Analisis Kesesuaian Lahan Ekowisata Mangrove Di Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 59

1

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN EKOWISATA MANGROVE


DI DESA CUT MAMPLAM KECAMATAN MUARA DUA
KOTA LHOKSEUMAWE PROVINSI ACEH

JASMINE WIYANDA
FADILLAH 180340031

SKRIPSI

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2023

1
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN EKOWISATA MANGROVE
DI DESA CUT MAMPLAM KECAMATAN MUARA DUA
KOTA LHOKSEUMAWE PROVINSI ACEH

JASMINE WIYANDA
FADILLAH 180340031

Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Melaksanakan Skripsi
Pada Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2023

2
LEMBAR PENGESAHAN

Tanggal Lulus : 5 Januari 2023

i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Tanggal Lulus : 5 Januari 2023

ii
PERNYATAAN DAN PELIMPAHAN HAK CIPTA

iii
ABSTRACT

JASMINE WIYANDA FADILLAH. Analysis of Mangrove Ecotourism Land


Suitability in Cut Mamplam Village, Muara Dua District, Lhokseumawe City,
Aceh Province. GUIDED BY SYAHRIAL and CUT MEURAH NURUL'AKLA.

The mangrove forest of Cut Mamplam Village, Lhokseumawe City is an original


mangrove forest and the result of reforestation, but so far there has been no
management from the government or stakeholders. In addition, one of the
management efforts that can be made to improve the welfare of the people around
the Cut Mamplam mangrove forest without exploitation (preventing damage to
the mangrove forest) is to make the mangrove forest an ecotourism area. Based on
this, the authors are interested in conducting this research. The purpose of this
study was to determine mangrove thickness, mangrove density, mangrove species,
biota objects and tidal conditions. The study consisted of 3 observation stations
with sampling using the survey method. The results of research on the thickness
of mangroves ranged from 75.70 – 220.30 m with the types of mangroves found
consisting of 15 species. Furthermore, for mangrove density between 4-8 ind in
100 m2. For biota objects, there are 3 types of biota. In addition, the height of the
tides in the sea waters around the mangrove forest of Cut Mamplam Village
ranges from 0.20 – 2.30 m with the difference between the highest tide and lowest
ebb of around 2.10 m. Furthermore, analysis of the suitability of mangrove
ecotourism land in Cut Mamplam Village, Lhokseumawe City based on
ecological aspects at Station 1 gets a value of 55%, Station 2 61% for Station 3
gets a value of 67% so that the category is quite suitable (S2) to be used as a
mangrove ecotourism area

Keywords: Cut Mamplam, Land, Land Suitability, Mangrove

iv
ABSTRAK

JASMINE WIYANDA FADILLAH. Analisis Kesesuaian Lahan Ekowisata


Mangrove Di Desa Cut Mamplam Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe
Provinsi Aceh. DIBIMBING OLEH SYAHRIAL dan CUT MEURAH
NURUL‟AKLA.

Hutan mangrove Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe merupakan hutan


mangrove asli dan hasil reboisasi namun sejauh ini belum ada pengelolaan dari
pihak pemerintah maupun stakeholder. Selain itu, salah satu upaya pengelolaan
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar
hutan mangrove Cut Mamplam tanpa melakukan eksploitasi (mencegah kerusakan
hutan mangrove) adalah dengan menjadikan hutan mangrovenya sebagai kawasan
ekowisata berdasarkan hal tersebut penulis tertarik melakukan penelitian ini.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ketebalan mangrove, kerapatan
mangrove, jenis mangrove, objek biota dan kondisi pasang surut. Penelitian terdiri
dari 3 stasiun pengamatan dengan pengambilan sampel dengan mengunakan
metode survey. Hasil penelitian ketebalan mangrove berkisaran 75.70 – 220.30 m
dengan jenis mangrove yang ditemukan terdiri 15 Spesies. Selanjutnya untuk
kerapatan mangrove antara 4-8 ind dalam 100 m2. Untuk objek biota terdapat 3
jenis biota. Selain itu, tinggi pasang surut perairan laut di sekitar hutan mangrove
Desa Cut Mamplam berkisar antara 0.20 – 2.30 m dengan selisih antara pasang
tertinggi dan surut terendahnya sekitar 2.10 m. Selanjutnya analisis kesesuaian
lahan ekowisata mangrove di Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe
berdasarkan aspek ekologinya pada Stasiun 1 mendapatkan nilai 55 %, Stasiun 2
61 % untuk Stasiun 3 mendapatkan nilai 67 % sehingga kategorinya tergolong
cukup sesuai (S2) untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata mangrove.

Kata kunci : Cut Mamplam, Lahan, Kesesuaian Lahan, Mangrove

v
RINGKASAN

Hutan mangrove Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe merupakan


hutan mangrove asli dan hasil reboisasi namun sejauh ini belum ada pengelolaan
dari pihak pemerintah maupun stakeholder. Selain itu, salah satu upaya
pengelolaan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
di sekitar hutan mangrove Cut Mamplam tanpa melakukan eksploitasi (mencegah
kerusakan hutan mangrove) adalah dengan menjadikan hutan mangrovenya
sebagai kawasan ekowisata berdasarkan hal tersebut penulis tertarik melakukan
penelitian ini. Rumusan masalah adalah untuk menganalisis kesesuaian lahan
ekowisata mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketebalan
mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, objek mangrove biota dan
pasang surut. Manfaat penelitian ini dimanfaatkan sebagai sumber data/ informasi
dan sebagai data dasar bagi penelitian – penelitian selanjutnya.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2022 di Desa Cut Mamplam
Kota Lhokseumawe 75.70 – 220.30 m dengan jenis mangrove yang ditemukan
terdiri dari 3 famili, 4 genus dan 7 spesies untuk mangrove sejatinya, sedangkan
untuk mangrove ikutannya terdiri dari 6 famili, 6 genus dan 6 spesies. Selanjutnya
untuk kerapatan mangrove di Desa Cut Mamplam berkisar antara 4-8 ind dalam
100 m2 dengan fauna yang berasosisasinya adalah Ciconia ciconia,
Boleophthalmus boddarti, Scylla serata, Uca spp., Clibnarius longitarsus,
Clibnarius infraspitasus, Chthamalus malayenis, dan Anadara granosa. Selain
itu, tinggi pasang surut perairan laut di sekitar hutan mangrove Desa Cut
Mamplam berkisar antara 0.30 – 2.30 m dengan selisih antara pasang tertinggi dan
surut terendahnya sekitar 2.10 m. Selanjutnya analisis kesesuaian lahan ekowisata
mangrove di Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe berdasarkan aspek
ekologinya pada Stasiun 1 mendapatkan nilai 55%, Stasiun 2 61% dan untuk
Stasiun 3 mendapatkan nilai 67 % sehingga kategorinya tergolong cukup sesuai
(S2) untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata mangrove.

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala


atas segala karunia-Nya, sehingga penelitian yang berjudul “Analisis Kesesuaian
Lahan Ekowisata Mangrove di Ekosistem Mangrove Desa Cut Mamplam
Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe” berhasil diselesaikan. Penelitian ini
disusun sebagai salah satu syarat dalam melaksanakan tugas akhir untuk
memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh.
Dalam penulisan skripsi penelitian ini, penulis banyak memperoleh
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada Kepada orang Tua, Apa M.Nurdin dan Ama Gusnidawati yang telah
memberikan dukungan doa dan semangat serta nasehat kepada penulis.Kepada
Bapak Syahrial, S.Pi., M.Si selaku dosen pembimbing pertama dan ibu Cut
Meurah Nurul „Akla, S.Kel., M.Tr.Pi selaku dosen pembimbing ke dua yang telah
memberikan masukan dan arahan dalam penulisan skripsi.Kepada kakak, Ayu
Julia sari dan nenek Darmanis yang telah memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis. Dan teman-teman, Repki, Shela, Mutia, Fiki, Muliadi, Monda dan
yusra yang telah membantu penulis selama dilapangan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Aceh Utara, Januari 2023

Jasmine Wiyanda Fadillah

vii
DAFTAR ISI

Isi Halaman
LEMBARAN PENGESAHAN............................................................. i
LEMBARAN PENGUJI ....................................................................... ii
PERNYATAAN DAN PELIMPAHAN HAK CIPTA ....................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................... iv
RINGKASAN ........................................................................................ v
ABSTRACT ........................................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................. vii
DAFTAR ISI.......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. ix
DAFTAR TABEL ................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xi
1. PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian......................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian....................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1.Hutan Mangrove........................................................................... 3
2.2.Jenis- Jenis Mangrove .................................................................. 4
2.3. Ekowisata .................................................................................... 4
2.4. Ekowisata Mangrove ................................................................... 6
2.5. Kesesuaian Lahan Ekowisata Mangrove..................................... 7
3. METODE PENELITIAN ................................................................. 9
3.1. Waktu dan Tempat ...................................................................... 9
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................ 9
3.3. Metode Penelitian........................................................................ 10
3.4. Prosedur Penelitian...................................................................... 10
3.4.1. Penentuan Lokasi Penelitian ............................................. 10
3.4.2. Ketebalan Dan Identifikasi Jenis Mangrove……………. 11
3.4.3. Kerapatan Mangove .......................................................... 11
3.4.4. Obyek Biota.................................................................. ... 11
3.4.5. Pasang Surut ...................................................................... 11
3.5. Analisis Kesesuaian Lahan.......................................................... 11
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 14
4.1. Ketebalan Mangrove ................................................................... 14
4.2. Jenis (Bioversitas) Mangrove ...................................................... 15

viii
4.3. Kerapatan Mangrove ................................................................... 16
4.4. Objek Biota ................................................................................. 18
4.5. Pasang Surut................................................................................ 19
4.6. Analisis Kesesuaian Lahan Mangrove Ekowisata ...................... 19

5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 24


5.1 Kesimpulan................................................................................... 24
5.2 Saran............................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Peta lokasi penelitian............................................................... 9
2. Ketebalan mangrove................................................................ 15
3. Kerapatan mangrove................................................................ 17
4. Data pasang surut air laut ........................................................ 19

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Matriks kesesuaian lahan ekowisata mangrove ............................... 12
2. Jenis dan penyebaran mangrove ..................................................... 16
3. Identifikasi biota yang ditemukan.................................................... 18
4. Status kesesuaian lahan mangrove Stasiun 1 ................................... 20
5. Status kesesuaian lahan mangrove Stasiun 2 ................................... 21
6. Status kesesuaian lahan mangrove Stasiun 3 ................................... 22

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kerapatan mangrove……………………………………………… 30
2. Kondisi pasang surut pada bulan Oktober 2022 di sekitar perairan
Desa Cut Maplam ......................................................................... 31
3. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian…………….. 38
4. Kondisi stasiun penelitian di ekosistem mangrove Desa Cut
Mamplam................................................................................... .. 39
5. Aktivitas pengambilan data kesesuaian ekowisata lahan mangrove 40
6. Spesies mangrove di ekosistem mangrove Desa Cut Mamplam…. 41
7. Biota yang di temukan di ekosistem mangrove Desa Cut Mamplam 44

xii
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove
terbesar dan memiliki kekayaan hayati yang paling banyak. Luas ekosistem
mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove Asia Tenggara atau
sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Hutan mangrove dapat didefinisikan
sebagai suatu tipe hutan yang berada pada daerah pasang surut (terutama di pantai
dan muara sungai terlindung) yang organismenya (tumbuhan dan hewan)
berinteraksi dengan lingkungan yang ekstrim (Kusmana et al., 2008). Hutan
mangrove memiliki fungsi ekologis yang sudah banyak diketahui seperti
perakarannya yang kokoh memiliki kemampuan meredam pengaruh gelombang,
menahan lumpur dan melindungi pantai dari erosi, serta gelombang laut yang
tinggi.
Menurut DKP (2007) ekosistem mangrove adalah salah satu ekosistem
pesisir yang berpotensi untuk dikembangkan dalam bidang ekowisata karena
ekosistem ini termasuk ekosistem pesisir yang sangat unik dan merupakan model
wilayah yang dapat dikembangkan sebagai sarana wisata dengan tetap menjaga
keaslian hutan serta organisme yang hidup di dalamnya. Salah satu wilayah
Indonesia yang pesisirnya ditemukan ekosistem mangrove adalah Kota
Lhokseumawe dengan distribusi hutan mangrovenya tersebar di Desa Cut
Mamplam Kecamatan Muara Dua.
Hutan mangrove di Desa Cut Mamplam Kota Lhokeseumawe merupakan
hutan mangrove alami dan hasil reboisasi, namun sejauh ini ekosistem mangrove
tersebut belum ada pengelolaan dari pihak pemerintah maupun stakeholder untuk
dijadikan kawasan ekowisata mangrove. Selain itu, salah satu upaya pengelolaan
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar
hutan mangrove Cut Mamplam tanpa melakukan eksploitasi (mencegah kerusakan
hutan mangrove) adalah dengan menjadikan hutan mangrovenya sebagai kawasan
ekowisata. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik melakukan penelitian
mengenai analisis kesesuaian lahan ekowisata mangrove di Desa Cut Mamplam
Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Provinsi Aceh.

xiii
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana tingkat kesesuaian lahan untuk ekowisata mangrove di Desa
Cut mamplam?
2. Bagaimana menganalisis parameter kesesuaian lahan ekowisata mangrove
di Desa Cut Mamplam?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian lahan ekowisata
mangrove di Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe Provinsi Aceh yang terdiri
dari ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, objek biota dan
kondisi pasang surut di sekitarnya.

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber data/
informasi tentang analisis kesesuaian lahan mangrove ekowisata di Desa Cut
Mamplam Kota Lhokseumawe Provinsi Aceh. Disamping itu, juga sebagai data
dasar bagi penelitian-penelitian selanjutnya di masa yang akan datang.

2
xiv
3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hutan Mangrove


Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang memiliki beberapa
sifat kekhususan, diantaranya karena letaknya yang sangat spesifik, peran
ekologisnya yang khas, dan potensi yang bernilai ekonomis tinggi. Hutan
mangrove termasuk sumberdaya alam yang dapat dipulihkan sehingga
memerlukan penanganan yang tepat, terutama untuk mencegah musnahnya
sumberdaya alam tersebut dan menjamin kelestarian di masa kini dan masa yang
akan datang. Mangrove merupakan salah satu ekosistem langka, karena luasnya
hanya 2% dari permukaan bumi. Indonesia merupakan kawasan ekosistem
mangrove terluas di dunia. Ekosistem ini berasal dari kata mangal yang
menunjukkan komunitas suatu tumbuhan (Odum, 1983).
Hutan mangrove adalah sebuah komunitas tumbuhan atau individu jenis
tumbuhan yang membentuk suatu komunitas di daerah pasang surut (Kusmana et
al., 2002). Hutan mangrove atau yang sering disebut juga hutan bakau merupakan
sebagian wilayah ekosistem pantai yang mempunyai karakter unik dan khas dan
memiliki potensi kekayaan hayati. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang
terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu
habitat mangrove (Kusmana et al., 2008).
Beberapa ahli mengemukakan definisi hutan mangrove seperti
Soerianegara & Indrawan (1982) menyatakan bahwa hutan mangrove adalah
hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di
muara sungai yang dicirikan oleh:
a. Tidak terpengaruh iklim
b. Dipengaruhi pasang surut
c. Tanah tergenang air laut
d. Tanah rendah pantai
e. Hutan tidak mempunyai struktur tajuk
f. Jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas api-api (Avicennia sp.), pedada
(Sonneratia sp.), bakau (Rhizophora sp.), lacang (Bruguiera sp.), nyirih
(Xylocarpus sp.), nipah (Nypa sp.) dan lain-lain.
2.2. Jenis-Jenis Mangrove
Di dunia dikenal banyak jenis mangrove yang berbeda-beda. Sampai saat
ini tercatat telah dikenali sebanyak sampai dengan 24 famili dan antara 54 sampai
dengan 75 spesies (Kusmana et al., 2005). Asia merupakan daerah yang paling
tinggi keanekaragaman jenis mangrovenya. Di Thailand terdapat sebanyak 27
jenis mangrove, di Ceylon ada 32 jenis, dan di Filipina sebanyak 41 jenis. Di
benua Amerika hanya terdapat sekitar 12 spesies mangrove, sedangkan di
Indonesia memiliki tidak kurang dari 89 jenis pohon mangrove, atau paling tidak
sebanyak 37 jenis yang hidup di daerah pasang surut, tahan air garam dan berbuah
secara vivipar terdapat sekitar 12 famili (Kusmana et al., 2005).
Jenis mangrove yang banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api
(Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.), lancang (Bruguiera sp.) dan bogem atau
pedada (Sonneratia sp.). Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok
mangrove yang menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah di
sekitarnya. Jenis api-api atau di dunia dikenal sebagai black mangrove merupakan
jenis terbaik dalam proses menstabilkan tanah habitatnya karena penyebaran
benihnya yang mudah, toleransi terhadap temperartur tinggi, cepat menumbuhkan
akar (akar pasak) dan sistem perakaran di bawahnya mampu menahan endapan
dengan baik. Mangrove merah atau red mangrove (Rhizophora sp.) merupakan
jenis kedua terbaik. Jenis-jenis tersebut dapat mengurangi dampak kerusakan
terhadap arus, gelombang besar dan angin (Kusmana et al., 2005). Mangrove yang
memiliki substrat berlumpur, pasir berlumpur, lumpur berpasir sangat mendukung
pertumbuhan dari mangrove Japa dan Santoso (2019)

2.3. Ekowisata
Ekowisata merupakan suatu kegiatan wisata berbasis alam yang
informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk berinteraksi langsung dengan
alam, mengetahui habitat dan ekosistem yang ada dalam suatu lingkungan hidup,
memberikan manfaat ekonomi kepada lingkungan untuk pelestarian lingkungan
hidupnya, menyediakan lapangan kerja dan memberikan manfaat ekonomi kepada
masyarakat lokal guna meningkatkan taraf hidupnya, dan menghormati serta
melestarikan kebudayaan masyarakat lokal (Subadra, 2022).

4
Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan yang alami
maupun buatan serta budaya yang ada, yang bersifat informatif dan partisipatif
dengan tujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Ekowisata
menitik beratkan pada tiga hal utama yaitu keberlangsungan alam atau ekologi,
memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam
kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung
memberikan akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan
menikmati alam. Ekowisata memberikan kesempatan bagi para wisatawan untuk
menikmati keindahan alam dan budaya untuk mempelajari lebih jauh tentang
pantingnya berbagai ragam mahluk hidup yang ada di dalamnya dan budaya lokal
yang berkembang di kawasan tersebut. Ekowisata saat ini menjadi salah satu
pilihan dalam mempromosikan lingkungan yang khas yang terjaga keasliannya
sekaligus menjadi suatu kawasan kunjungan wisata. Potensi ekowisata adalah
suatu konsep pengembangan lingkungan yang berbasis pada pendekatan
pemeliharaan dan konservasi alam. Salah satu bentuk ekowisata yang dapat
melestarikan lingkungan yakni dengan ekowisata mangrove. Mangrove sangat
potensial bagi pengembangan ekowisata karena kondisi mangrove yang sangat
unik serta wilayah yang dapat dikembangkan sebagai sarana wisata dengan tetap
menjaga keaslian hutan serta organisme yang hidup di kawasan mangrove (Alfira,
2014).
Perkembangan dalam sektor kepariwisataan pada saat ini melahirkan
konsep pengembangan pariwisata alternatif yang tepat dan secara aktif membantu
menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara berkelanjutan
dengan memperhatikan segala aspek dari pariwisata berkelanjutan yaitu ekonomi
masyarakat, lingkungan, dan sosial-budaya. Berkembangnya pariwisata alam
selain bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan devisa negara,
juga perlu dicermati agar jangan sampai kecenderungan kembali ke alam tersebut
justru akan menimbulkan kerusakan-kerusakan potensi dan daya tarik wisata alam
Muhammad (2012).

5
Prinsip dasar ekowisata menurut Yulianda (2007) dibagi menjadi:
1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap
sifat dan karakter alam dan budaya setempat
2. Alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan
Pendidikan konservasi lingkungan
3. Pendapatan langsung untuk kawasan
4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan
5. Penghasilan masyarakat
6. Menjaga keharmonisan dengan alam
7. Daya dukung sebagai batas pemanfaatan
8. Kontribusi pendapatan bagi negara.

2.4. Ekowisata Mangrove


Salah satu daerah yang dapat menjadi tujuan kegiatan ekowisata adalah
ekosistem mangrove. Nilai estetika, pendidikan dan penelitian serta potensi
keanekaragaman hayati merupakan alasan mengapa ekosistem mangrove layak
dijadikan tujuan wisata.
Menurut Wahab (2003) ada dua hal yang dapat ditawarkan kepada
wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata, dimana kedua hal
tersebut dapat berupa alamiah atau buatan manusia yaitu:
1. Sumber-sumber alam
a. Iklim: udara lembut, bersinar matahari, kering dan bersih.
b. Tata letak tanah dan pemandangan alam: dataran, pegunungan yang
berpanorama indah, danau, sungai, pantai, bentuk-bentuk yang unik,
pemandangan yang indah, air terjun, daerah (gunung berapi, gua dan lain-
lain)
c. Unsur rimba: hutan-hutan lebat, pohon-pohon langka, dan sebagainya
d. Flora dan fauna: tumbuhan aneh, kemungkinan memancing, berburu dan
bersafari foto binatang buas, taman nasional dan taman suaka binatang
buas dan sebagainya.
e. Pusat-pusat kesehatan: sumber air mineral alami, kolam lumpur berkhasiat
untuk mandi, sumber air panas untuk penyembuhan penyakit dan
sebagainya.

6
2. Hasil karya buatan manusia yang ditawarkan:
a. Monumen-monumen dan peninggalan-peninggalan bersejarah dari masa
lalu.
b. Tempat-tempat budaya seperti museum, gedung kesenian, tugu
peringatan, perpustakaan, pentas-pentas budaya rakyat, industri seni
kerajinan tangan dan lain-lain.
c. Perayaan-perayaan tradisional, pameran-pameran, eksebisi, karnaval,
upacara-upacara adat, ziarah-ziarah dan sebagainya.
d. Bangunan-bangunan raksasa dan biara-biara keagamaan.
Ekowisata mangrove termasuk ke dalam wisata alam, dan suatu kawasan
ditetapkan sebagai Kawasan Taman Wisata Alam apabila telah memenuhi krieria
(PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam):
1. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem, gejala
alam serta formasi geologi yang menarik
2. Mempunyai daya tarik yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan
daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam
3. Kondisi lingkungan di sekitarya mendukung upaya pengembangan
pariwisata alam.
Kegiatan ekowisata mangrove ini dapat menjadi salah satu alternatif yang
efektif untuk menanggulangi permasalahan lingkungan di ekosistem mangrove
seperti tingkat eksploitasi yang berlebihan oleh masyarakat dengan menciptakan
alternatif ekonomi bagi masyarakat, sehingga akan menumbuhkan rasa memiliki
pada masyarakat yang dapat mendukung keberadaan ekosistem mangrove
tersebut. Jenis-jenis aktivitas ekowisata yang dapat dilakukan di ekosistem
mangrove, diantaranya berjalan menyusuri mangrove, perahu melintasi perairan di
sekitar hutan mangrove dan memancing. Kegiatan berjalan menyusuri mangrove
dapat dilakukan dengan membuat boardwalk menembus hutan mangrove,
sehingga wisatawan dapat menikmati ekosistem mangrove Yulianda (2006).

2.5. Kesesuaian Lahan Ekowisata Mangrove


Lahan merupakan suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat-sifat
tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi,
populasi tanaman dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan sekarang,

7
sampai pada tingkat tertentu dengan sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh yang
berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia pada masa sekarang dan masa yang
akan datang (Sitorus, 2004). Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu
bidang lahan untuk penggunaan tertentu, contohnya lahan sangat sesuai untuk
irigasi, lahan cukup sesuai untuk pertanian tanaman tahunan atau pertanian
tanaman musiman. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini
atau setelah diadakan perbaikan (improvement). Analisis kesesuaian lahan sangat
penting dilakukan, terutama dalam mengidentifikasi pola ruang untuk kebutuhan
penggunaan pada masa mendatang (Collins et al., 2001).
Kelas kesesuaian untuk ekowisata mangrove dibagi dalam 4 (empat) kelas
(Yulianda, 2007) yaitu:
 Kategori S1
Kelas ini tergolong sangat sesuai (highly suitable), tidak mempunyai faktor
pembatas yang berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya
mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata.
 Kategori S2
Daerah ini tergolong cukup sesuai (quite suitable), pada kelas kesesuaian ini
mempunyai faktor pembatas yang agak berat untuk suatu penggunaan kegiatan
tertentu secara lestari. Faktor pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas
lahan dan keuntungan yang diperoleh serta meningkatkan input untuk
mengusahakan lahan tersebut.
 Kategori S3
Sesuai bersyarat, pada kelas ini mempunyai faktor pembatas yang lebih
banyak untuk dipenuhi. Faktor pembatas tersebut akan mengurangi untuk
melakukan kegiatan wisata, faktor pembatas tersebut harus benarbenar lebih
diperhatikan sehingga stabilitas ekosistem dapat dipertahankan.
 Kategori TS
Daerah ini tergolong tidak sesuai (not suitable), yakni mempunyai faktor
pembatas berat/permanen, sehingga tidak memungkinkan untuk mengembangkan
jenis kegiatan wisata secara lestari.

8
9

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2022 di ekosistem mangrove
Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe Provinsi Aceh. Peta penelitian disajikan
pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rol meter, buku
identifikasi mangrove Noor et al., (2006), buku identifikasi Saanin (1995), buku
identifikasi krustasea Murniati et al., (2022), buku identifikasi moluska Dharma
(1988), buku fauna mangrove et al., (2013) dan Sari (2012), serta buku
identifikasi burung oleh Yayasan Ikamat – Pertamina EP Asset Tambun Field
(2016). Sementara bahan yang digunakan adalah vegetasi dan biota mangrove di
Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe.
3.3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan
teknik penentuan titik samplingnya menggunakan purposive sampling. Penelitian
ini mengumpulkan data yang terdiri dari data primer yang berkaitan dengan
indikator kesesuaian lahan untuk ekowisata mangrove. Selain itu, penelitian ini
juga menggunakan data sekunder untuk melengkapi data indikator kesesuaian
lahan ekowisata mangrove Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe. Data
sekunder yang digunakan adalah pasang surut dan kerapatan mangrove.

3.4. Prosedur Penelitian


3.4.1. Penentuan Lokasi Penelitian
Stasiun pengamatan dilakukan pada 3 stasiun pengamatan di Desa Cut
Mamplam Kota Lhokseumawe yang terdiri dari Stasiun 1 berada pada koordinat
05°09'19" BT - 97°08'38" LU (lahan yang berdekatan reboisasi mangrove),
sedangkan Stasiun 2 berada pada koordinat 05°09'16" BT - 97°08'41" LU
(berdekatan dengan tambak masyarakat serta tempat masuk dan keluarnya air
tambak). Sementara Stasiun 3 berada pada koordinat 05°09'13" BT - 97°08'43"
LU yang merupakan kawasan berdekatan dengan tambak masyarakat dan terdapat
aliran air (kanal) menuju laut. Jarak Stasiun 1 ke Stasiun 2 adalah 126,42 m dan
jarak Stasiun 2 ke Stasiun 3 adalah 121,99 m. Penentuan lokasi kawasan ini
menggunakan lokasi penelitian yang dilakukan oleh Putri (2022).

3.4.2. Ketebalan dan Identifikasi Mangrove


Untuk mengetahui ketebalan mangrove di masing-masing stasiun
pengamatan pada ekosistem mangrove Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe,
ketebalan mangrove setiap stasiun diukur secara manual menggunakan roll meter.
Pengukuran ketebalan mangrove dilakukan dengan mengukur jarak tanaman
mangrove terakhir di bibir pantai menuju daratan yang masih terdapat tegakan
pohon mangrove terakhir. Sementara untuk mengetahui jenis-jenis mangrove yang
tumbuh dan berkembang di ekosistem mangrove Desa Cut Mamplam
diidentifikasi mengunakan buku Noor et al., (2006) dengan metode
pengidentifikasianya secara visual encounter (Mujiono, 2016). Mujiono (2016)
menyatakan bahwa metode visual encounter merupakan metode yang

10
penggunaannya tanpa transek atau satuan luas tertentu (metode jelajah), tetapi
metode visual encounter dibatasi oleh waktu pengamatan, dimana dalam
penelitian ini, waktu pengamatan yang digunakan untuk mengamati spesies
mangrovenya adalah 120 menit (2 jam).

3.4.3. Kerapatan Mangrove


Kondisi kerapatan mangrove di Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe,
untuk penelitian ini nilai kerapatan mangrovenya menggunakan data sekunder dari
Putri (2022).

3.4.4. Obyek Biota


Pengumpulan obyek biota yang ada di ekosistem mangrove Desa Cut
Mamplam Kota Lhokseumawe dilakukan mengunakan metode visual encounter
(Mujiono, 2016). Biota yang ada di mangrove menurut Sari (2012) biasanya
terdiri dari burung, monyet, gelodok, siput, kepiting dan biawak.

3.4.5. Pasang Surut


Pengumpulan data pasang surut di ekosistem mangrove Desa Cut
Mamplam dilakukan dengan mengunakan data sekunder yang diperoleh dari
pangkalan TNI Angkatan Laut Kota Lhokseumawe.

3.5. Analisis Kesesuaian Lahan


Analisis kesesuaian lahan ekowisata mengrove di Desa Cut Mamplam
Kota Lhokseumawe dilakukan berdasarkan perkalian skor dan bobot yang didapat
dari setiap parameter yang diambil. Perkalian skor dan bobot untuk mengetahui
analisis kesesuaian lahan ekowisata mangrove di Desa Cut Mamplam mengacu
pada Yulianda (2007) (Tabel 1).
Untuk matriks kesesuaian lahan, dilakukan penyusunan kelas kesesuaian
lahannya menurut Yulianda (2007) yaitu:
a. Sangat sesuai (S1) dengan nilai 76-100%
b. Cukup Sesuai (S2) dengan nilai 51-75%
c. Sesuai bersyarat (S3) dengan nilai 26-50 %
d. Tidak sesuai (N) dengan nilai <26 %

11
12

Tabel 1. Matriks kesesuaian lahan ekowisata mangrove menurut Yulianda (2007)


No. Parameter Satuan Bobot Kategori Skor
1. Ketebalan Mangrove m 5 >500 4
>200-500 3
50-200 2
<50 1
2. Kerapatan Mangrove 100 m2 4 >15-25 4
>10-15 3
5-10 2
<5 1
3. Jenis Mangrove - 4 >5 4
>3-5 3
1-2 2
0 1
4. Pasang Surut m 3 0-1 4
>1-2 3
>2-5 2
>5 1
5. Biota - 3 Ikan, 4
Krustasea,
Bivalva, Reptil,
Aves, Mamalia
Ikan, Krustasea, 3
Bivalva, Mamalia
Ikan, Krustasea, 2
Bivalva
Salah satu biota air 1
Sumber : Modifikasi dari Yulianda (2007)
Keterangan:
Jumlah = Skor x bobot, nilai maksimum = 76
Setelah perkalian skor dan bobot masing-masing parameter didapat,
selanjutnya skor dan bobot parameter tersebut disusun ke dalam Indeks
Kesesuaian Lahan (IKL) menurut Yulianda (2007) yaitu:

𝑁i
𝐼𝐾𝐿 = ∑ [ ] 𝑥 100%
𝑁𝑚𝑎𝑘𝑠

Keterangan :
IKL = Indeks Kesesuaian Lahan
Ni = Nilai parameter ke-i (bobot x skor)
Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori lahan

3.6. Analisis Data


Data yang sudah diperoleh (ketebalan mangrove, kerapatan mangrove,
pasang surut, objek biota, jenis mangrove) dan dianalisis serta hasilnya yang
ditabulasikan dalam bentuk tabel maupun gambar, tabel dan gambar tersebut,
dideskripsikan secara deskriptif.

13
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Ketebalan Mangrove


Pengukuran ketebalan mangrove di kawasan ekosistem mangrove Desa
Cut Mamplam Kota Lhokseumawe Provinsi Aceh memiliki ketebalan mangrove
yang berbeda antar stasiun pengamatan (Gambar 2). Untuk Stasiun 1, ketebalan
mangrovenya 75.70 m (ketebalan mangrove terendah), Stasiun 2 ketebalan
mangrovenya 220.30 m (ketebalan mangrove tertinggi) dan Stasiun 3 ketebalan
mangrovenya 216.75 m. Secara keseluruhan, hasil pengukuran ketebalan
mangrove di Desa Cut Mamplam memiliki rata-rata 170.91 m. Menurut Pratama
(2017) Ketebalan mangrove menunjukan pertumbuhan mangrove terjadi secara
alami, kondisi ini menunjang tetap terjaganya ekosistem mangrove dan
menunjang kegiatan ekowisata. Menurut Sari (2015) ketebalan mangrove
kategori cukup Sesuai memiliki nilai >200-500 m dengan bobot 4 dan memiliki
skor 3 dengan nilai 12 Semakin tebal ekosistem mangrove maka biota yang
berasosiasi dengan ekosistem mangrove semakin beranekaragam.
Tingginya ketebalan mangrove yang didapatkan untuk Stasiun 1 sangat
berdekatan dengan break water yang mengakibatkan ketebalan mangrovenya
rendah dibadingkan dengan Stasiun 2 dan 3. Dan untuk Stasiun 2 dan 3
berdekatan dengan tambak masyarakat. Menurut Zakaria et al., (2018) keberadaan
hutan mangrove di suatu kawasan sangat terancam oleh perambahan aktivitas
manusia, kemudian Lasibani & Kamal (2010) menyatakan bahwa hutan mangrove
terus ditebang secara tidak kendali hanya demi kepetingan ekonomi manusia
seperti pemanfaatan untuk kegiatan perikanan (tambak), pemukiman penduduk,
pelabuhan, perkebunan, kawasan industri dan lain sebagainya, hal ini
mengakibatkan berkurangnya keberadaan mangrove. Selanjutnya Susi et al.,
(2018) menyatakan bahwa berbedanya ketebalan mangrove antar wilayah
memiliki dampak terhadap aspek ekologis dari substrat dan biota pesisir, dimana
ketebalan mangrove yang tinggi akan mempengaruhi bahan organik lingkungan
dan kelimpahan makrobenthos. Ketebalan mangrove di Desa Cut Mamplam dapat
dilihat pada (Gambar 2).

14
Gambar 2. Ketebalan mangrove Desa Cut Mamplam

4.2. Jenis (Bioversitas) Mangrove


Hasil identifikasi di lapangan menemukan bahwa mangrove di Desa Cut
Mamplam terdiri dua kategori yaitu mangrove sejati dan mangrove non sejati
(Tabel 3). Untuk mangrove sejati terdiri dari 3 famili, 4 genus dan 7 spesies
(Avicennia alba, Avicennia lanata, Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza,
Bruguiera cylindrical, Rhizophora mucronata, Rhizophora apriculata, Sonneratia
alba dan Sonneratia caseolaris), sedangkan untuk mangrove non sejati terdiri
dari 6 famili, 6 genus dan 6 spesies (Hibiscus tiliaceus, Calotropis gigantean,
Clerodendrum inerme, Ipomoea pes-caprae, Passiflora foetida dan Sesuvium
portulacastrum). Untuk mangrove sejati spesies Avicennia alba, Avicennia lanata,
Bruguiera gymnorrhiza dan Rhizophora mucronata ditemukan di seluruh stasiun
pengamatan, sedangkan untuk spesies Avicennia marina dan Rhizophora
apiculata hanya ditemukan pada Stasiun 3, kemudian spesies Sonneratia alba
hanya ditemukan pada Stasiun 1 (Tabel 2). Setelah itu, Tabel 2 juga
memperlihatkan bahwa untuk mangrove non sejati spesies Calotropis gigantea,
Clerodendrum inerme dan Ipomoea pes-caprae ditemukan pada semua stasiun
pengamatan, sedangkan spesies Hibiscus tiliaceus dan Sesuvium portulacastrum
ditemukan pada Stasiun 1 dan 3, sedangkan spesies Passiflora foetida ditemukan
pada Stasiun 1 dan 2.

15
Tabel 2. Jenis dan penyebaran mangrove di Desa Cut Mamplam
No. Famili Spesies S1 S2 S3
Mangrove Sejati
1. Acanthaceae Avicennia alba + + +
2. Acanthaceae Avicennia lanata + + +
3. Acanthaceae Avicennia marina - - +
4. Rhizophoraceae Bruguiera gymnorrhiza + + +
5. Rhizophoraceae Bruguiera cylindrica + + +
6. Rhizophoraceae Rhizophora mucronata + + +
7. Rhizophoraceae Rhizophora apiculata - - +
8. Sonneratiaceae Sonneratia alba + - -
9. Sonneratiaceae Sonneratia caseolaris - - +
Mangrove Non Sejati
10. Malvaceae Hibiscus tiliaceus + - +
11. Apocynaceae Calotropis gigantea + + +
12 Verbenaceae Clerodendrum inerme + + +
13. Convolvulaceae Ipomoea pes-caprae + + +
14. Passifloraceae Passiflora foetida + + -
15. Aizoaceae Sesuvium portulacastrum + - +
Jumlah yang ditemukan: 13 9 13
+ = Ditemukan; – = Tidak ditemukan

Menurut Sadik et al., (2017) keragaman jenis mangrove merupakan daya


tarik bagi pengunjung untuk melakukan wisata dan kegiatan edukasi yang
berhubungan dengan ekowisata mangrove. Hal yang sama juga dinyatakan oleh
Susi et al., (2018) bahwa keberagaman jenis mangrove yang ada di suatu kawasan
sangat penting dalam menunjang aktifitas pengelolaan suatu kawasan wisata dan
menambah daya tarik pengunjung. Selain itu, Sadik et al., (2017) menyatakan
bahwa banyaknya jenis mangrove dapat mendukung kehidupan biota yang
berasosiasi serta menjadi habitat utama biota lainnya. Selanjutnya Sadik et al.,
(2017) menyatakan bahwa ekowisata mangrove dapat menjadi pilihan bagi para
wisatawan, karena dapat menikmati alam yang indah, udara yang sejuk serta dapat
menambah wawasan tentang lingkungan hidup maupun pentingnya ekosistem
mangrove dalam struktur ekosistem pesisir.

4.3. Kerapatan Mangrove


Kerapatan mangrove di Desa Cut Mamplam berdasarkan hasil penelitian
Putri (2022) bahwa kerapatan mangrovenya sangat bervariasi antar stasiun
pengamatan. Pada Stasiun 1 kerapatan mangrovenya 4 ind dalam 100 m2, Stasiun

16
2 kerapatan mangrovenya 4 ind dalam 100 m2, dan di Stasiun 3 kerapatan
mangrovenya 5ind dalam 100 m2 (Gambar 3).

Gambar 3. Kerapatan mangrove di Desa Cut Mamplam (Putri, 2022)

Menurut Susi et al., (2018) perbedaan kerapatan mangrove dipengaruhi


oleh pola adaptasi serta keterlibatan manusia pada ekosistem mangrove.
Selanjutnya, Andronicus (2017) menyatakan bahwa perbedaan kerapatan
mangrove juga dipengaruhi oleh tingkat ketahanan hidup mangrove, dimana
masing-masing jenis mangrove memiliki kemampuan hidup yang berbeda-beda.
Menurut Talib (2008) perhitungan kerapatan jenis mangrove pada masing-masing
stasiun akan memperlihatkan jenis spesies-spesies apa saja yang ditemukan pada
setiap transek, sehingga distribusi dari masing-masing jenis dapat terlihat dengan
jelas. Selanjutnya Talib (2008) menyatakan bahwa vegetasi yang terdapat pada
suatu wilayah akan memiliki pengaruh atau peranan terhadap lingkungan
sekitarnya, besarnya pengaruh atau peranan suatu jenis vegetasi pada suatu lokasi
ditentukan dengan INP (Indeks Nilai Penting), semakin banyak jumlah vegetasi
yang ditemukan, maka semakin tinggi frekuensinya, kemudian semakin besar
diameter batang yang dimiliki oleh suatu vegetasi akan memperbesar nilai dari
INPnya.

17
4.4.Objek Biota
Hasil pengamatan dan identifikasi di lapangan biota atau hewan yang
ditemukan di ekosistem mangrove Desa Cut Mamplam terdiri dari Ciconia
ciconia, Boleophthalmus boddarti, Scylla serata, Uca spp, Chthamalus malayenis
dan Anadara gronosa (Tabel 3). Selain itu, Fitriani (2022) juga menemukan
kelomang Clibanarius longitarus dan Clibanarius infraspinatus di hutan
mangrove Desa Cut Mamplam. Untuk Ciconia ciconia, Boleophthalmus boddarti
boddarti, Scylla serata, Uca spp, Clibanarius longitarsus, Clibanarius
infraspinatus, Anadara granosa dan Chthamalus malayenis ditemukan pada
semua stasiun pengamatan.

Tabel 3. Identifikasi biota yang ditemukan di ekosistem mangrove Desa Cut Mamplam
Stasiun
No. Jenis Biota Spesies Nama Lokal S1 S2 S3
1. Aves Ciconia ciconia Burung bangau + + +
2. Ikan Boleophthalmus boddarti Gelodok + + +
3. Crustacea Scylla serata Kepiting bakau + + +
Uca spp. Kepiting biola + + +
Clibanarius longitarsus Kelomang + + +
Clibanarius infraspinatus Kelomang + + +
Chthamalus malayenis Teritip + + +
4. Bilvalvia Anadara granosa Kerang dara + + +
Jumlah yang ditemukan: 8 8 8
+ = Ditemukan – = Tidak ditemukan

Menurut Noor et al., (2006) mangrove merupakan habitat bagi berbagai


jenis satwa liar seperti primata, reptilia dan burung, kemudian sebagai tempat
berlindung dan mencari makan, mangrove juga merupakan tempat berkembang
biak bagi burung, ikan dan udang. Menurut Muhammad (2012) fauna yang ada di
hutan mangrove menggambarkan keanekaragaman jenis fauna yang mampu hidup
dan memiliki habitat pada kawasan mangrove. Agussalim dan Hartoni (2014)
menyatakan bahwa selain tipe dan jenis mangrove yang menjadi objek daya tarik
wisata, fauna yang hidup dan memiliki habitat pada kawasan mangrove juga
berpeluang untuk dijadikan sebagai objek daya tarik ekowisata.

18
4.5. Pasang Surut

Hasil analisis pasang surut air laut di tahun 2022 di Kota Lhokseumawe
memperlihatkan bahwa pasang tertingginya adalah 2.30 m dan terendahnya
mencapai 0.20 m pertahun dengan selisih antara pasang tertinggi dan surut
terendah adalah 2.10 m (Gambar 4).

Gambar 4. Data pasang surut air laut disekitar perairan Lhokseumawe

Pasang surut air laut di Kota Lhokseumawe memilki rata- rata


pasang tertinginya 2.2 m dan untuk surut terendahnya memiliki 0.2 m. Menurut
Thahiry (2017) pasang surut menjadi salah satu kriteria kesesuaian lahan
ekowisata mangrove disebabkan karena pasang yang terjadi di kawasan mangrove
sangat menentukan zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi
dengan ekosistem mangrove. Selanjutnya menurut Saru (2013) pasang surut
sangat berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut
dan oleh karenanya dapat mempengaruhi organisme mangrove. Menurut
Setyawan et al., (2021) Pasang surut merupakan suatu fluktuasi muka air laut
yang disebabkan oleh gaya tarik menarik benda – benda di langit, terutama
matahari dan bulan terhadap massa air laut bumi.

19
4.6. Analisis Kesesuaian Lahan Ekowisata Mangrove
Berdasarkan hasil penelitian 3 titik Stasiun pengamatan untuk kesesuaian
lahan ekowisata mangrove di Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe dimana
untuk mengetahui kesesuaian lahan ekowisata mangrove dapat dilihat pada (Tabel
4-6).
Tabel 4. Status kesesuain lahan mangrove di Stasiun 1
Nilai
No Parameter Hasil Bobot Skor (Bobot ×
Skor)
1. Ketebalan Mangrove (m) 75.70 5 2 10
2. Kerapatan Mangrove (100 m2) 8 4 2 8
3. Jenis Mangrove 12 4 4 16
4. Pasang Surut (m) 2.10 3 2 6
5. Biota Ikan, 2 3 6
Krustasea,
Bilvalva
Total Skor × Bobot 42
Indeks Kesesuaian 55%
Kategori Cukup Sesuai (S2)

Hasil pengukuran dan perhitungan terhadap parameter yang dilakukan di


hutan mangrove Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe memperlihatkan bahwa
Stasiun 1 tergolong Cukup Sesuai (S2) untuk pengembangan ekowisata
mangrovenya, dimana nilai indeks kesesuaian lahanya sebesar 55% (Tabel 4).
Parameter ketebalan mangrove yang diukur di Desa Cut Mamplam Kota
Lhokseumawe pada Stasiun 1 memiliki ketebalan mangrove 75.70 m. Menurut
Johan et al., (2011) kondisi mangrove yang tebal dapat menjadi daya tarik
tersendiri dari wisatawan dalam segi estetika. Selanjutnya untuk kerapatan
mangrove ditemukan 8 ind dalam 100 m2 (Putri, 2022). Kerapatan mangrove
merupakan parameter yang sangat berpengaruh dalam menentukan lokasi
ekowisata mangrove dengan kerapatan mangrove adalah salah satu indikator
yang membuktikan terjaganya hutan mangrove (Thahiry, 2017). Selanjutnya,
untuk perhitungan jenis mangrove terdapat 12 jenis mangrove, kemudian untuk
parameter pasang surut yang terukur oleh Pangkalan TNI Angkatan Laut Kota
Lhokseumawe di sekitaran Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe mendapatkan
selisih antara pasang tertinggi dan surut terendahnya adalah 2.10 m. Selain itu,

20
untuk objek biota di Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe pada Stasiun 1
ditemukan hewan dari ikan, krustasea dan bilvalva.

Tabel 5. Status kesesuain Lahan Mangrove di Stasiun 2


Ni
No. Parameter Hasil Bobot Skor (Bobot ×
Skor)
1. Ketebalan Mangrove (m) 220.30 5 3 15
2. Kerapatan Mangrove (100 m 2 ) 4 4 1 4
3. Jenis Mangrove 9 4 4 16
4. Pasang Surut 2.10 3 2 6
5. Objek Biota Ikan, 2 3 6
Krustasea,
Bilvalva
Total Skor × Bobot 47
Indeks Kesesuaian 61 %
Kategori Cukup Sesuai (S2)
Hasil pengukuran dan perhgitungan terhadap parameter yang dilakukan di
hutan mangrove Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe memperlihatkan bahwa
pada Stasiun 2 tergolong Cukup Sesuai (S2) dengan nilai indeks kesesuaian
lahan mangrovenya 61% (Tabel 5). Parameter ketebalan mangrove yang diukur
pada Stasiun 2 memiliki nilai 220.30 m dan berdasarkan indeks kesesuian
menurut Yulianda (2007) ketebalan mangrove pada Stasiun 2 memiliki skor 3.
Sementara untuk kerapatan mangrovenya ditemukan 4 ind dalam 100 m 2 (Putri,
2022). Yulius et al., (2018) menyatakan bahwa kerapatan mangrove berperan
penting dalam menunjukkan populasi mangrove dalam memiliki daya adaptasi
tinggi dan memanfaatkan ruang maupun unsur hara yang semaksimal mungkin.
Selanjutnya Rakotomavo & Fromard (2010) menyatakan bahwa kerapatan yang
rendah dipengaruhi oleh letak ekosistem mangrove yang dekat dengan
permukinan penduduk sehingga aktivitas manusia dapat memicu kerusakan
mangrove. Selain itu, untuk jenis mangrove pada Stasiun 2 ditemukan 9 spesies.
Menurut Susi et al., (2018) keberagaman jenis mangrove yang ada di suatu
kawasan sangat penting dalam menunjang aktifitas pengelolaan suatu kawasan
wisata dan menambah daya tarik pengunjung. Untuk parameter pasang surut yang
terukur oleh Pangkalan TNI Angkatan Laut Kota Lhokseumawe di sekitaran Desa
Cut Mamplam Kota Lhokseumawe menemukan selisih antara pasang tertinggi dan

21
surut terendahnya adalah 2.10 m, kemudian objek biota di Desa Cut Mamplam
Kota Lhokseumawe pada Stasiun 2 menemukan hewan dari golongan ikan,
krustasea dan bilvalva sehingga mendapatkan Skor 2. Menurut Agussalim &
Hartoni (2014) selain tipe dan jenis mangrove yang menjadi objek daya tarik
wisata mangrove, fauna yang hidup dan memiliki habitat pada kawasan mangrove
juga berpeluang untuk dijadikan sebagai objek daya tarik ekowisata mangrove
lainnya.

Tabel 6. Status kesesuain Lahan Mangrove di Stasiun 3


Ni
No Parameter Hasil Bobot Skor (Bobot ×
Skor)
1. Ketebalan Mangrove (m) 216.75 5 3 15
2. Kerapatan Mangrove (ind/ha) 5 4 2 8
3. Jenis Mangrove 13 4 4 16
4. Pasang Surut (m2) 2.10 3 2 6
5. Objek Biota Ikan, 3 2 6
Krustasea,
Bilvalva
Jumlah Skor × Bobot 51
Indeks Kesesuaian 67 %
Kategori Cukup Sesuai (S2)

Hasil pengukuran dan perhitungan terhadap parameter yang dilakukan di


hutan mangrove Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe memperlihatkan bahwa
pada Stasiun 3 tergolong Cukup Sesuai (S2) dengan nilai indeks kesesuaiannya
67% (Tabel 6). Menurut Sari et al., (2015) keterlibatan masyarakat dalam
pengelolaan ekowisata mangrove sangat diperlukan, kemudian Sinulingga et al.,
(2015) menyatakan bahwa salah satu strategi untuk pengembangan wisata yang
berkelanjutan adalah mengembangkan paket wisata yang berbasis ekowisata
dengan melibatkan unsur-unsur penduduk, instansi, akademisi, dan lembaga
swadaya masyarakat. Sementara Purnobasuki (2012) menyatakan bahwa
keberhasilan pengembangan ekowisata mangrove dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya lokasi yang mudah dijangkau, adanya keterlibatan masyarakat
lokal, konsep perencanaan dan persiapan yang matang, memiliki interpretasi alam
dan budaya yang baik, mampu menciptakan rasa nyaman, aman, dan memberi

22
pembelajaran kepada wisatawan, serta dapat menjalin hubungan kerja yang
berkelanjutan dengan pihak-pihak yang terlibat.
Untuk parameter ketebalan mangrove yang diukur pada Stasiun 3 memiliki
ketebalan mangrove 216.75 m, kemudian untuk kerapatan mangrovenya
ditemukan 5 100 ind dalam m2 (Putri, 2022). Menurut Susi et al., (2018)
berbedanya kerapatan mangrove sangat dipengaruhi oleh pola adaptasi serta
keterlibatan manusia pada ekosistem mangrove. Selanjutnya, untuk jenis
mangrove pada Stasiun 3 ditemukan 13 spesies. Sadik et al., (2017) menyatakan
bahwa keberagaman jenis mangrove merupakan daya tarik bagi pengunjung untuk
melakukan wisata dan kegiatan edukasi yang berhubungan dengan ekosistem
mangrove. Selanjutnya Susi et al., (2018) menyatakan bahwa keanekaragaman
jenis mangrove yang ada di suatu kawasan sangat penting dalam menunjang
aktifitas pengelolaan suatu kawasan wisata dan menambah daya tarik pengunjung.
Selain itu, untuk parameter pasang surut yang terukur oleh Pangkalan TNI
Angkatan Laut Kota Lhokseumawe di sekitaran Desa Cut Mamplam Kota
Lhokseumawe menemukan bahwa selisih antara pasang tertinggi dan surut
terendahnya adalah 2.20 m. Pariwono (2007) menyatakan bahwa pasang surut
merupakan proses naik dan turunya air laut yang disebabkan oleh gaya tarik
benda-benda angkasa. Selanjutnya, untuk objek biota yang ditemukan di
ekosistem mangrove Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe pada Stasiun 3
menemukan hewan dari golongan ikan, krusrasea dan bivalva sehingga
mendapatkan Skor 2. Menurut Sitepu et al., (2018) keberadaan biota akan
menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung dalam menikmati kegiatan wisata.

23
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Ketebalan mangrove di ekosistem mangrove Desa Cut Mamplam Kota
Lhokseumawe berkisar antara 75.70 – 216.75 m dengan jenis mangrove yang
ditemukan terdiri dari 3 famili, 4 genus dan 7 spesies untuk mangrove sejatinya,
sedangkan untuk mangrove ikutannya terdiri dari 6 famili, 6 genus dan 6 spesies.
Selanjutnya untuk kerapatan mangrove di Desa Cut Mamplam berkisar antara 4-8
ind dalam 100 m2 dengan fauna yang berasosisasinya adalah Ciconia ciconia,
Boleophthalmus boddarti, Scylla serata, Uca spp., Clibanarius longitarsus,
Clibanarius infraspitasus, Chthamalus malayenis, dan Anadara granosa. Selain
itu, tinggi pasang surut perairan laut di sekitar hutan mangrove Desa Cut
Mamplam berkisar antara 0.30 – 2.30 m dengan selisih antara pasang tertinggi dan
surut terendahnya sekitar 2.10 m. Selanjutnya analisis kesesuaian lahan ekowisata
mangrove di Desa Cut Mamplam Kota Lhokseumawe berdasarkan aspek
ekologinya pada Stasiun 1 mendapatkan nilai 55%, Stasiun 2 61% dan untuk
Stasiun 3 mendapatkan nilai 67% sehingga kategorinya tergolong cukup sesuai
(S2) untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata mangrove.

5.2. Saran
Keberhasilan pengembangan ekowisata mangrove di Desa Cut Mamplam
Kota Lhokseumawe sangat terkait dengan keberadaan ekosistem mangrove dan
bentang alamnya. Oleh karena itu, dalam pengambilan kebijaksanaan untuk
pengelolaan kawasan ekowisata mangrove Desa Cut Mamplam harus
memperhatikan keutuhan dan keaslian lingkunganya. Selain itu, dalam
pengembangan ekowisata mangrove di Desa Cut Mamplam perlu juga
meningkatkan peran serta masyarakat baik secara aktif maupun pasif, mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan pembangunan, pengelolaan hingga evaluasinya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, S., Subur, P., Darmawaty., Nebuchadnezzar, A., & Tahir. 2019.
Kajian Kesesuaian Daya Dukung dan Aktivitas Ekowisata di Kawasan
Mangrove Desa Tuada Kecamatan Jailolo Kabupaten Halmera Barat. Jurnal
Enggano. 4(2): 222-242.

Agussalim, A., & Hartoni. 2014. Potensi Kesesuaian Mangrove sebagai Daerah
Ekowisata di Pesisir Muara Sungai Musi Kabupaten Banyuasin. Maspari
Journal. 6(2): 148–156.

Alfira R. 2014. Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata


Mangrove Pada Kawasan Suaka Margasatwa Mampie di Kecamatan
Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar. Ilmu Kelautan Universitas
Hasanuddin. Makasar.

Andronicus. 2017. Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di


Kawasan Pesisir Desa Bahoi Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi
Utara [tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor,
Indonesia.

Budiarti, W.A., Wijaya., N, & Bintoro, S.R. 2019. Kesesuaian Lahan Untuk
Ekowista Mangrove Kabupaten Situbondo. Dalam: Prosiding Seminar
Nasional Kelautan XIV. 11 Juli 2019. Surabaya, Indonesia.
Collins, M.G., Steiner F.R, & Rushman, M.J. 2001. Land-use suitability analysis
in the united states: historical development and promising technological
achievements. Jurnal Environmental Management. 28: 611-621.

Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesia Shells). Jakarta: PT.
Sarana Graha.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Pedoman Pengelolaan


Ekosistem Mangrove. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.

Dwijayati, K.A., Supraptro, D., & Rudiyanti. 2016. Identifikasi potensi dan
Starategi Pengembangan Ekowisata Pada Kawasan Konservasi Hutan
Mangrove Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Management of
Aquantic Resources. 5(4): 328-336.
Fitriani. 2022. Komunitas Kelomang (Hermit Crabs) di ekosistem mangrove di
Desa Cut Mamplam Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe. Fakultas
Pertanian Universitas Malikussaleh [skripsi]. Aceh Utara, Indonesia.
Japa, L & D. Santoso. 2019. Analisis Komunitas Mangrove Di Kecamatan
Sekotong Lombok Barat NTB. Bologi Tropis. 19(1): 25 – 33.

25
Johan, Y., Yulianda, F., Siregar, V.P., & Karlina, I. 2011. Pengembangan Wisata
Bahari dalam Pengelolaan Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil Berbasis
Kesesuaian Dan Daya Dukung. Dalam: Seminar Nasional Pengembangan
Pulau-Pulau Kecil dari Aspek Perikanan Kelautan dan Pertanian. 25 Juni
2011. Bogor, Indonesia. 119–129.
Kusmana, C., Istomo, & Wibowo, C. 2008. Manual Silvikultur Mangrove di
Indonesia. Jakarta: Koica.

Kusmana, C., Sabiham, S., Abe, K., & Watanabe. 2002. Pengelolaan Ekosistem
Mangrove Secara Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Dalam: Lokal
Karya Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove. 6-7 Agustus 2002.
Jakarta, Indonesia.
Kusmana, C., Setiawan, Lestari, D.F., Meidilaga, Ardha, M.J., Wulandari. R.R.,
Permana, R.A., & Yahdi, D.I.P. 2013. Ensiklopedia Fauna Mangrove di
Kawasan Hutan Angke Kapuk. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.

Kusmana, C., Wilarso., S, Hilwan, P., Pamoengkas, C., Wibowo, T., Tiryana, A.,
Triswanto, Yunasfi, & Hamzah. 2005. Teknik Rehabilitasi mangrove.
Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Lasibani, S.M., & Kamal, E. 2010. Pola penyebaran pertumbuhan “propagul‟


mangrove Rhizophoraceae di kawasan pesisir Sumatera Barat. Mangrove
dan Pesisir. 10(1): 33-38.

Muhammad, F. 2012. Model Ekowisata Kawasan Hutan Mangrove Berbasis Daya


Dukung Fisik Kawasan Dan Resiliensi Ekologi (Kasus Ekowisata
Mangrove Blanakan, Subang, Jawa Barat) [disertasi]. Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
Mujiono, N. 2016. Gastropoda Marga Nerita dari Pulau Lombok. Oseana. 41(3):
1-7.

Murniati, D.C., Nugroho, D.A., & Kartika, W.D. 2022. Krustasea (Dekapoda)
Pada Ekosisteam Mangrove dan Estuari di Pulau Jawa. Jakarta: BRIN.

Noor, Y.R., Khazali, M., & Suryadiputra I.N.N. 2006. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Bogor: Wetlands Internasional Indonesia
Programme.

Odum, H.T. 1983. Sytems Ecology: An Introduction. New York: John Wiley and
Sons.

Pariwono, J.I. 2007. Pasang surut dan salinitas: dua parameter oseanografi yang
efektif namun masih terabaikan dalam program penyusunan kebijakan
kelautan Indonesia. Dalam: Prosiding Komferensi Sains Kelautan dan
Perikanan Indonesia. 17 – 18 Juli 2007. Bogor, Indonesia.

26
Purnobasuki, H. 2012. Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan
Karbon. Buletin PSL Universitas Surabaya. 28: 3–5.
Putri, A.A. 2022. Analisis Vegetasi Mangrove di Kawasan Pesisir Desa Cut
Mamplam Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Provinsi Aceh.
Fakultas Pertanian Universitas Malikusaleh [skripsi]. Aceh Utara,
Indonesia.

Rakotomavo, A., & Fromard, F. 2010. Dy-namics of mangrove forests in the


Mangoky River delta, Madagascar, under the influence of natural and
human factors. Forest Ecology and Management. 259(6): 1161-1169.
Saanin, H. 1995. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1 dan 2 - Cetakan ke 3.
Bandung: Bina Cipta.

Sadik, M., Muhiddin, A.H., & Ukkas, M. 2017. Kesesuaian Ekowisata


Mmangrove Ditinjau Dari Aspek Biogofisik Kawasan Pantai Gonda Di
Desa Laliko Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Sylva
Lestari. 7 (3): 267-276.
Sari, I.P., Yoza, D., & Sribudiani, E. 2015. Analisis Kelayakan Ekosistem
Mangrove Sebagai Objek Wisata di Desa Teluk Pambang Kecamatan
Bantan Kabupaten Bengkalis. JOM Faperta. 2(1): 1–10.
Sari, S.M. 2012. Jenis-Jenis Burung Hutan Mangrove di Areal PT. Bina Ovivipari
Semesta dan Sekitarnya. Sei Raya: PT. BiOS Group.

Saru, A. 2013. Mengungkap Potensi Emas Hijau di Wilayah Pesisir. Kendari:


Masagena Press.
Setyawan, O.F., Sari, K.W., Aliviyanti, D. 2021 Analisis Perubahan Garis Pantai
Menggunakan Digital Shoreline Analysis System Di Kecamatan Kuala
Pesisir, Kabupaten Nagan Raya, Aceh. of Fisheries and Marine Research.
5(2): 368-377.
Sinulingga, R., Baiquni, M., & Purnama, S. 2015. Pengelolaan Sumber Daya Air
Untuk Pengembangan Pariwisata Di Pulau Pari Kepulauan Seribu. Majalah
Geografi Indonesia. 29 (2): 177-186.
Sitepu, S.A.B., Subiyanto, S., & Bashit, N. 2018. Analisis Perkembangan Wisata
di Kota Semarang Berdasarkan Nilai Frekuensi Kunjungan dari Tahun 2015
– 2017 dengan Pendekatan Trapel Cost Method dan Contigent Valuastion
Method Menggunakan SIG (Studi Kasus: Lawang Sewu dan Goa Kreo).
Geodesi Undip. 7(4): 223-232.
Sitorus, S.R.P. 2004. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Tarsito: Bandung.
Soerianegara, I., & Indrawan, A. 1982. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor,
Indonesia.

27
Subadra, I.N. 2022. Ekowisata Sebagai Wahana Pelestarian Alam. Diakses pada
https://subadra.wordpress.com/2007/03/10/ekowisata-wahana-pelestarian-
alam/. Tanggal 25 November 2022.

Susi, S., Adi, W., & Sari, S.P. 2018. Potensi Kesesuaian Mangrove Sebagai
Daerah Ekowista di Dusun Tanjung Tedung Sungai Selan Bangka Tengah.
Sumberdaya Perairan. 12(1): 64-73.
Talib, M.F. 2008. Struktur dan Pola Zonasi (Sebaran) Mangrove serta
Makrozoobenthos yang Berkoeksistensi, di Desa Tanah Merah dan Oebelo
Kecil Kabupaten Kupang. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB [skripsi]. Bogor, Indonesia.
Thahiry, M.Z. 2017. Studi Kesesuaian Lahan Pengembangan Ekowisata Kawasan
Suaka Marga Satwa Mangrove Mampie Desa Galeso Kabupaten Polewali
Mandar [Skripsi]. Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Alaudin Makassar. Makassar, Indonesia.

Wahab, S. 2003. Tourism Management. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Yayasan Ikamat – Pertamina EP Asset Tambun Field. 2016 Jenis Burung Desa
Pantai Mekar dan Pantai Harapan Jaya Kecamatan Muara Gembong
Kabupaten Bekasi. Semarang: Yayasan IKAMaT.

Yulianda, F. 2006. Bahan Kuliah Pengelolaan Kawasan Wisata Air. Departemen


Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK. IPB.

Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya


Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah Seminar Sains. 21: 119-129.

Yulius, Rahmania, R., Kadarwati, U.R., Ramdhan, M., Khairunnisa, T., Saepuloh,
D., Subandriyo, J., & Tussadiah, A. 2018. Buku Panduan Kriteria
Penetapan Zona Ekowisata Bahari. Bogor: IPB Press..
Zakaria, R.M., Sofawi, A.B., Joharee, N.A., & Pauzi, A.Z. 2018. Standa structure
and biomass estimation in the Klang Islands Mangrove Forest, Peninsular
Malaysia. Environmental Earth Sciences. 77(486). DOI. 10.1007/s12665-
018-7636-7.

28
LAMPIRAN

29
Lampiran 1. Kerapatan mangrove di Desa Cut Mamplam (Putri, 2002)
Stasiun 1
No. Nama Ilmiah Jumlah Individu
1. Bruguiera gymnorrhiza 4
2. Avicennia alba 74
3. Avicennia lanata 17
4. Rhizophora mucronata 2
5. Sonneratia alba 4
Jumlah 101
Standar deviasi 30.66
Rata-rata 8

Stasiun 2
No. Nama Ilmiah Jumlah Individu
1. Avicennia alba 41
2. Avicennia lanata 9
Jumlah 50
Standar deviasi 22.63
Rata-rata 4

Stasiun 3
No. Nama Ilmiah Jumlah Individu
1. Bruguiera gymnorrhiza 5
2. Avicennia alba 46
3. Rhizophora Mucronata 5
4. Sonneratia alba 6
Jumlah 62
Standar deviasi 20.34
Rata-rata 5

30
Lampiran 2. Kondisi pasang surut pada bulan Oktokber di sekitaran perairan Desa
Cut Mamplam Kota Lhokseumawe TNI angkatan laut (2022)

Bulan Surut Terendah Pasang Tertinggi


1 0.2 2.2
2 0.2 2.3
3 0.2 2.2
4 0.2 2.2
5 0.3 2.3
6 0.3 2.3
7 0.2 2.2
8 0.2 2.2
9 0.2 2.2
10 0.3 2.2
11 0.3 2.2
12 0.2 2.2

Bulan Januari

31
Bulan Febuari

Bulan Maret

32
Bulan April

Bulan Mei

33
Bulan Juni

Bulan Juli

34
Bulan Agustus

Bulan September

35
Bulan Oktober

Bulan November

36
Bulan Desember

37
Lampiran 3. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian

Buku identifikasi mangrove Hp

Roll meter Ekosistem mangrove

38
Lampiran 4. Kondisi Stasiun Penelitian ekosistem mangrove Desa Cut Mamplam

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

39
Lampiran 5. Aktivitas pengambilan data kesesuaian ekowisata lahan mangrove

Identifikasi jenis mangrove Pengukuran ketebalan mangrove

Identifikasi Biota

40
Lampiran 6. Spesies mangrove di ekosistem mangrove di Desa Cut Mamplam

Mangrove Sejati

Avicennia alba Avicennia lanata

Avicennia marina Bruguiera gymnorrhiza

Bruguiera cylindrica Rhizophora apiculata

41
Mangrove Sejati

Rhizophora mucronata Sonneratia caseolaris

Sonneratia alba

Mangrove Non Sejati

Calotropis gigantea Clerodendrum inerme

42
Mangrove Non Sejati

Hibicus tiliaceus Ipomoea pes-caprae

Passiflora foetida Sesuvium portulacastrum

43
Lampiran 7. Biota ditemukan di ekosistem mangrove Desa Cut Mamplam

Boleophthalmus boddarti Ciconia ciconia

Anadara granosa Scylla serata

Ucca spp Chthamalus malayenis

44
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Pariaman pada tanggal 2 juli 2000.


Penulis adalah anak dari bapak M. Nurdin dan Ibu
Gusnidawati, merupakan anak kedua dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun
2012 di SD Negeri 18 Ampalu, kemudian melaniutkan
pendidikan menegah pertama di SMP Negeri 7 Pariaman pada
tahun 2012 sampai 2015, pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke jeniang
sekolah menengah atas di SMA Negeri 4 Pariaman hingga tahun 2016 sampai
2018 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang SI sebagai mahasiswi di
Perguran Tinggi Universitas Malikussaleh pada Program Studi Ilmu Kelautan
Fakultas Pertanian. Selama perkuliahan Penulis melaksanakan Praktik Kerja
Lapang (PKL) pada bulan Agustus 2021 di UPTD KPSDKP Provinsi Sumatera
Barat dengan judul 'Teknik Konservasi Penyu Hiau Chelonia mudas di UPTD
KPSDKP Provinsi Sumatera Barat' dibawah bimbingan Bapak Erlangga, S.Pi.,
M.Si. Selanjutnya penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada bulan
Oktober- November 2021 di Desa Paloh Igeuh Kecamatan Mura Satu Kabupaten
Aceh Utara. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Program Studi
Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh, Penulis
menyelesaikan tugas akhir dengan judul "Analisis Kesesuaian Lahan Ekowisata
Mangrove Di Desa Cut Mamplam Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe
Provinsi Aceh" dibawah bimbingan Bapak Syahrial, S.Pi., M.Si. dan Ibu Cut
Meurah Nurul' Akla, S.Kel., M.Tr.Pi.

45

You might also like