjadi pielonefritis. Invasi pada ginjal oleh patogen menghasilkan
respon inflamasi yang serius dan dapat mengarah terbentuknya jaringan parut pada ginjal.13
Infeksi secara asenden menuju kandung kemih merupakan mekanise paling sering dari
terjadinya cystitis. Pada kasus vesicourethral refluks dan infeksi traktus urinarius bagian atas
(pielonefritis) dapat berkembang menjadi renal damage dan terbentuknya jaringan parut. Infeksi
bakteri pada kandung kemih lebih mungkin terjadi jika terdapat abnormalitas saat pengosongan
kandung kemih (neurogenic bladder, uropati obstruktif, vesicourethral refluks, dan konstipasi
kronik) memungkinkan untuk eliminasi bakteri yang tidak menyeluruh dari kandung kemih.14

30
Faktor virulensi dari patogen meningkatkan kemungkinan bahwa jenis bakteri spesifik
akan menjadi kolonisasi dan kemudian menginvasi ke traktus urinarius. Faktor-faktor ini
termasuk α-hemolysin, M hemagglutinin, endotoxin, cytotoxic necrotizing factor 1, K capsular
antigen, dinding bakteri yang kaku, dan kapasitas adhesi/perlekatan. 3 tipe berbeda dari adhesins
diidentifikasi pada bakteri uropatogen E. coli termasuk tipe 1 pili atau fimbrae, Pfimbrae dan X-
adhesins. Adhesins ini dapat memfasilitasi perlekatan bakteri pada reseptor mukosa dari
uroepitelium meskipun adanya aliran urin. Pada saat uroepitelium terinvasi, intraseluler biofilm
terbentuk sebagai proteksi bakteri uropatogen E. coli dari sistem imun tubuh host.13

2.14 Manifestasi Klinis


Sebagian ISK pada anak merupakan ISK asimtomatik, umumnya ditemukan pada anak
umur sekolah, terutama anak perempuan dan biasanya ditemukan pada uji tapis (screening
programs). Demam bisa menjadi satu-satunya gejala dari ISK, terutama pada anak-anak. Pada
neonatus dengan pielonefritis atau urosepsis bisa timbul gejala non spesifik (gejala gagal
berkembang/failure to thrive, jaundice, muntah, letargi, hipotermia/tanpa demam). Pada neonatus
hingga usia 2 bulan, gejala dapat berupa demam, apatis, berat badan tidak naik, muntah, mencret,
anoreksia, tidak mau minum.11,15
Bayi berusia 1 bulan sampai dengan 2 tahun memiliki gejala kesulitan makan, gagal
tumbuh, diare, muntah, dan demam yang tidak dapat dijelaskan. Tanda-tanda klinis yang ada
dapat menyerupai penyakit gastrointestinal dengan gejala kolik, iritabilitas. Pada anak yang lebih
besar mulai menunjukkan gejala ISK pada traktus urinarius bawah seperti disuria, stranguria,
sering berkemih (frequency), tidak dapat menahan untuk berkemih (urgency), urin yang berbau,
inkontinensia, hematuria, nyeri suprapubik, dan pada traktus urinarius bagian atas yaitu demam
dan nyeri panggul.12,15

2.15 Diagnosis
Pada anak, gejala klinis ISK sangat bervariasi, dapat berupa ISK asimtomatik hingga gejala
yang berat yang dapat menimbulkan infeksi sistemik. Oleh karena manifestasi klinis yang sangat
bervariasi dan sering tidak spesifik, penyakit ini sering tidak terdeteksi hingga menyebabkan
komplikasi gagal ginjal. Infeksi saluran kemih perlu dicurigai pada anak dengan gejala demam

31
karena ISK merupakan penyakit infeksi yang sering ditemukan pada anak selain infeksi saluran
nafas akut dan infeksi saluran cerna.16

2.16 Anamnesis
Letak infeksi, episode, gejala dan faktor komplikasi dapat diidentifikasi pada riwayat
pasien. Termasuk pertanyaan mengenai infeksi primer/pertama kali atau sekunder/berulang, ISK
dengan demam atau tanpa demam, malformasi dari traktus urinarius (seperti pre/post natal
ultrasound screening), riwayat operasi, kebiasaan minum dan berkemih, riwayat keluarga,
apakah terdapat konstipasi atau gejala pada traktus urinarius bagian bawah dan riwayat seksual
pada remaja.15
Faktor risiko berikut untuk terjadinya ISK dan patologi yang mendasari:17
1. Aliran urin yang buruk
2. Riwayat ISK sebelumnya
3. Demam berulang dengan penyebab yang tidak diketahui
4. Didiagnosis abnormalitas dari renal saat antenatal
5. Riwayat keluarga dengan vesikoureter refluks atau penyakit ginjal
6. Konstipasi
7. Kelainan berkemih (etilogi neurologis)
8. Massa pada abdomen

2.17 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik anak secara lengkap dibutuhkan untuk menyingkirkan sumber penyebab
dari demam dan jika demam dengan penyebab yang tidak jelas. Pemeriksaan fisik yang dapat
ditemukan yaitu tanda konstipasi, ginjal yang teraba saat palpasi atau terasa nyeri, kandung
kemih yang teraba, nyeri ketok sudut kosto-vertebreae, nyeri tekan suprasimfisis, kelainan
pada genitalia (phimosis, labial adhesion, stenosis meatal post sirkumsisi, abnormal
urogenital, malformasi cloacal, vulvitis, epididymoorchitis).15

2.18 Pemeriksaan Penunjang


Urinalisis merupakan pemeriksaan awal yang mengindikasikan diagnosis ISK dan
dimulainya terapi inisial secara empiris. Gambaran urinalisis yang mengarah kecurigaan

32
terhadap ISK adalah proteinuria, leukosituria, hematuria (eritroist >5/LPB), uji leukosit esterase
positif, uji nitrit positif, dan silinder leukosit.11,14
Diagnosis pasti dengan ditemukannya bekteri uria bermakna pada kultur urin, yang
jumlahnya tergantung dari metode pengambilan sampel urin. Pemeriksaan penunjang lain
dilakukan untuk mencari faktor risiko seperti disebutkan di atas dengan melakukan pemeriksaan
USG, foto polos perut, dan bila perlu dilanjutkan dengan miksio-sisto-uretrogram dan pielografi
intravena. Algoritme penanggulangan dan pencitraan anak dengan ISK dapat dilihat pada
lampiran. Pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.16

2.19 Tatalaksana
Anak-anak harus diarahkan untuk berkemih sekitar setiap 1,5-2 jam dan jangan menahan
buang air kecil. Dengan berkemih, anak harus dianjurkan untuk menggunakan postur secara
optimal dan meluangkan waktu untuk sepenuhnya berkemih hingga tuntas. Menjaga kebersihan
genitalia dengan teliti dan menjaga asupan cairan yang adekuat harus dianjurkan. Kondisi yang
mendasari seperti konstipasi, disfungsional dalam berkemih harus diobati.13
Terapi antibiotik segera diindikasikan untuk ISK simptomatik berdasarkan gejala klinis
dan urinalisis positif sambil menunggu hasil dari kultur urin untuk mengeradikasi infeksi dan
menyesuaikan meningkatkan outcome klinis. Terapi empiris diberikan untuk ISK simptomatik
dengan kultur urin yang sudah terkonfirmasi ISK. Pada anak yang lebih besar yang tidak
memperlihatkan gejala tetapi kultur urin positif, antibiotik oral harus diberikan. Untuk anak
dengan suspect ISK yang memperlihatkan gejala toxic, dehidrasi, atau tidak bisa mendapat terapi
cairan secara oral, pada bayi ≤ 2 bulan, pasien yang tidak bisa mentoleransi terapi antibiotik
secara oral dapat diberikan terapi antibiotik secara parenteral dan dapat dipertimbangkan untuk
rawat inap.12,13
Antibiotik empiris yang telah digunakan untuk pengobatan ISK pada anak seperti
cephalosporins (cefixime, cefotaxime, ceftriaxone, ceftazidime), fluoroquinolones
(ciprofloxacin), nitrofurantoin, trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP-SMZ), ampisilin,
amoksisilin, dan amoksisilin-klavulanat.13

Obat Dosis mg/Kg/hari Frekuensi

33
Parenteral
Ampisilin 100 Tiap 6-8 jam
Cefotaxime 150 Tiap 6-8 jam
Gentamisin 5 Tiap 8 jam
Ceftriaxone 75 Sekali sehari
Oral
Rawat jalan, antibiotik oral
Amoksisilin 20-40 Tiap 8 jam
Ampisilin 50 Tiap 6 jam
Amoksisilin-klavulanat 50 Tiap 8 jam
Cefixime 5 Tiap 12-24 jam
Nitrofurantoin* 4 Tiap 12 jam
Trimetoprim*- 6 TMP 30 SMZ Tiap 12 jam
Sulfametoksazol
(TMP-SMZ)
*Tidak diberikan pada neonatus atau pada insufisiensi ginjal
Tabel 1. Dosis Antibiotik untuk Pengobatan ISK11,13

BAB III

34
ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien An. KA, perempuan 1 tahun
(dengan berat badan 7 kg dan tinggi badan 67 cm) datang bersama orang tua nya ke IGD RS
POLRI pada tanggal 24 Februari 2020 dengan keluhan BAB cair sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. BAB cair lebih dari 5x/hari warna kuning kehijauan, sebanyak kurang lebih
setengah gelas aqua, disertai ampas, tidak ada lendir dan darah. Pasien mengalami mual dan
muntah sejak BAB cair. Muntah sebanyak 5x terutama setelah makan dan berisikan makanan
dan minuman. Ibu pasien mengatakan pasien sempat demam naik turun sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, namun suhu tidak diukur. Minum ASI masih banyak dan pasien tidak ada
riwayat alergi susu formula sebelumnya, nafsu makan menurun selama sakit. BAK masih banyak
dan tidak ada nyeri. Pasien setiap hari menggunakan pampers, baik saat di rumah maupun
bepergian dan menggantinya 3x sehari. Diagnosis kerja pada pasien ini adalah gastroenteritis
akut tanpa dehidrasi dan infeksi saluran kemih. Diagnosa ditegakan berdasarkan dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada kasus ini, didapatkan hasil anamnesis yang sesuai dengan manifestasi klinis pada
gastroenteritis akut, yaitu BAB cair disertai mual, muntah dan demam. Dan infeksi saluran
kemih didapatkan karena pasien memakai pampers setiap harinya termasuk selama sakit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada daerah pusar. Dan pada pemeriksaan
penunjang pada pasien ini menunjukan tanda yang berarti pada pemeriksaan urinalisa lengkap
dimana didapatkan Leukosit yaitu 15-17/LPB.
Penatalaksanaan pada pasien gastroenteritis akut adalah pemberian cairan KCl, zinc 1 x 10
ml, L bio 1 x 1 sachet, Domperidon 3 x 1,5 ml, PCT 3 x 0,8 ml drop dan antibiotik untuk infeksi
saluran kemih diberikan Cefotaxime 3 x 200 mg iv.

DAFTAR PUSTAKA

35
1. Hartman S, Brown E, Loomis E, Russell HA. Gastroenteritis in Children. AAFP. 2019.
99(3)
2. Panduan Praktek Klinin (PPK) Divisi Gastrohepatologi. Departemen Kesehatan Anak.
RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang.2014
3. Worldgastroenterology.org. (2017). English World Gastroenterology Organisation.
[online] Available at: http://www.worldgastroenterology.org /guidelines/global-
guidelines/acute-diarrhea/acute-diarrhea-english
4. (Junita HM. Acute diarrhea with mild to moderate dehydration e.c viral infection. FK
Universitas Lampung. J Agromed Unila. Vol 1 (1). 2014. )
5. (Ghssein G, Salami A, Salloum L, Chedid P, dkk. 2018. Surveillance study of acute
gastroenteritis etiologies in hospitalized children in south lebanon (SAGE study). PGHN.
Vol 21 (3))
6. (Trenggono WC. 2013. Gastroenteritis akut. Available at
file:///C:/Users/USER/Downloads/306420864-Gea.pdf diakses tanggal 8 Maret 2020)
7. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut anak. file:///F:/STASE%20ANAK/Jurnal/DIARE
%20AKUT%20ANAK.pdf diakses tanggal 8 Maret 2020
8. Barr, w. and smith, a. (2017). [online] Available at: http://Acute Diarrhea in Adults
WENDY BARR, MD, MPH, MSCE, and ANDREW SMITH, MD Lawrence Family
Medicine Residency, Lawrence, Massachusetts [Accessed 5 Mar. 2017].
9. Amin L. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Education. 2015;42(7):504-8.
10. UKK Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2011. Konsensus Infeksi Saluran
Kemih pada Anak. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
11. Tanto, C, Liwang F, et al. 2018. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapius.
12. Marcdante, Karen J, et al. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial edisi keenam.
Singapura : Elsevier.
13. Leung, AKC, Wong AHC, Leung, AAM and Hon, KL. 2019. Urinary Tract Infection in
Children. Recent Patents on Inflammation & Allergy Drug Discovery 2019, Vol. 13, No.
1; 2-14.

36
14. BMJ Best Practice. 2019. Urinary tract infections in children. BMJ Publishing Group Ltd
2019.
15. Stein R, et al. 2015. Urinary Tract Infections in Children: EAU/ESPU Guidelines.
EUROPEAN UROLOGY 67, 2015; 546–558.
16. Pardede, OS. 2018. Infeksi pada Ginjal dan Saluran Kemih Anak: Manifestasi Klinis dan
Tata Laksana. Sari Pediatri, Vol. 19, No. 6, April 2018; 365-373.
17. National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health. 2017. Urinary tract
infection in children diagnosis, treatment and long-term management. Published by the
RCOG Press at the Royal College of Obstetricians and Gynaecologists, 27 Sussex Place,
Regent’s Park, London.

37

You might also like