Manuskrip Hal 67 - 74

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Jurnal Kesehatan Vol 10 No.

1– P-ISSN : 2338-7823 E-ISSN : 2747-0253

Health Journal “Love That Renewed”


Halaman Jurnal: https://journal.stikesborromeus.ac.id/index.php/jks
Halaman Utama Jurnal : https://journal.stikesborromeus.ac.id/index.php/

GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN KRITIS DI AREA CRITICAL UNIT

a Elsya Fernita Rosantia, Albertus Budi Ariantob, Linda Sari Barusc


Program Studi Sarjana Keperawatan, STIKes Santo Borromeus 1-3
Email: albertusbudi12@gmail.com

ABSTRACT

Description of characteristics of critical patients in area critical unit. The entry characteristics of intensive care units
are necessary for the development of critical care services. The criteria of patients who are in intensive care are critical
patients with instability or organ system failure that require intensive management. The purpose of this study is to
determine the characteristics of critical patients in the critical unit. Method used in this research is quantitative with
descriptive design that uses secondary data. The data was obtained from the medical records of HCU-ICU state
hospitals in West Bandung Regency with 167 samples. Results of the study showed that the majority of critical patients
are female (63.5%), aged 56 - 65 years (28.1%), cardiac disease comorbidity (19.8%), emergency installation room
origin (IGD) (55.7%), primary diagnosis of neurological disorders (25.7%), using monitors during HCU-ICU (97%),
using antibiotics while in HCU-ICU (50.3%), length of treatment > 7 days (88%), and prognosis of patients cured or
moved to the infirmary (75.4%). The results of this study of gender and age characteristics with comorbid and primary
diagnoses obtained by critical patients showed most middle-aged women aged 56-65 years comorbid heart disease with
neurological disorders so more research is needed on other characteristics to provide a more comprehensive
understanding.

Keywords: Characteristics, Critical Patient, Critical Unit

ABSTRAK

Karakteristik masuk unit perawatan intensif diperlukan untuk pengembangan layanan perawatan kritis. Kriteria pasien
yang berada di ruangan intensif adalah pasien kritis dengan ketidakstabilan atau kegagalan sistem organ yang
membutuhkan tatalaksana intensif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien kritis di area
critical unit. Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain deskriptif yang menggunakan data sekunder. Data
diperoleh dari rekam medis HCU-ICU rumah sakit negeri Kabupaten Bandung Barat sejumlah 167 sampel. Hasil
penelitian didapatkan data bahwa mayoritas pasien kritis berjenis kelamin perempuan (63,5%), berusia 56 – 65 tahun
(28,1%), komorbiditas penyakit jantung (19,8%), asal ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) (55,7%), diagnose primer
gangguan neurologis (25,7%), menggunakan monitor selama di HCU-ICU (97%), menggunakan antibiotik selama di
HCU-ICU (50,3%), lama rawatan > 7 hari (88%), dan prognosis pasien sembuh/pindah ke ruang rawat (75,4%). Hasil
penelitian ini karakteristik jenis kelamin dan usia dengan komorbid dan diagnosa utama didapatkan pasien kritis
menunjukan paling banyak perempuan paruh baya berumur 56-65 tahun komorbid penyakit jantung dengan gangguan
neurologis sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik yang lain untuk memberikan pemahaman
yang lebih komprehensif.

Kata kunci: Karakteristik, Pasien Kritis, Critical Unit

Page | 67
Elsya, Albertus, Linda / Jurnal Kesehetan Vol 10. No. 1 (2022) pp. 67 - 74

1. PENDAHULUAN
Area critical unit merupakan area rumah sakit di mana pasien yang sakit parah akan menerima perawatan khusus
seperti pemantauan khusus yang intensif dan dukungan hidup lanjutan, unit ini juga disebut juga unit perawatan kritis,
unit terapi kritis atau unit perawatan intensif [1]. Definisi perawatan intensif secara luas harus mempertimbangkan
kapasitas untuk memberikan perawatan penyakit akut [2]. Di Indonesia, prevalensi penyakit tidak menular mengalami
kenaikan, antara lain stroke dari 7% menjadi 10,9% penyakit ginjal kronis dari 2% naik menjadi 3,8% diabetes miletus
dari 6,9% menjadi 8,5% dan hipertensi naik dari 22,8% menjadi 34,1% [3]. Pasien kritis merupakan pasien yang
beresiko tinggi untuk kematian karena masalah kesehatan saat ini. Semakin kritis pasien, semakin besar kemungkinan
menjadi sangat rentan, tidak stabil dan kompleks [4]. Kondisi kronis dengan penyakit penyerta seperti penyakit
kardiovaskular, penyakit ginjal dan diabetes yang tidak diberikan perawatan adalah prediktor untuk kemungkinan
menderita penyakit parah dan kematian berikutnya. penyakit tidak menular tetap perlu dinilai secara sistematis [5].
Faktor-faktor yang berperan dalam penyakit tidak menular meliputi faktor risiko yang dapat dan tidak dapat
dikendalikan, faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan seperti keturunan, jenis kelamin dan usia [6]. Penyakit tidak
menular bertanggung jawab atas lebih dari 70% dari semua kematian, dengan hampir 80% dari kematian terjadi di
negara berpenghasilan rendah dan menengah [7].
Pada penelitian ini data demografis yang diteliti yaitu merupakan jenis kelamin dan usia, karakteristik pasien kritis
yaitu terdiri dari komorbiditas, lokasi sebelum masuk ICU, alasan masuk, obat-obatan yang diresepkan selama
perawatan ICU, ICU length of stay [9]. Jenis kelamin memiliki hubungan dengan penyakit kronis, terutama wanita
dalam hal ini memiliki kualitas hidup yang rendah dibandingkan pria dengan penyakut kronis [10]. Sepertiga dari
wanita pasien sakit kritis memiliki kelangsungan hidup yang sama setelah masuk ICU dan terlepas dari komorbiditas
dan keparahan penyakit, wanita yang lebih tua lebih dapat bertahan hidup dibandingkan pria. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Hollinger ketidakseimbangan gender wanita dan pria secara tak terduga masuk dalam karakteristik
demografi dalam presentasi klinis dan keparahan penyakit di ICU [11]. Usia yang semakin bertambah erat kaitannya
dengan penurunan sistem imun dalam tubuh, imunitas tubuh menurun secara signifikan baik kuantitas dan kualitas
fungsinya karena terjadi penurunan produksi sel mediator imunitas, limfosit T, makrofag, sitokin dan antibodi di dalam
tubuh sehingga pertahanan tubuh melawan antigen akan menurun [12]. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
gambaran demografik yaitu usia dan jenis kelamin dan karakteristik pasien kritis yang dirawat di area critical unit
rumah sakit egeri Kabupaten Bandung Barat.

2. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan surat etik dengan nomor 047/STIKes-SB/Etik/Has./VIII/2021 dan
dilaksanakan di salah satu rumah sakit negeri Kabupaten Bandung Barat dari 28 Juli 2021 sampai 30 Juli 2021. Metode
penelitian menggunakan kuantitatif dengan desain deskriptif yaitu untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi [13].
Sampel pada penelitian ini adalah data rekam medis di HCU-ICU pada Januari 2020 – Juli 2021, sampel
menggunakan total sampling yaitu dimana jumlah sampel sama dengan populasi. Kriteria inklusi yaitu data rekam
medis pasien kritis di area critical unit pada Januari 2020 – Juli 2021 dan data HCU-ICU (nomor rekam medis, jenis
kelamin, umur, komorbiditas, lokasi sebelum masuk, diagnosa primer, length of stay (LOS), penggunaan alat, obat yang
diresepkan dan prognosis). Kriteria eksklusi yaitu Pasien yang masih di rawat dan data tidak lengkap. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat dan mengidentifikasi karakteristik pasien kritis di area critical unit.
Health Journal “Love That Renewed” Vol.10, No.1. 2022, pp. 67 – 74 Page | 68
Elsya, Albertus, Linda / Jurnal Kesehetan Vol 10. No. 1 (2022) pp. 67 - 74

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 3.1 Analisis Univariat Karakteristik Pasien Kritis, Juli 2021 (n=167)
Variabel Frekuensi Persentase (%)
Jenis Kelamin
Perempuan 106 63,5
Laki - Laki 61 36,5
Umur
17 – 25 tahun 9 5,4
26 – 35 tahun 11 6,6
36 – 45 tahun 23 13,7
46 – 55 tahun 39 23,4
56 – 65 tahun 47 28,1
> 65 tahun 38 22,8
Ya/Tidak Komorbiditas
Ya 97 58,1
Tidak 70 41,9
Memiliki Komorbiditas
(n:97) 33 19,8
Penyakit Jantung 17 10,2
Penyakit Ginjal Kronis 16 9,6
Diabetes 8 4,8
Hipertensi 8 4,8
Asma/COPD 4 2,4
Penyakit Hati Kronis 2 1,2
Keganasan Hematologi 1 0,6
Penyakit Autoimun 8 4,8
Lainnya
Lokasi Sebelum Masuk
Instalasi Gawat Darurat (IGD) 93 55,7
Pasien dari ruang bangsal/rawat 61 36,5
Dari kamar bedah/operasi 12 7,2
Dari puskesmas/rumah sakit lain 1 0,6
Diagnosa Primer
Gangguan Neurologis 43 25,7
Kardiovaskular 39 23,3
DHF 18 10,8
Sepsis 17 10,2
Penatalaksanaan Pascaoprasi 15 9,0
Gangguan Pernapasan 9 5,4
Ginjal 6 3,6
Gangguan Endokrin 6 3,6
Gastrointestinal 3 1,8
Lainnya 11 6,6
Penggunaan Alat
Monitor 155 97

Health Journal “Love That Renewed” Vol.10, No.1. 2022, pp. 67 – 74 Page | 69
Elsya, Albertus, Linda / Jurnal Kesehetan Vol 10. No. 1 (2022) pp. 67 - 74

Oksigen 151 90,4


Kateter 96 57,5
Hemodialisa 10 6
Transfusi Darah 8 4,8
Ventilator 5 3
Lainnya 29 17,4
Obat yang di resepkan
Antibiotik 84 50,3
Antikoagulan 69 41,3
Inotropik 44 26,3
Antacide 40 24
Vasodilator 31 18,6
Betablocker 29 17,4
Obat Pereda Nyeri 25 15
Diuretik 23 13,8
Antiemetik 14 8,4
Antihipertensi 12 7,2
Trombolitik 12 7,2
Antikonfulsan 10 6
Vasokontriktor 9 5,4
NAIDS 9 5,4
Sedatif 7 4,2
Lainnya 73 43,7
Length of Stay (LOS)
< 7 hari 147 88
≥ 7 hari 20 12
Prognosis
Sembuh/Pindah ke ruang rawat 126 75,4
Meninggal 41 24,6

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan jenis kelamin terbanyak yaitu berjenis kelamin perempuan
(63,5%), sampel terbanyak berumur 56 – 65 tahun (28,1%), komorbiditas pasien yang paling banyak
penyakit jantung (19,8%) sebanyak 33 orang, pasien rawatan yang paling banyak berasal dari IGD (55,7%)
yaitu sebanyak 63 orang, diagnosa primer yang paling banyak yaitu gangguan neurologis (25,7%) sebanyak
43 orang, penggunaan alat selama perawatan yaitu monitor (97%) sebanyak 155 orang, obat yang
diresepkan kepada pasien paling banyak adalah antibiotik (50,3%) sebanyak 84, lama rawatan < 7 hari
sebanyak 147 orang (88%), prognosis pasien yang dirawat paling banyak yaitu sembuh/pindah ke ruang
rawat (75,4%) sebanyak 126 orang.
Berdasarkan hasil yang didapatkan Pasien di Rumah Sakit Negeri Kabupaten Bandung Barat paling
banyak merupakan perempuan yang berumur 56 – 65 tahun dan merupakan pasien yang memiliki
komorbiditas terbanyak merupakan penyakit jantung dan diagnosa terbanyak yaitu gangguan neurologis
dan kardiovaskular. Ini sesuai dengan hasil penelitian lain yang menunjukan persentase pasien yang berada
di area critical perempuan (58%) lebih daripada persentase pasien laki – laki (42%) [9].
Health Journal “Love That Renewed” Vol.10, No.1. 2022, pp. 67 – 74 Page | 70
Elsya, Albertus, Linda / Jurnal Kesehetan Vol 10. No. 1 (2022) pp. 67 - 74

Prevalensi komorbid penyakit jantung menurut jenis kelamin lebih tinggi perempuan dari pada laki-
laki. Sebelum menopause perempuan kemungkinan lebih kecil terkena penyakit kardiovaskular dibanding
laki-laki, namun dengan bertambahnya usia, penurunan esterogen setelah menopause resiko jantung pada
perempuan meningkat, mungkin karena cara pandang kesadaran akan pentingnya kesehatan pada kaum
perempuan masih rendah, masyarakat sering beranggapan bahwa kesehatan suami atau kaum laki-laki lebih
penting [14]. American Heart Association (AHA) bahwa 1/3 perempuan dewasa menderita penyakit
kardiovaskular dengan jumlah kematian melebihi laki-laki. Hal ini juga sejalan dengan penelitian lain oleh
yang mengatakan bahwa penyakit jantung terbanyak pada perempuan dengan kelompok umur 45 – 54
tahun dan akan meningkat dengan seiring bertambahnya umur [15].
Faktor resiko kejadian stroke hemoragik meningkat sebesar 6,6 kali lipat pada penyakit jantung
terutama fibrilasi atrium dibandingkan dengan yang tidak [16]. WHO juga memprediksi bahwa kematian
akibat stroke akan meningkat akibat penyakit jantung kurang lebih 6 juta pada 2010 menjadi 8 juta di tahun
2030 [17]. Laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan wanita
pada usia dewasa awal, dengan perbandingan 2:1, akan tetapi kejadian stroke pada wanita akan meningkat
setelah usia mencapai menopause [18]. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Saefulloh jenis
kelamin terbukti tidak berhubungan secara bermakna dengan kejadian stroke. Faktor risiko dominan
penyakit stroke secara nasional belum ada sehingga masih perlu dilakukan analisis agar intervensi
pencegahan melalui deteksi dini dan terapi secara umum dapat dilakukan dengan tepat [19].
Antibiotik dan koagulan termasuk dalam sepuluh obat yang sering digunakan di unit perawatan
intensif dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan umumnya merupakan terapi lini pertama pengobatan
pada infeksi [20]. Dalam penelitian ini didapatkan length of stay (LOS) paling banyak < 7 hari (88%), hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardisman yang mendapatkan bahwa LOS berdasarkan
pengelompokan < 7 hari terbanyak dengan presentase 85,2% [22]. Tingkat keparahan yang rendah
menjalani rawat inap di ICU dengan singkat, mungkin karena mereka memerlukan perawatan intensif
hanya untuk waktu singkat, kemudian dipulangkan dari ICU. Sebaliknya, pasien dengan tingkat keparahan
penyakit yang sangat lebih berat memiliki masa rawat di ICU yang lebih pendek karena meninggal lebih
awal di ICU [23]. Pasien dengan penyakit kritis kronis biasanya membutuhkan ventilasi mekanis yang
berkepanjangan terkadang selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan [24].
Karakteristik jenis kelamin dan usia dengan komorbid dan diagnosa utama pasien kritis paling banyak
menunjukan perempuan paruh baya berumur 56-65 tahun komorbid penyakit jantung dengan gangguan
neurologis. Sebagian besar prognosis didapatkan sembuh/pindah ke ruang rawat (75,4%). Hal ini sejalan
dengan penelitian oleh Megawati dkk yang mendapatkan bahwa 82 pasien (70,1%) sembuh [25]. Sistem
skor penyakit kritis merupakan penilaian derajat keparahan penyakit berdasarkan data spesifik yang diambil

Health Journal “Love That Renewed” Vol.10, No.1. 2022, pp. 67 – 74 Page | 71
Elsya, Albertus, Linda / Jurnal Kesehetan Vol 10. No. 1 (2022) pp. 67 - 74

ketika perawatan. Skor acute physiology and chronic health evaluation (APACHE II) merupakan salah satu
skor penilaian penyakit kritis yang banyak dipakai di ICU yang berdasar pada nilai-nilai objektif fisiologis
dari variabel-variabel yang diukur selama perawatan, memberikan gambaran keadaan sebelum masuk,
luaran pasien dan lama perawatan [26], sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik
yang lain untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisa data dan pembahasan yang diperoleh dari penelitian ini maka dapat disimpulkan
bahwa proporsi pasien perempuan yang di rawat di HCU-ICU lebih tinggi daripada laki – laki, dengan
proporsi 63,5% dan 36,5%, golongan umur pasien yang paling banyak dirawat HCU-ICU adalah 56 – 65
tahun sebanyak 47 orang dengan persentase 28,1%, komorbiditas pasien HCU-ICU yang paling banyak
yaitu penyakit jantung sebanyak 33 orang dengan persentase 19,8%, pasien rawatan HCU-ICU yang paling
banyak berasal dari IGD yaitu sebanyak 63 orang dengan persentase 55,7%, diagnosa primer pasien HCU-
ICU yang paling banyak yaitu gangguan neurologis sebanyak 43 orang dengan persentase 25,7%,
penggunaan alat selama pasien di HCU-ICU yaitu monitor sebanyak 155 orang dengan persentase 97%,
obat yang diresepkan kepada pasien selama di HCU-ICU paling banyak adalah antibiotik sebanyak 84
dengan persentase 50,3%, pasien yang dirawat di HCU-ICU paling banyak dengan lama rawatan < 7 hari
sebannyak 147 orang dengan persentase 88%, prognosis pasien yang dirawat di HCU-ICU paling banyak
yaitu sembuh/pindah ke ruang rawat sebanyak 126 orang dengan persentase 75,4%.
Berdasarkan analisa data dan pembahasan yang diperoleh sehingga diperlukan penelitian karakteristik
yang lain dengan lebih lanjut untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang kebutuhan
perawatan kritis dalam upaya meningkatkan efektivitas pelayanan rumah sakit khususnya ICU di rumah
sakit negeri Kabupaten Bandung Barat.

DAFTAR PUSTAKA

[1] C. O. Schell et al., “The global need for essential emergency and critical care,” Crit. Care, vol. 22,
no. 1, pp. 1–5, 2018, doi: 10.1186/s13054-018-2219-2.
[2] J. C. Marshall et al., “What is an intensive care unit? A report of the task force of the World
Federation of Societies of Intensive and Critical Care Medicine,” J. Crit. Care, vol. 37, pp. 270–
276, 2017, doi: 10.1016/j.jcrc.2016.07.015.
[3] E. Septiana and Indriani, “Identifikasi penyakit tidak menular (PTM) pada pasien di puskesmas
Sleman Yogyakarta,” Univ. ’Aisyiyah Yogyakarta, pp. 1–20, 2019.
[4] D. Becker, R. Kaplow, P. M. Muenzen, and C. Hartigan, AACN Scope and Standards for Acute and
Critical Care Nursing Practice, no. 800. Columbia: AACN Critical Care Publication American,
2015.
[5] X. Pan, J. Yang, Y. Wen, N. Li, S. Chen, and A. Pan, “Non-communicable diseases during the
COVID-19 pandemic and beyond,” no. January, 2020.

Health Journal “Love That Renewed” Vol.10, No.1. 2022, pp. 67 – 74 Page | 72
Elsya, Albertus, Linda / Jurnal Kesehetan Vol 10. No. 1 (2022) pp. 67 - 74

[6] A. L. A. G. Badar, Lukman Nulhakim, “Analisis Pengetahuan Sikap Dan Perilaku Terhadap Faktor
Resiko Terjadinya Penyakit Tidak Menular Pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas
Bengkuring Samarinda Utara,” Husada Mahakam J. Kesehatan; Vol 4 No 3 Novemb. 2016, vol. 4,
no. 3, 2017.
[7] Wold Health Organization, Results of a rapid assessment. 2020.
[8] B. Du et al., “Characteristics of critically ill patients in ICUs in mainland China,” Crit. Care Med.,
vol. 41, no. 1, pp. 84–92, 2013, doi: 10.1097/CCM.0b013e31826a4082.
[9] H. Sulieman, W. El-Mahdi, M. Awadelkareem, and L. Nazer, “Characteristics of critically-ill
patients at two tertiary care hospitals in Sudan,” Sultan Qaboos Univ. Med. J., vol. 18, no. 2, pp.
e190–e195, 2018, doi: 10.18295/squmj.2018.18.02.011.
[10] R. Setyowati, “Penyakit Kronis Gender Associated With Health-Related Quality Of Life In Patients
With Chronic Disease : A Literature Review Oleh : Rahayu Setyowati , S . Kp Bandung,” J.
Kampus Stikes YPIB Majalengka, vol. III, no. 7, pp. 1–6, 2014.
[11] A. Hollinger et al., “Gender and survival of critically ill patients: results from the FROG-ICU
study,” Ann. Intensive Care, vol. 9, no. 1, 2019, doi: 10.1186/s13613-019-0514-y.
[12] E. Y. Fitri Y, P. W. Muharyani, and D. Andhini, “Faktor yang Berhubungan dengan Systemic
Inflammatory Response Syndrome pada Pasien yang Dirawat di ICU,” J. Keperawatan Sriwij., vol.
4, no. 2355 5459, pp. 73–80, 2017.
[13] Sugiyono, Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA, 2013.
[14] L. Ghani, M. D. Susilawati, and H. Novriani, “Faktor Risiko Dominan Penyakit Jantung Koroner di
Indonesia,” Bul. Penelit. Kesehat., vol. 44, no. 3, pp. 153–164, 2016, doi:
10.22435/bpk.v44i3.5436.153-164.
[15] R. Oemiyati and R. Rustika, “Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner (Pjk) Pada Perempuan
(Baseline Studi Kohor Faktor Risiko Ptm) (Risk Factors for Coronary Heart Disease (CHD) in
Women [Baseline Cohort Study of Risk Factors for Non Communicable Disease]),” Bul. Penelit.
Sist. Kesehat., vol. 18, no. 1, pp. 47–55, 2015, doi: 10.22435/hsr.v18i1.4277.47-55.
[16] A. W. Salim, “Fibrilasi Atrium Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke Non Hemoragik Di Bagian
Saraf Rsud Dr Soedarso Pontianak Agnes Widyaningsih Salim Program Studi Pendidikan Dokter,”
pp. 1–20, 2015.
[17] H. Dokainish et al., “Global mortality variations in patients with heart failure: results from the
International Congestive Heart Failure (INTER-CHF) prospective cohort study,” Lancet Glob.
Heal., vol. 5, no. 7, 2017, doi: 10.1016/S2214-109X(17)30196-1.
[18] M. Burhanuddin, “Faktor Risiko Kejadian Stroke Pada Dewasa Awal (18-40 Tahun) Di Kota

Health Journal “Love That Renewed” Vol.10, No.1. 2022, pp. 67 – 74 Page | 73
Elsya, Albertus, Linda / Jurnal Kesehetan Vol 10. No. 1 (2022) pp. 67 - 74

Makassar Tahun 2010-2012,” pp. 1–14, 2012.


[19] W. Wayunah and M. Saefulloh, “Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stroke Di
Rsud Indramayu,” J. Pendidik. Keperawatan Indones., vol. 2, no. 2, p. 65, 2017, doi:
10.17509/jpki.v2i2.4741.
[20] P. L. Smithburger, S. L. Kane-Gill, and A. L. Seybert, “Drugdrug interactions in the medical
intensive care unit: An assessment of frequency, severity and the medications involved,” Int. J.
Pharm. Pract., vol. 20, no. 6, pp. 402–408, 2012, doi: 10.1111/j.2042-7174.2012.00221.x.
[21] F. Hidayat, A. P. Setiadi, and E. Setiawan, “Kajian Penggunaan Antibiotik pada Neonatus Intensive
Care Unit di Sebuah Rumah Sakit Pemerintah di Surabaya,” Indones. J. Clin. Pharm., vol. 8, no. 1,
2019, doi: 10.15416/ijcp.2019.8.1.58.
[22] Hardisman, “Lama Rawatan Dan Mortalitas Pasien Intensive Care Unit (ICU) RS Dr. Djamil
Padang Ditinjau dari beberapa Aspek,” Maj. Kedokt. Andalas, vol. 32, no. 2, pp. 142–150, 2008.
[23] Y. Arabi, S. Venkatesh, S. Haddad, A. Al Shimemeri, and S. Al Malik, “A prospective study of
prolonged stay in the intensive care unit: Predictors and impact on resource utilization,” Int. J.
Qual. Heal. Care, vol. 14, no. 5, pp. 403–410, 2002, doi: 10.1093/intqhc/14.5.403.
[24] S. V. Desai, T. J. Law, and D. M. Needham, “Long-term complications of critical care,” Crit. Care
Med., vol. 39, no. 2, pp. 371–379, 2011, doi: 10.1097/CCM.0b013e3181fd66e5.
[25] S. W. Megawati, “Analisis Mortalitas Pasien di Ruang Intensive Care Unit (ICU),” Univ. Bhakti
Kencana, pp. 127–135, 2019.
[26] B. Pamugar, E. Pradian, and I. Fuadi, “Gambaran Acute Physiologic and Chronic Health
Evaluation (APACHE) II, Lama Perawatan, dan Luaran Pasien di Ruang Perawatan Intensif Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Tahun 2017,” J. Anestesi Perioper., vol. 6, no.
3, pp. 168–174, 2018, doi: 10.15851/jap.v6n3.1344 .

Health Journal “Love That Renewed” Vol.10, No.1. 2022, pp. 67 – 74 Page | 74

You might also like