Professional Documents
Culture Documents
Ometrik Simpang Jalan Sebidang
Ometrik Simpang Jalan Sebidang
Ometrik Simpang Jalan Sebidang
i
Daftar Isi
iii
Daftar Gambar
iv
Daftar Tabel
v
Prakata
Pedoman Geometrik Simpang Jalan Sebidang ini merupakan acuan baku baik untuk
perencanaan teknis, pelaksanaan pembangunan, maupun untuk pengawasan pembuatan
persimpangan jalan.
Draft ini diajukan sebagai hasil studi ”Penerapan Pedoman dan Manual Perencanaan
Persimpangan Jalan Perkotaan” Pusat Litbang Balai Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.
Draft ini merupakan adopsi materi ”A Guide To The Design Of At-Grade Intersections” Arahan
Teknik (Jalan) dari Cawangan Jalan Ibu Pejabat J.K.R. Malaysia tahun 1987.
Pedoman Geometrik Simpang Jalan Sebidang ini merupakan acuan bagi spesifikasi kerb, dan
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), dan standar perencanaan lainya.
vi
Geometri Simpang Jalan Sebidang
1 Ruang lingkup
2 Acuan normatif
Standar geometri persimpangan sebidang di kawasan perkotaan ini merujuk pada buku-buku
acuan sebagai berikut :
Undang-Undang RI No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 1985 tentang jalan;
Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan;
Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan;
SNI No. 03-2442-1991, Spesifikasi Kereb Beton untuk jalan;
SNI No. 03-2447-1991, Spesifikasi Trotoar;
AASHTO 1994 dan 2001, A Policy on Geometric Design of Highways and Streets.
3.1
APILL (Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas)
perangkat peralatan teknis yang menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lintas
orang dan/atau kendaraan di persimpangan atau pada ruas jalan.
[Penjelasan PP RI No. 43 Tahun 1993]
3.2
jalinan (weaving)
pergerakan arus kendaraan bergabung dan berpencar dari satu arah alur lalu-lintas pada
jarak tertentu.
3.3
jalan
prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, kecuali
jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
[Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2004]
7 dari 65
3.4
jalur
bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan.
[PP RI No. 43 Tahun 1993]
3.5
jarak pandang ( S )
jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur jalan dari mata pengemudi ke suatu titik di
muka pada garis yang sama yang dapat dilihat oleh pengemudi.
3.6
3.7
3.8
kanalisasi
sistem pengendalian lalu-lintas dengan menggunakan pulau atau marka jalan.
3.9
kawasan perkotaan
kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, serta kegiatan ekonomi.
[Penjelasan Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2004]
3.10
kecepatan rencana ( VR )
kecepatan yang dipilih untuk mengikat komponen perencanaan geometri jalan dinyatakan
dalam kilometer per jam (km/h).
3.11
kereb
8 dari 65
bangunan pelengkap jalan yang dipasang sebagai pembatas jalur lalu lintas dengan bagian
jalan lainnya dan berfungsi juga sebagai penghalang/pencegah kendaraan keluar dari jalur
lalu lintas, pengaman terhadap pejalan kaki, mempertegas tepi perkerasan jalan, dan
estetika.
3.12
lajur
bagian jalur yang memanjang, dengan atau tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup
untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda motor.
[PP RI No. 43 Tahun 1993]
3.13
mobil penumpang
3.14
persimpangan
(1) pertemuan atau percabangan jalan, baik sebidang maupun yang tidak sebidang
[PP RI No. 43 Tahun 1993];
(2) suatu area umum dimana 2(dua) atau lebih ruas jalan bergabung atau bersilangan,
termasuk fasilitas jalan maupun sisi jalan untuk pergerakan lalu-lintas di dalam area tersebut.
[AASHTO 2001, hal 559 diterjemahkan]
3.15
persimpangan tidak sebidang
suatu sistem penghubung ruas-ruas jalan dengan satu atau lebih pemisahan tingkat yang
menyediakan pergerakan lalu-lintas diantara dua atau lebih jalan pada ketinggian yang
berbeda.
[AASHTO 2001, hal 747 diterjemahkan]
3.16
ruang manfaat jalan (Rumaja)
suatu ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan dan terdiri atas badan jalan, saluran
tepi jalan, serta ambang pengamannya; badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau
tanpa jalur pemisah dan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki; ambang pengaman jalan
terletak di bagian paling luar, dari ruang manfaat jalan, dan dimaksudkan untuk
mengamankan bangunan jalan.
[Penjelasan Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2004]
9 dari 65
3.17
3.18
ruang pengawasan jalan (Ruwasja)
ruang tertentu yang terletak di luar ruang milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh
penyelenggara jalan agar tidak mengganggu pandangan pengemudi, konstruksi bangunan
jalan apabila ruang milik jalan tidak cukup luas, dan tidak mengganggu fungsi jalan;
terganggunya fungsi jalan disebabkan oleh pemanfaatan ruang pengawasan jalan yang tidak
sesuai peruntukannya.
[Penjelasan Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2004]
jalur lalu lintas untuk pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan sumbu jalan dan lebih
tinggi dari permukaan perkerasan jalan (untuk menjamin keselamatan pejalan kaki yang
bersangkutan).
4 Prinsip Perencanaan
4.1 Umum
Persimpangan merupakan salah satu bagian yang penting dari sistim jalan. Kapasitas suatu
persimpangan mengendalikan volume dari lalu lintas di dalam sistim jaringan.
Istilah persimpangan di dalam pedoman ini mengacu pada “intersection” dan “junction”,
yaitu, di mana dua atau lebih jalan berpotongan atau bertemu.
Masing-masing istilah ini dapat lebih lanjut digolongkan sebagai persimpangan tunggal atau
berganda. Suatu pergerakan tunggal terjadi ketika terdapat dua jalan searah, satu lajur
saling berhubungan. Suatu manuver yang ganda terjadi ketika lebih dari dua pergerakan
pada jalan satu lajur satu arah terjadi.
10 dari 65
(a) Jumlah dari pendekat menuju persimpangan
Suatu persimpangan yang melebar adalah suatu persimpangan yang tak berkanal
sederhana dengan tambahan lajur atau lajur pelengkap, seperti untuk perubahan kecepatan
atau lajur belok kanan.
Lajur perubahan kecepatan disediakan agar kendaraan yang akan berbelok kiri dapat
mengurangi atau meningkatkan kecepatan ketika meninggalkan atau memasuki jalan tanpa
secara langsung mempengaruhi kecepatan dari laju lalu lintas yang menerus.
Lajur belok kanan disediakan agar kendaraan lurus dapat terus melintas di sisi sebelah kiri
kendaraan yang menunggu sampai selesai berbelok kanan pada suatu persimpangan.
Tata letak dari persimpangan harus cukup diterangi oleh lampu jalan atau penegasan dari
reflektor-reflektor trotoar, perambuan, dll.
11 dari 65
4.4 Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan
Persimpangan sebidang memperlihatkan pada para pengemudi beberapa titik konflik dengan
kendaraan lain. Tujuan dari desain persimpangan adalah untuk memperbaiki arus lalu lintas
dan mengurangi kemungkinan kecelakaan.
Faktor-faktor pokok yang mempengaruhi desain satu persimpangan adalah:-
4.4.3 ekonomi
Ekonomi - Variasi yang diterapkan pada persimpangan yang ada harus memberikan
keuntungan yang sepadan untuk lalu lintas.
(c) mempunyai keyakinan pada saat bergerak untuk berkompromi dengan persimpangan
secara benar dan dengan aman;
(d) menemui keseragaman di dalam aplikasi alat-alat dan prosedur-prosedur teknik lalu
lintas; dan
12 dari 65
(e) medapatkan reaksi dan keputusan waktu cukup (tiga detik diantara keputusan adalah
waktu minimum yang diinginkan).
4.5 Keselamatan
Keselamatan adalah suatu pertimbangan yang utama di dalam setiap desain persimpangan.
(f) Syarat area tempat perlindungan, alat-alat kendali lalu lintas dan kapasitas yang
memadai.
Titik-titik konflik dapat dipisahkan oleh kanalisasi atau dengan megatur persimpangan empat
kaki, terutama di daerah luar kota.
Secara umum, bidang-bidang yang besar dari perkerasan yang tak tertata mengundang
pergerakan kendaraan yang berbahaya, dan harus dihapuskan.
Pergerakan minor harus mengacu kepada pergerakan yang utama atau yang berkecepatan
tinggi. Peringatan yang cukup di pendekat minor harus disediakan.
13 dari 65
4.9 Pengendali kecepatan
Kecepatan operasi dari lalu lintas yang melalui satu persimpangan bergantung pada :
(a) alinyemen,
(b) lingkungan,
(c) volume lalu lintas dan komposisi,
(d) luas dan jenis dari alat-alat kendali lalu lintas; dan untuk suatu luas yang lebih sedikit:-
(e) banyaknya titik konflik,
(f) banyaknya manuver yang mungkin,
(g) kecepatan relatif dari manuver,
4.11 Kapasitas
Sebuah desain harus menyediakan kapasitas lalu lintas yang cukup sepanjang yang
diharapkan pada kelangsungan suatu persimpangan. Keadaan ini melibatkan langkah-
langkah desain konstruksi yang terpisah sebelum pengembangan akhir dari persimpangan
itu dicapai.
Persimpangan sebaiknya tidak ditempatkan di kurva horisontal yang tajam, kelandaian yang
tajam atau pada puncak dari kurva vertikal atau pada dasar kurva-kurva vertikal.
Koordinasi masa yag akan datang pada sinyal lalu lintas perlu juga secara hati-hati
dipertimbangkan di dalam menentukan penentuan jarak persimpangan.
14 dari 65
Tabel 1 menunjukkan jarak minimum yang disarankan untuk beberapa jenis kategori jalan
utama.
4.14 Kanalisasi
Menstandarkan desain tata letak kanalisasi akan menjadi tidak dapat dipraktekan dan tidak
sesuai dengan keinginan. Tata letak untuk lokasi tertentu bergantung pada pola lalu lintas;
volume lalu lintas; bidang yang secara ekonomis tersedia bagi perbaikan; topografi; gerakan
pejalan kaki; pengaturan perparkiran; pengembangan terakhir yang direncanakan di
sekitarnya dan tata letak dari jalan-jalan yang sudah ada.
Seperti juga suatu pemisahan pergerakan yang berkonflik, kanalisasi digunakan untuk:
(a) mengurangi bidang umum konflik dengan menyebabkan arus-arus lalu lintas
berlawanan untuk berpotongan pada (atau dekat) sudut siku-siku,
(b) mengabungkan arus lalu lintas pada sudut kecil untuk memastikan kecepatan relatif
rendah antara arus yang berlawanan,
(c) mengendalikan kecepatan lalu lintas yang memotong atau memasuki satu
persimpangan,
(d) menyediakan suatu tempat perlindungan untuk kendaraan yang berbelok atau
melintas,
(i) meyediakan lokasi-lokasi untuk instalasi sinyal lalu lintas dan rambu-rambu pengatur.
(b) pelarangan parkir dan akses khusus yang berdekatan dengan persimpangan yang
tidak semestinya,
5 Kriteria Desain
Jalan prioritas biasnya memiliki standar desain yang lebih tinggi. Jika terdapat dua jalan
yang memiliki standar yang sama, maka jalan prioritas biasanya dijatuhkan kepada jalan
yang diramalkan memiliki volume lalu lintas yang paling tinggi.
Pada T-junctions dan persimpagan senjang (yang bisa diperlakukan sebagai dua T-
junctions) jalan prioritas haruslah jalan yang menerus. Jika arus lalu lintas utama di suatu T-
junction berada pada cabang dari T, maka harus ada pertimbangan perubahan dari tata
letak.
Persimpangan dua jalan biasanya mengacu kepada jalan utama (jalan prioritas) dan jalan
minor.
Persimpangan dimana jalan utamanya mempunyai volume lalu lintas menerus yang besar
bisa jadi mempunyai kapasitas yang tidak cukup untuk arus lalu lintas yang memotong dan
berbelok, untuk jenis kapasitas tertentu pelebaran jalan mungkin harus dilakukan. Perincian
peramalan lalu lintas untuk persimpangan seperti itu harus dilaksanakan guna menyediakan
data yang perlu untuk perhitungan kapasitas.
Suatu peramalan lalu lintas yang terperinci mengandung arus lalu lintas tiap jam di setiap
arah di dalam desain tahunan. Desain tahunan haruslah 10 tahun setelah konstruksi untuk
satu persimpangan yang terisolasi atau serupa dengan desain tahunan jalan menerus jika
persimpangan menjadi bagian dari suatu proyek perbaikan jalan yang menyeluruh. Suatu
tahapan konstruksi untuk kebutuhan lalu lintas 5 tahunan bisa dipakai untuk persimpangan
yang terisolasi di dalam wilayah perkotaan. Bagaimanapun, kebutuhan lahan harus cukup
untuk tata letak persimpangan desain tahunan.
Untuk wilayah perkotaan, faktor jam sibuk (PHF) perlu juga ditentukan. Jika data tidak ada,
nilai 0,85 untuk PHF dapat digunakan.
16 dari 65
5.3 Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana di jalan utama yang melalui persimpangan harus sama dengan
kecepatan pada bagian ruasnya. Bagaimanapun, semua persimpangan sebidang tidak
menyarankan kecepatan rencana lebih 90km/jam sebagai kecepatan yang aman.
Karenanya, untuk kecepatan recana di atas 90km/jam, pilihan harus dilakukan yaitu
peningkatan persimpangan sebidang mejadi simpang susun atau sebagai alternatif, batas
kecepatan pada persimpangan harus diterapkan.
Kendaraan pada jalan minor dapat diasumsikan mendekati persimpangan dalam kecepatan
rencana ruas dan pengemudi harus bisa mengetahui adanya persimpangan dari kejauhan
tidak kurang dari jarak pandang henti seperti yang disampaikan dalam Tabel 5.
Kolektor SU
Lokal SU/P
Lingkungan SU/P
1) Untuk simpang dengan perencanaan kendaraan rencana yang berbeda, rencana yang lebih
tinggi harus diutamakan. Jika jumlah kendaraan yang belok rendah, maka kendaraan rencana
dapat diturunkan
2) Kendaraan rencana P umumnya dapat digunakan hanya untuk simpang pada dua jalan lokal
atau jalan minor yang bervolume rendah.
5.4.1 Desain P
Desain ini digunakan pada persimpangan di mana putaran minimum mutlak ditetapkan
seperti pada persimpangan jalan lokal, persimpangan dari dua jalan minor yang membawa
volume rendah atau di jalan utama di mana putaran dibuat hanya waktu tertentu.
5.4.2 Desain SU
Desain ini adalah yang direkomendasikan minimum untuk semua jalan. Untuk jalan utama
yang mementingkan pergerakan berbelok yang melibatkan prosentase besar dari truk, jari-
jari dan kecepatan yang lebih besar harus pertimbangan.
(a) Bundaran
(b) Persimpangan yang dikendalikan oleh Sinyal
(c) Persimpangan Tak Sebidang atau Simpang Susun
Faktor mendasar yang memutuskan jenis persimpangan adalah volume lalu lintas. Tabel 3
menunjukkan rencana yang umum untuk memilih jenis persimpangan menurut volume lalu
lintas. Faktor-faktor lain seperti kelas jalan, konfigurasi lajur perlu juga diperhitungkan,
terutama ketika volume lalu lintas mendekati batas dari cakupan yang bisa diterapkan dari
suatu jenis persimpangan.
Faktor-faktor selain dari volume lalu lintas, seperti volume pejalan kaki yang tinggi, seringnya
kejadian kecelakaan menuntut adanya sinyalisasi. Kendali lalu lintas yang terkoordinasi
sepanjang jalur arteri bisa menjadi penentu pemilihan jenis persimpangan sesuai dengan
jenis dari persimpangan yang berdampingan.
Tabel 4 menunjukkan rencana yang umum untuk memilih jenis persimpangan menurut
kategori dari persimpangan jalan-jalan yang berpotongan.
Simpang
Bersinyal
Interchange
Bundaran
Mini Kecil Konvensional
18 dari 65
Tabel 4 Pemilihan Jenis Simpang (a) (b)
(Tergantung pada jalan yang melintas)
5.5.1 Bundaran
Bundaran bisa diterapkan untuk volume lalu lintas total (jumlah dari semua arah) sampai
dengan 6000 kend/jam dan boleh jika tata letak itu dapat dengan bebas dipilih, dirancang
untuk memenuhi setiap distribusi lalu lintas yang berbelok.
Kerugian yang utama dari bundaran adalah bahwa kecepatan yang melalui bundaran
dikurangi oleh karena penghalang yang disebabkan oleh pulau yang berada di tengah. Lebih
dari itu, bundaran memerlukan kapasitas dan lahan yang lebih besar berdasarkan kebutuhan
dari tiap pendekat tidak secara nyata dapat diterapkan. Ketika kapasitas meningkat,
bundaran cenderung "mengunci lalu lintas". Dengan demikian, bundaran dapat berfungsi
dengan baik hanya untuk situasi di mana pendekat mempunyai tingkat arus lalu lintas yang
sama.
Bundaran tidak dianjurkan dan hanya perlu disediakan di lokasi yang terdapat permasalah
penyediaan tenaga listrik untuk sinyal lalu lintas, atau di mana jumlah dan tata letak dari
kaki-kaki pendekat tidak cocok untuk dikendalikan oleh sinyal.
MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) : menunjukan ketentuan yang harus dilakukan
sebelum sinyal kendali lalu lintas dipasang.
Sinyal kendali lalu lintas memerlukan penyediaan listrik yang cukup untuk
pengoperasiannya, karenanya penggunaannya terbatas hanya untuk daerah yang
berkembang. Solusi paling ekonomis biasanya dengan menggunakan kontrol prioritas di
persimpangan pada awalnya, yang dipersiapkan untuk kendali lalu lintas dan untuk
menambahkan sinyal lalu lintas pada tahap yang berikutnya.
19 dari 65
Persimpangan bersinyal mampu menangani lalu lintas tinggi dengan jumlah lajur yang cukup
dari tiap pendekat. Hal ini, bagaimanapun, memerlukan waktu kosong lebih panjang bagi
kendaraan untuk melintas pada jalan yang lebar, dan mendorong ke arah lebih kurang
efektivnya penanganan lalu lintas.
a) Jalan lokal tidak boleh terhubung secara langsung kepada jalan utama, tetapi harus
terhubung ke jalan kolektor atau digabungkan menjadi satu kemudian dihubungkan
dengan jalan utama pada suatu lokasi yang tepat.
b) Jalan lokal tidak boleh terhubung dengan jalan utama dekat persimpangan yang utama
pula. Jika keadaan ini tidak terelakkan, hanya pergerakan belok kiri yang diperbolehkan.
Belok kanan dari jalan utama dan dari persimpangan harus secara phisik dicegah
dengan median ber-kereb yang menerus dan pemodelan kembali arah masuk menuju
jalan minor.
C) Ketika suatu jalan utama yang baru sedang direncanakan atas suatu jaringan jalan yang
ada, koordinasi dan penyesuaian di tata letak dan pengaturan jarak persimpangan-
persimpangan yang akan diciptakan sepanjang jalan raya harus dilakukan. Penempatan
jalan yang ada dan kendali lalu lintas sistematis mungkin diperlukan.
6 Standar Geometrik
6.1 Umum
Standar geometrik berikut berhubungan dengan unsur-unsur desain persimpangan yang
diwajibkan untuk memberikan suatu tingkat operasi lalu lintas yang dapat diterima. Standar
ini harus diberlakukan bagi persimpangan baru dan apabila memungkinkan, untuk
persimpangan yang sedang diperbaiki. Hal ini diketahui, bagaimanapun, pembatasan lahan
kadang-kadang membuatnya menjadi mustahil untuk memperbaiki persimpangan yang ada
dengan standar yang direkomendasikan. Dalam beberapa keadaan jarak pandang yang
memungkinkan dan alat-alat kendali lalu lintas yang tepat harus tersedia.
20 dari 65
6.2.1 Persimpangan-T Senjang
Suatu persimpangan dengan empat kaki mempunyai lebih banyak konflik lalu lintas dan
mengizinkan kecepatan yang lebih tinggi pada jalan minornya dibandingkan dengan
persimpangan tiga kaki. Persimpangan empat kaki bersinyal terutama di daerah luar kota
perlu secara umum dihindarkan atau dihapuskan. Dua Persimpangan-T senjang dapat
menggantikan satu persimpangan empat kaki. Bagaimanapun, ketika volume yang besar
atau perpotongan lalu lintas terjadi, suatu persimpangan empat kaki bersinyal bisa lebih baik
daripada sepasang Persimpangan-T senjang. Persimpangan-T senjang memiliki konfigurasi
kiri-kanan atau kanan-kiri.
Rambu-rambu STOP atau BERI JALAN harus disediakan di jalan minor pada
Persimpangan-T yang tak bersinyal. Jarak minimum yang dibutuhkan antara Persimpangan-
T senjang ditampilkan dalam Gambar 1. Rambu Beri Jalan harus disediakan seimbang
untuk pesimpangan senjang kiri-kanan.
(a)
(b)
Kecepatan rencana jalan Pemisahan (S) untuk simpang Pemisahan (S) untuk simpang
utama senjang kanan/kiri (m) senjang kiri/kanan (m)
(km/jam)
20 60 60
30 60 60
40 80 80
50 100 120
60 120 160
21 dari 65
6.3 Alinyemen vertikal
Sebaiknya besarnya kelandaian bidang pada persimpangan harus dihindari. Pada semua
persimpangan dimana terdapat rambu BERI JALAN, rambu STOP atau sinyal lalu lintas,
gradien dari jalan yang berpotongan harus sedatar mungkin sehingga bagian-bagian ini
dapat digunakan sebagai ruang simpan untuk tempat berhenti kendaraan di persimpangan.
Kemiringan bidang pada persimpangan harus kurang dari 3%. Ketika kondisi tersebut
membuat mahalnya suatu desain, maka kelandaian diperbolehkan dengan tidak melebihi 6%
dengan suatu penyesuaian tertentu ke dalam faktor-faktor desain seperti yang terperinci di
seksi 6.4.6. Keadaan ini harus diperlakukan sebagai kasus-kasus khusus.
Suatu prinsip yang umum adalah bahwa alinyemen vertikal dan horisontal seperti juga
superelevasi dari jalan utama yang melalui persimpangan, harus tidak berubah, dan badan
jalan untuk jalan minor dan lajur tambahan dirancang untuk menyesuaikan dengan jalan
utamanya.
Profil vertikal dari jalan minor haruslah tidak bergradien lebih curam dari 2% sejauh 25m
dihitung dari ujung terdekat jalan utama. Kelandaian tersebut juga secara keseluruhan
dihubungkan dengan menarik garis singgung (dengan atau tanpa suatu kurva vertikal)
terhadap potongan melintang jalan utama. Jika kondisi-kondisi topografis yang kurang baik
membuat hal ini tidak mungkin diterapkan maka kelandaian tersebut bisa disambungkan
dengan membentuk sudut terhadap tepi badan jalan utama , dengan ketentuan bahwa
perbedaan kelandaian tidak melebihi 5%.
Ada dua aspek yang harus dipertimbangkan perihal jarak pandang pengemudi kendaraan
yang melintasi satu persimpangan. Harus adanya suatu pandangan yang cukup tanpa
halangan untuk mengenali rambu-rambu lalu lintas atau sinyal lalu lintas di persimpangan.
Dan harus pula terdapat jarak pandang yang cukup untuk membuat suatu pergerakan yang
aman setelah kendaraan berhenti pada garis stop. Semua persimpangan juga harus
dikendalikan oleh salah satu dari rambu STOP atau sinyal .
22 dari 65
Gambar 2 Segitiga pandangan bebas pada Persimpangan
Setiap objek di dalam segi tiga pandangan yang cukup tinggi di banding jalan yang
berdekatan yang merupakan suatu penghalang pandangan harus dipindahkan atau
diturunkan. Objek tersebut termasuk potongan lereng, pohon-pohon, semak-semak dan
objek tegak lainnya.
Keadaan ini juga termasuk pelarangan parkir di dalam segi tiga pandangan. Kondisi-kondisi
berbahaya bisa muncul jika, kendaraan diizinkan untuk parkir di dalam segi tiga pandangan
yang kemudian menghalangi jarak pandang dengan mengesampingkan persyaratan segi
tiga pandangan.
Pada kondisi dengan obyek yang tidak dapat dipindahkan dan mengganggu segitiga
pandangan, harus dilengkapi dengan penempatan rambu batas kecepatan maksimum yang
sesuai dengan jarak pandang.
Gambar 3 menunjukkan untuk kondisi tertentu, kecepatan Vb di ketahui dan a dan b adalah
jarak obyek sampai dengan kendaraan A dan B. Kecepatan kritis V1 pada kendaraan B
dapat diketahui.
23 dari 65
(a) Tidak ada pengendalian henti atau sinyal pada simpang
Jarak da adalah jarak henti minimum untuk kendaraan A. Pada kendaraan A di jarak da dari
persimpangan dan pengemudi kendaraan A dan B pada saat berpapasan, kendaraan B
pada jarak db dari persimpangan.
axd a
db =
da − b
24 dari 65
dan kecepatan kritis Vb adalah untuk jarak henti db .Rambu pada jalan B yang menunjukan
kecepatan aman untuk mendekati persimpangan harus betul-betul ditempatkan sehingga
pengemudi dapat mengurangi kecepatannya sampai Vb pada saat ia tiba pada titik dengan
jarak db dari persimpangan. Perhitungan serupa bisa digunakan untuk menentukan jarak
satu penghalang perlu dimundurkan agar tersedia jarak pandang cukup untuk berkendara
aman pada kecepatan kendaraan yang diinginkan pada masing-masing jalan.
Untuk kasus ini, jika jalan utama adalah jalan satu arah, maka cukup satu segi tiga
pandangan pada arah lalu lintas yang mendekati suatu persimpangan yang digunakan.
Dengan cara yang sama, jika jalan utama mempunyai dua badan jalan tanpa dipisahkan
suatu median di tengahnya, maka akan diperlukan satu lagi segi tiga pandangan ke sebelah
kanan.
Jika jalan minor bertindak sebagai jalan satu arah untuk keluar dari jalan utama, maka tidak
diperlukan adanya segi tiga pandangan karena jarak pandang ke depan yang disediakan
untuk berbelok sudah cukup.
Jarak pandang adalah jumlah jarak bergerak selama waktu reaksi total yaitu waktu jeda
antara sesaat ketika pengemudi menyadari adanya sinyal lalu lintas pada persimpangan
yang berada didepannya dan sesaat ketika pengemudi menginjak rem, ditambah dengan
jarak kendaraan pada garis stop dalam keaadaan direm. Waktu reaksi total lebih jauh dibagi
atas waktu yang dibutuhkan untuk membuat keputusan terlepas pengemudi tersebut sambil
mengerem atau tidak, dan waktu untuk bereaksi setelah mendapatkan keputusan. Pada
pedoman ini waktu yang digunakan adalah 10 detik. Untuk wilayah perkotaan,
bagaimanapun, waktu untuk bereaksi total lebih pendek digunakan. Ini terjadi karena,
dengan banyak persimpangan-persimpangan di dalam wilayah perkotaan, para pengemudi
selalu mengoperasikan kendaraan mereka dengan satu antisipasi pertemuan persimpangan
yang mungkin akan dihadapi. Pada pedoman ini waktu yang digunakan adalah 10 detik
untuk wilayah perkotaan. Suatu percepatan 0,2g diambil sebagai percepatan maksimum
yang diijinkan tanpa menimbulkan ketidak nyamanan yang berlebihan. Angka ini lebih
rendah dari yang digunakan untuk memperoleh jarak pandang henti. Angka ini juga dipakai
karena sering terjadinya penghentian kendaraan di persimpangan, ketika berhenti untuk
menghindari tabrakan yang mungkin terjadi pada jalan yang terbuka bersifat tidak begitu
sering dan penurunan kecepatan secara tiba-tiba bisa diterima. Dari diskusi di atas, jarak
pandang untuk suatu persimpangan bersinyal ditentukan sebagai berikut:
Dalam hal ini, tidak diperlukan waktu untuk pengambilan keputusan seperti pada
persimpangan bersinyal karena setiap pengemudi harus berhenti. Diambil waktu untuk
bereaksi yaitu sebesar 2 detik. Karena itu, t=2 detik, a=1.96m/det dimasukkan ke dalam
rumus di atas.
Di jalan utama, pengemudi dapat mengoperasikan kendaraan mereka tanpa khawatir akan
persimpangan. Jarak pandang henti yang ditentukan untuk jalan terbuka sudah cukup. Dari
diskusi di atas, diperoleh kriteria yang ditunjukkan padaTabel 5.
25 dari 65
Tabel 5 Jarak Pandang untuk Pendekat Simpang
Kecepatan Rencana Pengaturan Sinyal Pengaturan Stop
Jalan Utama (Pada Jalan Minor)
(km/jam) Antar Kota Perkotaan
60 240 170 105
50 190 130 80
40 140 100 55
30 100 70 35
20 60 40 20
d = 0,28V (J + ta)
Istilah J menunjukkan waktu yang diperlukan pengemudi kendaraan untuk melihat kedua
arah kemudian menggeser persneling, jika perlu, ditambah dengan waktu persiapannya.
Diasumsikan dengan nilai 2 detik. Di daerah luar kota atau dalam kota di mana para
pengemudi biasanya melewati persimpangan dengan kendali rambu stop suatu nilai yang
lebih rendah yaitu 1,5 detik atau bahkan 1 detik bisa dipakai. Waktu t diperlukan untuk
cakupan suatu jarak yang disediakan selama akselerasi bergantung pada akselerasi
kendaraan. Akselerasi bus dan truk pada dasarnya lebih rendah dari kendaraan penumpang.
Pada bidang yang datar, waktu akselerasi untuk SU (unit tunggal) dan semi trailer berturut-
turut adalah sekitar 135 % dan 160% dari waktu akselerasi kendaraan penumpang. Nilai ta
dapat dibaca secara langsung dari Gambar 4, untuk kondisi pada tingkat yang berdekatan
pada suatu jarak S dalam satuan feet/kaki. Mengacu kepada Gambar 3, jarak S yang mana
kendaraan harus bergerak memotong jalan utama didapat dari :
S =D + W +L
dimana D = jarak dari tepi perkerasan terdekat terhadap bagian depan kendaraan
yang berhenti.
W = lebar perkerasan sepanjang alur kendaraan yang memotong.
L = panjang keseluruhan kendaraan
26 dari 65
Gambar 4 Jarak pandang pada persimpangan (data pada percepatan dari berhenti)
Untuk desain yang menyeluruh, nilai asumsi D yang maksud yaitu 3m. Nilai L, panjang
keseluruhan kendaraan rencana dapat diasumsikan menjadi 5m untuk mobil penumpang,
10m untuk truk unit tunggal dan 15m untuk semi trailer.
Untuk menguji apakah jarak pandang sepanjang jalan utama sudah mencukupi pada suatu
persimpangan, jarak tersebut harus diukur melalui tinggi mata pengemudi yaitu 1,15m
terhadap puncak obyek yang tingginya 1,4m yang ditempatkan pada perkerasan.
Pada kondisi jalan yang terbagi, dimana lebar median lebih besar atau sama dengan
panjang kendaraan, dimungkinkan untuk memotong jaln utama dalam dua tahap. Untuk jalan
utama yang terbagi dengan lebar median kurang dari L, maka lebar median harus
merupakan bagian dari W.
Di sepanjang jalan utama, jarak yang lebih panjang dari: jarak pandang dan jarak pandang
henti yang dibahas disini harus dipenuhi. Jarak pandang akan melampaui jarak pandag henti
pada cakupan kecepatan rencana yang lebih tinggi.
Pada jarak pandang sepanjang jalan utama kurang dari pada jarak pandang kendaraan yang
datang pada persimpangan adalah menyebabkan hal yang kurang aman bagi kendaraan
pada jalan utama yang akan melaluinya dengan asumsi kecepatan kendaraan pada jalan
utama. Pada kondisi tersebut, pendekat harus diberi lengkapi dengan rambu kecepatan
pendekat yang aman.
Kecepatan yang aman bisa dihitung untuk jarak pandang yang telah diketahui dan lebar
perkerasan pada alur kendaraan yang memotong. Pada jalan yang membelok dan melandai,
paling tidak jarak pandang henti minimum harus disediakan secara terus-menerus sepanjang
27 dari 65
jalan tersebut. Pada jalan utama yang mempunyai dua badan jalan dengan median yang
cukup untuk tempat perlindungan berbelok kendaraan (45m. atau lebih) segi tiga pandangan
yang normal ke sebelah kiri jalan tidak diperlukan tetapi median harus bersih dari
penghalang-penghalang untuk jarak pandang pengemudi sedikitnya d m.
28 dari 65
6.4.6 Pengaruh Kelandaian
Perbedaan dalam jarak henti di berbagai kelandaian pada persimpangan diberikan pada
Tabel 6.
Kelandaian pada kaki persimpangan maksimum 3%. Kecuali pada kondisi waktu kedatangan
kendaraan yang dipengaruhi oleh kemiringan jalan minor.
Umumnya, kemiringan untuk melintasi persimpangan adalah sangat kecil yang tidak perlu
diperhitungkan, namun jika lengkung pada jalan utama membutuhkan superelevasi, maka
kemiringan ini diperlukan.
Efek kemiringan pada saat percepatan digambarkan dengan perkalian dan untuk digunakan
dengan waktu ta yang ditentukan untuk kondisi tingkat jarak yang ditunjukan pada Tabel 7.
Nilai ta dari Gambar 4 disesuaikan oleh faktor-faktor yang sesuai dapat digunakan di dalam
rumus d = 0,28V ( 2 + ta).
6.5.1 Umum
Lajur belok kanan membantu meningkatkan kapasitas dan keselamatan serta harus
dipertimbangkan di dalam kasus yang berikut:
(b) Pada semua persimpangan jalan perkotaan yang terbagi dengan median yang cukup
lebar.
(c) Pada semua persimpangan jalan perkotaan yang tidak terbagi dimana lalu lintas yang
berbelok kanan mungkin menyebabkan kemacetan yang tidak perlu dan/atau
menyebabkan bahaya.
29 dari 65
(d) Pada semua persimpangan jalan luar kota demi kepentingan keselamatan.
30 dari 65
(a) Layout)
31 dari 65
(d) Panjang pengurangan kecepatan, Ld (m)
Kemiringan (%) Kecepatan rencana (km/jam)
20 30 40 50 60 80 100
Tanjakan 4 20 28 41 54 72 108 153
2 20 30 45 60 80 120 170
Rata 0 20 30 45 60 80 120 170
Turunan 2 20 30 45 60 80 120 170
4 20 34 43 72 96 144 204
Catatan:
1. Panjang ruang penampungan (reservoir) harus dibundarkan upwards mendekati perkalian 5m
2. Pengurangan panjang untuk kemiringan lain didapatkan denganmengalikan atau hingga 6% dengan
mengekstrapolasi
3. Semua ukuran dalam meter.
32 dari 65
6.5.3 Panjang Lajur Belok Kanan
Panjang minimum lajur belok kanan haruslah sama dengan panjangnya penurunan
kecepatan untuk kecepatan pendekat tertentu. Ketika ruang simpan diperlukan, panjangnya
itu harus ditingkatkan menurut panjang antrian yang diharapkan. Panjangnya ruang simpan
dapat diperkirakan sebagai berikut:
L = 1, 5 x N x S
Fluktuasi lalu lintas terhadap panjangnya ruang simpan lebih berpengaruh pada
persimpangan tak bersinyal. Rumus berikut dapat dipakai:
L=2xMxS
Pada persimpangan tak bersinyal maupun brsinyal, panjang ruang simpan yang harus
disediakan paling sedikit adalah 20m jika volume kendaraan yang berbelok kanan untuk
perhitungan tersebut tidak ada. Lajur belok kanan yang lebih pendek dari yang diperlukan
akan menyebabkan kendaraan yang berbelok akan mengikuti lajur yang paralel dan
menghalangi lalu lintas yang menerus. Di daerah perkotaan, bagaimanapun, dengan segala
keterbatasan kadang-kadang memaksakan pengurangan panjang lajur belok kanan. Lajur
belok yang lebih pendek bahkan efektif sampai taraf tertentu, karena volume lalu lintas tidak
selalu tinggi. Selama hambatan lajur belok kanan diizinkan maka lajur tersebut harus
disediakan. Dalam hal ini, pengurangan panjang lajur harus disesuaikan dengan panjang
taper dengan memelihara panjangnya ruang simpan sepanjang mungkin. Bagaimanapun,
jika panjang lajur tersebut kurang dari separuh panjang yang direkomendasikan, maka lajur
tersebut harus ditiadakan.
Taper biasanya dibentuk oleh Kurva S yang terdiri atas dua busur lingkaran.
Ketika lajur belok kanan terhalangi oleh cembungan jalan, maka lajur tersebut perlu
diperpanjang untuk memberi waktu cukup bagi pengemudi untuk mengetahui kondisi lajur
pada saat pengemudi tersebut mulai menurunkan kecepatannya.
Untuk persimpangan yang baru, lalu lintas yang berbelok kanan harus diperkirakan dengan
memanfaatkan informasi dari proyek pengembagan lahan dan lokasi bangkitan fasilitas lalu
lintas sepanjang jalan yang berpotongan. Ketelitian dari penilaian tersebut tidak selalu
33 dari 65
memuaskan dalam banyak kasus. Oleh karena itu, persimpangan baru harus diuji setelah
pembukaan dan desainnya harus diperbaiki sesuai dengan kondisi operasi nyata, seperti
panjangnya ruang simpan yang paling sulit untuk diramalkan, pada waktu konstruksi semula,
harus dipersiapkan untuk perbaikan di masa depan.
Jika dua atau lebih lajur disediakan untuk mengatasi lalu lintas berbelok kanan yang padat,
panjangnya ruang simpan akan dipendekkan kepada suatu jarak yang biasa dibagi
banyaknya lajur.
Panjangnya ruang simpan yang mencukupi diperlukan pendekat menuju pulau dan taper
menggabung yang sesuai kepada kecepatan jalan menerus harus disediakan pada sisi
keberangkatan.
34 dari 65
θ R (m) W (m)
o
70 9 14
o
80 10,5 12
o
90 12,5 10
o
100 15,3 9
o
110 18,5 8
*Minimum untuk yang dihadapan belokan oleh truk SU
Pulau Tengah bisa dibuat oleh salah satu dari cara yang berikut:
(a) dicat sebagai bidang arsiran menyilang pada perkerasan jalan (ghost islands).
“Ghost island” harus digunakan pada pulau dengan atau lebih kecil dari lebar lajur memutar.
“Ghost island” perlu juga digunakan pada persimpangan di daerah pedesaan di mana tidak
ada pencahayaan jalan.
Pulau yang berkerb harus digunakan ketika pulau tersebut lebar. Median perlu juga berkerb
pada kedua sisinya dari awal taper pada lajur belok kanan, atau jika tidak ada pergerakan
berbelok, maka kerb dipasang pada awal pembulatan yang paling besar diantara kedua
pembulatan yang berada pada daerah pusat persimpangan.
35 dari 65
Pertimbangan desain untuk kerb harus mengikuti Standar Kerb.
Faktor-faktor ini menentukan radius dari kerb dan lebar dari lajur belok kiri. Ada dua jenis
dari perlakuan untuk belok kiri, belok kiri sederhana dan belok kiri yang terpisah.
Pada persimpangan dalam kota, radius dari kerb untuk belok kiri sedikitnya harus 6m.
36 dari 65
Hal ini membuat sebagian besar kendaraan angkutan untuk bisa mengatur pergerakan
berbelok pada kecepatan rendah tanpa melanggar baik trotoar dengan roda belakang
ataupun garis pusat dari jalan yang berhadapan dengan roda depan.
Ketika jari-jari lebih besar dari 10m yang dapat meningkatkan kecepatan kendaraan yang
berbelok, maka keadaan ini dapat mengurangi keselamatan pejalan kaki yang menyeberang
dan menciptakan permasalahan di dalam menempatkan sinyal untuk pejalan kaki dan garis
STOP. Untuk belok kiri yang sederhana pada daerah perkotaan, jari-jari yang seperti itu
hanya perlu digunakan setelah pertimbangan seksama atas kondisi yang disebutkan di atas.
Pada persimpangan luar kota di mana persyaratan untuk pejalan kaki bukan merupakan
suatu pertimbangan penting, radius kurva yang bisa digunakan. Jari-jari yang lebih besar
dari 15m harus tidak digunakan tanpa pulau belok kiri ketika jari-jari tersebut menciptakan
suatu daerah dari perkerasan yang tak terkendalikan.
Kecepatan rencana pada lajur belok kiri yang lebih tinggi dari yang ditunjukan pada Tabel 8
harus dipilih, dengan mempertimbangkan volume yang berbelok, ketersediaan lahan dan
kecepatan rencana dari jalan pendekat. Asalkan pengurangan kecepatan rencana tidak
kurang dari 20 km/jam.
Ketika lingkungan dan batasan-batasan lain tidak secara langsung menentukannya, radius
R1 dari lajur belok kiri yang bergantung pada :
ii. superelevasi,
iii. koefisien gesek yang bisa diterima, f, antara ban kendaraan dengan perkerasan
jalan.
37 dari 65
Tabel 9 Radii Belokan
V f e (m/m)
(km/jam) 0 0,02 0,04 0,06 0,08
R1 (m)
20 0,34 10 9 9 8 8
30 0,28 25 23 22 20 19
40 0,23 55 50 45 43 40
50 0,19 104 93 85 78 72
60 0,17 167 149 135 123 112
80 0,16 315 280 252 229 210
Superelevasi lengkung pada pemisah lajur belok pada persimpangan umumnya memiliki
angka yang rendah karena kesulitan pengembangan superelevasi pada panjang lajur
pemisah yang relatif.
Area perkotaan, angka maksimum tidak boleh lebih 0,04 sampai dengan 0,06. Angka f
didapatkan dari Tabel 9 adalah lebih besar dari yang digunakan untuk perencanaan jalan
raya pada lengkung dengan radius kecil pada persimpangan dengan tingkat kenyamanan
rendah. Untuk R1 pada rentang 12-30 meter, belokan direncanakan untuk menyediakan
jejak kendaraan rencana. Lengkung gabungan dengan radii 1,5R, R1, dan 3 R1 telah
memenuhi persyaratan.
Untuk radii R1 antara 30-45 meter, jejak kendaraan dapat disediakan dengan menggunakan
lengkung gabungan dengan radii 2R1, R1, dan 2R1. Gambar 10 menunjukkan kombinasi
radii dan lebar yang diperlukan untuk jejak kendaraan rencana.
Untuk R1 lebih 45 meter, jejak luar (off-tracking) tidak diperhatikan dan satu radius R1 telah
mencukupi.
Metode penentuan superelevasi limpasan air hujan (runoff) untuk jalan raya harus mengikuti
perencanaan persimpangan.
Pada kondisi pulau berbentuk sudut digunakan untuk membuat pemisahan lajur belok kiri
dan tiga lengkung, kombinasi radius dan sudut belok harus menyediakan luas pulau
minimum:
i. Di daerah perkotaan, 8m2 untuk definisi pulau yang cukup, tempat perlindungan
untuk pejalan kaki seperti juga untuk pemasangan sinyal lalu lintas apabila
dimungkinkan.
ii. Di daerah luar kota, 50m2 untuk definisi pulau yang cukup (Gambar 9) menunjukkan
adanya kombinasi radius dan sudut berbelok yang mana disediakan bidang-bidang
pulau minimum tersebut.
38 dari 65
Gambar 9 Daerah Pulau
i. radius
(1) Arus satu lajur (lebar W1). Ini adalah aplikasi yang biasa dan digunakan pada daerah
semi perkotaan atau luar kota di mana terdapat bahu di tepi bagian dalam dari
perkerasan jalan. Kondisi ini mungkin juga diterapkan di daerah perkotaan di mana tepi
bagian dalam dari lajur tersebut ber kerb tetapi sudutnya kecil.
(2) Arus satu lajur dengan penyediaan ruang bagi kendaraan berhenti (Lebar W2). Lebar
ini umumnya terdapat pada daerah yang memperbolehkan parkir kendaraan dan sudut
pulau memiliki panjang lebih dari 20 meter.
(3) Arus dua lajur (Lebar W3). lebar disesuaikan dengan volume lalu lintas yang
membutuhkan 2 lajur dan memperbolehkan parkir. Lebar W3 diberlakukan untuk
seluruh panjang belok kiri.
Kondisi desain yang menggambarkan lebar lajur belok kiri harus ditemukan di Tabel 10
berdasarkan jalan.
Perencanaan lajur belok kiri harus disesuaikan dengan kelas jalan dan persyaratan pada
yang menunjukkan lebar yang disyaratkan untuk berbagai jenis radii dan kondisi desain.
Lihat Tabel pada Gambar 10.
39 dari 65
Tabel 10 Lebar lajur belok kiri
Daerah Kategori jalan Lebar lajur
Luar Kota Arteri W2
Kolektor W1
Lokal W1
Perkotaan Arteri W3 / W2
Kolektor W2 / W1
Lokal W1
Lingkungan W1
Keterangan: Lebar yang ditunjukkan di atas merupakan penentuan untuk kendaraan single unit termasuk WB-50.
Untuk 2 pilihan lebar, maka salah satu harus dipilih berdasarkan lalu lintas yang belok.
40 dari 65
Gambar 10 Perencanaan Lajur Pemisah belok Kiri
41 dari 65
6.7 Taper Perkerasan Jalan
6.7.1 Umum
Taper perkerasan jalan digunakan pada tempat-tempat yang berikut:
(a) awal lajur percepatan dan perlambatan yang disediakan untuk pergerakan belok kanan
maupun belok kiri.
(b) awal pelebaran badan jalan atau dua jalur untuk membimbing penggabungan maupun
pemisahan terhadap lalu lintas utama.
(a) Taper perkerasan jalan untuk gerakan menyebar perlu disediakan bagi pergerakan
lateral dengan kecepatan 0,9 m per detik
(b) Untuk pergerakan menggabung, taper tersebut perlu disediakan bagi pergerakan
lateral dengan kecepatan 0,6 m per detik.
Bagaimanapun ketika volume lalu lintas tinggi maka panjang taper yang disediakan
akan lebih besar.
(c) Harus diperhatikan pada saat mendesain taper menyebar untuk memastikan bahwa
lalu lintas menerus tidak dibawa kepada lajur pelengkap yang salah.
(d) Lokasi perencanaan taper penggabungan harus memperhatikan jarak pandang aman
untuk pengemudi pendekat.
(e) Panjang lajur yang lurus harus cukup untuk alinyemen horisontal dan vertikal sehingga
dalam 3 detik kendaraan bergerak pada kecepatan yang disyaratkan mampu
berpindah lajur yang dikehendaki.
(f) Taper gabungan dan pemisahan harus direncanakan pula untuk pergerakan dengan
kecepatan rendah.
Td = V/3,6 x Yd/0,9
Tm = V/3,6 x Ym/0,6
Berbagai jenis taper yang bisa digunakan ditunjukkan pada Gambar 11.
42 dari 65
Gambar 11 Jenis Taper
43 dari 65
6.8 Lajur Pelengkap
6.8.1 Lajur Perlambatan
Pergerakan perlambatan belok kiri harus dipisahkan dari lalu lintas menerus. Hal ini dapat
dilakukan dengan menyediakan panjang paralel taper pemisah dengan lajur belok kiri
pendekat (Td).
Kombinasi panjang harus sama dengan jarak yang disyaratkan untuk menurunkan
kecepatan dari kecepatan pendekat ke kecepatan belok kiri. Panjang lajur tersebut
ditunjukkan pada Tabel 11.
Rasio dari Tabel 12, dikali dengan panjang lajur dari Tabel 11 akan menghasilkan lajur
perlambatan pada suatu kelandaian.
Sangat dibutuhkan pada daerah perkotaan, lalu lintas menggunakan belok-kiri harus
bergerak secara menerus. Jika perhitungan menunjukkan antrian pada garis stop, sehingga
harus disediakan panjang lajur paralel yang cukup untuk kendaraan dapat belok kiri untuk
melewati ujung antrian. Lihat pula Gambar 12.
.
44 dari 65
Gambar 12 Perbaikan pendekat belok kiri
Dimana volume lalu lintas penggabungan tinggi dan sinyal tidak tersedia, pengemudi akan
mencapai tempat keluar ke lajur belok kiri mungkin akan mendapat gap yang cukup pada
arus lalu lintas menerus untuk bergabung. Pengemudi tersebut harus berada pada lajur
paralel sampai dengan kesempatan bergabung tersebut muncul hingga dapat menyesuaikan
kecepatannya untuk dapat bergabung dengan arus menerus tersebut. Pada kondisi tersebut,
lajur percepatan dan taper penggabungan Tm harus diperhatikan.
Kombinasi panjang harus sama dengan jarak yang diperlukan untuk kendaraan untuk
mempercepat kendaraan dari kecepatan rencana lajur belok kiri ke kecepatan kendaraan
jalan utama.
Panjang lajur percepatan digambarkan pada Tabel 13. Jika diperlukan, perbaikan
kemiringan ditunjukkan pada Tabel 14 harus dilaksanakan.
45 dari 65
Tabel 14 Koreksi untuk Kemiringan
Kecepatan Rasio panjang kemiringan terhadap panjang tingkatannya*
rencana Kecepatan rencana lengkung jalan belok (km/jam)
(km/jam)
Stop 20 40 60 80 Semua kecepatan
3 atau 4% nanjak 3 sampai dengan
4% turunan
40 1,3 1,3 - - - 0,7
50 1,3 1,3 1,3 - - 0,7
60 1,3 1,3 1,3 - - 0,7
80 1,3 1,3 1,4 1,4 - 0,65
100 1,3 1,4 1,4 1,5 1,6 0,6
5 sampai dengan 6% nanjak 5 sampai dengan
6% turunan
40 1,4 1,4 - - - 0,6
50 1,4 1,5 1,5 - - 0,6
60 1,5 1,5 1,5 - - 0,6
80 1,5 1,5 1,6 1,9 - 0,55
100 1,6 1,7 1,8 2,2 2,5 0,5
* Rasio dari tabel ini dikali dengan panjang pada Tabel 13 yang menghasilkan panjang lajur perubahan
kecepatan pada kemiringan.
Gambar 13 menunjukkan penggunaan lajur percepatan dan atau taper penggabungan dengan lajur belok kiri.
6.9.1 Umum
Secara umum, pulau ditujukan untuk:
1. Pejalan kaki, yaitu disediakan untuk melindungi pejalan kaki dari kendaraan maupun
pada saat menyeberang jalan yang lebar.
2. Lalu lintas, yaitu untuk pembagi arus atau pulau kanalisasi.
46 dari 65
Keberadaan pulau ini harus terlihat oleh lalu lintas pendekat pada siang dan malam hari.
Namun, pulau yang dibahas pada Standar ini.
(b) Membimbing lalu intas dari dan melewati penghalang permanen dan lokasi yang
berbahaya lainnya;
(c) Pengurangan daerah konflik dan mengendalikan sudut konflik yang terjadi;
Pulau lalu lintas dibentuk dengan marka pada perkerasan, kerb atau kombinasi keduanya.
(a) Pulau harus ditempatkan dan direncanakan agar garis pergerakan jelas dan
perubahan arah secara bertahap dan teratur.
(b) Pada ujung pendekat pulau harus memiliki offset dari ujung lajur lalu lintas dan dimulai
oleh marka yang tepat pada perkerasan seperti marka cevron.
Offset pendekat minimum adalah 1,0 meter.
Ukuran pulau harus memiliki offset dari lajur lalu lintas 0,3 meter atau 0,6 meter
dimana kerb yang semi-mountable atau mountable digunakan.
Untuk jalan dengan kecepatan rencana melebihi 80 km/jam, offset harus ditingkatkan
menjadi 0,6 meter dan 1,2 meter.
(d) Untuk pulau yang menyediakan garis stop, lampu lalu lintas dan penyeberang jalan,
sisi dari pulau harus memiliki panjang minimum 6 meter dan lebar 1,2 meter pada titik
penyeberang jalan menyeberang.
(e) Di mana satu pulau harus menghidupi bentuk perhentian, isyarat-isyarat lalu lintas dan
persimpangan-persimpangan pejalan kaki, sisi dari pulau itu harus sedikitnya 6m
merindukan dengan minimum lebar dari 12m di titik di mana alas tumpuan isyarat
ditegangkan.
47 dari 65
(f) Gambar 14 menunjukkan layout yang diperlukan untuk pulau pengarah.
(a) Ujung pendekat dari masing-masing median harus dimundurkan dari ujung kanan lajur
lalu lintas lalu lintas yang bersebelahan sedikitnya 0,3m dan lebih baik 0,5m, supaya:
ii. menghilangkan ilusi optik suatu konstruksi awal median pada lajur.
(b) Kecuali jarak pandang henti cukup untuk pendekat ujung tersebut tidak commence
pada atau di luar turunan (crest). Median harus diawali pada lengkung (arc) atau
lengkung horisontal tetapi pada atau sebelum awal bagian lurus atau 30 meter di luar
bagian lurus kedua.
(c) Pengecatan median harus dapat terlihat oleh pendekat sehingga pengemudi
mengetahui adanya halangan di depannya.
Pada jalan dengan kecepatan tinggi, untuk median berkerb yang berukuran pendek,
harus diberikan offset dari lajur lalu lintas menerus yang dapat terlihat 0,5 meter (Lihat
Gambar 15).
Jika median lebih sempit dari 2m, panjang garis barrier dapat digunakan pada pendekat
(lihat Gambar 16) kecuali jika median dicat.
49 dari 65
(d) Awal median yang dilihat oleh pendekat harus ditunjukkan dengan rambu “Panah
menunjukkan sisi kiri” atau rambu “tetap di kiri” yang bersifat reflektor.
Pada lebar pulau yang kurang dari 1,2 meter pada awal pendekat, rambu ini harus
ditempatkan hingga 6 meter dari ujung untuk melindungi lalu lintas pendekat.
(e) Pada pulau median yang ditempatkan pada sisi jalan, ujung median di jalan utama
harus disempitkan dan direncanakan 0,6 meter di belakang (prolongation) garis kerb,
jika pada kondisi:
Jika (ii) tidak memungkinkan, ujung median harus diakhiri pada tempat penyeberangan
pejalan kaki.
(f) Ketika suatu median mengubah jumlah lajur, perlakuan yang digunakan harus
mengikuti sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 17.
50 dari 65
Gambar 17 Perbaikan Terminal Median
51 dari 65
(g) Kerb pendek harus digunakan.
(h) Ketika kerb tidak bisa digunakan, maka digunakan median yang dicat sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 18.
Radius
Lebar pemisah luar W (m) R1 (m) R2 (m)
5 – 10 15 0,2
11 – 15 23 0,2
16 - 25 30 0,2
W max = pelebaran dua bagian pelebaran (meter) pada setiap sisi garis
tengah
Contoh : W max= ½ dari total pelebaran Ww pada kasus yang simetris,
Wmax = Ww pada kondisi satu sisi yang dilebarkan.
Pada sisi luar badan jalan harus diperlebar sepanjang panjang yang sama dengan pelebaran
central walaupun jika pelebaran yang dibutuhkan tidak sama dengan pelebaran central
berkaitan perubahan lebar lajur.
Pelebaran sisi dalam dan sisi luar harus menerus sesuai alinyemen dan juga elemen jalan
lainnya. S atau lengkung belokan yang terdiri atas dua lengkung pada umumnya
penyediakan lengkung yang bersifat dinamis dan terlihat jelas.
Lengkung S dapat menghasilkan lengkung yang berbalik (adverse curvatures), jika demikian,
pelebaran perlu dilakukan atau perlu memperhatikan pemilihan alternatif lengkung.
Keterangan:
L = lebar seksi pelebaran = V√(Wmax), (m)
V = kecepatan rencana (km/jam)
Wmax = bagian terbesar dari total pelebaran setiap sisi dari bagian tengah
54 dari 65
(i) Dengan lajur belok kanan
Keterangan:
W L1 dan W L2 = lebar lajur dari lajur menerus
Td = panjang taper
R1 = belok dalam radius
a) R1=R2=L/4W+W/4
b) Y=Wx2/L2 x (3 – 2x/L)
Keterangan:
R1 dan R2=radii lengkung S (meter)
L = Panjang pelebaran seksi tersebut (meter)
W=pelebaran (meter)
X = jarak dari lengkung lurus
Y=lateral offset dari tangen yang paralel
R1 = 1/(1/Rout + 4W/L2)
R2 = 1/(1/(Rout –W)) – (4W/L2)
55 dari 65
R2 adalah negatif jika L< dari 2√(WRin) jika kasus lengkung 2 seperti yang ditunjukkan di
atas
R2 adalah positif jika L> dari 2√(WRin) jika kasus lengkung 2 belok pada arah yang sama
seperti lengkung 1
R2 adalah infinite jika, L= dari 2√(WRin) jika kasus lengkung 2 lurus ke lengkung 1 dengan
radius RIN
Jenis perbaikan jalan minor harus dipilih berdasarkan kelas jalan dan jalan utama yang
berhubungan seperti ditunjukkan pada Tabel 15.
Pulau untuk membimbing yang berada di tengah harus disediakan untuk perbaikan besar.
56 dari 65
6.11.2 Pulau Pengarah
Pulau pengarah ditempatkan di bagian tengah jalan minor pada persimpangan untuk
membentuk pergerakan kendaraan belok dan untuk mengendalikan kecepatan belok dan
kendaraan yang menyeberang. Pulau pengerah pun menyediakan ruang untuk alat pengatur
lalu lintas dan juga tempat berlindung pejalan kaki.
Gambar 22 dan Gambar 23 menunjukkan rencana umum pulau pengarah yang dapat
digunakan.
57 dari 65
a 70o 80o 90o 100o 110o
R1 16 13 10 10 10
R2 12 13 14 17 21
Langkah kerja:
1. Tentukan garis 1, buang bagian tepi terdekat lajur menerus dan garis centerline jalan
minor sebagai indikasi
2. Tentukan garis 2 dan 3 secara paralel ke garis 1 pada jarak 0,5W3.
3. Gambar lingkaran 4 dengan radius R1 (melingkar ke seluruh m) lurus ke garis 2 dan
tepi terdekat offside melalui lajur
4. Gambar lingkaran 5 dengan radius R2 (melingkar ke seluruh m) lurus ke garis 3 dan
tepi terdekat lajur belok kanan.
5. Perpanjang garis 2 ke perpotongan (intersect) garis tengah dan gambar garis 6
melalui titik persimpangan bagian lurus ke bagian lengkung 5.
6. Lokasi tepi terdekat kereb pulau, ditentukan dan garis kerb adalah 0,3m sebelum
bagian lengkung 4 lengkung 5 dan 6 dan bagian lurus antara bagian ujung lengkung
dan garis kerb di belakang lengkung 4. Bagian depan dan tepi terdekat dilingkarkan
dengan lengkung dengan radius R3.
7. Semua ukuran dalam meter.
a <70o >110 o
R1 11 12
R2 13 13-15
Langkah Kerja:
1. Rubah bagian garis lurus dengan menggunakan lengkung 1 dengan radius RA>50m.
Lengkung harus perpendicular ke tepi terdekat lajur menerus.
59 dari 65
2. Tentukan garis 2 perpendicular ke tepi lajur menerus melalui titik pada jarak W3 dari
titik pada lengkung 1 yang berjarak 10 meter dari tepi lakur menerus.
3. Gambar lingkaran 3 dengan radius R1 (melingkar ke seluruh m) lurus ke garis 2 atau
lengkung 1 dan tepi terdekat offside melalui lajur
4. Gambar lingkaran 4 dengan radius R2 (melingkar ke seluruh m) lurus ke lengkung 1
atau garis 2 dan tepi terdekat lajur belok kanan.
5. Gambar lengkung 5 pada garis tengah dengan jarak L dari tepi terdekat jalan utama
dan bagian lurus ke garis 2. Pilih radius R4 sebesar yang memungkinkan.
6. Bagian kerb pulau ditentukan pada Gambar sebelumnya.
7. Semua ukuran dalam meter.
Peningkatan jumlah lajur belok kanan pada penyeberang minor (minor crossroad) terutama
pada persimpangan bersinyal juga menguntungkan jalan utama. Kendaraan belok-kanan
yang meninggalkan dua lajur dapat dengan cepat habis dalam waktu singkat. Waktu hijau
untuk kendaraan penyeberang dapat dikurangi. Penambahan waktu hijau untuk jalan utama
dapat meningkatkan kapasitas jalan.
Efek tersebut lebih jelas jika pelebaran jalan utama membutuhkan biaya besar dan
penyeberang adalah dua lajur. Karena, umumnya persimpangan adalah penyempitan
(bottleneck) dari perpanjangan jalan (any stretch of road), keuntungan dari peningkatan
kapasitas dapat juga meningkatkan jalan lainnya. Hal ini lebih efektif daripada melebarkan
jalan utama.
Pada kasus ini, waktu hijau untuk penyeberang dapat lebih singkat 15 detik dan dapat
memudahkan pedestrian untuk menyeberangi jalan utama pada fase yang sama.
Desain lajur belok kiri harus mengikuti pedoman yang disusun pada Seksi 6.6.3
6.12 Bahu
Lebar bahu umumnya dibiarkan tidak berubah pada daerah persimpangan tetapi bisa
dikurangi menjadi 2,0m di sepanjang jarak perlambatan kecepatan dan lajur berbelok.
60 dari 65
Di sekitar persimpangan di mana terdapat pulau-pulau yang berkerb, struktur bahu harus
dibuat dari kerikil yang stabil, keras atau tipe bahu yang diperkuat. Pada kerb umum harus
tidak digunakan di sepanjang bagian luar badan jalan.
Umumnya, kemiringan melintang dari lajur menerus pada jalan utama dibiarkan tanpa
perubahan pada persimpangan yang dilalui.
Kemiringan melintang lajur pelengkap boleh mengikuti kemiringan melintang tengah lajur
menerus atau jatuh ke sisi seberang yang seperti diperlukan oleh kriteria hambatan samping
atau drainase. Perbedaan matematis dari kemiringan melintang dari dua lajur yang bertemu
mestinya tidak melebihi 5 persen.
Kemiringan melintang dari jalan minor akan mengarah ke tepi lajur menerus dan akan sama
seperti gradien dari lajur menerus. Ketika jalan utama pada suatu kelandaian yang curam,
keadaan ini bisa menciptakan satu permukaan jalan yang benjol yang kurang baik untuk
kendaraan yang berbelok. Dalam situasi yang demikian, lajur menyebar perlu
dipertimbangkan.
Superelevasi lajur sudut dalam hubungannya dengan pulau-pulau yang segitiga pada jalan
minor umumnya tidak melebihi 6 persen.
61 dari 65
Lampiran A
(normatif)
62 dari 65
Lampiran B
(normatif)
63 dari 65
Lampiran C
(normatif)
64 dari 65
Lampiran D
( informatif )
1) Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Litbang, Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah.
2) Penyusun
DR. Ir. Hikmat Iskandar, MSc Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
65 dari 65