Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 28

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KASUS CKD ST V ON HD DIRUANG

LABORATORIUM R.S.H.L. MANAMBAI ABDULKADIR

Nama: Erlin Lastriani (22.14401.1.004 )

PROGRAM STUDI DII

KEPERAWATAN FAKULTAS

KESEHATAN UNIVERSITAS SAMAWA

TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK LABORATORIUM RSMA

DISAHKAN PADA
HARI :
TANGGAL :

PEMBIMBING KLINIK. PEMBIMBING INSTITUSI

( Ni Luh Putu Windari Surastini A.Md. AK ) ( Ns. Endang setyawati


S.kep.,M.kes)
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah
dengan mencegah menumpuknya limbah serta mengendalikan keseimbangan cairan
dalam tubuh, menjaga keseimbangan elektrolit seperti sodium, potassium, dan fosfat
tetap stabil, serta memproduksi hormone dan enzim yang membantu dalam
mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah dan menjaga tulang tetap
kuat.(Infodatin, 2017)
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat
global dengan prevalensi dan insiden gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang
buruk dan biaya yang tinggi. Prevalensi penyakit ginjal kronik meningkat seiring
meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes mellitus
serta hipertensi.(Infodatin, 2017)
Kedua ginjal setiap hari menyaring sekitar 120-150 liter darah dan menghasilkan
sekitar 1-2 liter urin. Tiap ginjal tersusun dari sekitar sejuta unit penyaring yang
disebut nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus menyaring
cairan dan limbah untuk dikeluarkan serta mencegah keluarnya sel darah dan molekul
besar yang sebagian besar berupa protein. Selanjutnya melewati tubulus yang
mengambil kembali mineral yang dibutuhkan tubuh dan membuang limbahnya.
(Infodatin, 2017)
2. Tujuan
Untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit ginjal
kronik
Tujuan Khusus
1. Untuk mendeskripsikan dan memberikan pengalaman langsung dalam hal:
2. Pengkajian pasien dengan penyakit ginjal kronik
3. Penegakan diagnosa pasien penyakit ginjal kronik
4. Penyusunan rencana asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal kronik
5. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien penyakit ginjal kronik
BAB II KONSEP
TEORI

A. KONSEP KEBUTUHAN DASAR

1. KonsepTeori
Chronic Kidney Disease (CKD) atau disebut Gagal Ginjal Kronik yaitu suatu
kondisi dimana organ ginjal sudah tidak mampu mengangkut sampah sisa metabolik
tubuh berupa bahan yang biasanya dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam
cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi
endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Abdul, 2015).
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap, penyebab glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler
(nefrosklerosis), proses obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen
nfritik (aminoglikosida), dan penyakit endokrin (diabetes) (Doenges, 2014).

2. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya bergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Ginjal mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, pengurangan massa
ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa
(surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang di perantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, kemudian terjadi proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan
fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas
tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF- β)
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas Penyakit
ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia. (Basuki,
2019).
Pada stadium paling dini penyakit CKD, gejala klinis yang serius belum muncul,
terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LGF
masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan, tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada penderita antara lain penderita
merasakan letih dan tidak bertenaga, susah berkonsentrasi, nafsu makan menurun dan
penurunan berat badan, susah tidur, kram otot pada malam hari, bengkak pada kaki
dan pergelangan kaki pada malam hari, kulit gatal dan kering, sering kencing terutama
pada malam hari. Pada LFG di bawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Selain
itu pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
cerna, maupun infeksi saluran nafas. Sampai pada LFG di bawah 15% akan terjadi
gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi
ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. Di
samping itu, ketika BUN meningkat secara otomatis, dan pasien akan mengalami
risiko kelebihan beban cairan seiring dengan output urin yang makin tidak adekuat
(Smeltzer & Bare, 2014).
3. Pathway
4. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala penyakit ginjal kronis berkembang seiring waktu jika kerusakan
ginjal berlangsung lambat. Tanda dan gejala penyakit ginjal termasuk (Kardiyudiani
& Brigitta, 2019) :
a. Mual
b. Muntah
c. Kehilangan nafsu makan
d. Kelelahan dan kelemahan
e. Masalah tidur
f. Perubahan volume dan frekuensi buang air kecil
g. Otot berkedut dank ram
h. Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki
i. Gatal terus menerus
j. Nyeri dada jika cairan menumpuk di dalam selaput jantung
k. Sesak napas jika cairan menumpuk di paru-paru
l. Tekanan darah tinggi yang sulit dikendalikan

5. Pemeriksaan Penunjang
Yang dilakukan pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD), antara lain (Monika,
2019):
a. Hematologi
1) Hemoglobin: HB kurang dari 7-8 g/dl
2) Hematokrit: Biasanya menurun
3) Eritrosit
4) Leukosit
5) Trombosit
b. LFT (Liver Fungsi Test)
c. Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium)
1. AGD : penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7 : 2) terjadi karena
kehilangankemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan ammonia
atau hasil akhir.
2. Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolysis.
d. RFT (Renal Fungsi Test) (Ureum dan Kreatinin) . Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
1) BUN/ Kreatinin :
Kadar BUN (normal: 5-25 mg/dL), kreatinin serum (normal 0,5-1,5 mg/dL;
45- 132,5 µmol/ L [unit SI]) biasanya meningkat dalam proporsi kadar
kreatinin 10mg/dl, natrium (normal: serum 135-145 mmol/L; urine: 40-220
mEq/L/24 jam), dan kalium (normal: 3,5-5,0 mEq/L; 3-5,0 mmol/Lm [unit
SI]) meningkat.
e. Urine rutin
1) Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
2) Volume : kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria
3) Warna : secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel, koloid dan
fosfat.
4) Sedimen : kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin,
porfirin.
5) Berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan
kerusakan ginjal berat.
f. EKG : mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan asam
basa.
g. Endoskopi ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis ginjal,
pengangkatan tumor selektif.
h. USG abdominal
i. CT scan abdominal
j. Renogram
RPG (Retio Pielografi) katabolisme protein bikarbonat menurun PC02 menurun
Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.

6. Penatalaksanaan
Menurut Monika, (2019) Penatalaksanaan medis pada pasien dengan CKD dibagi tiga
yaitu :
a. Konservatif
1) Melakukan pemeriksaan lab darah dan urine
2) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Biasanya
diusahakan agar tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema
betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui pemantauan berat badan, urine serta
pencatatan keseimbangan cairan.
3) Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein). Diet rendah protein (20-240 gr/hr)
dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia serta
menurunkan kadar ereum. Hindari pemasukan berlebih dari kalium dan garam.
4) Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan
garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung pada tekanan darah. Sering
diperlukan diuretik loop selain obat anti hipertensi (Guswanti, 2019).
5) Kontrol ketidak seimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah
hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia hindari
pemasukan kalium yang banyak (batasi hingga 60 mmol/hr), diuretik hemat
kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium (penghambat ACE
dan obat anti inflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang
menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi
melalui kalium plasma dan EKG.
b. Dialysis
Peritoneal dialysis Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
c. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan: AV fistule :
menggabungkan vena dan arteri Double lumen : langsung pada daerah jantung
(vaskularisasi ke jantung) Tujuannya yaitu untuk menggantikan fungsi ginjal
dalam tubuh fungsi eksresi yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh,
seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain (Guswanti, 2019).
d. Operasi
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal

7. Komplikasi
Menurut (NKDEP, 2015) yang mungkin akan terjadi atau timbul akibat gagal ginjal
kronis, antara lain :
a. Hiperkalemia
Hiperkalimia adalah kelebihan kalium yang terjadi bila kalium yang normal
diekskresikan melalui ginjal terakumulasi didala darah. Keseimbangan elektrolit
ini dapat mengakibatkan serangan jantung, memberikan gejala seperti lemas,
merasa tidak nyaman, merasa kram diperut.
b. Gastrointestinal
Meningkatnya kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum lebih sering terjadi pada
pasien dengan gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun
demikian, gejala mual, muntah anoreksia, dan dada seperti terbakar. Insiden
esofagitis seperti angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebutkan
perdarahan. Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau nafas yang
menyerupai urin.
c. Hipertensi
Penyakit vaskular dan hipertensi merupakan penyebab utama kematian pada
gagal ginjal kronik. Pada pasien yang tidak menderita diabetes, hipertensi,
mungkin merupakan salah satu faktor yang penting. Sebagian besar hipertensi
pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan
air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk yang bisa menimbulkan edema,
namun mungkin terdapat ritem jantung tripel. Hipertensi seperti ini biasanya
memberikan respons terhadap restriksi natrium dan pengendalian volume tubuh
melalui dialysis, jika fungsi ginjal memadai, pemberia furosemid dapat
bermanfaat.
d. Anemia
Anemia harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi Penyakit Gagal Ginjal
Kronik, dan perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk
faal ginjal (LFG). Kadar eritropoietin dalam sirkulasi rendah. Eritropoietin
rekombinan parenteral meningkatkan kadar hemoglobin, memperbaiki toleransi
terhadap aktivitas fisik, dan mengurangi kebutuhan tranfusi darah. Pada pasien
gagal ginjal stadium lanjut sebelum dialisis, eritropoiten mengkoreksi anemia dan
memperaiki keadaan umum tanpa mempengaruhi tingkat penurunan ginjal.
Hipertensi tergantung dosis terjadi pada 35% pasien dan biasanya bisa
dikendalikan dengan obatobatan penurunan tekanan darah, walawpun
enselafalopati hipertensi bisa timbul mendadak.
e. Penyakit tulang
Hipokalisemia akibat penurunan sistesis 1,25 (OH)2D3 hiperfosfatemia, dan
retensi terhadap kerja PTH diperifer, semuanya turut menyebabkan penyakit
tulang adrenal. Terapinya dengan pembatasan fosfat makana dengan atau tanpa
mengikat fofat (kalsium bikarbonat bila kalsium belum meningkat akhibat
hiperparatiroidisme tersier) dan penggunaan derivate la- hidroksilasi vitamin D
dosis rendah sedini mungkin.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Biodata
Mengenai identitas pasien meliputi nama lengkap, tanggal lahir, alamat dan
sebagainya.
b. Keluhan utama
Pada pasien CKD dengan masalah kulit biasanya memiliki keluhan seperti kulit
kering sampai bersisik, kasar, pucat, gatal, mengalami iritasi karena garukan,
edema
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien akan mengeluhkan mengalami penurunan urine output (oliguria) sampai
pada anuria, anoreksia, mual dan muntah, fatigue, napas berbau urea, adanya
perubahan pada kulit. Kondisi ini terjadi karena penumpukan (akumulasi) zat sisa
metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan dalam
filtrasi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat pemakaian obat-obatan, ada riwayat gagal ginjal akut, ISK, atau faktor
predisposisi seperti diabetes melitus dan hipertensi biasanya sering dijumpai pada
penderita CKD.
e. Riwayat Psikososial
CKD bisa menyebabkan gangguan pada kondisi psikososial pasien seperti adanya
gangguan peran pada keluarga karena sakit.
f. Pola nutrisi
Pada pasien CKD terjadi peningkatan BB karena adanya edema, namun bisa juga
terjadi penurunan BB karena kebutuhan nutrisi yang kurang ditandai dengan
adanya anoreksia serta mual atau muntah.
g. Pola eliminasi
Pada pasien CKD akan terjadi oliguria atau penurunan produksi urine kurang dari
30 cc/jam atau 500 cc/24 jam. Bahkan bisa juga terjadi anuria yaitu tidak bisa
mengeluarkan urin selain itu juga terjadi perubahan warna pada urin seperti
kuning pekat, merah dan coklat (Haryono, 2013).
h. Pola istirahat dan tidur
Pada pasien CKD istirahat dan tidur akan terganggu karena terdapat gejala nyeri
panggul, sakit kepala, kram otot dan gelisah dan akan memburuk pada malam
hari (Haryono, 2013).
i) Pola aktivitas
Pada pasien CKD akan terjadi kelemahan otot dan kelelahan yang ekstrem
Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
Pemeriksaan fisik menurut (Muttaqin & Sari, 2014) pada pasien Chronic Kidney
Disease (CKD), sebagai berikut:
1. Pemeriksaan TTV
a. Tekanan darah
Pada pasien CKD tekanan darah cenderung mengalami
peningkatan dari hipertensi ringan hingga berat.
b. Nadi
Pada pasien CKD biasanya teraba kuat dan jika disertai dengan
disritmia jantung nadi akan teraba lemah halus.
c. Suhu
Pada pasien CKD biasanya suhu akan mengalami peningkatan
karena adanya sepsis atau dehidrasi sehingga terjadi demam.
d. Frekuensi pernapasan
Pada pasien CKD akan cenderung meningkat karena terjadi
takipnea dan dispnea.
e. Keadaan umum
Pada pasien CKD cenderung lemah dan nampak sakit berat sedangkan untuk
tingkat kesadaran menurun karena sistem saraf pusat yang terpengaruhi sesuai
dengan tingkat uremia yang mempengaruhi
2. Kepala
Pada pasien CKD, rambut tampak tipis dan kering, berubah warna dan mudah
rontok, wajah akan tampak pucat, kulit tampak kering dan kusam
3. Telinga
Pemeriksaan kesimetrisan telinga, produksi serumen, warna, kebersihan dan
kemampuan mendengar.
4. Mata
Pada pasien CKD akan tampak kalsifikasi (endapan mineral kalsium fosfat)
akibat uremia yang berlarut-larut di daerah pinggir mata, di sekitar mata akan
tampak edema, penglihatan kabur dan konjungtiva akan terlihat pucat jika ada
yang mengalami anemia berat. Pada palpasi bola mata akan teraba kenyal dan
melenting, pada sekitar mata akan teraba edema
5. Hidung
Periksa adanya produksi sekret, ada atau tidak pernapasan cuping hidung,
kesimetrisan kedua lubang hidung.
6. Mulut
Pada saat bernapas akan tercium bau ammonia karena faktor uremik, ulserasi
pada gusi, bibir tampak kering.
7. Leher
Periksa ada massa atau tidak, pembengkakan atau kekakuan leher, kulit kering,
pucat, kusam. Palpasi adanya pembesaran kelenjar limfe, massa atau tidak.
8. Dada
Pada pasien CKD pergerakan dada akan cepat karena pola napas juga cepat dan
dalam (kusmaul), batuk dengan ada tidaknya sputum kental dan banyak apabila
ada edema paru batuk akan produktif menghasilkan sputum merah muda dan
encer, pada kulit akan ditemukan kulit kering, uremic frost, pucat atau perubahan
warna kulit dan bersisik. Pada pemeriksaan palpasi periksa pergerakan dinding
dada teraba sama atau tidak, terdapat nyeri dan edema atau tidak. Pada perkusi
pada seluruh lapang paru
normalnya resonan dan pada CKD pekak apabila paru terisi cairan
karena edema.
9. Abdomen
Pada saat inspeksi kulit abdomen akan tampak mengkilap karena asites dan kulit
kering, pucat, bersisik, warna cokelat kekuningan, akan muncul pruritus.
Auskultasi bunyi bising usus di keempat kuadran abdomen. Pasien dengan CKD
akan mengeluh nyeri pada saat dilakukan pemeriksaan di sudut costo-vertebrae
pada penderita penyakit ginjal Pemeriksaan palpasi pada daerah terakhir diperiksa
yang terasa nyeri, teraba ada massa atau tidak pada ginjal
10. Kulit dan kuku
Pemeriksaan kuku akan menjadi rapuh dan tipis, kulit menjadi pucat, kering dan
mengelupas, bersisik, akan muncul pruritus, warna cokelat kekuningan,
hiperpigmentasi, memar, uremic frost, ekimosis, petekie, CRT > 3 detik, kulit
teraba kasar dan tidak rata.
11. Ekstermitas
Pada pasien CKD terdapat edema pada kaki karena adanya gravitasi biasanya
ditemukan di betis dan paha pada klien yang bedrest, kelemahan, kelelahan, kulit
kering, hiperpigmentasi, bersisik, turgor kulit > 3 detik karena edema, kulit teraba
kering dan kasar.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan dan natrium
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Intervensi dan Rasional Keperawatan
a. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan dan natrium
(SDKI, 2016 D.0020 Kategori: Fisiologis Subkategoris: Nutrisi dan
Cairan) Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan status
keseimbangan cairan dapat ditingkatkan dengan
Kriteria Hasil:
1. Terbebas dari edema, efusi dan anaskara
2. TTV dalam batas normal
3. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam
4. Turgor kulit tidak mengkilap dan tegang
5. Membrane mukosa lembab
6. Menjelaskan indikator kelebihan cairan

Intervensi Rasional
Monitor adanya tanda dan gejala Peningkatan menunjukkan hypervole
hypervolemia(mis.dipnea, edema JVP CVP, Kelebihan volume cairan berpotensi g
suara napas tambahan) jantung kongestif atau
edema paru
Monitor intake dan output cairan Keseimbangan positif menunjukkan
evaluasi lebih lanjut

Monitor tanda peningkatan onkotik Terjadinya peningkatan tekanan onkotik


plasma (mis. kadar protein, dan plasma mengakibatkan terjadinya
albumin meningkat) Edema
Batasi asupan cairan dan garam 4. Menjaga agar kelebihan cairan t
bertambah parah dan garam mengika
sehingga memperparah kelebihan
cairan
Kolaborasikan pemberian diuretik dan Diuretik dapat meningkatkan laju aliran
penggantin kehilangan kalium akibat diureti sehingga produksi urin meningkat
mengurangi kelebihan volume
cairan dalam tubuh
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
(SDKI, 2016 D.0020 Kategori: Fisiologis Subkategoris: Nutrisi dan Cairan)
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan status
keseimbangan cairan dapat ditingkatkan dengan
Kriteria Hasil:
1. Denyut nadi perifer meningkat
2. Warna kulit pucat menurun
3. Pengisian kapiler membaik
4. Akral membaik
5. Turgor kulit membaik

Intervensi Rasional
Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi Mengetahui tanda dan gejala perfusi pe
perifer, edema, pengisian kepiler, klien
warna, suhu)

Monitor tekanan darah Memantau keadaan klien


Jelaskan tujuan kepatuhan diet Mencegah tekanan darah meningkat
terhadap keseha tan
Kolaborasi pemberian obat Untuk membantu menurunkan tekanan
antihipertensi darah tinggi
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
(SDKI, 2016 D.0056 Kategori: Fisiologis Subkategori:
Aktivitas/Istirahat) Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pasien dapat
bertoleransi terhadap aktivitas kembali, dengan
Kriteria Hasil :
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,
nadi, dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas sehari – hari (ADLs) secara mandiri
3. Mampu berpindah dengan atau tanpa bantual alat

Intervensi Rasional
Kaji hal – hal yang mampu dilakukan Mengetahui tingkat ketergantungan
klien klien dalam memenuhi kebutuhannya

Bantu klien memenuhi kebutuhan Bantuan sangat diperlukan klien pada saat
aktivitasnya sesuai dengan tingkat kondisi lemah dalam pemenuhan kebutuhan
keterbatasan klien sehari – hari tanpa mengalami ketergantung
pada orang
lain
Beri penjelasan tentang hal – hal yang dapat Untuk memotivasi klien dengan kooperatif
membantu dan meningkatkan kekuatan fisik selama perawatan terutama terhadap tindaka
klien yang dapat
meningkatkan kekuatan fisiknya
Libatkan keluarga dalam pemenuhan Karena keluarga merupakan orang
terdekat dengan klien

Jelaskan pada keluarga dan klienpentingnya Untuk mencegah terjadinya keadaan yang
bedrest di tempat tidur lebih parah
ADL klien

4. Evaluasi Kepeerawatan
Evaluasi dapat dibedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil yang mana hal
tersebut dilhat dari tindakan keperawatan yang sudah kita lakukan dengan
menggunakan metode SOAP
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Chronic Kidney Disease (CKD) atau disebut Gagal Ginjal Kronik yaitu suatu kondisi
dimana organ ginjal sudah tidak mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh
berupa bahan yang biasanya dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan
tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin
dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Abdul, 2015).
1. penyebab CKD
a. Hipertensi
b. Diabetes tipe 1 atau 2
c. Penyakit autoimun, seperti lupus
d. Penyakit ginjal lain, seperti penyakit ginjal polikistik, batu ginjal,
glomerulonefritis, sindrom nefritis, atau infeksi ginjal berulang
DAFTAR PUSTAKA

Situasi penyakit ginjal kronis.infodatin kementerian kesehatan RI. 2017. ISSN 2442-7659.

Arsip Rekam Medik. 2015. Prevalensi Gagal Ginjal Kronik Hemodialisa Rawat Jalan di

RSUD Kabupaten Sukoharjo

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2014). Rencana Asuhan


Keperawatan

Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Basuki, K. (2019). Klasifikasi Chronic Kidney Disease. Jurnal Online Internasional &

Nasional

Vol. 7 No.1, Januari – Juni 2019 Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, 53(9), 1689–
1699.

Retrieved from
www.journal.uta45jakarta.ac.id

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC

Kardiyudiani & Brigitta.2019.Keperawatan Medikal Bedah.yogyakara : Pustaka Baru

Monika, R. (2019). PENERAPAN ICE LIPS FROZEN UNTUK MENGATASI RASA

HAUS PADA PASIEN CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) DI RSUD dr. R.

GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA.

NKDEP. Vascular Access for Hemodialysis. Natl Kidney Dis Educ Progr. US.2014; 1-2

Haryono Rudi ( 2013 ) Keperawatan Medikal Bedah ( sistem Perkemihan )


Edisi1,Yogyakarta.

Rapha Publishing

Muttaqin, A & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta:

salemba Medika.

Tim Pokja SDKI PPNI.2017.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan


Indikator

Diagnostik.Jakarta :
DPPPPNI

Tim Pokja SIKI PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan


Tindakan

Keperawatan.Jakarta :
DPPPPNI

Tim Pokja SLKI PPNI.2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil
Keperawatan.Jakarta :
DPPP
LAPORAN KASUS PADA KASUS CKD ST V ON

HD DIRUANG LABORATORIUMR

R.S.H.L. MANAMBAI ABDULKADIR

Nama: Erlin Lastriani (22.14401.1.004 )

PROGRAM STUDI DII

KEPERAWATAN FAKULTAS

KESEHATAN UNIVERSITAS SAMAWA

TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS PRAKTEK LABORATORIUM


RSMA

DISAHKAN

PADA HARI. :

TANGGAL :

PEMBIMBING KLINIK. PEMBIMBING INSTITUSI

( Ni Luh Putu Windari Surastini A.Md. AK ) ( Ns. Endang setyawati


S.kep.,M.kes)
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Wiwin erna sari
Usia : 25 thn
Alamat : Utan
Pekerjaan : Wirausaha
B. DIAGNOSA MEDIA
Nama penyakit: CKD st v on HD
2. Definisi CKD
(Chronic Kidney Disease Stage 5) yang merupakan tahapan terakhir dari penyakit
ginjal kronis. Pada tahapan ini ginjal sudah tidak mampu menjalani fungsinya
dengan baik, yaitu untuk menyaring dan membuang limbah serta cairan yang
berlebih dari dalam darah.
3. penyebab CKD
e. Hipertensi
f. Diabetes tipe 1 atau 2
g. Penyakit autoimun, seperti lupus
h. Penyakit ginjal lain, seperti penyakit ginjal polikistik, batu ginjal,
glomerulonefritis, sindrom nefritis, atau infeksi ginjal berulang
4. Faktor resiko CKD
Faktor risiko yang dapat diubah: diabetes (tipe 2), hipertensi, konsumsi obat
pereda nyeri, narkoba, psikotropika dan zat adiktif, radang ginjal. Faktor risiko
yang tidak dapat diubah: Riwayat keluarga penyakit ginjal, kelahiran prematur,
trauma di daerah abdomen, jenis penyakit tertentu (lupus, AIDS, Hepatitis C, dll).
5. Gejala CKD
a. Lebih jarang buang air kecil dan jumlah urine lebih sedikit
b. Mual dan muntah
c. Mudah lelah
d. Tidak nafsu makan
e. Kulit sangat kering dan gatal-gatal
f. Warna kulit menjadi lebih gelap atau justru lebih terang
g. Gangguan tidur
h. Kram otot
i. Sulit berkonsentrasi
j. Disfungsi ereksi
6. Penanganan CKD
a. Cuci darah (hemodialisis)
Dalam prosedur ini, fungsi ginjal untuk menyaring darah akan digantikan
oleh mesin khusus. Prosedur cuci darah memerlukan waktu sekitar 4 jam dan
harus dilakukan setidaknya 3 kali dalam seminggu. Jika sudah menjalani cuci
darah, penderita penyakit ginjal harus memperhatikan makanan dan jumlah
cairan yang dikonsumsinya. Dokter mungkin akan memberikan suplemen
seperti kalsium asetat, untuk mencegah kelebihan fosfat dalam darah,
komplikasi yang sering terjadi pada pasien cuci darah
b. Transplantasi ginjal
Pilihan pengobatan lain untuk penderita penyakit ginjal kronis stadium akhir
adalah transplantasi ginjal. Dalam prosedur ini, ginjal pasien yang rusak akan
diganti dengan ginjal yang sehat dari pendonor. Hanya saja, penderita harus
menunggu cukup lama untuk mendapatkan ginjal baru
7. Komplikasi
a. Retensi cairan, yang menyebabkan pembengkakan di lengan dan kaki,
hipertensi, atau edema paru
b. Peningkatan kalium dalam darah (hiperkalemia) secara tiba-tiba. Kondisi
tersebut dapat mengganggu fungsi jantung dan mengancam jiwa.
c. Penyakit jantung.
d. Tulang melemah dan risiko patah tulang meningkat
e. Anemia
f. Kerusakan pada sistem saraf pusat, yang mengakibatkan kesulitan
berkonsentrasi, perubahan pribadi, atau kejang.
g. Sistem kekebalan tubuh menurun, yang menyebabkan rentan terkena infeksi.
h. Malnutrisi.
i. Kerusakan permanen pada ginjal.
8. Pencegahan CKD
Dilakukan pada populasi sehat dengan perilaku “ CERDIK ” yaitu C: Cek
kesehatan secara berkala, E: Enyahkan asap rokok, R: Rajin aktifitas fisik, D:
Diet sehat dengan kalori seimbang, I: Istirahat yang cukup dan K: Kelola stress

C. JENIS PEMERIKSAAN

Nama pemeriksaan: pemeriksaan ureum

D. LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian Flebotomi
Flebotomi adalah proses pengambilan darah dari sirkulasi melalui tusukan atau
sayatan dapat melalui vena, arteri maupun kapilerdalam rangka untuk
mendapatkan sampel (Nugraha, 2017).
2. Tujuan Flebotomi
Flebotomi bertujuan untuk memastikan diagnosis penyakit dan mengobati
beberapa penyakit kelainan darah
3. Indikasi
Kondisi pasien saat melakukan flebotomi: Pasien tampak lemas
4. Jenis - Jenis tabung
Adapun beberapa jenis macam tabung yang digunakan pada ruangan laboratorium
adalah
1. Tabung warna kuning.
Tabung warna kuning yang fungsinya memisahkan serum dan sel darah
umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah imunologi dan serologi
2. Tabung warna hijau
Tabung warna hijau tabung ini berisi antikoagulan lithium heparin.
Umumnya digunakan untuk pemeriksaan gas darah.
3. Tabung warna merah
Tabung warna merah digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi
serologi dan bank darah
4. Tabung warna ungu
Tabung ini berisi EDTA, umumnya digunakan untuk pemeriksaan darah
lengkap dan bank darah
5. Tabung warna biru
Tabung ini berisi natrium sitrat, umumnya digunakan untuk pemeriksaan
koagulasi (mis, PPT, APT).
5. Persiapan Alat Flebotomi
1. Tourniquet
2. Spuit 3-5 cc
3. Tabung
4. Plester
5. Alcohol swab
6. Handscoon
6. Persiapan Pasien
1. Komunikasi (komunikasi terapeutik, validasi identitas pasien, tujuan
pengambilan sampel darah dan jelaskan prosedur pengambilan sampel darah).
2. Posisikan pasien senyaman mungkin.
3. Jaga privasi (tutup tirai).
7. Prosedur Flebotomi
1. Cuci tangan
2. Memakai handscoon.
3. Palpasi vena yang akan ditusuk sampai benar-benar yakin
4. Pasang tourniquet dilengan yang akan diambil darah 2-3 jari diatas lokasi
vena yang sudah ditentukan
5. Disinfeksi area vena yang akan ditusuk
6. Minta pasien untuk menggenggam tangan
7. Siapkan spuit 3-5 cc pastikan tidak ada udara dan spuit berfungsi dengan baik
8. Tusuk secara yakin sampai darah keluar dari spuit Lepas tourniquet
9. Tekan area tusuk dan tahan sampai beberapa menit, pastikan sudah tidak ada
darah yang keluar setelah itu diplester
10. masukkan sampel darah kedalam tabung warna merah evaluasi respon pasien
cuci tangan

E. KESIMPULAN

(Chronic Kidney Disease Stage 5) yang merupakan tahapan terakhir dari penyakit
ginjal kronis. Pada tahapan ini ginjal sudah tidak mampu menjalani fungsinya
dengan baik, yaitu untuk menyaring dan membuang limbah serta cairan yang
berlebih dari dalam darah
Nilai normal pemeriksaan ureum:
Ureum: Usia < 6 bulan. : <42 mg/dL
Usia diatas 7 bulan : <48 mg/dL
dewasa usia kurang dari 65 tahun : <50 mg/dL
Dewasa usia diatas 65 tahun. : < 70 mg/dL

Nilai tinggi : > 214 mg/dL


Nilai rendah. : -
a. Kondisi ketika kadar ureum dalam darah terlalu tinggi (> 214 mg/dL) disebut
uremia. Hal ini dapat menyebabkan cepat lelah, pusing, mual, muntah, dan kram
kaki.
b. ureum terlalu rendah kerusakan atau gagal organ hati, asupan cairan yang
berlebihan (overhidrasi), dan kekurangan protein yang amat

You might also like