Mr. Herman Willem Daendels (lahir di Hattem, 21 Oktober 1762 – meninggal di Ghana, 2 Mei 1818 pada umur 55 tahun), adalah seorang politikus Belanda yang merupakan Gubernur-Jenderal Hindia-Belanda yang ke-36. Ia memerintah antara tahun 1808 – 1811. Daendels menerapkan sistem perbudakan dan kerja paksa (rodi). Ia juga memerintahkan pembuatan jalan terpanjang di Indonesia sejauh 1.000 km, membentang dari Anyer, Banten, Jawa Barat sampai Panarukan, Jawa Timur. Jalan ini kelak dikenal dengan nama Jalan Raya Pos (Grote Postweg), Jalan Daendels, atau Jalan Anyer-Panarukan. B. Tugas Utama Sejak tahun 1808 hingga 1811 Nusantara dipimpin oleh seorang gubernur jenderal bernama Herman Willem Daendels. Ia ditunjuk oleh pemerintah Republik Bataaf (diubahnya kerajaan Belanda menjadi Republik Bataaf dikarenakan Belanda berada dibawah kekuasaan Perancis) untuk menguasai Jawa. Tugas utama Daendels adalah mempertahankan tanah Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris. Di samping itu, ia juga bertugas memperkuat pertahan dan memperbaiki administrasi pemerintah Nusantara, terutama Jawa. C. Tujuan Memerintah Daendels memiliki beberapa tujuan memerintah di Indonesia sebagai berikut: 1) Mempertahankan Jawa Daendels populer akan kebijakannya dalam membangun jalan dari Anyer ke Panarukan. Jalan ini disebut sebagai Jalan Raya Pos. Daendels membangun jalan raya dari Anyer (Jawa Barat) hingga Panarukan (Jawa Timur). Tujuan dibangunnya jalan ini adalah untuk memudahkan mobilisasi militer dan perekonomian di Pulau Jawa yang dikarenakan kondisi jalan yang sangat buruk. Penyelesaian proyek ini memakan waktu satu tahun oleh pekerja asal nusantara yang dikenai peraturan wajib kerja (verpliche diensten). 2) Memperbaiki Pemerintahan Sebelum Dandels datang, pemerintahan Belanda di Pulau Jawa dipegang oleh VOC. Selama masa VOC, sistem administrasi mengalami kekacauan. Maka dari itu, Daendels membagi pulau Jawa ke 9 Prefektur (Tegal, Semarang, Pekalongan, Jepara, Rembang, Gresik, Surabaya, Pasuruan, dan Sumenep). Serta membagi Pulau Jawa menjadi 23 wilayah besar atau hoofdafdeeling yang kemudian dikenal sebagai residentie atau karesidenan (Tegal, Bagelen, Banyumas, Cirebon, Priangan, Karawang, Buitenzorg (Bogor), Banten, Batavia (Jakarta), Surakarta, Yogyakarta, Banyuwangi, Besuki, Pasuruan, Kediri, Surabaya, Rembang, Madiun, Pacitan, Jepara, Semarang, Kedu, Pekalongan). D. Kebijakan Politik Dengan adanya kebijakan yang dibuat oleh Daendels maka terjadi perubahan dalam sistem politik dan pemerintahan Indonesia. Daendels melakukan reorganisasi sistem pemerintahan dan birokrasi di Jawa. Ia juga menjadikan Batavia sebagai pusat kekuasaan. Adapun beberapa kebijakan-kebijakan politik dan pemerintahan yang ditetapkan oleh Daendels sebagai berikut: - Membatasi pengaruh kekuasaan kerajaan-kerajaan tradisional Indonesia terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat - Membagi pulau Jawa menjadi 23 karisidenan - Kedudukan Bupati sebagai penguasa tradisional daerah diubah menjadi pegawai dibawah pemerintah kolonial - Membagai wilayah Jawa bagian timur menjadi 5 prefektur (setingkat provinsi) yaitu Surabaya, Sumenep, Rembang, Pasuruan, Gresik E. Kebijakan Ekonomi Kebijakan dalam bidang ekonomi, yakni: - Melakukan penjualan tanah partikelir (Particuliere landerijen adalah tanah partikeli yang dijual oleh unsur kolonial dan pemerintah kolonial di Nusantara. Pembeli tanah diberikan hak menjadi tuan tanah lengkap dengan wilayah, tenaga petani, dan pajak keduanya) kepada pihak swasta. - Melakukan contingenten stelsel atau pemungutan pajak berupa hasil bumi untuk meningkatkan pendapatan pemerintah. Pajak diambil dari pintu gerbang (baik orang dan barang) dan pajak penjualan barang di pasar (bazarregten), termasuk pula pungutan pajak terhadap rumah - Meningkatkan praktik menanam tanaman produksi (kerja rodi). - Mengadakan penyerahan wajib hasil pertanian dan perkebunan (Verplichte Leverantie). - Tanam paksa kopi yang diberlakukan di wilayah Parahyangan pada tahun 1720 (Preangerstelsel). F. Kebijakan Sosial Budaya Berikut ini adalah kebijakan-kebijakan dalam bidang sosial budaya: - Rakyat dipaksa melakukan kerja paksa (rodi) untuk membangun jalan Anyer- Panarukan. Keinginan utama Daendels dari program kerja rodi tersebut adalah agar masyarakat Indonesia bersedia bekerja demi kepentingan Kerajaan Prancis. Selain itu, dengan kerja rodi, Daendels membawa pengaruh dalam beberapa bidang, seperti bidang keamanan, bidang pertahanan, serta bidang administrasi. Proses pembangunan jalan raya Anyer-Panarukan memakan korban jiwa mencapai 12.000 jiwa. - Perbudakkan dibiarkan berkembang. - Menghapus upacara penghormatan kepada residen, sunan, atau sultan. - Membuat jaringan pos distrik dengan menggunakan kuda pos. G. Kebijakan Militer Kebijakan-kebijakan dalam bidang militer dan pertahanan, antara lain: - Membangun benteng-benteng baru di sekitar pesisir pulau Jawa. - Membangun pangkalan angkatan laut di perlabuhan Anyer dan Ujung Kulon. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan jumlah tentara dari pribumi sebanyak 18.000 pasukan diantaranya dari Legiun Mangkunegaran. - Membangun jalan raya Anyer-Panaurkan untuk memudahkan mobilisasi pasukan dan logistik perang Dalam membangun Jalan yang bergelar De Grote Postweg, Daendels menerapkan cara Imperium Romawi pada masa Imperium Byzantine yang membangun jalan raya pos yang dikenal dengan Curcus Publicus. - Menjadikan penduduk pribumi sebagai tentara pemerintah kolonial. Jayeng-jayeng sekar, merupakan pasukan khusus berupa detasemen kavaleri yang dibentuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels. Prajurit jayengsekar direkrut dari kalangan anak-anak elite pribumi yang tak tertampung dalam birokrasi nasional. - Membangun pabrik senjata di Surabaya dan Semarang. Penyusun: 1. Aditya Prastio 2. Aesyah Aslamiyah Siregar 3. Feliccia Zahra 4. Khansa Shafa Jauza 5. Muhammad Tizani Isa Anshori 6. Nadhiva Keisya Gusthi 7. Rizal Muslim Al Khaulani