Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

KRAKATOA: Journal of History, History Education and Cultural Studies

Volume 1, Issue 1, April 2022 e-ISSN: 2830-2346


p-ISSN: 2830-327X

PENDIDIKAN MASA KOLONIAL: DARI TANAM PAKSA HINGGA POLITIK


ETIS
Muhammad Adi Saputra1
1
Pendidikan Sejarah, Universitas Jambi, Muaro Jambi, Jambi, Indonesia
.

E-mail korespodensi: muhammadadisaputra@unja.ac.id

Received 13 Maret 2022


Accepted for publication 17 April 2022

Published 30 April 2022

Abstract
This study aims to understand the various conditions and the implementation of Dutch colonial education in
Indonesia when Cultivation was forced until the Ethical Policy was enforced. This study uses historiographical
methods, namely heuristics, source criticism, verification, and historiography. 1). Education that was built in the
Dutch colonial era had many teaching and learning systems that were well differentiated based on social groups
such as schools for natives, Dutch/Europeans, and Foreign Easterners. 2) After the Cultivation Policy was
implemented, the politics carried out by the Dutch was the Ethical Policy which was the beginning of the creation
of modern education in Indonesia. 3) The results of ethical political policies are the creation of a more equitable
education for the people of Indonesia, the emergence of learning with modern education that fosters nationalism.
Thus, the development and implementation of education in the Dutch colonial era in Indonesia had the aim of
increasing the dignity of the nation and the intellectual life of the nation.
Keywords: Education, Colonial, Cultuur Stelsel, Ethical Policy

Abstrak

Penelitian ini memiliki tujuan agar dapat memahami berbagai macam kondisi dan pelaksanaan pendidikan
zaman kolonial Belanda di Indonesia saat Tanam paksa hingga Politik Etis diberlakukan. Penelitian ini
menggunakan metode historiografi, yaitu Heuristik, kritik sumber, verifikasi, dan historiografi. 1).
Pendidikan yang dibangun pada zaman kolonial Belanda memiliki banyak sistem pengajaran dan
pembelajaran baik dibedakan berdasarkan kelompok sosial seperti sekolah untuk pribumi, Belanda/Eropa,
dan Timur Asing. 2) Setelah kebijakan Tanam Paksa diberlakukan maka politik yang dijalankan oleh
Belanda yaitu kebijakan Politik Etis yang merupakan awal terciptanya pendidikan-pendidikan modern di
Indonesia. 3) Hasil dari kebijakan politik etis yaitu terciptanya pendidikan yang lebih merata bagi
masyarakat Indonesia, munculnya pembelajaran dengan pendidikan modern yang menumbuhkembangkan
nasionalisme. Dengan demikian, perkembangan dan pelaksanaan pendidikan di zaman kolonial Belanda
di Indonesia memiliki tujuan meningkatkan martabat bangsa dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kata Kunci : Pendidikan, Kolonial, Tanam Paksa, Politik Etis

34
KRAKATOA (Vol. 1 No. 1, 2022) Saputra

Pendahuluan Penggolongan tersebut kemudian diperjelas


Pendidikan merupakan hak setiap manusia untuk dengan adanya penggunaan bahasa pengantar
meningkatkan harkat dan martabatnya. Dalam yaitu, bahasa Belanda seperti Eerste Klasse School
menyelenggarakan pendidikan sendiri banyak atau Sekolah Kelas Satu dengan bahasa Belanda
faktor yang memengaruhinya baik faktor internal sebagai bahasa pengantar yang digunakan untuk
maupun eksternal pada sistem pendidikan. Sistem golongan Eropa dan priyayi. Bahasa Melayu
pendidikan yang diselenggarakan bukanlah hasil sebagai bahasa pengantar yang digunakan untuk
dari perencanaan menyeluruh, tetapi dari tahap golongan pribumi biasa. Namun, pada tahun 1900
demi tahap yang melalui eksperimentasi dan hingga 1930 terjadi perubahan yang cukup
didorong oleh kebutuhan praktis perkembangan signifikan karena Pemerintah Kolonial Belanda
zaman. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari (PKB) menerapkan politik etis yang di dalamnya
pendidikan yang ditempuh oleh rakyatnya, terdapat kebijakan edukasi, akan tetapi dalam
bagaimana sejarah pendidikan di masa lampau praktiknya sendiri tetap tidak lepas dari kebijakan
dapat melahirkan cendekiawan yang menggagas untuk kepentingan sendiri dan masih bersifat
dasar kebangsaan dan nasionalisme Indonesia. diskriminatif.
Begitu juga dengan Indonesia yang mengalami Dengan demikian, pendidikan gaya Barat ini telah
perkembangan dari masa klasik sampai saat ini mampu melemahkan pamor priyayi tradisional.
melalui proses perkembangan dalam Namun, disisi lain pendidikan gaya barat telah
pendidikannya (Rifa’i, 2011:73). memunculkan kelas baru orang Indonesia dengan
Sebelum bangsa barat datang ke Indonesia, kesadaran politik yang dipersiapkan untuk
masyarakat Indonesia yang tinggal di desa sudah reformasi politik danmengambil peran utama baik
mengenal pendidikan baik itu berasal dari di kota maupun di desa. Awalnya kebijakan politik
keluarga maupun dari lingkungan. Pendidikan etis berupaya mengembangkan pendidikan barat
yang diperoleh dari keluarga sangat berperan untuk bumiputra/pribumi, tetapi dalam
dalam mendidik anaknya agar menjadi anak yang kenyataannya kebijakan tersebut justru
bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga maupun menanamkan kesadaran nasionalisme untuk
lingkungan sekitarnya. Setelah bangsa Belanda mengambil alih sistem yang akan dikembangkan
datang ke Indonesia pendidikan yang diberikan sesuai dengan sistem yang telah lama berkembang
membentuk masyarakat yang feodal. Hal ini dalam sistem pendidikan adat. Di sisi lain,
disebabkan karena pendidikan yang kenyataan ini telah membangkitkan keinginan
diselenggarakan oleh pemerintah kolonial masyarakat Indonesia untuk meningkatkan
berdasarkan garis warna dan diskriminatif, dimana martabat bangsa yang dicari oleh organisasi
pendidikan dibedakan berdasarkan jenis dan modern masa itu (Sumarno, 2019: 372).
tingkatan yang telah dibagi oleh pemerintah Kajian-kajian tentang tanam paksa dan politik
kolonial menjadi kelompok-kelompok yaitu, liberal pada masa kolonialisme Belanda lebih
kelompok Eropa, Timur Asing (Arab dan Cina), banyak menyinggung aspek ekonomi Hindia
dan pribumi. Namun, dalam praktiknya penduduk Belanda (Indonesia). Beberapa ada yang
pribumi dibagi lagi menjadi golongan priyayi dan membicarakan kebijakan pendidikan kolonial
golongan pribumi biasa. Penggolongan tersebut Belanda. Di samping itu juga ada yang lebih
dilakukan berdasarkan padagolongan masyarakat khusus membicarakan pendidikan bagi etnis
dan status sosial. Tiongkok di Indonesia. Oleh karena itu
perberbedaan penyusunan ini terletak pada

35
KRAKATOA (Vol. 1 No. 1, 2022) Saputra

pembahasan kebijakan pendidikan Belanda pada rekonstruksi masa lalu dari sumber yang memiliki
masa Tanam Paksa sampai Politik Etis di kredibilitas. 4. Historiografi, Berdasarkan refleksi
Indonesia. Penyusunan ini bertujuan untuk ketiga tahap sebelumnya, kemudian peneliti
mengetahui tentang Tanam Paksa, Politik Liberal, melakukan penyusunan laporan. Berbagai fakta
Politik Etis, pendidikan Indonesia pada Masa dan data yang melalui tahap kritik dan interpretasi
Tanam Paksa sampai Politik Etis, sistem yang disertai penganalisaan dengan teknik
pendidikan Indonesia pada Masa Tanam Paksa triangulasi data. (Sugiono, 2009 : 35).
sampai Politik Etis, dan sekolah-sekolah anak Pada tahap terakhir penulisan, peneliti akan
belanda dan pribumi pada Masa Tanam Paksa melaporkan hasil penelitian berdasarkan fakta
sampai Politik Etis. yang ada. Hasil penelitian mengungkapkan
tentang perkembangan pendidikan pada masa
Metode kolonial dari kebijakan Tanam Paksa hingga
Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian kebijakan Politik Etis dalam bentuk tulisan yang
ini menggunakan metode historis atau penelitian sistematis, logis dan jelas.
sejarah. Metode penelitian historis merupakan
cara yang digunakan untuk memecahkan sebuah Hasil dan Pembahasan
masalah dalam merekonstruksi peristiwa masa
lampau. Metode historis merupakan sebuah Tanam Paksa
metode digunakan untuk mencari sebuah Tanam paksa atau cultuur stelsel adalah peraturan
penjelasan mengenai masa lampau dan masih yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal
dapat dilakukan penelitian pada masa ini. Johannes Van Den Bosch yang mewajibkan setiap
Langkah-langkah penelitian sejarah diantaranya; desa harus menyisihkan sebagian tanahnya (20%)
1. Heuristik, Penelitian didahului dengan teknik untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi,
pengumpulan data, mulai dari data sekunder tebu, nila. Hasil tanaman ini akan dijual kepada
sampai primer, dari data lisan, tulisan dan benda. pemerintah kolonial dengan harga yang sudah
Suatu teknik, suatu seni dan bukan suatu ilmu. dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada
Oleh karena itu, heuristik tidak mempunyai pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak
peraturan-peraturan umum. Heuristik seringkali memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam
merupakan suatu keterampilan dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik
menemukan, menangani dan memperinci pemerintah yang menjadi semacam pajak. Pada
bibliografi atau mengklasifikasi dan merawat praktiknya peraturan itu dapat dikatakan tidak
catatan-catatan (Daliman, 2012 : 28-29). Dalam berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib
tahap ini peneliti mengumpulkan bahan- bahan ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya
dari berbagai sumber sejarah untuk menemukan diserahkan kepada pemerintahan Belanda.
peristiwa silam di masa lalu, baik berupa data Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam
primer maupun sekunder. 2. Kritik Sumber, Tahap dibanding sistem monopoli VOC karena ada
selanjutnya peneliti akan mengkritik data yang sasaran pemasukan penerimaan negara yang
sudah dikumpulkan melalui kritik internal dan sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada
eksternal. 3. Interpretasi, selanjutnya peneliti jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada
menafsirkan sumber yang sudah terpilih dengan VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan
menguji antara satu sumber dengan sumber sekaligus menjualnya dengan harga yang
lainnya. Pada tahap ini peneliti melakukan ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa

36
KRAKATOA (Vol. 1 No. 1, 2022) Saputra

inilah yang memberikan sumbangan besar bagi membubung, dibudidayakan. 1884 sekitar 75.5 %
modal pada zaman keemasan kolonialis liberal penduduk Jawa dikerahkan dalam tanam paksa.
Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940. Akibat Penduduk di Keresidenan Batavia dan daerah
sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan kesultanan di Jawa Tengah atau Vortsenlanden
negeri Belanda ini. Bagian dari tanah yang tidak mengambil bagian dalam sistem tersebut.
disediakan untuk menanam tanaman dagangan Jumlah tersebut kemudian berfluktuasi tetapi tidak
dibebaskan dari pembayaran pajak tanah. turun secara drastis karena pemerintah Hindia
Tanaman dagangan yang dihasilkan di tanah- Belanda berusaha mempertahankan eksistensi
tanah yang disediakan wajib diserahkan kepada tanah untuk tanaman komoditi ekspor. Kemudian
pemerintah Hindia Belanda, jika nilai-nilai hasil pada tahun 1850, umpamanya jumlah tersebut
tanaman dagangan yang ditaksir itu melebihi pajak telah menurun menjadi 46 %, tetapi ditahun1860
tanah yang harus dibayar rakyat, maka selisih naik lagi menjadi 54.5%. meskipun Kepentingan
positifnya harus diserahkan kepada rakyat. pemerintah hanya pada hasilnya, yang dihitung
Apabila terjadi gagal panen pada tanaman dagang dalam pikul (+62 kg) yang diterima oleh gudang-
harus dibebankan kepada pemerintah, hal tersebut gudang pemerintah (Sondarika, 2019: 63). Selain
berlaku apabila kegagalan tersebut tidak itu penyelenggaraannya juga bervariasi dari satu
disebabkan oleh kekurangrajinan atau ketekunan tempat ke tempat lain karena pemerintah pusat
pada pihak rakyat. lebih banyak.
Hak ini kemudian beralih pada Belanda yang sejak
Pelaksanaan Tanam Paksa
Perang Diponegoro dianggap sebagai penguasa,
Pada tahun 1830 pada saat pemerintah penjajah kecuali di Vortsenlanden. Beberapa jumlah
hampir bangkrut setelah terlibat perang Jawa penduduk yang harus dikerahkan disetiap desa itu
terbesar (Perang Diponegoro, 1825-1830), dan diserahkan sepenuhnya pada para bupati. Tetapi
Perang Padri di Sumatera Barat (1821-1837), sesuai kebiasaan pula, hanya mereka yang
Gubernur Jenderal Van Den Bosch mendapat izin memiliki hak atas penggarapan tanah (sikep) yang
khusus melaksanakan sistem Tanam Paksa wajib memenuhi panggilan bupati tersebut. Ini
(Cultuur Stelsel) dengan tujuan utama mengisi kas pula sebabnya selama dilaksanakannya
pemerintahan jajahan yang kosong atau menutup cultuurstelsel,diadakan pembagian tanah bagi
defisit anggaran pemerintah penjajahan sistem penduduk yang tidak memiliki (numpang),
tanam paksa berangkat dari asumsi bahwa desa- sehingga kemudian muncul sikep-sikep baru yang
desa di Jawa berutang sewa tanah kepada wajib melaksanakannya “heerendiensten” pula.
pemerintah, yang biasanya diperhitungkan senilai Tugas petani bukan sekedar menanam, tetapi juga
40% dari hasil panen utama desa yang memproses hasil panennya untuk diserahkan di
bersangkutan. Van den Bosch ingin setiap desa gudang-gudang pemerintah. Terutama produksi
menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanam kopi seluruhnya dalam tangan petani, dalam hal
komoditi ekspor ke Eropa (kopi, tebu, dan nila) gula muncul pula pabrik-pabrik guna yang
Penduduk dipaksa untuk menggunakan sebagian dikelola secara modern dengan modal asing
tanah garapan (minimal seperlima luas, 20%) dan Penduduk mendapat bayaran untuk hasil kerjanya.
menyisihkan sebagian hari kerja untuk bekerja Maksud semula Van den Bosch adalah agar upah
bagi pemerintah. disesuaikan dengan fluktuasi harga pasar, namun
Komoditas kopi, teh, tembakau, tebu, yang hal ini dianggap tidak praktis. Mungkin karena
permintaannya di pasar dunia sedang para petani belum memahami kaitan pekerjaan

37
KRAKATOA (Vol. 1 No. 1, 2022) Saputra

mereka dengan mekanisme pasar jumlah upah Pada tahun 1885 perusahaan-perusahaan asing
disesuaikan dengan jumlah pajak tanah (land rent) mulai bergabung di Indonesia. Hal ini membuat
yang harus dibayar petani. Tetapi sejak semula harapan masyarakat Indonesia untuk
Van Den Bosch menginginkan agar upah yang meningkatkan kesejahteraan semakin sulit. Selain
diterima petani harus memungkinkan mereka itu, adanya upah rendah yang diberikan kepada
“menikmatinya” dan itu berarti harus lebih banyak buruh juga semakin menambah penderitaan
dari hasil pesawahan (Zulkarnain, 2010 : 37)ap. rakyat. Oleh karena itu. Multatuli (Douwes
Dampaknya, semua pengawas berusaha Dekker) melakukan kritik terhadap Pemerintah
menyetorkan hasil produksi sebanyak- banyaknya Kolonial Belanda (PKB) melalui bukunya yang
dengan memeras rakyat. Akhirnya yang menjadi berjudul Max Havellar. Dalam buku ini ia
sapi perahan adalah rakyat yang tidak memiliki menceritakan kondisi masyarakat petani yang
otoritas dalam menetapkan hasil panen menderita akibat mendapat tekanan dari
tanamannya. Ditambah lagi dengan sikap-sikap pemerintah kolonial. Adapun gagasan C. Th. Van
para kepala desa yang lebih sering menjadi kaki Deventer yang dimuat dalam majalah De Gids
tangan pemerintah kolonial, sehingga pada tahun 1899 dengan judul Een Eereschuld
kebijakannya seenaknya dalam menetapkan luas yang berarti hutang budi (Kartodirjo, dkk, 2014:
lahan penduduk yang akan digunakan untuk areal 14). Tulisan ini berisi tentang kemakmuran Negeri
penanaman wajib, berapa penduduk yang harus Belanda yang diperoleh sebagai hasil kerja keras
bekerja sebagai buruh, termasuk menetapkan danjasa masyarakat pribumi sehingga seharusnya
berapa hasil produksi yang harus dibayar oleh bangsa Belanda membayar itu semua. Hal ini
penduduk. Golongan humanis mengatakan bahwa dapat dilakukan dengan penyelenggaraan trilogi
Sistem Tanam Paksa harus segera dihapuskan atau trias, yaitu irigasi, emigrasi (transmigrasi) dan
karena telah banyak menindas dan edukasi.
menyengsarakan penduduk di tanah jajahan. Kemudian pemikiran van Deventer tersebut
Dalam terminologinya, padahal tanah jajahan ditanggapi oleh Ratu Wilhelmina. Pada 17
telah memiliki kontribusi yang sangat besar dalam September 1901. Gagasan Van Deventer tersebut
menyelamatkan negara dari kebangkrutan. tertuang dalam pidato ratu Belanda yang berjudul
Ethische Richting (Haluan Etis) (Susili, 2018:
Pendidikan Indonesia pada Masa Tanam Paksa
408). Dalam pidato tersebut disebutkan bahwa
sampai Politik Etis
pemerintah kolonial melakukan usaha-usaha
Sejak diterapkannya sistem tanam paksa (1830- untuk mengatasi permasalahan kesejahteraan
1870) dan Sistem Ekonomi Liberal (1870-1900) di masyarakat pribumi. Hal ini dilakukan dengan
Indonesia yang menyebabkan rakyat Indonesia menghidupkan kembali bidang agraris dan
menderita kemiskinan. Kebijakan Tanam Paksa industri, memberikan pinjaman tidak berbunga
pada tahun 1830-1870 mendapat kritik dari dengan jangka waktu tertentu, dan dengan
berbagai golongan. Hal ini dicontohkan oleh pemberian hadiah. Pidato ratu Belanda itu menjadi
seorang pendeta yang kemudian menjadi anggota awal dari diberlakukannya kebijakan politik etis
parlemen yaitu, Baron van Hoevell, Baron (Kusmayadi, 2018 : 145). Setelah pidato ratu
membela Indonesia dan memandang bahwa Belanda tersebut muncul suatu ide yang dipandang
pemerintah kolonial harus memenuhi dan sebagai suatu ide baru atau praktik politik baru
memerhatikan kepentingan masyarakat pribumi yang disebut sebagai politik etis atau politik balas
(Daliman, 2012 : 47). jasa. Namun, kebijakan politik etis ini sangat

38
KRAKATOA (Vol. 1 No. 1, 2022) Saputra

bertentangan dengan eksploitasi materi yang untuk memberi pengaruh pada masyarakat
dilakukan pemerintahan kolonial, hal ini pribumi agar masuk dalam sistem pendidikan
disebabkan karena politik etis lebih menonjolkan Barat (Salim, 2007: 201). Pada abad ke-18
sikap kewajiban moral bangsa yang mempunyai pendidikan dan pengajaran diberikan secara
kebudayaan tinggi terhadap bangsa yang tertindas individu. Hal ini bertentangan dengan Capellen
(Nasution, 1987: 15). yang pernah mengajukan rencana program
Pelaksanaan edukasi dalam politik etis ini pendidikan pribumi kepada Gubernur Jenderal.
sebenarnya juga untuk memenuhi kepentingan Rencana ini menjanjikan penduduk pribumi
pemerintah kolonial. Hal ini ditunjukkan dengan fasilitas pendidikan modern. Namun, hal ini tidak
adanya diskriminasi dibidang pendidikan yang terlaksana karena pemerintah kolonial tidak
saat itu terdapat dua macam sekolah yaitu, menemukan keuangan yang diperlukan Kristen.
Sekolah Ongko Siji untuk pribumi yang memiliki Sekolah-sekolah di Jawa yang didirikan setelah
kedudukan dan Sekolah Ongko Loro untuk tahun 1850 agak teratur. Tujuan pemerintah
masyarakat pribumi yang biasa dengan tujuan Belanda mendirikan sekolah tidak untuk
untuk mendapatkan pegawai rendahan. Dengan memenuhi kebutuhan rakyat akan tetapi untuk
demikian, pendidikan yang dilakukan bertujuan melatih beberapa orang bagi dinas pemerintahan
untuk mendapatkan lulusan yang hanya bisa Belanda sehingga tujuan pendidikan dan
membaca, menulis, dan berhitung. Selain itu, pengajaran waktu itu diarahkan untuk pendidikan
anggaran dana pendidikan untuk penduduk pegawai bukan untuk membentuk sistem
pribumi sangat sedikit. Pada tahun 1905 tunjangan pendidikan nasional. Oleh karena itu, kebijakan
sekolah tercatat hanya sebesar 2 juta, sehingga jika pendidikan tersebut dianggap tidak bijaksana dari
dibagi dengan 40 juta penduduk maka per orang segi politis karena cenderung mengganggu
hanya mendapatkan 5 sen (Daliman, 49 : 2012). produktivitas pribumi yang berakibat buruk pada
produksi dan perdagangan pada tahun 1830-1870
Sistem Pendidikan Indonesia pada Masa
(April, 2021: 126). Selain itu, upaya beberapa
Tanam Paksa sampai Politik Etis
pejabat kolonial yang lebih progresif untuk
Berdasarkan catatan sejarah, pada era mendirikan sekolah bagi penduduk asli tidak
kolonialisme di Indonesia sudah terdapat beragam berhasil karena tidak mendapat dukungan
sistem pendidikan. Ada beberapa pendidikan keuangan dari pemerintah kolonial.
pesantren tradisional yang mengajarkan Pendirian sekolah merupakan implementasi dari
pendidikan agama Islam dan sistem persekolahan Politik Etis, sebab Politik Etis menjadi kebijakan
yang dibawa Belanda ke Indonesia. Menurut J. S. yang menarik ketika didengar. Kebijakan ini
Furnivall pada masa kolonial Belanda anak yang menarik simpati penduduk pribumi terhadap
menghadiri sekolah bahasa Belanda di pagi hari pemerintah kolonial dari segi sosial dan politik.
untuk pengajaran sekuler biasanya akan dikirim ke Padahal kebijakan etis sebenarnya merupakan
sekolah Islam pada sore hari untuk pengajaran upaya yang digunakan oleh para sarjana Belanda
agama. Sekolah pagi mengajarkan keterampilan untuk mengeksploitasi kekayaan Indonesia.
anak yang mengajarinya mencari nafkah Dengan demikian, kebijakan Politik Etis ini tidak
sementara sekolah sore mengajarinya cara hidup. dapat dipisahkan dari kepentingan kolonial, yang
Pada awal abad ke-20 sistem persekolahan belum notabene adalah intensifikasi dan eksploitasi
banyak diminati oleh penduduk pribumi. Dengan koloni (Sumarno, 2019:370).
demikian, pemerintah kolonial Belanda berupaya

39
KRAKATOA (Vol. 1 No. 1, 2022) Saputra

Sekolah-sekolah Anak Belanda dan Pribumi secara finansial untuk menyekolahkan anaknya ke
pada Masa Tanam Paksa sampai Politik Etis ELS kelas satu. Pada ELS juga diajarkan bahasa
Perancis sebagai syarat masuk di HBS selain ujian
Sekolah bagi anak Belanda pertama kali dibuka di
masuk (Nasution, 2008: 134). Awalnya HBS tidak
Jakarta pada tahun 1817 yang kemudian diikuti
menerima
oleh pembukaan sekolah di kota-kota lain di Jawa.
peserta didik wanita karena banyak yang
Jumlah sekolah pun kemudian meningkat dari 7
menentang hal tersebut. Selain itu, ada anggapan
(tahun 1820), 19 (tahun 1835), 25 (tahun 1845),
bahwa penerimaan peserta didik wanita dapat
dan 57 (tahun 1857). Hal ini sesuai dengan isi
menimbulkan persoalan yang bisa menuai pro dan
Statuta 1818 yang menyatakan bahwa sekolah-
sekolah harus dibuka "di setiap tempat apabila kontra. Namun, pada tahun 1891 terdapat
perubahan. Pada tahun ini gadis-gadis untuk
diperlukan oleh penduduk Belanda dan diizinkan
oleh keadaan" atau apabila jumlah murid bersekolah di HBS (Nasution, 2008: 134),
Europese Lagere School (ELS) pertama kali
mencapai 20 orang di Jawa atau 15 orang di luar
Jawa. Pada tahun 1830 diangkat seorang inspektur didirikan tahun 1817 di wilayah Batavia (Jakarta).
Sekolah yang serupa dengan ELS diperbolehkan
pendidikan dan dikebanyakan kota telah terdapat
sekolah (Gunawan, 1985: 114). berdiri di setiap tempat asal jumlah murid
mencapai 20 orang di Jawa dan 15 orang di luar
Sekolah ini didirikan karena sebagian besar beban
yang ditanggung masyarakat pribumi. Hal ini Jawa. Pada tahun 1920 jumlah murid di ELS
meningkat hingga menjadi 196 buah.
mengakibatkan masyarakat harus membayar
sekitar 80% biaya dari total jumlah pajak yang HBS pertama kali didirikan di Jakarta pada tahun
1867, di Surabaya tahun 1875. dan di Semarang
dipungut selama masa cultuurstelsel ataupun
Agrarische Wet pada akhir abad ke-19 tahun 1870. pada tahun 1877. Awalnya HBS di wilayah
Surabaya dan Semarang diselesaikan selama 3
Selain itu, ketimpangan regional yang khas juga
terlihat. Tingkat melek huruf di daerah luar Jawa tahun, tetapi pada 1879 berubah menjadi 5 tahun.
Pada tahun 1882 didirikan HBS dengan lama
lebih tinggi daripada di daerah pusatnya yaitu
waktu belajar 3 tahun untuk anak wanita di
Jawa dan Batavia. Pada tahun 1930, penduduk
Batavia. Kurikulum HBS yang diterapkan di
pribumi baik laki-laki maupun perempuan di
Indonesia tidak berbeda dengan yang diterapkan di
kepulauan luar Indonesia berada pada 13,4% dan
4,0 % masing-masing terhadap 9,7% dan 1,4% negeri Belanda. Kurikulum ini dianggap baik dan
tidak mengalami banyak perubahan selama
penduduk di Jawa. Namun, untuk tingkat
minoritas Cina itu sebaliknya yaitu, 33,2% dan eksistensinya mengajarkan pengetahuan Barat dan
pembelajaran teacher center dan dapat bertahan
7.7% di kepulauan luar dan 47.5 % dan 16 %
berada di Jawa. terhadap berbagai macam kritik dari berbagai
pihak. Pada tahun 1903 kursus Meer Uitgebreid
Peserta didik Europese Lagere School (ELS)
menerapkan kebijakan pada sistem pendidikannya Lager Onderwijs (MULO) didirikan serta
disambut baik oleh orang Indo-Eropa. Mereka
bahwa semua anak Eropa dan mereka yang legal
disamakan dengan orang Eropa yaitu berhak untuk yang tidak sanggup menyekolahkan anaknya ke
HBS karena mahal dapat memasukkan anaknya ke
memasuki dan menjadi peserta didik Europese
Lagere School (ELS). Kemudian Hogere Burger MULO yang dianggap dapat memungkinkan
lulusannya bekerja di kantor pemerintahan
School (HBS) ditujukan bagi murid-murid
Belanda dan golongan atas yang tidak mampu (Sukardjo, 2009: 127).
Pada tahun 1870, sistem tanam paksa resmi

40
KRAKATOA (Vol. 1 No. 1, 2022) Saputra

dihapuskan dan digantikan dengan Undang- bagi masyarakat biasa (Jusuf, 2012:20), c) Sekolah
Undang Agraria 1870. Undang-undang ini Desa merupakan bentuk perwujudan keinginan
memungkinkan pihak swasta menyewa tanah pemerintah untuk menyebarkan pendidikan seluas
selama 75 tahun kepada pemerintah Indonesia. mungkin dan dengan biaya serendah mungkin di
(Kartodirdjo, 2014 : 164). Pada tahun 1852 juga kalangan penduduk Hal ini bertujuan untuk
dibuka sekolah Pendidikan Guru pertama kali dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Sekolah desa
dibarengi dengan didirikannya Departemen berfungsi sebagai alternatif murah dan dasar agar
Pendidikan, Agama, dan Industri yang mengurus penduduk pribumi tetap bisa mengenyam
kegiatan pendidikan nasional kolonial di pendidikan Barat (Suratminto, 2013: 80), d)
Indonesia (Suratminto, 2013: 78). Setelah tahun Hollands Inlandsche School (HIS), di wilayah
1870, ekonomi mulai memburuk dan membuat Surabaya terdapat HIS Negeri dan HIS bersubsidi.
Belanda memotong gaji guru. Hal ini HIS negeri ini didirikan tahun 1914 dengan lama
menyebabkan kecenderungan untuk menyerahkan waktu belajar 7 tahun serta menggunakan bahasa
pendidikan ke swasta guna meringankan beban Belanda sebagai bahasa pengantar. Bagi orang
finansial. Memberikan subsidi kepada sekolah pribumi HIS adalah jalan utama untuk
dianggap lebih murah dibandingkan dengan meningkatkan derajat sosial karena sekolah inipada
memelihara sekolah pemerintah. Pada tahun 1885 awalnya diperuntukkan bagi orang-orang elite saja.
terjadi krisis gula yang menimbulkan kerugian Namun, setelah adanya Politik Etis, HIS juga bisa
sehingga pengeluaran. dibatasi, biaya dimasuki oleh anak-anak yang berasal dari
pendidikan dikurangi, sejumlah sekolah guru golongan rendah (Nasution, 1983: 115), d)
harus ditutup, dan perluasan sekolah rendah segera Algemene Middelbare School (AMS) didirikan
dihentikan. Groenevelt menyarankan 2 jenis sebagai sekolah lanjutan MULO sekaligus sebagai
sekolah, a). Sekolah Kelas Satu yang persiapan untuk memasuki perguruan tinggi dengan
diperuntukkan bagi anak golongan atas yang akan masa belajar 3 tahun. Saat ini AMS setara dengan
menjadi pegawai, (b) Sekolah Kelas Dua yang SMA (Kutoyo, 1981: 130), e) Sekolah Raja
diperuntukkan bagi penduduk pribumi dari (Hoofdenschool) atau biasa disebut OSVIA
golongan menengah dan bawah serta kurikulum (Opleiding School voor Indische Ambtenaren atau
sekolah ditentukan oleh pemerintah pusat. Sekolah untuk Pendidikan Pribumi). Kemudian
sekolah ini ditingkatkan statusnya menjadi sekolah
Berdasarkan keputusan raja pada 28 September menengah yang disebut MOSVIA (Middelbaar
1892 yang termuat dalam Lembaran Negara
Opleiding School voor Indische Ambtenaren).
(Staatblad) nomor 125 tahun 1893, terjadi Sekolah ini berfungsi untuk mendidik para kandidat
reorganisasi pada kebijakan pendidikan dasar
pejabat pemerintahan dengan lama waktu belajar 5
dimana sekolah dasar bumiputra/pribumi dibedakan tahun, f) Sekolah Pendidikan Guru (Kweekschool).
sebagai berikut: a). Sekolah Dasar Kelas Satu (De Sekolah Pendidikan Guru di Indonesia pada
Eerstse School). Sekolah ini dimasuki olch anak awalnya diselenggarakan oleh zending di Ambon
dari tokoh terkemuka dan orang-orang terhormat tahun 1834. Sekolah ini berjalan hingga 30 tahun
bumiputera, b) Sekolah Dasar Kelas Dua (De (1864) serta dapat memenuhi kebutuhan guru
Tweede Klasse School) yaitu sekolah yang pribumi untuk beberapa sekolah pada waktu itu.
diperuntukkan bagi anak-anak bumiputra pribumi Sekolah seperti diselenggarakan oleh zending di
pada umumnya. Sekolah ini mengarahkan Minahasa pada tahun 1852 dan pada tahun 1855
muridnya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan

41
KRAKATOA (Vol. 1 No. 1, 2022) Saputra

dibuka satu lagi di Tanahwangko (Minahasa) membantu Belanda, sedangkan anak rakyat biasa
(Iskandar, 2012:83). hanya menjadi pekerja kasar atau rendahan.
Simpulan Pendidikan hanya dipusatkan untuk membantu
semua kepentingan penjajah. Namun, dalam
Tanam paksa atau cultuur stelsel adalah peraturan sejarah pendidikan dapat dikatakan bahwa
yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal intelegensi bangsa Indonesia tidak kalah dengan
Johannes Van Den Bosch yang mewajibkan setiap penjajah. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya
desa harus menyisihkan sebagian tanahnya (20%) tokoh-tokoh bangsa yang berpendidikan Barat.
untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi, Tokoh-tokoh ini kemudian membentuk organisasi
tebu, nila. Lalu pada tahun 1870-1900 berganti sosiopolitik dan budaya modern dengan strategi
dengan Sistem ekonomi liberal. Pada periode kooperatif maupun nonkooperatif. Hal inilah yang
tersebut untuk pertama kalinya dalam sejarah nanti akan mendorong munculnya beberapa tokoh
kolonial Indonesia kepada kaum pengusaha dan kebangkitan nasional yang memiliki pemikiran
modal swasta diberikan peluang sepenuhnya luas dan mau membela rakyat Indonesia untuk
untuk menanamkan modalnya dalam berbagai merdeka. Dengan demikian, hal ini menjadi titik
usaha kegiatan di Indonesia terutama dalam awal perjuangan bangsa Indonesia menuju
industri-industri perkebunan besar baik di Jawa kemerdekaan.
maupun daerah-daerah luar Jawa. Setelah itu
muncul politik etis. Politik etis berakar pada Referensi
masalah kemanusiaan dan sekaligus pada
Aprilia, A. T., Irawan, H., dan Budi, Y. (2021).
keuntungan ekonomi.
Meninjau Praktik Kebijakan Tanam Paksa di
Pendidikan di Indonesia diawali karena adanya
Hindia Belanda 1830-1870. Estoria: Journal of
sistem tanam paksa dan politik liberal yang Social Science and Humanities, 1(2), 119-134.
diterapkan di Indonesia. Kebijakan ini mendapat
kritik dari beberapa tokoh dan golongan karena Daliman A. (2012). Metode Penelitian Sejarah.
Yogyakarta: Ombak.
menimbulkan banyak penderitaan dan kemiskinan
Daliman,A . (2012). Sejarah Indonesia Abad XIX-
rakyat. Oleh karena itu, pemerintah kolonial harus Awal abad XX. Yogyakarta: Ombak.
memerhatikan kepentingan masyarakat pribumi Gunawan, Ary H. (1985). Kebijakan-kebijakan
karena semua yang diperoleh oleh Belanda Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bina
merupakan hasil kerja keras dari Bangsa Aksara.
Indonesia. Dengan demikian, Belanda harus Jusuf, Iskandar. (2012). Dari Tiong Hoa Hwe Koan
membayar hutang tersebut dengan 1900 sampai Sekolah Terpadu Pahoa 2008.
Tangerang Selatan: Sekolah Terpadu Pahoa.
menyelenggarakan trias yaitu irigasi, emigrasi,
Kartodirdjo, Sartono. (2014). Pengantar Sejarah
dan edukasi. Kritikan ini pun akhirnya di setujui Indonesia Baru 1900-1942: Sejarah
oleh ratu Belanda dan pendidikan mulai Pergerakan Nasional dari Kolonialisme
diselenggarakan. Namun, pada saat itu pendidikan sampai Nasionalisme Jilid 2. Yogyakarta:
berjalan dengan diskriminasi karena terdapat Ombak.
sekolah yang membedakan kelas anatara anak elite Kusmayadi, Y. (2018). Sejarah Perkembangan
Pendidikan di Priangan 1900-1942. Jurnal
bangsawan atau tokoh yang pro Belanda dengan
Artefak, 4(2), 141-152.
anak rakyat biasa atau golongan rendah. Hal ini Kutoyo, S dan Sri Soetjiatingsih. (1981).
terjadi karena anak bangsawan atau tokoh pro Sejarah Nasional Indonesia Jilid 5.
belanda ini nantinya akan bekerja untuk Jakarta: Pt.Grafitas.

42
KRAKATOA (Vol. 1 No. 1, 2022) Saputra

Nasution. (2008). Sejarah Pendidikan


Indonesia. Bandung: Jemmars.
Rifa'i, Muhammad. (2011). Sejarah
Pendidikan Nasional: Dari Masa Klasik
hingga Modern. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Salim, Agus dkk. (2007). Indonesia
Belajarlah!: Membangun Pendidikan
Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sondarika, W. (2019). Dampak Culturstelsel
(Tanam Paksa) Bagi Masyarakat
Indonesia dari Tahun 1830-1870. Jurnal
Artefak, 3(1), 59-66.
Sugiono. (2009). Metode Penelitian
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R
& D. Bandung: Alfabeta.
Sukardjo dan Ukim Komarudin. (2009).
Landasan Kependidikan Konsep dan
Aplikasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sumarno, R.N. Bayu Aji, & Eko Satriya
Hermawan. (2019). Ethical Politics and
Educated Elites In Indonesian National
Movement. Advances in Social Science,
Education and Humanities Research,
Vol. 383: 369-373.
Suratminto, Lilie. (2013). Educational Policy
in The Colonial Era. Historia: Interna-
tional Journal of History Education, Vol.
XIV, No. 1 (June 2013): 77-84.
Susilo, Agus dan Isbandiyah. (2018). Politik
Etis Dan Pengaruhnya Bagi Lahirnya
Pergerakan Bangsa Indonesia. Jurnal
Historia, 6(2), 403-416.
Zulkarnain. (2010). Serba-Serbi Tanam Paksa.
ISTORIA, 8(1), 30-46.

43

You might also like