Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 12

31

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini menjelaskan hasil penelitian tentang Faktor Resiko

Penderita Appendistis Pada Pasien Di Rumah Sakit Umum Daerah Wakatobi

Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 8 Februari – 11 Maret 2019.

Jenis penelitian ini adalah Ex-Post Facto dengan pendekatan study kasus

control yaitu penelitian ini dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah

terjadi yang kemudian menurut kebelakang, dengan mengunakan rancanngan

kasulkontrol secara Aksidental Sampling (kebetulan), jumlah sampel 100

orang dengan pengabilan sampel 1:1.

Instrument yang dilakukan saat penelitian adalah lembar kusioner,

dengan mengisi data-data yang diambil dari status pasien di rekam medis,

setelah semua data terkumpul, kemudian data diolah untuk mendapatkan suatu

hasil dengan menggunakan program SPSS. Berdasarkan hasil pengolahan dan

analisa dapat disajikan sebagai berikut:

1. Karekteristik resonden

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan terdapat karakteristik

resonden yaitu pekerjaan, dan pendidikan. Pada karakteristik ini

ditampilkan frekuensi dari tiap-tiap karakteristik.


32

Tabel 3
Karakteristik responden di Rumah Sakit Umum Daerah Wakatobi Provinsi
Sulawesi Tenggara
Karakteristik Responden n %
Pendidikan
SD 26 26,0%
SMP 17 17,0%
SMA 39 39,0%
S1 17 17,0%
S2 1 1,0%
Pekerjaan
Petani 11 11,0%
Wiraswasta 11 11,0%
PNS 12 12,0%
Nelayan 24 24,0%
Pelajar 20 20,0%
IRT 9 9,0%
Mahasiswa 12 12,0%
Jumlah 100 100,0
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 3 dari 100 responden menunjukan bahwa responden

berdasarkan pendidikan yang paling banyak adalah tingkat SMA sebanyak 39

orang (39,0%) dan paling sedikit adalah tingkat S2 sebanyak 1 orang (1,0%).

Berdasarkan pekerjaan yang banyak adalah nelayan sebanyak 24 orang

(24,0%) dan paling sedikit adalah IRT sebanyak 9 orang (9,0%).

2. Analisa univariat

Analisa univariat dilakukan untuk mendapatkan hasil dari variable yang

diteliti. Pada analisis ini ditampilkan distribusi frekuensi dari tiap-tiap variable

dependen dan independen. Hasil analisi univariat sebagai beriku.


33

Tabel 4

Distribusi Usia dan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah


Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara
Usia n %
Beresiko 53 53,0%
Tidak Beresiko 47 47,0%
Jenis Kelamin
Beresiko 49 49,0%
Tidak Beresiko 51 1,0%
Jumlah 100 100,0
Sumber: Data Primer

Dari tabel 4 menunjukan 100 responden dengan usia 20 – 30 tahun

yang beresiko di pengaruhi usia sebanyak 53 orang (53,0%) dan yang

tidak beresiko yang di pengaruhi usia 47 orang (47,0%).

Dari tabel 4 menunjukan 100 responden yang bereiko yang di

pengaruhi Jenis Kelamin sebanyak 49 orang (49,0%) dan tidak beresiko di

pengaruhi jenis kelamin 51 orang (51,0%).

3. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan faktor resiko antara

vaariabel dependen dan independen. Dalam penelitian ini adalah perhitungan

dengan cara dianalisis menggunakan apliikasi SPSS 16.0 dengan

menggunakan Odds Ratio yang dilakukan dengan menggunakan tabulasi

silang antara variable, Taraf signifikan digunakan adalah 95%.


34

Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variable dependen dan

independen dalam penelitian ini:

Tabel 5

Faktor Resiko Usia Terhadap Penderita appendistis


Tahun 2019
Penderita Appendisitis
Jumlah OR Nilai
Usia Kasus Kontrol
(Cl95%) p
n % n % N %
Beresiko 33 66,0% 20 40,0%. 53 53,0% 2,912 > 1
Tidak 17 34,0% 30 60,0% 47 47,0% (Cl=1,290-
0,009
Beresiko 6,571)
Jumlah 50 100,0% 50 100,0% 100 100,0%
Sumber: Data Primer
Dari tabel 5 pada kelompok kasus didapatkan Penderita Appendisitis

50 orang (100,0%). Dari 50 kasus, responden yang beresiko usia 20-30 tahun

dan menderita appendistis sebanyak 33 orang (66,0%) sedangkan responden

yang tidak beresiko usia <20 dan >30 tahun dan menderita appendisitis

sebanyak 17 orang (34,0%). Dari tabel diatas menunjukan pada kelompok

control didapatkan sebanyak 50 orang (100,0%). Dari 50 kontrol, responden

yang beresiko usia 20-30 tahun yang tidak menderita appendicitis sebanyak

20 orang (40,0%) sedangkan responden yang tidak bersiko usia <20 dan >30

tahun dan tidak menderita appendicitis sebanyak 30 orang (60,0%).

Hasil uji statistic dengan menggunakan uji Odds Ratio di dapatkan

nilai OR 2,912 > 1 maka Usia diduga menjadi faktor resiko, dan nilai ini

bermakna dan hipotesis diterima. Nilai OR menunjukan bahwa pada populasi

dimana kita mengambil sampel nilai OR nya berkisar antara 2,912 pada Cl

95% 1,290-6,571 yang artinya responden yang menderita appendicitis


35

memiliki resiko 2,912 kali menderita appendistis dan dapat disimpulkan

bahwa beresiko usia 20-30 tahun merupakan faktor resiko penderita

appendicitis dan dengan uji chi-square yang dilakukan di pereloh p value =

0,009 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hal ini menunjukan p < α, berarti

ada hubungan yang signifikan antara usia dengan penderita Appendisitis.

Tabel 6
Faktor Resiko Jenis kelamin Penderita Appendistis
Tahun 2019
Penderita Appendisitis
Jenis Jumlah OR
Kasus Kontrol Nilai p
kelamin (Cl95%)
n % n % n %
Beresiko 30 60,0% 19 38,0%. 49 49,0% 2,447 > 1
Tidak 20 40,0% 31 62,0% 51 51,0% (Cl=1,095-
0,028
Beresiko 5,468)
Jumlah 50 100,0% 50 100,0% 100 100,0%
Sumber: Data Primer
Dari tabel 6 pada kelompok kasus didapatkan Penderita Appendisitis

50 orang (100,0%). Dari 50 kasus, responden beresiko dan menderita

appendistis sebanyak 30 orang (60,0%) sedangkan responden yang tidak

beresiko dan menderita appendisitis sebanyak 20 orang (40,0%). Dari tabel

diatas menunjukan pada kelompok control didapatkan sebanyak 50 orang

(100,0%). Dari 50 kontrol, responden beresiko yang tidak menderita

appendicitis sebanyak 19 orang (38,0%) sedangkan responden yang tidak

beresiko dan tidak menderita appendicitis sebanyak 31 orang (62,0%).

Hasil uji statistic dengan menggunakan uji Odds Ratio di dapatkan

nilai OR 2,447 maka nilai OR > 1 maka jenis kelamin diduga menjadi faktor

resiko, dan nilai ini bermakna dan hipotesis diterima. Nilai OR menunjukan
36

bahwa pada populasi dimana kita mengambil sampel nilai OR nya berkisar

antara 2,447 pada Cl=1,095-5,468 yang artinya responden yang menderita

appendicitis memiliki resiko 2,447 kali menderita appendistis dan dapat

disimpulkan bahwa berjenis kelamin kelamin laki-laki merupakan faktor

resiko penderita appendicitis dan dengan uji chi-square yang dilakukan di

pereloh p value = 0,028 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hal ini

menunjukan p < α, berarti ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin

dengan penderita Appendisitis.

Tabel 7
Rangkuman Hasil Uji Bivariat variable bebas terhadap penderita
appendicitis pada kasus kontrol

Kasus dan Kontrol


No
B. Pembahasan Variable
OR 95%Cl
1. 1 Usia 2,912 1,290-6,571
2 Jenis kelamin 2,447 1,095-5,468

Karaktersitik Responden

a. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari 100 responden,

yang tingkat pendidikan SD sebanyak 26 orang (26,%), tingkat pendidikan

SMP sebanyak 17 orang (17%), tingkat pendidikan SMA sebanyak 39

orang (39%), tingkat penidkan S1 senyak 17 orang (17%), dan tingkat

pendidikan S2 sebyak 1 orang (1%). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan

pendidikan yang paling banyak berada di tingkat SMA, belum tentu semua

responden memiliki pengetahuan yang cukupp tinggi untuk menegtahui

beberapa faktor resiko pernderita appendicitis, karena apabila responden


37

memiliki pengetahuan yang cukup maka meraka dapat mencegah sedini

mungkin agar tidak menderita appendicitis.

b. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari 100 responden,

yang bekerja sebagai nelayan seebanyak 24 orang (24%), pelajar 20 orang

(20%), mahasiswa 12 orang (12%), PNS sebanyak 11 orang (11%), petani

sebanyak 11 orang (11%), dan IRT sebanyak 9 orang (9%). Dari hasil

tersebut didapatkan sebagian besar responden bekerja sebagai nelayan, hal

ini menyebabkan responden yang bekerja sebagai nelayan banyak

mengabiskan waktu di dilaut berarti beban kerja responden semakin berat,

maka responden tidak memperhatiakan pola makan dan asupan serat yang

terkandung dalam makanan memperhatikan status pola makan.

2. Analisis Univariat

a. Appendisitis

Appendistis adalah ujung seperti jari kecil panjangnya kira-kira 10

cm 94 inci, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal.

Appendikss berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke

dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil,

appendikss cenderung menjadi tersumbat dan rentang terhadap infeksi.

Appendistis merupakan peradangan pada appendikss (umbai cacing). Hasil

penelitian didapatkan, dari 100 responden dengan penderita appendistis

sebyanyak 50 orang (50%) sedangkan yang buka penderita appendistis

sebanyak 50 orang (50%).

b. Usia
38

Dalam penelitian ini dikatankan bersusia 20-30 tahun adalah

responden yang beresiko appendistis sedangkan yang berusia <20 dan > 30

tahun adalah responden yang tidak beresiko menderita appendistis.

Hasil penelitian didapatkan, 100 responden beresiko yang usia 20-30

tahun sebanyak 53 orang (53%), dengan appendistis sebanyak 33 0rang

(66%) dan yang bukan appendistis sebanyak 20 orang (40%), sedangkan

yang tidak beresiko usia <20 dan >30 tahun sebanyak 47 orang (47%)

deangan appendistis sebanyak 17 orang (34%) dan yang bukan

appendistis sebanyak 30 orang (60%). Hasil ini menunjukan bahwa

responden yang memiliki usia 20-30 tahun lebih bersiko dari pada usia

<20 dan >30 tahun yang tidak beresiko. walaupun usia <20 dan > 30 tahun

tidak bersiko , tetapi harus memperhatikan pola makan dan asupan serat

yang sehat pada makanan

c. Jenis kelamin

Dalam penelitian ini dikatankan berjenisn kelamin laki-laki adalah

responden yang beresiko appendistis sedangkan yang berjenis kelamin

perempuan adalah responden yang tidak beresiko menderita appendistis.

Hasil penelitian didapatkan 100 responden yang beresiko sebanyak

49 orang (49%) dengan appendistis sebanyak 30 orang (60%) dan bukan

appendistis sebanyak 19 orang (38%) sedangkan tidak beresiko sebanyak

51 orang (51%) dengan appendistis sebanyak 20 orang (40%) dan bukan

appendistis sebanyak 31 orang (62%). Hasil ini menunjukan jenis kelamin

laki-laki penderita appendistis lebih beresiko sedangkan yang bukan

appendistsis tidak beresiko, Jenis kelamin perempuan yang apendistis


39

tidak bersiko dan yang bukan appendistsi beresiko, tetappi harus menjaga

pola makan yang sehat.

3. Analisa Bivariat

a. Faktor Resiko usia Penderita Appendistis

Usia 20 – 30 tahun bisa dikategorikan sebagai usia produktif,

Dimana orang yang berada pada usia tersebut melakukan banyak sekali

kegiatan. Hal ini menyebabkan orang tersebut mengabaikan nutrisi

makanan yang dikonsumsinya. Akibatnya terjadi kesulitan buang air besar

yang akan menyebabkan peningkatan tekanan pada rongga usus dan pada

akhirnya menyebabkan sumbatan pada saluran appendikss. (Adhar

Arifuddin, Lusia Salmawati, 2017)

Berdasarkan hasil pada kelompok kasus didapatkan sebanyak 50

orang (100,0%). Dari 50 kasus responden yang usia 20-30 tahun dan

menderita appendistis sebanyak 33 orang (66,0%) sedangkan responden

yang usia <20 dan >30 tahun sebanyak 17 orang (34,0%). Responden

yang beresiko dan menderita appendistis adalah responden dengan usia

20-30 tahun. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat

pekerjaan masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini lebih

banyak adalah nelayan, nelayan banyak mengahbiskan waktunya di laut

sehingga asupan nutrisi dan serat tiap waktu makan diabaikan. Hal inilah

yang menyebabkan kurangnya mengkonsumsi makanan berserat yang

berisiko terhadap apendisitis.

Berdasarkan tabel diatas pada kelompok control didapatkan

sebanyak 50 orang (100,0%). Dari 50 kontrol, responden yang beresiko

usia 20-30 tahun sebanyak 20 orang (40,0%) sedangkkan responden yang


40

tidak beresiko usia <20 dan 30 tahun sebanyak 30 orang ( 60,0%).

Responden yang tidak beresiko di sebabkan kemungkinan responden

tersebut menjaga pola makan dan asupa nserat yang sehat.

Pada hasil uji statistic bivariat didapatkan nilai OR 2,912 > 1 maka

Usia diduga menjadi faktor resiko, dan nilai ini bermakna dan hipotesis

diterima. Nilai OR menunjukan bahwa pada populasi dimana kita

mengambil sampel nilai OR nya berkisar antara 2,912 pada Cl=1,290-

6,571 yang artinya responden yang menderita appendicitis memiliki resiko

2,912 kalimenderita appendicitis dibandingkan dengan responden yang

bersusia <20 dan > 30 tahu, dan dengan uji chi-square yang dilakukan di

pereloh p value = 0.009 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hal ini

menunjukan p < α, berarti ada hubungan yang signifikan antara usia

dengan penderita Appendisitis.

Hasil penelitian terdahulu mengatakan memperoleh odds ratio (OR)

dengan Confidence interval (CI) 95% sebesar 2,331 - 9,545 , ini berarti

bahwa pasien yang berusia 15 sampai 25 Tahun 4,717 kali lebih besar

untuk menderita Apendisitis di bandingkan pasien yang berusia <15 tahun

dan >25 tahun. (Prasetyo And,2017).

b. Faktor Resiko jenis kelamin Penderita Appendisitis

Angka inseden appendistis paling banyak ditemukan pada laki-laki

dibandingkan wanita 1,4 : 1. (Karson dan Susilawati, 2018). Hal ini

disebabkan lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah untuk bekerja

dan lebih cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji, sehingga hal ini

dapat menyebabkan beberapa komplikasi atau obstruksi pada usus yang


41

bias menimbulkan masalah pada system pencernaan salah satunya yaitu

appendistis.

Berdasarkan hasil pada kelompok kasus didapatkan sebanyak 50

orang (100.0%). Dari 50 kasus responden beresiko dan menderita

appendistis sebanyak 30 orang (60.0%) sedangkan responden yang tidak

beresiko sebanyak 20 orang (40.0%). Responden yang beresiko jenis

kelamin dan menderita appendistis adalah responden dengan jenis kelamin

laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat

pekerjaan masyarakat yang berjenis kelamin laki-laki dalam penelitian ini

lebih banyak adalah nelayan, nelayan banyak menghabiskan waktunya di

laut sehingga asupan nutrisi dan serat tiap waktu makan diabaikan dan

hanya mengkonsumsi makanan yang alakadarnya seperti nasi, mie instan,

dan atau ikan. Hal inilah yang menyebabkan kurangnya mengkonsumsi

makanan berserat yang berisiko terhadap apendisitis.

Berdasarkan tabel diatas pada kelompok control didapatkan

sebanyak 50 orang (100.0%). Dari 50 kontrol, responden yang beresiko

jenis kelamin laki-laki sebanyak 19 orang (38.0%) sedangkkan jeniis

kelamin perempuan yang tidak beresiko sebanyak 31 orang ( 62.0%).

Responden yang tidak beresiko dengan jenis kelamin laki-laki di sebabkan

kemungkinan responden tersebut menjaga pola makan dan asupan serat

yang sehat.

Pada hasil uji statistic bivariat didapatkan nilai OR 2,447 maka nilai

OR > 1 maka jenis kelamin diduga menjadi faktor resiko, dan nilai ini

bermakna dan hipotesis diterima. Nilai OR menunjukan bahwa pada

populasi dimana kita mengambil sampel nilai OR nya berkisar antara


42

2,447 pada Cl=1,095-5,468 yang artinya responden yang menderita

appendicitis memiliki resiko 2,447 kali menderita appendistis

dibandingkan dengan responden yang menderita appendistis bukan pada

jenis kelamin laki-laki, dan dengan uji chi-square yang dilakukan di

pereloh p value =0.028 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hal ini

menunjukan p < α, berarti ada hubungan yang signifikan antara jenis

kelamin dengan penderita Appendisitis.

Hasil penelitian sebelumnya diperoleh Odds Ratio (OR) dengan

Confidenceinterval (CI) 95% sebesar 0,337 –1,284, ini berarti bahwa

pasien yang berjenis kelaminl laki-laki 0,657 kali lebih besar untuk

menderita Apendisitis bandingkan pasien yang berjenis kelamin

perempuan. Karena nilai OR <1, maka jenis kelamin bukan merupakan

faktor risiko terhadap apendisitis. Hasil perhitungan nilai OR tersebut

menunjukkan bahwa jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko

terhadap apendisitis. (Prasetyo And,2017).

You might also like