Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 3

KETAUHIDAN : REJEKI ASI, BAYI ITU MENGERTI

Oleh : Ni’mah

“Owek owek owek owek”, tepat pukul 23.30 WIB seorang bayi laki-laki Allah pilih untuk terlahir di
bumi-Nya. Kebahagian keluarga kecilku Allah lengkapi dengan lahirnya calon pemimpin muslim yang
terdiam tenang ketika mendengar lantunan adzan dan iqamah ayahandanya.

“Bunda, adik bayi kami observasi di ruang khusus nggih. Bunda dapat memulihkan tenaga terlebih
dahulu.” kata perawat. Malam itu hingga pagi menyapa bayiku tidak tidur dalam pelukanku. Dalam
dekap malam aku hanya bisa terus bergumam memohon perlindungan untuknya kepada Sang
Pencipta. Semoga dia sehat jasmani rohani dan terjaga dengan ridhoNya.

Pagi itu bayiku perawat bawa ke ruang bersalin, karena aku belum juga dijahit jadi belum bisa
dipindah ke ruang perawtaan. Seperti hangatnya Mentari yang menyapa pagi itu, kusambut hangat
bayi mungil dengan berat 2,7 kg kepelukanku. Perawat menyarankan aku untuk Inisiasi Menyusui
Dini (IMD) selama 1 jam. Jantungku berdebar tidak seperti biasanya, rasanya seperti orang yang
sedang jatuh cinta. Sungguh cinta yang tidak bisa digambarkan rasanya. Selama IMD kubangun cinta
dengannya, ku ajak bicara dan bercerita tentang proses kelahirannya.

Selepas IMD, perawat mengambil bayiku untuk dibawa ke ruang observasi. Sejak melahirkan hingga
waktu IMD, belum setetespun ASI yang keluar. Sebagai ibu muda baru, aku mengira ASI akan keluar
Ketika sudah dinenen langsung oleh bayi, jadi aku masih tenang saja.

Tuntas penanganan di ruang bersalin, aku dibawa ke ruang perawatan. Bayiku pun turut serta
dibawa perawat kesana. Ayahnya menyambut dengan riang gembira, digendong dan diajak
bersholawat. Beberapa saat kemudian, dia menangis. “Mungkin dia haus dan lapar,” ujar suami. Aku
tergerak untuk menyusuinya. Namun dia masih menangis kencang, ternyata tidak setetespun ASI
keluar. “Kok tidak keluar mas ASInya,” ucapku. “Sabar, insyaAllah keluar,” jawab suamiku. Kemudian
suami menggendong Kembali bayiku dan memberikan kesempatan kepadaku untuk massage agar
asinya keluar. Namun ternyata masih belum keluar. Malam itu bayiku masih cukup tenang, Ketika
menangis di puk puk ayahnya dia diam dan tidur Kembali tanpa nenen bundanya.

Pada hari berikutnya, bayiku resah kemudian menangis. Suami menggendong dan menyerahkan
kepadaku. “Dia pasti haus dan lapar, sejak lahir hinga sekarang belum minum asi,” ujar suamiku. Aku
segera menyusuinya, bayiku berusaha memperoleh asinya, namun ternyata belum setespun keluar.
“Mas, asinya masih belum keluar,” suaraku lirih. “Wildan, bunda dan ayah mau berikhtiar dulu ya
supaya asi wildan keluar. Sabar ya, “kata suamiku kepada bayi kami. Suamiku membantu memijat
area hormon oksitosin. Aku juga melakukan ikhtiar lain sesuai saran teman dan orangtua agar asi
keluar. Ketika itu aku sangat tidak tenang, segala macam kekhawatiran bermunculan.

“owek owek owek owewk,” suara bayiku semakin kencang. Suamiku kemudian menggendongnya “
Wildan anak shalih, sabar ya. Bunda masih berusaha agar asinya keluar. Wildan, asi adalah rejeki dari
Allah. Untuk saat ini kita butuh bersabar menunggu rejeki asi untuk wildan. Ayo kita memohon
kepada Allah agar rejeki asi Allah turunkan untuk Wildan,” ucap suamiku kepada bayiku. Bayikupun
tenang mendengar informasi dari ayahnya. Dan aku Ketika mendengar pijakan suamiku pada bayi
mungilku sontak merasa ditegur. “astaghfirullah, kenapa saya belum berpasrah kepadaMu Ya Allah,
“gumamku. Tidak sampai 5 menit dari pijakan suamiku itu, rejeki asi untuk bayiku pun keluar.
MasyaAllah. “alhamdulillah, asinya keluar Nak. Benar kan kalua kita sabar insyaAllah rejeki itu akan
Allah berikan. Terimakasih ya Wildan sudah belajar bersabar, “ ucap suamiku.
MasyaAllah, betapa penting mengaitkan setiap kondisi dengan Pencipta kita. Menyambungkan anak
dengan nilai-nilai ketauhidan dari setiap kondisi yang dialami. Siapa yang akan mengira bahwa bayi
mungil kami bisa memahami pijakan ayahnya. Siapa yang mengira bahwa rejeki asi itu akan datang
dengan sangat kilat. Ikhtiar, yakin, dan berpasrah itulah kunci. Salah satu bukti kebesaran dan kasih
sayang Allah pada bayi yang masih fitrah.

Allah Ya Rahman Ya Rahiim.

KETAUHIDAN : MENGAJAK BAYI MEMOHON NIKMAT BERJALAN KEPADA PENCIPTA

Oleh : Ni’mah

Apa yang anda lakukan ketika bayi anda memasuki usia 11 bulan? Iya menyiapkan dia memasuki
masa berjalan bukan?

Begitupun dengan yang saya lakukan sebagai seorang ibu. Saya mengajak dia berdiri berpegangan
pada kursi lalu berpindah ke kursi yang lain, menempelkan bola ke tembok, mendorong kursi, dan
jenis stimulasi lainnya. Hingga ketika usianya lewat dari 11 bulan, namun belum Nampak sekalipun
dia mencoba berdiri dan melangkah secara mandiri. Mulai muncul kekhawatiran dalam diri. Saya lalu
mengevaluasi, hal kurang tepa tapa yang saya lakukan. Baik dalam menstimulai anak saya, atau
dalam berinteraksi dengan lingkungan bahkan dalam hal ibadah. Kemudian selepas shalat isya,
sepeti saya diingatkan oleh Allah. Saya memang sudah melakukan beragam stimulasi berjalan ke
wildan, tapia da hal penting yang saya lupakan saya sebagai orangtua memohon secara khusus dan
mengajak wildan memohon kepada Allah agar dia mengenal siapa Penciptanya, dan kepada siapa
wildan harus memohon dan berpasrah.

Pada hari berikutnya setiap wildan bangun dan akan tidur saya memberikan pijakan “ Wildan,
Alhamdulillah, Allah telah memberikan kaki yang kokoh kepada wildan. Yuk kita berdoa kepada llah
agar wildan diberikan nikmat berjalan. Bersama-sama yaa. Ya Allah terimakasih atas nikmat kaki
wildan yang kokoh ini. Ya Allah berilah kemampuan kepada kaki wildan untuk dapat berjalan kokoh.
Aamiin.” Begitu kurang lebih doa yang kami lakukan Bersama, dengan saya membantu wildan
mengangkat tangan dan menghadap kiblat.

MasyaAllah dihari ketiga kami melakukan ikhtiar berdoa Bersama, Allah menjawab doa kami. Untuk
pertama kalinya wildan belajar berdiri dan melangkah secara mandiri sebanyak 3 langkah ketika di
sekolah. Lagi lagi Allah menunjukkan langsung kebesaran, kekuasan dan keasih sayangNya kepada
kami. Setelah nikmat berjalan diberikan kepada wildan, saya mengajak wildan mensyukuri kepada
Allah dan memperkuat pondasi ketauhidannya tentang Penciptanya.

Dari proses mendampingi wildan berjalan saya belajar, bahwa dalam mendampingi tumbuh
kembang anak, kita tidak hanya berbicara stimulasi apa saja yang dapat diberikan, namun yang
paling mendasar adalah mengajak anak mengingat dan memohon Allah selama proses stimulasi itu
dilakukan.

You might also like