Professional Documents
Culture Documents
202 978 1 PB
202 978 1 PB
202 978 1 PB
E-ISSN 2721-0642
Abstract
The research was conducted to analyze the Collaborative Governance Pentahelix in the
Environmental Impact Analysis (EIA) process in Cirebon Regency. The qualitative method is used
in this research with a case study approach to the environmental impact analysis process for the
Development of the Footwear Industry for Daily Use and Sports Shoes by PT. Long Rich
Indonesia, located in Cirebon Regency. Determination of informants using purposive sampling
where researchers determine informants based on research objectives and subjects who can answer
the research. Data collection techniques using interviews and observation. Data analysis was
carried out by collecting data, reducing data, presenting data, and drawing conclusions. The
results for the case study that the collaborative governance Pentahelix in the Environmental
Impact Analysis process is not optimal. Regarding by Anshell and Gash, the research finds out
some indicators of collaborative governance have not been achieved, namely the initial conditions
and the collaboration process, so it becomes inhibiting factors. Meanwhile, other indicators,
specifically institutional design and facilitative leadership, have been optimal and are supporting
factors for this pentahelix collaborative governance.
Keywords: Collaborative Governance, Pentahaelix, EIA.
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis collaborative governance pentahelix pada
proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) di Kabupaten Cirebon.
Metode penelitian ini yaitu kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada proses amdal
Pembangunan Industri Alas Kaki Untuk Keperluan Sehari-hari dan Sepatu Olah Raga
oleh PT. Long Rich Indonesia yang berlokasi di Desa Sidaresmi dan Desa Babakan Losari
Kecamatan Pabedilan Kabupaten Cirebon. Penentuan informan menggunakan purposive
sampling di mana peneliti menentukan informan berdasarkan tujuan penelitian dan
subjek yang dapat mernjawab penelitian.Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan dengan cara
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa collaborative governanve pentahelix pada proses amdal
ini belum optimal. Hal ini terlihat dari beberapa indikator collaborative governance
menurut Anshell and Gash yang belum tercapai yaitu Kondisi awal dan Proses
kolaborasi sehingga menjadi faktor penghambat. Sedangkan indikator lainnya yaitu
Desain kelembagaan dan Kepemimpinan fasilitatif sudah optimal dan menjadi faktor
pendukung collaborative governance pentahelix ini.
Kata Kunci: Collaborative Governance, Pentahaelix, Amdal.
Pendahuluan
Human activity today has increased by the development of science and technology,
every era continues to see growth and development, currently all business fields are
technology literate and have used computerized technology a lot. Along with the growth
253
Volume 4, Issue 1, April 2022
E-ISSN 2721-0642
and technological innovation, there are many factors that support its growth, especially
companies engaged in the service and computer sector. In the following, research is
conducted on service and computer companies listed on the Indonesia Stock Exchange
for the period 2014 to 2019, where 6 companies are listed on the Indonesia Stock
Exchange.
Berkembangnya pemanfaatan ruang dan lahan menjadi daerah industri, jasa dan
perdagangan serta berubahnya fungsi lahan pertanian di wilayah Kabupaten Cirebon
akan sangat berdampak terhadap kondisi lingkungan hidup, ekonomi, social dan
budaya masyarakat sekitar. Sehingga perlu dilakukan pengendalian terhadap dampak-
dampak yang ditimbulkan, salah satunya adalah kewajiban memiliki dokumen
lingkungan hidup berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) bagi
kegiatan / usaha yang termasuk dalam kategori wajib memiliki amdal sebagaimana
tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun
2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup.
Proses penyusunan Amdal oleh pelaku usaha sebagai alat untuk menganalisa
prakiraan dampak yang ditimbulkan serta analisa besaran dan rencana pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup serta dinilai kelayakannya oleh Komisi Penilai Amdal
(KPA) yang terdiri dari beberapa unsur yang mewakili pemerintah, akademisi,
kelompok masyarakat maupun perwakilan masyarakat yang terkena dampak
lingkungan dari setiap rencana kegiatan/usaha. Komisi Penilai Amdal (KPA) sebagai
organisasi sector public berperan melakukan proses pengambilan keputusan untuk
menentukan kelayakan atau ketidaklayakan rencana kegiatan dari aspek lingkungan
hidup. Keputusan kelayakan lingkungan hidup itulah selanjutnya akan dijadikan dasar
penerbitan izin berusaha ataupun untuk kegiatan pemerintah dapat dijadikan salah
satau dasar untuk dilaksanaknnya kegiatan pembangunan.
Proses penyusunan dan penilaian Amdal yang melibatkan unsur-unsur
sebagaimana dikenal sebagai collaborative governance model Pentahelix yaitu unsur
Pemerintah, Swasta, Media, Masyarakat dan Akademisi tentu memiliki kelebihan dan
kekurangannya yang berpengaruh terhadap kualitas dokumen amdal, waktu
penyelesaian proses amdal, kebutuhan biaya amdal maupun terhadap kecepatan
investasi dan asas keterbukaan informasi. Collaborative Governance Pentahelix di Komisi
Penilai Amdal Kabupaten Cirebon menjadi kajian yang sangat menarik karena saat ini
sedang berkembangnya investasi di Kabupaten Cirebon. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis Collaborative Governance Pentahelix pada proses Amdal di Kabupaten
Cirebon.
Collaborative Governance
Model teori yang digunakan adalah Model Collaborative Governance Ansell and Gash.
Menurut Ansell and Gash (2007), Collaborative Governace merupakan sebuah pengaturan
pemerintah dimana satu atau lebih lembaga public yang secara langsung melibatkan
pemangku kepentingan non-Negara dalam proses pengambilan keputusan bersama
yang sifatnya musyawarah. Kolaborasi pemerintahan ini bertujuan untuk membuat atau
menerapkan kebijakan public serta mengelola program pemerintah.
Ansell dan Gash berpendapat bahwa collaborative governance merupakan proses
kegiatan kolaborasi dengan mengatur suatu keputusan dalam proses kebijakan yang
254
Volume 4, Issue 1, April 2022
E-ISSN 2721-0642
dilakukan oleh beberapa lembaga publik dengan pihak lain yang terkait dan terlibat
secara langsung maupun tidak langsung dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah
publik. Model Collaborative Governance menurut Ansell & Gash (2007) dalam Astuti, dkk
(2020) terdiri dari 4 variabel yaitu: a) Kondisi awal, dalam suatu kolaborasi dipengaruhi
oleh beberapa fenomena, yaitu para stakeholders memiliki kepentingan dan visi bersama
yang ingin dicapai, sejarah kerjasama dimasa lalu, saling menghormati kerjasama yang
terjalin, kepercayaan masing-masing stakeholders, ketidakseimbangan kekuatan, sumber
daya, dan pengetahuan; b) Desain kelembagaan, desain kelembagaan merujuk
bagaimana aturan dasar dalam berkolaborasi, hal ini menjadi sangat penting karena
menjadi sebuah legitimasi secara prosedur dalam proses berkolaborasi. Hal yang
ditekankan dalam desain kelembagaan ini adalah bagaimana aturan main dalam ikut
berpartisipasi dalam kolaborasi, bagaimana forum yang dibentuk, bentuk aturan
pelaksanaan yang jelas serta bagaimana adanya transparansi dalam proses pelaksanaan
kolaborasi; c) Kepemimpinan, yaitu hal yang berkaitan dengan musyawarah yang
dilakukan oleh stakeholders, penetapan aturan-aturan dasar yang jelas, membangun
kepercayaan, memfasilitasi dialog antar stake holders dan pembagian keuntungan
bersama. Dalam berkolaborasi sangat mungkin terjadi/ditemukan adanya
konflik/perselisihan yang tinggi, dan adanya ketidakpercayaan yang besar antara
pemangku kepentingan, namun disisi lain terdapat keinginan yang besar pula para
pemangku kepentingan untuk ikut berpartisipasi. Maka disinilah dibutuhkan
kepemimpinan yang dapat diterima atau dipercaya oleh para pemangku kepentingan
yang dapat diandalkan sebagai mediator didalam kolaborasi.
Proses Kolaborasi
Awal dari proses kolaborasi akan sangat sulit menentukan mulai darimana. Sub
variable dalam proses kolaborasi ini diantaranya adalah seabagai berikut: a) Dialog tatap
muka, semua collaborative governance dibangun berdasarkan adanya “dialog antara
pemangku kepentingan”. Dialog ini sebagai proses yang berorientasi pada lahirnya
consensus/kesepakatan. Dialog pemangku kepentingan ini biasanya dilakukan untuk
mengidentifikasi peluang dengan mengedepankan narasi bahwa akan adanya keadaan
saling menguntungkan para pemangku kepentingan bila dapat berkolaborasi; b)
Membangun kepercayaan, membangun kepercayaan tidak dapat dipisahkan dari proses
dialog. Para pemimpin kolaborasi harus membangun kepercayaan diantara para
pemangku kepentingan. Proses dalam membangun kepercayaan proses jangka panjang
yang memakan waktu dan membutuhkan komitmen yang tinggi; c) Komitmen pada
proses kolaborasi, adanya saling ketergantungan yang tinggi diantara para pemangku
kepentingan akan meningkatkan komitmen untuk berkolaborasi. Perlu ditekankan
bahwa kolaborasi bukanlah kesepakatan satu kali akan tetapi merupakan sebuah proses
kegiatan kerjasama yang berkelanjutan dan saling menguntungkan; c) Pemahaman
bersama, para pemangku kepentingan harus dapat mengembangkan pemahaman
bersama tentang apa yang dapat dicapai. Pemahaman bersama ini dapat berupa tujuan
bersama yang jelas, definisi masalah yang akan dihadapi dan nilai yang akan dicapai
dalam berkolaborasi; dan d) Hasil antara (pertengahan), Kolaborasi lebih mungkin
berlanjut ketika hasil dari tujuan dan keuntungan dari kolaborasi dapat dirasakan secara
nyata walaupun masih kecil sebagai sebuah hasil antara (pertengahan) dalam kolaborasi.
Hasil kecil (small win) ini dapat menjadi pendorong dalam membangun kepercayaan dan
komitmen bersama para pemangku kepentingan.
255
Volume 4, Issue 1, April 2022
E-ISSN 2721-0642
Model Collaborative Governance menurut Anshel and Gash dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:
Metode
Dalam rencana penelitian ini pendekatan metode penelitian yang akan digunakan
adalah metode kualitatif yang berbasis studi kasus. Objek penelitian yang akan
dilakukan adalah Komisi Penilai Amdal Kabupaten Cirebon yang bertempat di Dinas
Lingkungan Hidup Kabupten Cirebon, dimana didalam objek penelitian data dan
informasi yang terkait dengan implementasi Collaborative Governance Penta Helix proses
penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal) PT. Long Rich
Indonesia di Kabupaten Cirebon. Pengembangan dari data dan informasi dari
sekeretariat Komisi Penilai Amdal adalah pengambilan data dari Anggota Komisi Penilai
Amdal Kabupaten Cirebon, media dan swasta/(PT. Long Rich Indonesia) yang
merupakan unsur-unsur sebagaimana disebutkan dalam konsep Penta Helix.
Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi.
Rincian 3 (tiga) jenis informan yang akan diwawancara pada pnelitian ini adalah
sebagai berikut: a) Informan Kunci: Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Cirebon, selaku Ketua Komisi Penilai Amdal Kabupaten Cirebon; b) Informan Utama:
Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon sekaligus
sebagai Sekretaris Komisi Penilai Amdal dan sebagai Ketua Tim Teknis Komisi Penilai
Amdal Kabupaten Cirebon; dan c) Informan Pendukung: Sekretariat KPA,
Akademisi/Tim Pakar dari KPA, Anggota KPA dari Instansi terkait, Pemrakarsa
Kegiatan (pelaku usaha/swasta), Konsultan Penyusun Amdal, LSM Lingkungan Hidup,
Perwakilan Masyarakat yang terkena dampak dan dari Unsur Media Massa local
Cirebon. Keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan kriteria
kredibilitas. Untuk mendapatkan data yang relevan, maka peneliti melakukan
pengecekan keabsahan data hasil penelitian dengan cara Tringulasi Teori dan Tringulasi
Sumber.
256
Volume 4, Issue 1, April 2022
E-ISSN 2721-0642
257
Volume 4, Issue 1, April 2022
E-ISSN 2721-0642
258
Volume 4, Issue 1, April 2022
E-ISSN 2721-0642
nomor: 660.1/ Kep. 203-DLH/2020 tanggal 27 April 2020 tentang Komisi Penilai Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Sedangkan susunan Tim Teknis dan Sekretriat
Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon
ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Cirebon nomor: 660.1/Kep. 262-TL/2020 tanggal 4 Mei 2020.
Salah satu dimensi pada collaborative governance adalah desain kelembagaan
yang didalamnya terdapat forum terbatas untuk berinteraksi antar stakeholder. Forum
yang tersedia secara formal adalah Rapat Tim Teknis yang didalamnya terdiri dari
instansi terkait,pemrakarsa kegiatan dan konsultan penyusun serta akademisi. Hasil-
hasil dari Rapat Tim Teknis ini kemudian dibawa pada forum yang lebih besar yaitu
Rapat Komisi Penilai Amdal (KPA) dengan melibatkan peserta yang terlibat dalam rapat
tim teknis juga diikuti oleh masyarakat terkena dampak, LSM Lingkungan, perwakilan
kegiatan sekitar lokasi kegiatan serta pemerintah tingkat kecamatan dan desa. Dalam
forum ini terdapat kesetaraan peran oleh masing-masing stake holder sesuai dengan
tugas pokok, fungsi dan kapasitasnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya masukan saran
tanggapan dari semua stakeholder yang terlibat dan Collaborative Governance ini.
Proses Collaborative Governance dalam proses amdal PT. Long Rich Indonesia di
Kabupaten Cirebon ini mengikuti ketentuan peraturan yang berlaku yatu Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor: P.26/Men
LHK/Setjen.Kum.1/VII/2018 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan dan Penilaian
Serta Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup Dalam Pelaksanaan Pelayanan
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Dalam peraturan tersebut sangat
detail diatur bagaimana proses collaborative governance amdal ini. Hal-hal yang diatur
meliputi aspek tata waktu, cara menyampaikan pendapat, tanggapan dan saran, pihak-
pihak yang turut serta hingga urutan proses dari awal sampai akhir. Sehingga semua
pihak dapat berkontribusi dengan baik sesuai dengan kapasitasnya.
Data pembahasan tentang desain kelembagaan pada Collaborative Governance proses
amdal PT. Long Rich Indonesia ini menyatakan bahwa desain kelembagaan sudah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dengan tersedianya forum interaksi antar stakeholder
dengan kesetaraan peran dalam kolaborasinya serta adanya peraturan dasar pendukung
collaborative governance ini.
3. Kepemimpinan Fasilitatif (Facilitative Leadership)
Kepemimpinan yang ada Collaborative Governance pada proses amdal PT. Long Rich
Indonesia terletak pada Ketua Komisi Penilai Amdal Kabupaten Cirebon yang dijabat
oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon. Selama proses amdal ini
terjadi 2 (dua) kali pergantian Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon yaitu
Ir. Sugeng Rahardjo, M.MP (periode Januari 2019- April 2020) dan Dr. Deni Nurcahya,
ST, M.Si (periode Mei 2020 – Oktober 2021).
Menurut hasil wawancara James Hsieh selaku Project Manager PT. Long Rich
Indonesia di Kabupaten Cirebon bahwa kepemimpinan pada proses amdal ini sangat
baik dan dapat menjembatani hubungan dan pendapat semua pihak.
“Selama proses amdal ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon
perannya sangat baik dan signifikan. Selaku Ketua Komisi Penilai Amdal
Kabupaten Cirebon, kedua Kepala Dinas tersebut di eranya masing-masing mampu
menjembatani semua pihak yang terlibat baik antara kami pelaku usaha dan
konsultan penyusun amdal dengan akademisi maupun dengan instansi
pemerintah. Termasuk dengan cepat bersikap dengan keadaan perubahan
kebijakan terkait kondisi pandemi yang sedang terjadi”
259
Volume 4, Issue 1, April 2022
E-ISSN 2721-0642
Proses Kolaboratif
Proses kolaboratif pada collaborative governance penta helix proses amdal
pembangunan industri alas kaki untuk keperluan sehari-hari dan sepatu olah raga oleh
PT. Long Rich Indonesia di Kabupaten Cirebon ini dipengaruhi oleh beberapa parameter
diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Adanya pertemuan tatap muka
Parameter efektifitas proses kolaboratif ini salah satunya adalah adanya pertemuan
tatap muka. Pada proses amdal ini pertemuan tatap muka dilaksanakan sejak tahapan
Konsultasi Publik antara masyarakat dengan pemerkarsa kegiatan, konsultan penyusun
amdal dan perwakilan instansi pemerintah. Pertemuan tatap muka juga dilakukan pada
saat rapat tim teknis untuk penilaian dokumen Kerangka Acuan Amdal yang melibatkan
akademisi, instansi pemerintah, swasta/pelaku usaha dan konsultan penyusun amdal.
Begitupun dengan kegiatan asistensi hasil perbaikan Kerangka Acuan Amdal juga
dilakukan pertemuan tatap muka dengan pakar. Sedangkan tahapan selanjutnya tidak
dapat dilaksanakan pertemuan tatap muka langsung karena adanya wabah virus
corona/pandemi covid 19 yang melanda. Setelah beberapa waktu tertunda, atas hasil
koordinasi dan arahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selanjutnya
Rapat Komisi Penilai Amdal dapat dilakukan secara virtul/online. Adanya pertemuan
tatap muka baik langsung maupun virtual menjadi parameter efektifitas proses
Collaborative Governance Penta Helix ini, tetapi terdapat 1 (satu) unsur pentahelix yang tidak
terlibat pertemuan tatap muka yaitu Pers/ Media Massa, karena fungsinya pada saat
proses amdal ini hanya sebagai media pengumuman di media massa untuk
mendapatkan tanggapan dari masyarakat.
2. Membangun kepercayaanan antar pihak
Membangun kepercayaan antar pihak ini sebenernya dimulai sejak pada kondisi
awal proses collaborative governance pentahelix ini, misalnya terkait dengan kesesuaian
rencana kegiatan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon, dimana
terdapat 6 (enam) hektar yang di izinkan untuk dibangun dan berada ditengah lokasi
kegiatan. Sehingga proses kolaboratif ini harus bersama-sama membangun kepercayaan
bahwa PT. Long Rich Indonesia tidak akan menggunakan areal yang tidak diizinkan
tersebut untuk dibangun dan hanya digunakan sebagai area Ruang Terbuka Hijau
(RTH). Kepercayaan antar pihak juga dibangun dengan proses kolaboratif yang terbuka
dan demokratis sehingga antar pihak tidak saling mencurigai dan tidak berdasarkan
egoisme instansi masing-masing.
Kepercayaan antar pihak pada collaborative governance pentahelix proses amdal ini
telah berjalan dengan baik, apalagi unsur instasi pemerintah dan akademisi sudah
melakukan kolaboratif pada proses amdal sebelumnya sehingga antar pihak memahami
dan saling percaya.
3. Komitmen dan tanggungjawab bersama
Banyaknya stake holder yang terlibat pada collaborative governance pada proses
amdal PT. Long Rich Indonesia ini membutuhkan komitmen dan tanggungjawab
260
Volume 4, Issue 1, April 2022
E-ISSN 2721-0642
bersama. Diantara para pelaku kolaboratif ini adanya saling ketergantungan sesuai
dengan kapasitasnya masing-masing. Hasil penelitian menggambarkan bahwa
komitmen dan tanggungjawab bersama pada collaborative governance pentahelix ini telah
tercipta antara swasta (pelaku usaha dan konsultan penyusun amdal), pemerintah
(instansi-instansi terkait), Perwakilan masyarakat dan LSM dan akademisi dari
perguruan tinggi. Sedangkan dari unsur media massa belum memiliki tanggungjawab
bersama sebagai unsur kolaborasi dan tujuan bersama kolaborasi proses amdal ini.
4. Kesamaan pemahaman
Stake holder yang terlibat dalam collaborative governance pentahelix ini dapat
mengembangkan kesamaan pemahaman. Hal ini akan dapat menjadikan proses
kolaborasi lebih efektif. Beberapa data menggambarkan bahwa sudah terdapat kesamaan
pemahaman tentang tujuan bersama collaborative governance ini tetapi pada proses
kolaboratif masih terdapat ketidaksamaan pemahaman atau ketidakjelasan pemahaman
terhadap saran masukan dari akademisi terkait tanggapan dokumen amdal. Hal tersebut
menjadi tantangan dan hambatan collaborative governance pada proses amdal PT. Long
Rich Indonesia ini.
5. Hasil Antara (Pertengahan)
Hasil antara pada proses amdal ini adalah terbitnya persetujuan dokumen
Kerangka Acuan (KA) Amdal. PT. Long Rich Indonesia selaku pemrakarsa kegiatan dan
Komisi Penilai Amdal (KPA) Kabupaten Cirebon selaku pemeriksa dan penilai dokumen
amdal merasakan bahwa hasil antara / pertengahan proses amdal ini tercapai sesuai
dengan target dan rencana, baik menyangkut waktu penyelesaian maupun kualitas
dokumen Kerangka Acuan (KA) amdal. Pencapaian tersebut sebagai hasil kecil yang
menjadi pendorong untuk membangun kepercayaan dan komitmen semua stake holder
yang terlibat pada proses amdal ini.
261
Volume 4, Issue 1, April 2022
E-ISSN 2721-0642
262
Volume 4, Issue 1, April 2022
E-ISSN 2721-0642
aktor collaborative governance proses amdal ini saling percaya terhadap komitmen
bersama untuk mencapai tujuan bersama menyelesaiakan proses amdal ini; 3) Setelah
terbit arahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk bis
melaksanakan rapat penilaian amdal melalui rapat virtual menggunakan aplikasi zoom;
4) Menggunakan teknologi informasi dengan maksimal untuk proses amdal ini baik
distribusi draft dokumen amdal melalui email maupun proses tandatangan daftar hadir
dan berita acara; dan 5) Sedangkan untuk menghadirkan Rapat komisi Penilai Amdal
dari unsur perwakilan masyarakat dan pemerintah desa yang masih terbatas sarana
prasarana teknologi informasinya maka dilakukan fasilitasi dan pendampingan
penyediaan perangkat rapat virtual, dengan menyiapkan laptop dengan aplikasi zoom
di Balai Desa setempat. Fasilitasi ini dilakukan pemrakarasa kegiatan dan Sekrerariat
Komisi Penilai Amdal Kabupaten Cirebon.
Kesimpulan
Kesimpulan penelitian adalah Collaborative Governance Pentahelix pada proses amdal
di Kabupaten Cirebon dengan studi kasus proses amdal PT. Long Rich Indonesia belum
optimal. Berdasarkan empat dimensi collaborative governance yang dikemukakan oleh
Ansell and Gash yaitu kondisi awal, desain kelembagaan, kepemimpinan fasilitatif dan
proses kolaborasi terdapat dimensi dengan parameternya yang menggambarkan
kolaborasi belum optimal yaitu pada dimensi kondisi awal dan proses kolaborasi.
Sedangkan dimensi desain kelembagaan dan kepemimpinan sudah berjalan dengan
baik.
References
Abdul, S. (2015). Manajemen Kolaborasi dalam Pelayanan Publik. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Agustinus, S. (2018). Kebijakan Publik dan Pemerintahan Kolaboratif Isu-Isu Kontemporer.
Gava Media.
Ansell, C., & Gash, A. (2008). Collaborative Governance in Theory and Practice. Journal of
public Administration Research and Theory, 18(4), 543-571.
Anwar, K. (2020). Ilmu Pemerintahan Disiplin dan Metedologi. Taman Karya.
Fahmi, I. (2016). Teori dan Teknik Pengambilan Keputusan Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Hardi, W. (2020). Collaborative Governance Dalam Perspektif Administrasi Publik. Semarang:
Tim DAP Press
Harmon, M. M., & Mayer, R. T. (2014). Teori Organisasi untuk Administrasi Publik. Kreasi
Wacan Offset. Perum Sidorejo Bumi Indah.
Hidup, M. N. L. (2009). Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun
2009 Tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam
Penataan Ruang Wilayah. Jakarta (ID): KLH.
Indonesia, P. R. (2021). Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kementerian
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta.
Indonesia. (2020). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja. Printing Bekasi.
La Ode Syaiful Islamy, H. (2018). Collaborative Governance Konsep dan Aplikasi. Deepublish.
Ngusmanto, D. H., & Si, M. (2017). Teori Perilaku Organisasi Publik. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
263
Volume 4, Issue 1, April 2022
E-ISSN 2721-0642
264