Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 19

IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PADA SEKTOR

PERTANIAN DI DAERAH KABUPATEN GROBOGAN KECAMATAN TOROH

Riqi Andika
1906016029
Jurusan Ilmu Politik, FISIP UIN Walisongo Semarang
Email : riqiandika97@gmail.com

Abstract: Grobogan Regency has various aspects of the development sector in supporting the regional economy, the
agricultural sector is the leading sector in the development process of Grobogan Regency itself. Development in rural
areas experiences many obstacles in its activities, there are various problems that are sometimes detrimental to the village
government sector itself. The lack of a sense of transparency, participatory, orderly and budgetary discipline among the
community or the village government itself is still very difficult to implement for our own community, the existence of
corruption, and the lack of a sense of responsibility for some people in the government sector themselves are the negative
sides that exist until at this time, it is undeniable from the colonialism era itself, this has continued until now. This makes
development lagging in every region in Indonesia which should be able to make the village a sector that plays a role in the
national economy. With this, development in the Grobogan Regency area itself as an agricultural sector that has advantages
is also lacking in getting attention from investors or from technology that is still lacking in improving its development.
Keywords: Development Implementation, Policy, Sustainable Development, Agricultural Sector

Abstrak: Kabupaten Grobogan memiliki berbagai aspek sektor pembangunan didalam menunjang perekonomian
daerahnya, adanya sektor pertanian menjadi sektor unggulan didalam proses pembangunan Kabupaten Grobogan sendiri.
Pembangunan di daerah pedesaan banyak sekali mengalami kendala didalam kegiatannya, terdapat berbagai problematika
yang terkadang merugikan bagi sektor pemerintahan desa itu sendiri. Kurangnya rasa trasnparansi, partisipatif, tertib dan
disiplin anggaran di kalangan masyarakat ataupun pemerintahan desa sendiri masih sangat sulit untuk diterapkan bagi
masyarakat kita sendiri, adanya korupsi, serta kurangnya rasa tanggung jawab bagi beberapa orang yang terdapat di sektor
pemerintahan sendiri menjadi sisi negatif yang ada sampai saat ini, tidak di pungkiri dari zaman kolonialisme sendiri hal
tersebut terus berlangsung hingga kini. Hal tersebut menjadikan ketertinggalan pembangunan disetiap daerah di Indonesia
yang seharusnya dapat menjadikan desa sebagai sektor yang berperan dalam perekonomian nasional. Dengan hal tersebut
pembangunan di daerah Kabupaten Grobogan sendiri sebagai sektor pertanian yang memiliki keunggulan juga kurang
dalam mendapat perhatian dari kalangan investor ataupun dari teknologi yang masih kurang dalam peningkatan
pembamgunannya.
Kata kunci: Implementasi Pembangunan, Kebijakan, Pembangunan Keberlanjutan, Sektor Pertanian
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Perekonomian merupakan sebuah kegiatan yang dimana didalamnya terdapat sebuah
fungsional yang begitu penting yakni sebagai penghidupan bagi ribuan hingga jutaan lapisan
masyarakat. Terutama yang dibahas peneliti kali ini ialah bidang perekonomian anggaran didaerah
gerobogan guna meningkatkan dan mengembangkan sektor pertanian agar menjadi sebuah fungsional
penting atau utama dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai individu ataupun dalam bentuk
keluarga.
Daerah gerobogan sendiri memiliki sumber bahan dasar pertanian unggul yang berlimpah,
diantaranya; Kedelai dan Jagaung. Dimana kedelai dan jagung tersebut diproduksi menjadi berbagai
macam-macam produk makanan, seperti; bolu kacang kedelai, risol fla susu kedelainugget tahu, sup
jagung kedelai, brownies tempe, brownies ampas kedelai, nugget tempe, dan lain masih banyak lagi
produk makanan yang dibuat dari kedelai dan jagung tersebut. Tidak hanya itu, selain produk unggulan
kabupaten grobogan juga memiliki produk-produk andalan masyarakat grobogan juga, seperti; paha
katak, sale pisang, sarang burung walet, melon perah, sapi bibit, kecap, sapi bibit, dan berbagai
kerajinan alat pertanian yang diciptakan oleh kreatifitas-kreatifitas masyarakat grobogan.
Dengan adanya berbagai bidang usaha yang tercipta dengan memanfaatkan sumber pertanian yang
ada, menjadi sebuah peningkatan untuk membuka lapangan tenaga kerja yang proposional. Dan tak
hanya dapat mebuka lapangan tenaga kerja yang banyak (luas) dan proposional saja, tetapi dengan
keberlimpahan sektor pertanian bidang jagung dan kedelai di Kabupaten Grobogan, menjadikan
Kabupaten Grobogan menjadi suplayer besar dan menjadi sentral jagung dan kedelai bagi Provinsi
Jawa Tengah. Diketahui 47% jagung dan kedelai dimiliki Jawa Tengah dihasilkan di daerah Kabupaten
Grobogan.
Didalam Permendagri RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat,
menjelakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam
pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Inti dari sebuah pengertian terhadap
pemberdayaan masyarakat merupakan strategi untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian
masyarakat. Peraturan Mendagri No.66 Tahun 2007 Tentang Perencanaan Pembangunan Desa,
menjelakan bahwa pemberdayaan merupakan upaya untuk mewujudkan kemampuan dan
kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini
pemerintahan Kabupaten Grobogan dalam membangun perekonomian bagi daerahnya dapat
memanfaatkan produk-produk unggulan dan andalan ang dimiliki guna menjaga kestabilan dan
mengembangkan perekonomian sapi bibit, sale pisang, melon merah, kecap, paha katak, sarang burung
walet dan kerajinan alat pertanian daerah Kabupaten Gerobogan.
Rumusan Masalah
Bagaimana pengalokasian penganggaran dalam pengembangan sektor pertanian, serta juga apa
saja kebijakan yang mendukung pengembangan sektor pertanian di Daerah Kabupaten Grobogan
Kecamatan Toroh

Tinjauan Pustaka

Penelitian dengan tema serupa telah banyak dilakukan oleh penulis lain, berdasarkan hal ini
dapat membantu penyusun didalam argumen dan analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Peneliti dirasa penting dalam melakukan tinjauan terhadapa penelitian terdahulu. Fokus penelitian
mengenai telah dilakukan oleh Rudy S. Rivai dan Iwan S. Anugrah. Dalam judul penelitian “KONSEP
DAN IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI
INDONESIA” dalam penelitiannya dijelaskan bahwa Pembangunan berkelanjutan termasuk
pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan komitmen negara-negara dunia yang harus dipatuhi
dan dilaksanakan. Pembangunan pertanian berperan strategis dalam perekonomioan nasional. Peran
strategis tersebut ditunjukkan oleh perannya dalam pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan,
bahan baku industri, pakan dan bioenergi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara, dan sumber
pendapatan, serta pelestarian lingkungan melalui praktek usaha tani yang ramah lingkungan.
Pendekatan pembangunan berkelanjutan termasuk pertanian berkelanjutan dalam Agenda 21 sudah
menjadi kesepakatan para pemimpin dunia pada KTT Bumi di Rio de Janeiro, 1992 untuk dijadikan
acuan pembangunan disemua negara.

Tinjauan kedua berfokus pada pembangunan berbasis wilayah, dengan judul


“PEMBANGUNAN BERBASIS WILAYAH: DASAR TEORI, KONSEP OPERASIONAL DAN
IMPLEMENTASINYA DI SEKTOR PERTANIAN” ditulis oleh Adi Setiyanto dan Bambang
Irawan. Dalam penelitiannya dijabarkan mengenai Pembangunan berdimensi wilayah secara umum
sering disebut pembangunan ekonomi regional dalam konteks perekonomian makro, misalnya
pembangunan ekonomi daerah baik provinsi maupun kabupaten kota. Dalam konteks operasional
pembangunan berdimensi wilayah terkait dengan kegiatan pembangunan yang dilakukan pada kawasan
tertentu yang merupakan wilayah pembangunan. Konsep wilayah dapat diklasifikasikan menjadi
wilayah homogen, wilayah fungsional dan wilayah perencanaan. Pendekatan pengembangan kawasan
komoditas unggulan pertanian adalah pendekatan terpadu berbasis klaster agribisnis dan perlu
dikaitkan dengan pencapaian empat target sukses Kementan, dan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu.

Dan juga dalam tinjauan yang ketiga, yang di tulis oleh Arief Daryanto yang berjudul
“MEMPOSISIKAN SECARA TEPAT PEMBANGUNAN PERTANIAN DALAM PERSPEKTIF
PEMBANGUNAN NASIONAL” pada tinjauan ini berfokus kepada pembangunan pertanian dimana
sektor pertanian telah diakui memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional yang dapat
dilihat dari kemampuannya berkontribusi terhadapa Produk Domesti Bruto (PDB), penyerapan tenaga
kerja dan penciptaan kesempatan kerja maupun berusaha, peningkatan pendapatan masyarakat, serta
sumber perolehan devisa. Dalam hal tersebut adanya minat pertanian untuk pembangunan dipicu oleh
adanya revolusi bioteknolgi terutama pengembangan ilmu genetikan dan mikrobiologi, pesatnya
pertumbuhan pasar modern yang mampu mentransformasikan rantai pasokan dari komoditas
pertanian ke produk pangan, dan juga tuntutan penurunan jumlah penduduk miskin dan pelestarian
lingkungan.

Kerangka Teori

Kebijakan

Tugas pemerintah adalah mengurus, mengelola, melayani warga. Dalam rangka ini yang
dilakukan oleh pemerintah pertama-tama adalah memutuskan untuk berbuat sesuatu: membuat
kebijakan demi kemaslahatan masyarakat. Kalau anda menjadi pengurus baru saat ini, maka anda
tinggal meneruskan kebijakankebijakan dari pengurus terdahulu. Tapi biasanya anda ingin membuat
kebijakan-kebijakan sendiri yang baru. Mungkin karena kebijakan lama anda anggap salah atau tidak
relevan, atau memang belum ada suatu kebijakan pun tentang suatu masalah (jadi kebijakan anda baru
2 samasekali). Tapi mungkin juga sekadar agar anda tampil beda, pengurus baru harus membuat
kebijakan baru –meski hanya berganti judul, nama, bungkus dan kulitnya. (Wibawa, 2015)

Kebijakan (policy) umumnya digunakan untuk memilih dan menunjukkan pilihan terpenting
untuk mempererat kehidupan, baik dalam kehidupan organisasi kepemerintahan maupun privat.
Kebijakan harus bebas dari konotasi atau nuansa yang dicakup dalam kata politis (political), yang sering
diyakini mengandung makna keberpihakan akibat adanya kepentingan. Kebijakan sebuah ketetapan
berlaku dan dicirikan oleh perilaku yang konsisten serta berulang, baik dari yang membuatnya maupun
yang menaatinya (yang terkena kebijakan). Adapun kebijakan publik (public policy) merupakan
rangkaian pilihan yang lebih kurang saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan yang tidak
bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah.

Dalam filsafat kebijakan (policy philosopies) memperkenalkan konsep pemerintahan dalam


masyarakat yang pluralistis, seperti Indonesia dan Amerika Serikat dengan teori Brokerism. Di antara
penganut teori ini, yaitu David Easton dan Robert Dahl sangat membantu memahami pluralisme.
Teori Brokerism beranggapan bahwa masyarakat terdiri atas beberapa kelompok kepentingan
(interest-group) dan pemerintah “sebagai alat perekat” serta memiliki pegangan yang kuat dari semua
unsur kelompok kepentingan itu menjadi suatu kekuatan yang terintegrasi. (Dr. Sahya Anggara, 2018)

Dasar kebijakan publik lahir dari konsep kebijakan. Menurut Lasswell & Kaplan (1970) bahwa
kebijakan adalah “a projected program of goals, values and practices”, sedangkan definisi kebijakan
menurut Anderson (2006) yaitu “Policy is defined as a relatively stable, purposive courses of action
followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern.” Sejalan dengan
pemahaman ahli barat tersebut, para ahli di Indonesia mengemukakan hal yang sama seperti
pandangan Pasolong (2008) yang mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu rangkaian
alternatif yang siap dipilih berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Sejalan dengan hal tersebut Winarno
(2002) mengemukakan bahwa istilah “kebijakan” atau “policy” secara umum digunakan untuk
menunjuk perilaku seorang aktor atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. (Herdiana,
2018)

Menurut Tachjan (2008) bahwa substansi kebijakan pada hakekatnya adalah keputusan atas
sejumlah atau serangkaian pilihan yang berhubungan satu sama lain yang dimaksudkan untuk mencapai
tujuan, sedangkan lingkungan kebijakan adalah keadaan yang melatarbelakangi atau peristiwa yang
menyebabkan timbulnya suatu “isu” (masalah) kebijakan, yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
para pelaku kebijakan dan oleh kebijakan itu sendiri.

Kebijakan dapat didefinisikan sebagai serangkaian rencana program, aktivitas, aksi, keputusan,
sikap, untuk bertindak maupun tidak bertindak yang dilakukan oleh para pihak (aktor-aktor), sebagai
tahapan untuk penyelesaian masalah yang dihadapi. Penetapan kebijakan merupakan suatu faktor
penting bagi organisasi untuk mencapai tujuannya. Dengan demikian, kebijakan dapat dinyatakan
sebagai usaha untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, sekaligus sebagai upaya pemecahan masalah
dengan menggunakan sarana-sarana tertentu, dan dalam tahapan waktu tertentu. Kebijakan umumnya
bersifat mendasar, karena kebijakan hanya menggariskan pedoman umum sebagai landasan bertindak
dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Ramdhani & Ramdhani, 2017)

Implementasi Pembangunan

Konsep pembangunan berkelanjutan mulai dirumuskan pada akhir tahun 1980-an sebagai
respon terhadap strategi pembangunan sebelumnya yang lebih terfokus pada tujuan utama
pertumbuhan ekonomi tinggi, dan yang terbukti telah menimbulkan degradasi kapasitas produksi
maupun kualitas lingkungan hidup akibat dari eksploitasi sumber daya yang berlebihan. Awalnya
konsep ini dirumuskan dalam Laporan Bruntland (Bruntland Report) sebagai hasil kongres Komisi
Dunia Mengenai Lingkungan dan Pembangunan (World Commission on Environment and
Development) Perserikatan BangsaBangsa pada tahun 1987. Secara sederhana dinyatakan bahwa
pembangunan berkelanjutan ialah pembangunan yang mewujudkan (memenuhi) kebutuhan hidup saat
ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk mewujudkan kebutuhan hidupnya.
Pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berkeadilan sosial dilakukan tanpa mengorbankan
lingkungan, sehingga pembangunan yang dilaksanakan saat ini harus sudah memikirkan pula
kebutuhan hidup generasi berikutnya. (Rivai & S. Anugrah, KONSEP DAN IMPLEMENTASI
PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA, 2011)

Pembangunan dan Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan dapat diartikan secara dinamis


dari waktu ke waktu. Secara tradisional, pembangunan hanya diartikan secara sederhana sebagai upaya-
upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan memanfaatkan keterbatasan
sumber daya yang ada. Seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 1970an pembangunan diartikan
sebagai upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan per kapita sehingga masalah-masalah yang
berkaitan dengan kemiskinan, diskriminasi, pengangguran dan distribusi pendapatan kurang mendapat
perhatian. Pada tahun 1990an pengertian pembangunan berkembang pada perhatian terhadap upaya
peningkatan kualitas hidup dibanding semata-mata peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun
2000an dikenal konsep pembangunan berkelanjutan yang merupakan perkembangan pengertian
pembangunan yang tidak hanya menekankan pada pemenuhan kebutuhan jangka pendek, tetapi juga
mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan pada masa yang akan datang. (Pratiwi, Santosa, & Ashar,
2018)

Sektor Pertanian

Pertanian, terutama subsektor tanaman pangan, paling rentan terhadap perubahan iklim terkait
tiga faktor utama, yaitu biofisik, genetik, dan manajemen. Hal ini karena tanaman pangan umumnya
merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman, terutama kelebihan dan
kekurangan air. Secara teknis, kerentanan sangat berhubungan dengan sistem penggunaan lahan dan
sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan tanaman, serta varietas tanaman (Las et
al. 2008). Tiga faktor utama yang terkait dengan perubahan iklim global, yang berdampak terhadap
sektor pertanian adalah: perubahan pola hujan, meningkatnya kejadian iklim ekstrim (banjir dan
kekeringan), dan peningkatan suhu udara dan permukaan air laut. (Surmaini, Runtunuwu, & Las, 2011)

Perkembangan pertanian semasa era pentadbiran British menyaksikan suatu perubahan yang
menarik dalam sejarah pembangunan pertanian khusus di Melaka. Pertapakan British di Melaka
sejak tahun 1824 menyaksikan pertanian komersil agak perlahan berbanding pertengahan abad
ke-19 hingga awal abad ke-20. Perkembangan pertanian komersil memperlihatkan wujud persaingan
antara British dengan orang Cina yang telah lama mendominasi tanaman-tanaman lada hitam, ubi
kayu. Pembangunan pertanian sejak kemerdekaan negara telah menonjolkan perubahan yang
memberangsangkan kepada usaha mengurangkan kemiskinan luar bandar di negeri ini. Keberkesanan
strategi membasmi kemiskinan yang dijalankan dalam tempoh berkenaan telah membuktikan
kesungguhan kerajaan negeri dalam membantu mengubah masyarakat luar bandar ke arah
taraf hidup yang berkualiti dan selesa. Memandangkan kumpulan miskin luar bandar adalah terdiri
daripada sebahagian besar kaum Melayu, maka kerajaan sedar bahawa perlu tindakan segera
dilakukan untuk meningkatkan kualiti hidup kaum Melayu seiring dengan kaum-kaum lain di
Melaka melalui cara memajukan sektor pertanian ke tahap yang lebih modern. (Rahmat & Mat Isa,
2019)

Harga produk-produk pertanian meningkat secara global akibat pertumbuhan ekonomi global
melambat yang menyebabkan penurunan produksi pertanian. Di Indonesia hampir semua produksi
pertanian mengalami penurunan. Selain produksi pertanian primer, produksi industri pangan juga
mengalami penurunan seperti industri pangan serta terjadi hal serupa pada sektor ekonomi lainnya.
Menjaga stabilitas harga menjadi hal penting terutama dalam kondisi pandemi Covid19. Hal ini
dikarenakan stabilitas kegiatan ekonomi yang terancam di saat pandemi. Produk pertanian perlu
perlindungan tidak hanya guna menjaga harga di tingkat konsumen tetapi juga harga di tingkat petani
sehingga tidak terjadi kerugian pada petani. Kebijakan pemerintah dan upaya menjaga stabilitas
diperlukan. (Khairad, 2020)

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Pendekatan kualitatif digunakan guna menentukan pemahaman serta
mendapatkan infromasi dari sebuah fenomena yang muncul untuk kemudian dilakukan analisa dengan
mendeskripsikan fenomena tersebut melalui kata-kata ilmiah. (Moleong, 2014) Penelitian kualitatif
menempatkan peneliti sebagai instruen kunci serta analisa data yang dilakukan bersifat induktif dengan
hasil penelitian lebih fokus terhadap makana yang terungkap. (Sugiyono, 2020)

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik utama melalui studi dokumen dan literatur
(Library Research). Akan tetapi peneliti menggabungkan teknik studi pustaka tersebut dengan
observasi tidak langsung dan wawancara yang dilakukan secara online. Sumber data dibedakan menjadi
dua yakni data primer yang didapatkan melalui wawancara dengan beberapa pirhak yang terkait dengan
fokus penelitian ini seperti warga Kota Pekalongan yang terdampak banjir rob dan tokoh dari instansi
pemerintah Kota Pekalongans sebagai infroman. Data sekunder di dapatkan dari beberapa sumber
kepustakaan yang membahas mengenai tema terkait seperti buku, jurnal ilmiah serta dokumen-
dokumen data sekunder pendukung lainya. Analisa data dilakukan dengan metode yang digagas oleh
Miles dan Huberman Tri Angulasi Data yang terdiri dari Reduksi Data, Penyajian data, serta penarikan
kesimpulan dan verifikasi. (Sugiyono, 2020)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Implementasi Pembangunan Ekonomi Dalam Sektor Pertanian di Kecamatan Toroh

Pada kurun waktu 2016 pemerataan pendapatan masyarakat dapat dilihat dari indikator nilai
Indeks Gini Ratio dan Proporsi Pendapatan yang dinikmati oleh kelompok 40% penduduk yang
berpendapatan terendah (Kriteria Bank Dunia). Berdasarkan kriteria tersebut, maka kondisi
pemerataan pendapatan masyarakat dapat dilihat sebagaimana tabel sebagai berikut:

Tabel Indikator Distribusi Pendapatan Masyarakat


Kabupaten Grobogan Tahun 2013-2016

Sumber: BPS Kab. Grobogan (data tahun 2016 belum tersedia).


Berdasarkan data tabel di atas dapat diketahui bahwa pemerataan pendapatan masyarakat
Kabupaten Grobogan berada pada kategori ketimpangan rendah yang ditunjukkan dari indikator
sebagai berikut:

1. Angka Indeks Gini Ratio selama tiga tahun berturut-turut selalu berada di bawah angka 0,35.

2. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, 40% penduduk berpendapatan rendah selama empat tahun
berturut-turut menerima lebih dari 17% dari pendapatan total kabupaten yakni mulai tahun
2013 sebesar 21,38%, tahun 2014 sebesar 21,34% serta tahun 2015 sebesar 22,64%.

Berdasarkan pertumbuhan PDRB Kabupaten Grobogan Tahun 2013-2015 dapat dikatakan


bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Grobogan Tahun 2015 mengalami pertumbuhan positif.
Hal ini ditunjukkan dari pertumbuhan PDRB dalam tabel dan grafik berikut:

Tabel Pertumbuhan PDRB Kabupaten Grobogan Tahun 2013-2016

Sumber :BPS Kab.Grobogan (data tahun 2016 belum tersedia).


Grafik Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Grobogan
Pertumbuhan Sektoral terhadap PDRB, secara keseluruhan pertumbuhan sektoral PDRB pada
tahun 2013 sampai dengan 2016 atas dasar harga konstan tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel Pertumbuhan Sektoral PDRB Tahun 2013-2016

Sumber :BPS Kab.Grobogan (data tahun 2016 belum tersedia).


Tingkat inflasi di Kabupaten Grobogan pada tahun 2016 sebesar 2,41%. Tingkat inflasi ini
merupakan tingkat inflasi terendah selama kurun waktu 4 tahun terakhir. Lebih jelas dapat dilihat pada
tabel dibawah, sebagai berikut:
Tabel Angka Inflasi Kabupaten Grobogan Tahun 2013-2016

Sumber: BPS Kab. Grobogan.

Dibawah ini merupakan rincian dari perubahan APBD Kabupaten Grobogan di Kecamatan
Toroh:
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa adanya pendapatan ataupun penganggaran bagi sebuah
desa sangatlah minim dimana hal tersebut jelas sama sekali tidak dapat menjadikan sebuah desa dapat
berkembang, kurangnya investor maupun daya tarik desa didalam sektor ekonomi bagi nasional
menjadikan sedikitnya penghasilan masyarakat yang ada. Hal ini menjadi sebuah problematika yang
seharusnya antara masyarakat dan juga pemerintah desa dapat bekerja sama dalam membangun
perekonomian didalam sebuah struktur desa, dan menjadikan perekonomian desa dapat berkembang
dengan baik serta pembangunan ekonomi yang dapat dilihat dengan mengandalkan sektor pertanian
yang merupakan sektor paling baik di daerah Grobogan sendiri

Kebijakan yang mendukung dalam sektor pertanian

Sektor pertanian sampai saat ini masih merupakan penyedia utama kebutuhan pangan
masyarakat Indonesia, dimana kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan dasar dan hak asasi manusia.
Sektor pertanian juga menyediakan produk antara yang kemudian dimanfaatkan bagi sektor lain
sebagai bahan dasar (Syafa’at & Mardianto, 2002). Lebih lanjut, pertanian juga berperan terhadap
penyediaan lapangan kerja dan penyumbang devisa negara. Setiawan (2006) menyampaikan bahwa
selama periode 1996-2002, dari 10 orang pekerja di Indonesia, sekitar 4 atau 5 orang diantaranya
bekerja di sektor pertanian. Kemudian, berdasarkan data sakernas tahun 2006, dari total penduduk
Indonesia yang bekerja dalam bidang pertanian mencapai 44.2% dari total 95.177.102 orang. Fakta
bahwa pertanian merupakan sektor pengganda kesempatan kerja terbesar dibandingkan sektor lain
perlu menjadi perhatian pemerintah, agar program penciptaan lapangan kerja di Indonesia tidak
meninggalkan salah satu sektor primer ini.

Pada hasil survei pertanian antar sensus 2018, rata-rata luas lahan yang dikuasai rumah tangga
pertanian adalah 927,07 hektar, 880,9 hektar, dan 5.490 hektar, masing-masing untuk lahan sawah
irigasi, non-irigasi, dan lahan bukan sawah (BPS, 2018). Menurut Adimihardja (2006) dan Ritung
(2010), di antara berbagai jenis lahan yang ada, sawah merupakan penghasil utama bahan pangan, yaitu
gabah yang kemudian diolah menjadi beras. Dengan luasan yang relatif sempit, upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan produksi bahan pangan adalah intensifikasi. Intensifikasi pertanian
diartikan sebagai pemanfaatan lahan yang tersedia secara optimal sehingga terjadi kenaikan
produktifitas.

Sejak tahun 2000 hingga 2019, kontribusi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan terus
menurun dengan rata-rata 0,25 persen per tahun. Hal ini dapat diartikan sebagai penurunan kapasitas
produksi di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan maupun sebagai sinyal bahwa aktifitas
perekonomian di Indonesia semakin bergeser menuju negara berbasis industri atau jasa. Publikasi BPS
mengenai PDB Indonesia pada tahun 2014-2019 menyebutkan bahwa industri pengolahan
berkontribusi di atas 20% dari total PDB selama 5 tahun terakhir. Sementara itu, sektor informasi dan
komunikasi, konstruksi, dan jasa keuangan mencatat kenaikan kontribusi terbesar yaitu 0,89%, 0,47%,
dan 0,31%. (Siregar & Octaviana, 2020)

Parameter lain terkait kontribusi sektor pertanian dan PDB adalah pertumbuhan dari waktu
waktu. Dalam kurun waktu 19 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 5,03
persen. Sementara itu, pada periode yang sama, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami
rata-rata pertumbuhan sebesar 3,55 persen. Indonesia mendapatkan julukan sebagai negara agraris
karena mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian. Sejak tahun 2011 hingga 2019, lebih dari
30 juta penduduk berusia 15 tahun yang tergolong angkatan kerja mengandalkan pertanian, kehutanan,
maupun perikanan sebagai mata pencaharian. Pada peringkat kedua yaitu sektor perdagangan besar
dan eceran, reparasi, dan perawatan mobil dan sepeda motor dengan jumlah tenaga kerja sebanyak
24,4 juta orang. Perubahan struktur ekonomi di Indonesia berpengaruh juga terhadap komposisi
tenaga kerja di sektor pertanian. Pertumbuhan di sektor industri maupun jasa menyebabkan adanya
mobilitas tenaga kerja dari pertanian menuju non pertanian (Nugroho, Waluyati, et al., 2018). Semakin
langkanya tenaga kerja, maka akan mendorong kenaikan upah yang harus dibayarkan pemilik
lahan/penggarap lahan. Apabila diasumsikan harga jual dan produktifitas tetap, maka pendapatan
petani akan tergerus, bahkan bukan tidak mungkin rugi. Oleh karena itu, pada umumnya opsi yang
biasa diambil adalah meningkatkan curahan tenaga kerja dalam keluarga.

Sebelum pengesahan RUU Omnibus menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,
Indonesia memiliki pembatasan PMA tertinggi menurut Indeks Hambatan Regulasi Penanaman
Modal Asing (FDI RRI) OECD. FDI RRI mengukur empat area pembatasan PMA di antara
anggotaanggota OECD dan beberapa mitranya: (1) pembatasan ekuitas asing, (2) pengawasan dan
persyaratan sebelum persetujuan, (3) peraturan untuk tenaga kerja utama, dan (4) pembatasan lain
untuk operasional perusahaan asing. Indeks ini menggunakan nilai antara 0 dan 1, dengan nilai satu
menjadi pembatasan yang paling tinggi. Pada 2019, Indonesia memiliki skor 0,34 untuk total indeks
pembatasan, yang paling tinggi di antara negara dengan perekonomian besar (OECD, t.t.).
Sejalan dengan usaha pemerintah untuk menarik investasi, deregulasi kebijakan dilakukan
dengan tujuan untuk membuat sektor pertanian lebih atraktif bagi para investor. UU Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja menetapkan deregulasi yang lebih luas terhadap beberapa sektor yang lebih
restriktif, misalnya hortikultura. Salah satu perubahan signifikan dalam UU ini adalah penghapusan
batas 30% kepemilikan asing di usaha hortikultura. Pemerintah juga mengeliminasi daftar negatif
investasinya, dan membebaskan 14 sektor lain dalam daftar tersebut.

Penghapusan batas kepemilikan dan deregulasi lain telah berpotensi membuat investasi di
sektor pertanian lebih menarik, namun risiko peraturan baru yang bisa mengganggu investasi di
Indonesia tetap ada. Pada sektor hortikultura misalnya, batas investasi sekarang diatur menggunakan
peraturan presiden alih-alih dengan UU.6 Perubahan dalam undang-undang akan membutuhkan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun peraturan presiden dapat diubah tanpa
persetujuan DPR. Oleh karena itu, batas kepemilikan asing bisa diberlakukan kembali tanpa konsultasi
DPR dan tidak ada kepastian bahwa pemerintahan yang akan datang tidak akan memberlakukan batas
kepemilikan baru.

Masalah lainnya adalah kerumitan regulasi yang sudah menjadi keluhan utama para investor di
Indonesia. Pada 2020, Indonesia menduduki peringkat 72 dari 190 dalam Indeks Kemudahan
Berbisnis (EoDB) Bank Dunia, tetapi berada di peringkat 146 dalam hal pelaksanaan kontrak,
peringkat 139 dalam hal pembukaan usaha, peringkat 117 dalam hal perdagangan lintas negara,
peringkat 111 dalam hal penanganan izin konstruksi, dan peringkat 107 dalam hal pendaftaran
properti. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemerintah Indonesia telah mencoba untuk
melakukan deregulasi sebagian dari perekonomian Indonesia untuk menarik investor melalui UU
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Akan tetapi, wawancara yang kami lakukan mengungkap
bahwa beberapa investor tetap skeptis akan panjang dan rumitnya proses serta persyaratan untuk
mendapatkan izin investasi, serta transparansi dan konsistensi pelaksanaan kebijakan.

Kebijakan pertanian di Indonesia setidaknya menempatkan sumber daya manusia yang


berkualitas, berkompeten, memiliki kemampuan manajerial dan organisasi sebagai pelaku
pembangunan pertanian yang penting. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006
tentang Penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan. Undang-undang tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas para petani dengan menitikberatkan pada penyuluhan terhadap petani yang
dapat meningkatkan produksi pertanian. Kedua, organisasi petani oleh pemerintah dinilai sebagai
komponen pokok dalam pembangunan pertanian sehingga pemerintah menerbitkan UU No. 19 tahun
2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (P3). Pengaturan tentang organisasi petani
tersebut tercantum pada pasal 69, 70 dan 71.

Fakta di lapangan menunjukkan upaya peningkatan sumber daya petani melalui penyuluhan
dan penguatan kelembagaan petani tidak berbanding lurus dengan jumlah angkatan kerja yang bekerja
di sektor pertanian. Data BPS pada tahun 2017 hingga tahun 2019 menunjukkan terjadi penurunan.
Pada Bulan Agustus tahun 2017 misalnya, jumlah angkatan kerja di sektor pertanian berjumlah
5.848.256 jiwa, menurun menjadi 5.205.794 per agustus tahun 2018 dan Pada Bulan Februari tahun
2019 menjadi 4.703.981 jiwa. Kondisi ini menunjukkan bahwa persoalan pertanian bukan sekedar
persoalan perbaikan sumber daya dan kelembagaan pertanian, namun juga kepastian pasar. Secara
teknis kegiatan pertanian dihadapkan pada dua persoalan yakni kegagalan panen dan ketidakpastian
harga pasar. Jika kondisi ini tidak dibenahi maka sangat memungkinkan terjadinya peralihan tenaga
kerja sektor pertanian ke sektor lainnya yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan resiko kegagalan
yang kecil. (Ikhsani, Tasya, Inati, Sihidi, & Roziqin, 2020)

Pembangunan di sektor pertanian dalam arti luas akan terus di tingkat dengan tujuan
meningkatkan produksi dan memantapkan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan para
petani, memperluas kesempatan kerja, memenuhi kebutuhan industri akan bahan baku dan untuk
meningkatkan ekspor. Dalam rangka mendukung semakin terwujudnya keseimbangan antar industri
dan pertanian dalam struktur ekonomi nasional, usaha pembangunan dan pengembangan sector
industri, terutama agroindustri, juga terus didorong. Iklim usaha yang lebih mendorong partisipasi
swasta dalam kegiatan pembangunan akan diusahakan melalui pemberian informasi dan kemudahan.
(Ramlawati, 2020)

Pemenuhan kebutuhan pangan menjadi semakin penting bagi Indonesia, hal tersebut
dikarenakan jumlah penduduk Indonesia saat ini lebih dari 265 juta dengan cakupan geografis yang
luas dan tersebar. Oleh sebab itu Indonesia memerlukan pangan dalam jumlah mencukupi dan
tersebar, yang memenuhi kriteria konsumsimaupun logistik, sehingga mudah diakses oleh setiap orang.
Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyatakan bahwa kondisi terpenuhinya
Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan. (Sumaji, Halim, & Sundari, 2019)

PENUTUP

Simpulan

Pengembangan sektor pertanian pada Daerah Kabupaten Grobogan dilakukan dengan


struktur yang cukup baik, dimana adanya sebuah kerjasama antara pemerintahan desa sendiri serta
dengan setiap masyarakat. Hal tersbut menjadi sebuah keunggulan dimana agar terciptanya sebuah
perkembangan perekonomian yang baik kedepannya dan dapat menjadi pendukung didalam
perekonomian bagi Daerah Kabupaten Grobogan. Pertanian memang menjadi sektor yang sangat
berperan penting dalam perekonomian di daerah Kabupaten Grobogan, sebab sebagian besar sendiri
kegiatan masyarakat tersebut merupakan sebagai petani walaupun ada pula yang berkegiatan sebagai
peternak.

Pada kurun waktu 2013-2016 adanya tingkatan pendapatan di masyarakat Grobogan, Indeks
Gini Ratio pada tahun 2013-2016 masuk didalam kategori ketimpangan rendah, karena di bawah batas
ketimpangan (0,35). Berdasarkan kriteria Bank Dunia 40% penduduk berpendapatan rendah selama
empat tahun berturut-turut menerima lebih dari 17% dari pendapatan total kabupaten yakni mulai
tahun 2013 sebesar 21,38%, tahun 2014 sebesar 21,34% serta tahun 2015 sebesar 22,64%. Berdasarkan
pertumbuhan PDRB Kabupaten Grobogan Tahun 2013-2015 dapat dikatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Grobogan Tahun 2015 mengalami pertumbuhan positif. Dengan demikian
implementasi pembangunan pada sektor pertanian mengalami kendala dimana adanya berbagai sektor
yang masih kurang mumpuni serta juga kurangnya investor, walaupun pada kurun waktu tertentu
pertumbuhan sektor pertanian mengalami kenaikan dari tiap tahunnya, yang menjadikan hal tersebut
sebuah keunggulan tersendiri nantinya bagi pembangunan ekonomi di Daerah Kabupaten Grobogan
dan juga bagi Kecamatan Toroh nantinya.

DAFTAR PUSTAKA
Daryanto, A. (2016). MEMPOSISIKAN SECARA TEPAT PEMBANGUNAN PERTANIAN
DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN NASIONAL.

Dr. Sahya Anggara, M. (2018). Kebijakan Publik. Bandung: CV. PUSTAKAN SETIA.
Herdiana, D. (2018, November). Sosialisasi Kebijakan Publik: Pengertian dan Konsep Dasar.
JURNAL ILMIAH WAWASAN INSAN AKADEMIK, 1, 3.

Ikhsani, I. I., Tasya, F. E., Inati, U., Sihidi, I. T., & Roziqin, A. (2020, 05 25). ARAH KEBIJAKAN
SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA UNTUK MENGHADAPI ERA REVOLUSI
INDUSTRI 4.0. Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik.

Khairad, F. (2020). Sektor Pertanian di Tengah Pandemi COVID-19 ditinjau Dari Aspek Agribisnis.
JURNAL AGRIUMA.

Moleong, L. J. (2014). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pratiwi, N., Santosa, D. B., & Ashar, K. (2018, Maret). ANALISIS IMPLEMENTASI
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI JAWA TIMUR. JIEP, 18, 1.

Rahmat, M. H., & Mat Isa, S. S. (2019). PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN SEKTOR


PERTANIAN DI MELAKA, 1957-1980. Sejarah: Journal of History Department, 28.

Ramdhani, A., & Ramdhani, M. A. (2017). Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan Publik. Jurnal
Publik.

Ramlawati. (2020). PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERENCANAAN


PEMBANGUNAN EKONOMI DI KECAMATANGALANG KABUPATEN
TOLITOLI. Jurnal Ilmiah Ekonomi Pembangunan.

Rivai, R. S., & S. Anugrah, I. (2011, Juli). KONSEP DAN IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN
PERTANIAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA. FORUM PENELITIAN AGRO
EKONOMI, 29 , 13 - 25.

Rivai, R. S., & S. Anugrah, I. (2011). KONSEP DAN IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN


PERTANIAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA.

Setiyanto, A., & Irawan, B. (2016). PEMBANGUNAN BERBASIS WILAYAH : DASAR TEORI,
KONSEP OPERASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI SEKTOR PERTANIAN.

Siregar, A. P., & Octaviana, N. (2020). REALOKASI KARTU PRA KERJA DALAM
MENDUKUNG INTENSIFIKASI SEKTOR PERTANIAN. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 4, 1.

Sugiyono. (2020). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sumaji, K. U., Halim, S., & Sundari, S. (2019). ANALISIS KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM
MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN KARAWANG
PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2013-2017. Jurnal Ekonomi Pertahanan, 5, 1.

Surmaini, E., Runtunuwu, E., & Las, I. (2011). UPAYA SEKTOR PERTANIAN DALAM
MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM. Jurnal Litbang Pertanian.
Wibawa, S. (2015, Nopember 3). Kebijakan Publik.

SUMBER WEBSITE

https://grobogan.go.id/pemerataan-pendapatan

https://grobogan.go.id/pdrb-kabupaten

https://grobogan.go.id/inflasi

https://grobogan.go.id/dokumen/apbd-kab

You might also like