Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Asupan zat gizi makro dan mikro penderita tuberkulosis paru … (Susilawati MD; dkk)

ASUPAN ZAT GIZI MAKRO DAN MIKRO PENDERITA TUBERKULOSIS PARU RAWAT JALAN
SEBELUM DAN SESUDAH TERAPI INTENSIF DENGAN KONSELING GIZI
DI KABUPATEN BOGOR
(MACRO AND MICRONUTRIENT INTAKE OF OUTPATIENT TUBERCULOSIS BEFORE AND
AFTER INTENSIVE THERAPY WITH NUTRITION COUNSELLING IN BOGOR REGENCY)
1 2 2 2
Made Dewi Susilawati , Yunita Diana Sari , Rika Rachmawati , Elisa Diana Julianti

1Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI. Jl Percetakan Negara 29, Jakarta, Indonesia
2Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, adan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian

Kesehatan RI. Jl Percetakan Negara 29, Jakarta, Indonesia


E-mail : mddewi@yahoo.com

Diterima: 27-04-2018 Direvisi: 10-06-2018 Disetujui: 22-06-2018

ABSTRACT
The highest tuberculosis mortality and morbidity occured in developing countries, including Indonesia. In terms
of nutrition, WHO expects TB research conducted nationwide to provide scientific evidence that all important
tuberculosis patients are assessed nutritional status and given nutritional counseling in all health facilities. The
aims of this study were to identify nutrient intake and blood micronutrients level of TB patients before and after
2 months of therapy with nutritional counseling. The one-group pre-post test study was conducted in 10
Puskesmas in Bogor District in 85 pulmonary tuberculosis patients aged 15-55 years. Primary data were
collected through interviews, anthropometric measurements and laboratory examinations. BTA test showed that
49.1 percent of the patient has BTA 1 positive. After intensive therapy with nutritional counseling, macro and
micronutrient intake are different than those of before therapy (p <0.05). Retinol, selenium, vitamin D and
vitamin E levels in the blood are also different (p <0.05). This change is possible caused by nutritional
counseling provided.

Keywords: nutrition intake, pulmonary tuberculosis, nutrition counseling

ABSTRAK
Angka kesakitan dan kematian tuberkulosis (TB) tertinggi ada di negara berkembang, termasuk di Indonesia.
Dari segi zat gizi, WHO mengharapkan penelitian TB yang dilakukan di seluruh negara dapat memberikan
bukti ilmiah bahwa status gizi penderita TB diperlukan untuk menilai keefektifan konseling di semua sarana
kesehatan. Penelitian ini bertujuan menilai asupan makanan dan kadar zat gizi mikro pada awal dan sesudah
terapi 2 bulan dengan konseling gizi. Disain penelitian one-group-pre post test dilakukan di 10 Puskesmas di
Kabupaten Bogor pada 85 penderita TB paru yang berusia antara 15-55 tahun. Data primer dikumpulkan
melalui wawancara, pengukuran antropometri dan pemeriksaan laboratorium. Sebaran tertinggi hasil
pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA) ditemukan pada penderita dengan BTA 1 + (49,1 %). Sesudah terapi
intensif dengan konseling gizi, asupan zat gizi makro dan mikro diketahui berbeda dibandingkan sebelum terapi
(p<0,05) begitu juga kadar retinol, selenium, vitamin D dan vitamin E dalam darah juga menunjukkan
perbedaan (p<0,05). Perubahan tersebut kemungkinan sebagai dampak pemberian konseling gizi. [Penel Gizi
Makan 2018, 41(1):55-64]

Kata kunci: asupan gizi, tuberkulosis paru, konseling gizi

55
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2018 Vol. 41 (1): 55-64

PENDAHULUAN merupakan faktor resiko kejadian TB tapi juga

T
sebagai akibat umum dari penyakit TB
uberkulosis (TB) adalah penyakit
sehingga gizi kurang biasa dijumpai pada
menular karena adanya bakteri
penderita TB aktif. Kondisi tersebut berkaitan
Mycobacterium. Penyakit TB
dengan meningkatnya resiko kematian dan
berhubungan erat dengan kemiskinan,
hasil terapi TB yang kurang memuaskan.
kurang gizi dan sistem imun yang rendah.
Pemantauan dan penanganan gizi adalah
Angka kesakitan dan kematian TB tertinggi ada
1 komponen penting untuk meningkatkan
di negara berkembang . Di Indonesia, terdapat
rehabilitasi dan kualitas hidup dari penderita
274 kasus kematian per hari akibat TB pada 1
TB .
tahun 2016. Pada tahun yang sama, kasus
Perbaikan gizi yang terjadi kemungkinan
baru TB paru mencapai 1.020.000 pengidap.
besar karena berbagai alasan termasuk
Angka itu menjadikan Indonesia berada di
peningkatan nafsu makan dan meningkatnya
peringkat kedua kasus TB terbanyak di dunia
asupan makanan, kebutuhan energi berkurang,
setelah India. Sebagian besar penderita TB
dan adanya peningkatan efisiensi metabolik.
berada pada kelompok usia yang paling
Kebanyakan terjadi perbaikan, namun, terbatas
produktif secara ekonomi yaitu rentang usia 15- 6
2 pada peningkatan massa lemak . Peningkatan
50 tahun . Jika pada usia tersebut menderita
asupan zat gizi makro dan status gizi
TB diperkirakan akan kehilangan rata-rata
berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) pada
waktu kerjanya 3-4 bulan dan jika dikaitkan
penderita TB telah dilaporkan lebih tinggi
dengan pendapatan rumah tangga akan 7
3 dibanding kontrol . Beberapa penelitian
berkurang ± 20-30 persen per tahun .
menunjukkan adanya penurunan rata-rata
Orang yang terinfeksi bakteri
vitamin A, Hb, zinc, albumin pada penderita TB
Mycobacterium tuberculosis akan mengalami
yang belum mendapat terapi obat anti
gangguan pada sistem kekebalan tubuh.
tuberkulosis (OAT) dibandingkan orang
Gangguan tersebut jika bertambah berat akan 8,9
normal . Asupan energi, protein, lemak,
menyebabkan penurunan status gizi yang
vitamin A dan besi lebih rendah pada penderita
ditandai dengan berkurangnya asupan 8
TB dibanding kontrol . Penelitian lain
makanan yang disebabkan oleh anoreksia,
menyatakan adanya penurunan kadar zat gizi
nausea/mual, muntah, malabsorpsi dan
mikro meliputi vitamin A, E dan D, mineral besi,
meningkatnya penggunaan zat gizi dalam
1,4 seng dan selenium pada saat penderita mulai
tubuh . Status gizi yang rendah dan
pengobatan TB aktif, namun kondisinya
ketidakmampuan meningkatkan berat badan
menjadi normal kembali setelah terapi selama
selama terapi berkaitan erat dengan resiko
dua bulan. Rendahnya kadar tersebut belum
kematian, terjadinya TB kambuhan, respon
berhasil dikonfirmasi karena penilaian asupan
terapi yang tidak adekuat, beratnya penyakit
1 makanan tidak dilakukan berdekatan dengan
TB dan atau adanya penyakit penyerta . 10,11
penegakkan diagnosis awal TB . Pemberian
Sesuai Pedoman Pengendalian TB, terapi
suplemen zinc dan vitamin A pada pasien TB
terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap intensif
tidak berdampak terhadap waktu konversi hasil
dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif, 12
pemeriksaan dahak setelah 2 bulan terapi
penderita mendapatkan terapi setiap hari
dan masih sedikit pembuktian ilmiah yang
selama 2 bulan. Jika pengobatan teratur
menyatakan adanya perbaikan terhadap
dilakukan biasanya penderita tidak akan 2
peningkatan berat badan . Sampai saat ini
menularkan setelah kurun waktu 2 minggu
belum ada penelitian di Indonesia yang
pengobatan dan akan mengalami perubahan
menunjukkan gambaran asupan makanan
konversi hasil pemeriksaan bakteri tahan asam
pada pasien TB sebelum dan sesudah terapi.
(BTA) dari positif menjadi negatif setelah 2
Informasi status gizi penderita TB dan
bulan terapi. Oleh karena itu, pemantauan
5 konseling gizi di sarana kesehatan diperlukan
obat dan gizi saat intensif penting dilakukan .
sesuai rekomendasi WHO. Pada tahun 2004,
Sampai saat ini penanganan TB di puskesmas
Kemenkes RI telah mengeluarkan Pedoman
selain mendapat terapi obat anti tuberkulosis
Pelayanan Gizi Pada Penderita Tuberkulosis
(OAT) juga dilakukan pemantauan status
dalam bentuk softfile ke semua Dinas
gizinya.
Kesehatan Provinsi sebagai bahan konseling,
Beberapa penelitian membuktikan bahwa
namun sampai saat ini belum diketahui
ada hubungan antara status gizi kurang
keefektifannya. Penelitian ini bertujuan untuk
dengan penderita TB, namun sulit untuk
menilai asupan makanan dan kadar zat gizi
memastikan kekurangan gizi yang terjadi
mikro pada awal dan sesudah terapi 2 bulan
apakah merupakan dampak dari infeksi TB
dengan pemberian konseling oleh pemegang
atau yang menjadi penyebab berkembangnya
6 program gizi di Puskesmas.
kuman TB . Status gizi kurang selain

56
Asupan zat gizi makro dan mikro penderita tuberkulosis paru … (Susilawati MD; dkk)

METODE Data primer yang dikumpulkan terkait


karakteristik umum penderita seperti umur,
Penelitian dilakukan menggunakan
jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat
rancangan penelitian one-group pre-post test.
pengeluaran, kepadatan hunian, status gizi,
Data primer dikumpulkan melalui wawancara,
status merokok. Termasuk mengukur
pengukuran antropometri, dan pemeriksaan
antropometri berat badan (BB) menggunakan
laboratorium. Data sekunder diambil dari
timbangan digital dan tinggi badan
register laboratorium TB (TB 04). Penelitian
menggunakan microtoise.
dilakukan di Kabupaten Bogor berdasarkan
Penentuan status gizi berdasarkan IMT
laporan tingginya kasus TB di Indonesia dari
13 dikelompokkan menjadi kurus (IMT < 17,00),
Badan Pusat Statistik (BPS) . Penelitian
normal (18,50 - 24,99) dan kegemukan (≥
dilakukan di 10 Puskesmas yang memiliki
25,00). Pengambilan darah untuk pemeriksaan
jumlah kasus TB tinggi berdasarkan laporan
kadar retinol, vitamin D, vitamin E, zinc, dan
triwulan penemuan dan pengobatan penderita
selenium diambil sebanyak 5 ml secara
TB (TB 07) Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
intravena oleh tenaga analis kesehatan dan
tahun 2014-2015. Izin etik penelitian
diawasi dokter. Pemeriksaan retinol, vitamin D,
dikeluarkan oleh Komisi Etik Penelitian
vitamin E menggunakan high performance
Kesehatan, Badan Penelitian dan
liquid chromatograhy (HPLC) sedangkan
Pengembangan Kesehatan nomor
pemeriksaan zinc dan selenium menggunakan
LB.02.01/5.2/KE.237/2016 dan izin penelitian
atomic absorbsion spektrophotometri (AAS).
diberikan oleh Dinas Kesehatan Pemerintah
Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu
Kabupaten Bogor tahun 2016.
dahak sewaktu pada saat pertama kali datang,
Pengambilan sampel penelitian secara
14 dahak pagi setelah bangun pagi esok harinya,
consecutive sampling , dengan waktu
dan dahak sewaktu saat tiba di puskesmas.
penelitian selama bulan Mei sampai November
Dahak diperiksa secara mikroskopik untuk
2016. Kriteria inklusi meliputi penderita TB paru
mendapatkan BTA awal sebelum terapi dan
yang belum diterapi OAT dan hasil
setelah 2 bulan terapi. Hasil BTA konversi
pemeriksaan dahak bakteri tahan asam (BTA)
diharapkan terjadi dari positif menjadi negatif
dinyatakan positif. Kriteria eksklusi adalah
setelah minum obat 2 bulan (terapi intensif).
hamil atau menyusui, riwayat minum obat
Pemeriksaan dahak dilakukan di 10
kortikosteroid jangka panjang, kadar HbA1c ≥ 7
Puskesmas tempat penelitian sesuai standar
%, minum rutin suplemen zat gizi mikro, diduga
prosedur operasional pemeriksaan mikroskopis
(suspect) mengidap HIV (+), dan fungsi hati
TB yang telah ditetapkan oleh Kementerian
kadar aspartate aminotransferase (AST) dan
Kesehatan dan digunakan oleh Dinas
alanin aminotransferase (ALT) dua kali lebih
Kesehatan Kabupaten Bogor. Laporan hasil
besar dari batas atas nilai normal.
pemeriksaan dahak mengacu International
Jumlah sampel minimal 68 orang pada
Union Against To Lung Disease (IUALD) yaitu
penelitian ini ditentukan dengan menggunakan
dinyatakan hasil negatif jika tidak ditemukan
rumus software sample size determination in
kuman BTA dalam 100 lapang pandang, jika
health studies-WHO. Untuk pemeriksaan kadar
hanya ada 1-9 dinyatakan scanty, BTA 1+ jika
zat gizi mikro tidak dilakukan pada semua
10-99 dalam 100 lapangan pandang (LP), BTA
sampel, hanya diukur pada 40 responden yang 15
2+ jika 1-10 dalam 1 LP dan BTA 3+ jika >10 .
dipilih secara acak. Penentuan sampel
Penderita dan atau keluarganya juga
dilakukan melalui penapisan pada semua
diberi konseling oleh pemegang program gizi di
penderita yang diduga menderita TB sesuai
puskesmas saat mengambil OAT 2 minggu
kriteria penelitian.
sekali. Pemberian konseling menggunakan
Instrumen yang digunakan untuk
acuan buku saku konseling gizi penderita TB
mengumpulkan data primer adalah kuesioner
dan leaflet diet. Adanya konseling diharapkan
semi food frequency questionnaire (FFQ),
dapat mengubah pola makan dan asupan
kuesioner penelitian, formulir pemantauan
makan menjadi meningkat dibandingkan
konseling, buku saku konseling, leaflet diet TB,
sebelum diberi konseling gizi.
buku foto makanan, timbangan berat badan,
Semua data yang dikumpulkan dilakukan
microtoise. Sedangkan cara pengumpulan data
verifikasi, edit, dan pembersihan terhadap data
dilakukan dengan wawancara, pengukuran dan
(data cleaning). Pengolahan data dilakukan
pemeriksaan kadar zat gizi dalam darah.
menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS
Adapun pengumpulan data asupan makanan
17. Analisis data dilakukan secara univariat
dan minuman yang dikonsumsi 1 minggu yang
dan bivariat menggunakan uji Wilcoxon karena
lalu menggunakan metode semi FFQ.
data yang ada tidak terdistribusi normal.

57
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2018 Vol. 41 (1): 55-64

HASIL tertua di usia 55 tahun dan terbanyak di usia


30-49 tahun sebesar 44,7 persen. (Tabel 1).
Pada proses awal telah dilakukan
Pekerjaan penderita terbanyak sebagai buruh
penapisan terhadap 169 orang pasien TB dan
tani/pabrik sebesar 40 persen (Gambar 1) dan
yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 106
47,1 persen penderita menyatakan bahwa
orang. Sampai akhir pengumpulan data yang
pengeluaran per bulan lebih dari 2 juta. Jika
berhasil diamati dan dapat dianalisis pre dan
dilihat dari kepadatan rumah ternyata penderita
post terapi intensif sebanyak 85 orang. Jumlah
TB berada di lingkungan rumah sesuai standar
penderita TB terbanyak pada laki-laki sebesar
sebesar 80 persen. Sebanyak 48 penderita TB
60 persen dan perempuan sebesar 40 persen.
(56,5 %) memiliki riwayat pernah merokok dan
Pendidikan tertinggi penderita TB adalah tamat
38 orang sudah berhenti merokok.
SD/MI sebesar 31,8 persen. Jika berdasarkan
distribusi umur, termuda di usia 15 tahun,

Tabel 1
Gambaran Karakteristik Penderita TB
Variabel Jumlah Persentase
Jenis kelamin (n=85)
Laki-laki 51 60
Perempuan 34 40
Umur (n= 85)
≤ 18 tahun 6 7,1
19-29 tahun 36 42,4
30-49 tahun 38 44,7
50-55 tahun 5 5,9
Tingkat pendidikan (n=85)
Tidak pernah sekolah 2 2,4
Tidak tamat SD 19 22,4
Tamat SD/ MI 27 31,8
Tamat SMP/MTs 16 18,8
Tamat SMA/MA 20 23,5
Tamat PT/Akademi 1 1,2
Tingkat pengeluaran (n= 85)*
< Rp 900 ribu / bulan 8 9,4
Rp 900 ribu sampai 2 juta/bulan 37 43,5
> Rp 2 juta / bulan 40 47,1
Kepadatan hunian (n= 85)**
Tidak sesuai standar 17 20
Sesuai standar 68 80
Riwayat pernah merokok (n=85)
Ya 48 56,5
Tidak 37 43,5
Status merokok (n=48)
Ya, setiap hari 8 9,4
Ya, kadang-kadang 2 2,4
Berhenti merokok 38 44,7
Jenis rokok yang dikonsumsi
(n=48)
Kretek 6 7,1
Filter 27 31,8
Keduanya 15 17,6
*Data BPS 2016, tingkat pengeluaran masyarakat di Jawa Barat rata-rata Rp 896.895,-
**Kepadatan hunian standar per orang menempati luas rumah 8 m2 Kepmenkes 829/MENKES/SK/VII/1999

58
Asupan zat gizi makro dan mikro penderita tuberkulosis paru … (Susilawati MD; dkk)

Lainnya buruh
15% tani/
pabrik/ban
gunan dll
karyawan/ 40%
pegawai
14%

Tidak
bekerja
8% guru
3% dagang
20%

Gambar 1
Distribusi Pekerjaan Kepala Keluarga Penderita TB Paru

Tabel 2
Hasil Pemeriksaan Dahak Berdasarkan Nilai IMT
2 2
IMT sebelum terapi OAT (kg/m ) IMT sesudah terapi OAT (kg/m )
Status
Mean ± SD n (mean ± SD) n (mean ± SD)
BTA N (%)
konversi (+) konversi (-)
3 positif 28 (32,9) 18,0 ± 2,5 26 (19,6 ± 2,3) 2 (18,4± 0,3)
2 positif 10 (11,8) 18,8 ± 2,6 10 (19,4 ± 2,5) 0
1 positif 44 (51,8) 18,7 ± 2,8 41 (19,8 ± 2,6) 3 (19,6 ± 1,6)
Scanty 3 (3,5) 19,6 ± 0,6 3 (19,9± 0,5) 0
Ket : konversi (+) : terjadi konversi BTA, Konversi (-) : tidak terjadi konversi
Pada Tabel 2 Setelah minum OAT selama Perubahan juga dialami pada pasien yang
2 bulan ada kenaikan rata-rata indeks massa memiliki status gizi normal saat awal terapi
tubuh (IMT) di setiap tingkat status gizi. Hasil sebesar 42,4 persen meningkat menjadi 54,1
pemeriksaan BTA di awal menunjukkan bahwa persen (Gambar 2).
penderita terbanyak dengan BTA 1 + sebesar Hasil uji Wilcoxon menunjukkan setelah
51,8 persen dan 32,9 persen dengan BTA 3 +, diberi konseling, rata-rata semua asupan zat
sisanya BTA 2+ dan scanty. Kisaran nilai gizi makro dan mikro sesudah terapi intensif
terendah rerata IMT ditemukan pada penderita mengalami peningkatan dibanding sebelum
dengan hasil BTA awal 1 dan 3 positif. Ada 5 mendapat terapi OAT (p< 0,05) (Gambar 3).
penderita yang tidak mengalami konversi BTA Berdasarkan pola konsumsi makan, sebagian
yaitu 2 penderita dengan BTA awal 3 positif besar penderita setelah terapi intensif
dan 3 penderita dengan BT awal 1 positif. mengalami peningkatan frekuensi makan >
Sebesar 48,2 persen pasien dengan 2x/hari pada hampir semua golongan bahan
status gizi kurus saat sebelum terapi makanan kecuali susu dan minuman serbuk
mengalami penurunan menjadi 35,3persen. (Tabel 4).

Gambar 2
Perubahan Proporsi Status Gizi Penderita TB
Sebelum dan Setelah Terapi Intensif Dua Bulan

59
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2018 Vol. 41 (1): 55-64

Gambar 3
Perbedaan Asupan Zat Gizi Makro dan Mikro Penderita TB Paru
Sebelum dan Sesudah Terapi Intensif (p< 0,05)

Tabel 4
Persentase Frekuensi Konsumsi per Bahan Makanan dalam Seminggu
Sering Cukup Tidak Sering Cukup Tidak
> 2x/hr sering setiap hari > 2x/hr sering setiap
Bahan makanan 1-2 x/hr 1-2 x/hr hari p
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Sebelum terapi Sesudah terapi
Serealia 93,1 6,9 0 97,7 1,1 1,1 0,366
Umbi-umbian 1,1 8,0 90,8 8,0 21,8 70,1 0,001*
Protein Hewani 41,4 37,9 20,7 65,5 24,1 10,3 0,001*
Protein Nabati 28,7 16,1 55,2 29,9 26,4 43,7 0,390
Sayur 41,4 19,5 39,1 48,3 33,3 18,4 0,013*
Buah 10,3 23,0 66,7 18,4 30,7 60,9 0,088
Susu 6,9 11,5 81,6 6,9 9,2 83,9 0,800
Minyak/lemak 65,5 21,8 12,6 50,5 14,9 4,6 0,011*
Gula 2,3 4,6 93,1 3,4 10,3 86,2 0,193
Jajanan 2,3 11,5 86,2 8,0 16,1 75,9 0,035*
Minuman serbuk** 3,4 1,1 5,4 1,1 2,3 9,6 0,435
Keterangan: * berbeda nyata dengan p value < 0,05
** minuman kemasan pabrik dalam bentuk serbuk

Tabel 5
Rerata Kadar Zat Gizi Mikro Penderita TB Paru
Sebelum dan Sesudah Terapi OAT Dua Bulan
Kadar Normal Sebelum Sesudah
Zat Gizi Mikro P
Dalam Darah Terapi Terapi

Retinol 20-40 µg/dl 27,08 ± 15,15 36,4 ± 9,48 0,00


Vitamin D 20-50 ng/ml 42,41 ± 10,84 50,25 ± 26,62 0,03
Vitamin E 3-14 mg/L 13,08 ± 3,20 12,61 ± 2,32 0,72
Zinc 0,7-1,5 mg/L 0,67 ± 0,14 0,66 ± 0,12 0,80
Selenium 23-190 µg/L 96,43 ± 15,19 90,45 ± 11,23 0,01

60
Asupan zat gizi makro dan mikro penderita tuberkulosis paru … (Susilawati MD; dkk)

Bahan makanan golongan serealia merokok, tinggal di hunian padat dan status
8,18,19
mengalami peningkatan frekuensi sering dari gizi berada di bawah normal . Penelitian
93,1 persen menjadi 97,7 persen walaupun ini juga menunjukkan bahwa penderita
ada 1,1 persen penderita setelah terapi terbanyak pada laki-laki, usia produktif, bekerja
frekuensi mengkonsumsi serealia menjadi sebagai pekerja informal dan memiliki status
jarang. Untuk mengetahui ada tidaknya gizi dibawah normal. Namun antara yang
perbedaan frekuensi konsumsi beberapa memiliki riwayat merokok, kepadatan hunian
bahan makanan sebelum terapi dan setelah dan tingkat pengeluaran tidak berbeda antar
terapi intensif menggunakan uji hipotesis kelompok (Tabel 1).
komparatif kategorik berpasangan >2 kategori Banyaknya faktor yang mempengaruhi
dengan uji Wilcoxon. Peningkatan frekuensi seperti faktor bakteri TB, penderita dan
konsumsi antara sebelum dan sesudah terapi lingkungan menyebabkan pembuktian
intensif, berbeda secara statistik hanya pada langsung efek zat gizi terhadap perjalanan
bahan makanan umbi-umbian, protein hewani, penyakit TB sulit diprediksi dan hasilnya
20
sayur, minyak/lemak dan jajanan (p< 0,05) bervariasi dari berbagai penelitian .
(Tabel 4). Perubahan rerata status gizi pada penelitian ini
Kadar zat gizi mikro yang diperiksa melalui relatif mengalami peningkatan di semua tingkat
darah pada penelitian ini adalah retinol, vitamin status gizi. Pada lima penderita yang tidak
D, vitamin E, zinc dan selenium. Kadar zinc mengalami konversi BTA, rerata nilai IMT
serum dan vitamin E yang tidak berbeda cenderung ada peningkatan dibanding sebelum
bermakna antara sebelum dan setelah terapi terapi. Namun penelitian lain menunjukkan
intensif. Sedangkan kadar retinol, selenium dan adanya diet tinggi protein akan meningkatkan
vitamin D dalam darah menunjukkan hasil massa otot sehingga perbaikan fungsi fisik
positif ada perbedaan bermakna antara akan mempercepat kesembuhan dan terjadi
21
sebelum dan sesudah terapi intensif p=0,00 konversi hasil BTA . Tidak terjadi konversi
(p<0,05) (Tabel 5). BTA pada penelitian ini perlu dipertimbangkan
Responden saat datang mengambil obat juga ada kemungkinan terjadinya resistensi
ke Puskesmas selain dikontrol kondisinya oleh obat.
dokter dan pemegang program TB, juga Zat gizi mikro seperti vitamin A, B6, C, E,
diberikan konseling oleh petugas gizi. Dalam D dan asam folat serta mineral zinc, selenium,
penelitian ini petugas gizi puskesmas besi dan tembaga memiliki peranan dalam
menggunakan buku saku sebagai acuan bahan proses metabolik, fungsi seluler khususnya
20
konseling. proses imunitas. Berkurangnya asupan zat
gizi mikro khususnya vitamin A (retinol) dan
BAHASAN antioksidan lainnya seperti vitamin C, Vitamin
D, vitamin E, zinc dan selenium akan
Tuberkulosis dan kekurangan gizi
mengakibatkan gangguan respon imun.
merupakan masalah besar di sebagian negara
Antioksidan berfungsi menetralisir radikal
yang belum maju dan saling terkait diantara
bebas yang terjadi karena adanya infeksi TB.
keduanya. Kekurangan gizi akan
Antioksidan melawan radikal bebas dan
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan
16 menekan reaksi dari zat oksidatif sehingga
meningkatkan resiko terinfeksi bakteri TB .
dapat melindungi seseorang dari peradangan
Asupan makan penderita TB cenderung lebih 6
jaringan .
rendah dibandingkan orang sehat. Pada
Beberapa penelitian kohor menunjukkan
penderita TB, kekurangan gizi akan
bahwa kadar zat gizi mikro seperti vitamin A, E
mempengaruhi penurunan nafsu makan,
dan D, dan mineral besi, seng dan selenium
malabsorpsi dan menyebabkan anabolic
rendah pada saat penderita mulai pengobatan
blocking yang dapat mengakibatkan terjadinya
TB aktif dan kembali menjadi normal setelah
wasting. Kekurangan energi-protein (KEP) dan
terapi dua bulan. Namun tidak diketahui
defisiensi zat gizi mikro akan meningkatkan
apakah konsentrasi rendah tersebut
resiko terjangkit TB. Telah dibuktikan bahwa
disebabkan rendahnya asupan makanan, atau
penderita TB dengan KEP akan mengalami
karena penyakit itu sendiri. Hal ini karena pada
keterlambatan proses kesembuhan dan tingkat
penelitian sebelumnya penilaian asupan
kematiannya lebih tinggi dibanding penderita
17 makanan tidak dilakukan berdekatan dengan
TB dengan status gizi baik . 14,15
penegakkan diagnosis awal TB . Penderita
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
TB sering mengalami defisiensi vitamin D
karakteristik pasien TB terbanyak pada usia
terutama pada perjalanan penyakit di awal.
produktif, laki-laki, status pekerjaan sebagai
Keadaan ini akan meningkatkan resiko
pekerja informal/tidak bekerja, ada riwayat 22
progresif bakteri TB lima kali lipat .

61
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2018 Vol. 41 (1): 55-64

Sesuai dengan rekomendasi WHO tahun KESIMPULAN


2013 bahwa semua individu dengan TB aktif
Perubahan asupan dan frekuensi makan
harus mendapatkan penilaian status gizi dan
pada penderita TB mengalami peningkatan
diberikan konseling yang tepat berdasarkan
setelah terapi intensif dua bulan. Pemberian
status gizi. Penderita TB selain mendapatkan
konseling, pemantauan minum obat dan status
konseling juga diberikan leaflet tentang diet gizi
gizi perlu dilakukan dalam menangani
yang dianjurkan untuk dapat dikonsumsi lebih
penderita TB.
sering. Di saat awal terapi asupan makan
rendah mungkin karena penyakitnya atau daya
SARAN
beli menurun akibat tidak adanya penghasilan
selama sakit. Hal ini mungkin disebabkan Perlu adanya penanganan penderita TB
karena faktor ekonomi, mengingat penderita TB secara komprehensif di tingkat puskesmas,
pada penelitian ini terbanyak adalah laki-laki tidak hanya pengawasan terhadap terapi tetapi
yang menjadi tulang punggung keluarga dan juga melakukan konseling dan pemantauan
banyak yang bekerja di sektor informal, yang status gizi. Pentingnya kualitas dan kontinuitas
artinya tidak adanya penghasilan tetap. Hal ini konseling diperlukan sehingga perubahan
juga mempengaruhi terhadap kemampuan perilaku pasien TB terhadap kondisi status
dalam memenuhi asupan makanan. gizinya bisa terus menerus terjadi. Buku
Adanya pemberian konseling mengubah Pedoman yang telah ada agar lebih efektif
perilaku konsumsi yang ditunjukkan dengan pemanfaatannya di Puskesmas dan dilengkapi
adanya peningkatan asupan dan frekuensi standar serta model pemantauan konseling
makan. Sebagian besar sumber bahan gizi.
makanan menjadi sering dikonsumsi >2x/hari
kecuali pada susu dan minuman serbuk UCAPAN TERIMA KASIH
(Gambar 3 dan Tabel 4). Perbaikan perilaku
Terima kasih kepada Kepala Puslitbang
konsumsi setelah terapi 2 bulan dibuktikan dari
perbaikan sebagian besar kadar serum zat gizi Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan
mikro (Tabel 5). Perubahan pola sebelum dan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI atas tersedianya
sesudah terapi dua bulan secara statistik
dana DIPA 2016. Serta Dinas Kesehatan
bermakna pada konsumsi yang bersumber
Kabupaten Bogor khususnya Puskesmas
umbi-umbian, protein hewani, sayur,
Cigudeg, Nanggung, Cimandala, Sukaraja,
minyak/lemak dan jajanan (Tabel 4). Sebelum
terapi, rata-rata kadar zinc lebih tinggi Babakan Madang, Sentul, Kemang, Jampang,
dibanding setelah terapi 2 bulan namun Ciomas dan Kota Batu atas izin dan
partisipasinya dalam penelitian ini sehingga
nilainya tetap lebih rendah dari nilai normal.
dapat terlaksana dengan baik.
Penurunan terjadi di awal terapi dan akan
meningkat sampai akhir pengobatan.
Kemungkinan karena selama terapi intensif dua RUJUKAN
bulan terjadi eradikasi bakteri TB dan 1. World Health Organization [WHO].
dimulainya awal perbaikan tanda klinis secara Guidline: nutritional care and support for
nyata. Perbaikan metabolisme di dalam tubuh patients with tuberculosis. Geneva: World
mengakibatkan uptake zinc meningkat Health Organization, 2013.
sehingga yang beredar di darah relatif 2. World Health Organization [WHO]. Global
23
menurun . Kadar vitamin D di awal terapi lebih tuberculosis report 2016. Geneva: World
rendah dibanding setelah terapi. Namun Health Organization, 2016.
setelah 2 bulan kadarnya meningkat karena 3. Indonesia, Badan Penelitian dan
adanya peningkatan konsumsi makanan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
sumber vitamin D seperti protein hewani dan Kesehatan RI. Survei prevalensi
minyak/lemak. tuberkulosis Indonesia 2103–2014.
Keterbatasan penelitian ini tidak adanya Jakarta: Badan Penelitian dan
kontrol karena adanya keterbatasan sampel Pengembangan Kesehatan, Kementerian
kasus TB baru. Pada penelitian ini untuk Kesehatan RI, 2015.
meminimalisir bias pemeriksaan BTA, saat 4. Indonesia, Direktorat Jendral Bina Gizi dan
penentuan lokasi selain mempertimbangkan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian
jumlah kasus TB paru terbanyak juga cakupan Kesehatan RI. Pedoman pelayanan gizi
error rate yang rendah sehingga kualitas pada penderita tuberkulosis. Jakarta: Direk
pemeriksaan BTA dapat dipercaya.

62
Asupan zat gizi makro dan mikro penderita tuberkulosis paru … (Susilawati MD; dkk)

torat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu 13. Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat.
dan Anak, Kementerian Kesehatan RI, Provinsi Jawa Barat dalam angka 2016.
2013. Bandung: Badan Pusat Statistik Propinsi
5. Indonesia, Direktorat Jendral Pengendalian Jawa Barat, 2016.
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 14. Swarjana K. Metodologi penelitian
Kementerian Kesehatan RI. Pedoman kesehatan: tuntunan praktis pembuatan
nasional pengendalian tuberkulosis. proposal penelitian. Yogyakarta: CV Andi
Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Offset, 2012.
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 15. Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kementerian Kesehatan RI, 2011. Kesehatan-Direktorat Jenderal Pengen-
6. United States Agency for International dalian Penyakit dan Penyehatan
Development (USAID). Nutrition and Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI.
tuberculosis: a review of the literature and Standar prosedur operasional:
considerations for TB control programs. pemeriksaan mikroskopis TB. Jakarta:
Washington DC: USAID, 2008. Dirjen Bina Upaya Kesehatan-Dirjen P2PL,
7. Frediani JK, Sanikidze E, Kipiani M, Kementerian Kesehatan RI, 2012.
Tukvadze N, Ramakrishnan U, Jones DP, 16. Cegielski JP, and McMurray DN. The
et al. Macronutrient Intake And Body relationship between malnutrition and
Composition Changes During Anti- tuberculosis: evidence from studies in
Tuberculosis Therapy In Adults. HHS human and experimental animal. Int J
Public Access. 2017;35(1):205-12. Tuberc Lung Dis. 2004;8(3):286-298.
8. Karyadi E, Schultink W, Nelwan RHH, 17. Gupta KB, Gupta R, Atreja A, Verma M,
Gross R, Amin Z, Dolmans WMV, et al. Vishkarma S. Tuberculosis and Nutrition.
Poor micronutrient status of active Lung India. 2009; 26(1):9-16.
pulmonary tuberculosis patients in 18. Dotulong JFJ, Margareth RS, dan Grace
Indonesia. J Nutr. 2000;130(12):2953-8. DK. Hubungan faktor risiko umur, jenis
9. Visser ME, Grewal HMS, Swart EC, kelamin dan kepadatan hunian dengan
Dhansay MA, Walzl G, Swanevelder S, kejadian penyakit TB paru di Desa Wori
Lombard L, Maartens G. The effect of Kecamatan Wori. Jurnal Kedokteran
vitamin A and zinc supplementation on Komunitas dan Tropik. 2015;3(2):57-65.
treatment outcomes in pulmonary 19. Fitria E, Raisuli R, dan Rosdiana.
tuberculosis: a randomized controlled trial. Karakteristik penderita tuberkulosis paru di
Am J Clin Nutr.2011;93(1):93-100. doi: puskesmas rujukan mikroskopis Kabupaten
10.3945/ajcn.110.001784. Aceh Besar. Jurnal Penelitian
10. Ramakrishnan K, Shenbagarathai R, Kesehatan.2017; 4(1):13-20.
Kavitha K, Uma A, Balasubramaniam R, 20. Pratomo IP, Erlina B, dan Victor T.
Thirumalaikolundusubramanian P. Serum Malnutrisi dan tuberkulosis. J Indon Med
zinc and albumin levels in pulmonary Assoc. 2012;62(6): 230-237.
tuberculosis patients with and without HIV. 21. Dodor EA. Evaluation of nutritional status
Jpn J Infect Dis.2008;61(3):202-4. of new tuberculosis patients of Effia-
11. Pakasi TA, Karyadi E, Wibowo Y, Nkwanta Regional Hospital. Ghana Med
Simanjuntak Y, Suratih NM, Salean M, et J.2008;42(1):22-28.
al. Vitamin A deficiency and other factors 22. Talal N, Perry S, Parsonnet J, Darvocd G,
associated with severe tuberculosis in Hussain R. Vitamin D deficiency and
Timor and Rote Islands, East Nusa tuberculosis progression. Emerging
Tenggara Province, Indonesia. Eur J Clin Infectious Diseases.2010;16(5):853-5.
Nutr. 2009;63(9):1130-5. doi: 10.1038/ejcn. 23. Suparman, Hardinsyah, Kusharto CM,
2009.25. Sulaeman A, Alisjahbana B. Efek
12. Pakasi TA, Karyadi E, Made N, Suratih D, pemberian suplemen sinbiotik dan zat gizi
Salean M, Darmawidjaja N, et al. Zinc and mikro (Vitamin A dan Zinc) terhadap status
vitamin A supplementation fails to reduce gizi penderita TBC paru orang dewasa
sputum conversion time in severely yang mengalami kekurangan energy
malnourished pulmonary tuberculosis. Nutr kronik. Gizi Indon. 2011;34(1):32-42.
J. 2010;28(9):41. doi: 10.1186/1475-2891-
9-41.

63
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2018 Vol. 41 (1): 55-64

[ dikosongkan ]

64

You might also like