Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 1

Resensi: Matahari Terbit Bintang Sembilan

Fokus buku ini membandingkan pemahaman


keagamaan Muhammadiyah yang berlambang
“matahari terbit” dan Nahdhotul Ulama yang
berlambang “bintang sembilan” serta implikasinya
terhadap identitas politik Islam.
Sejarah relasi Muhammadiyah dan NU tak selamanya
baik. Adakalanya buram. Dan hal itu tidak mudah
terhapus oleh catatan sejarah. Yang lebih difokuskan
adalah mempertanyakan berbagai problematika dan
faktor pemicunya. Sebab keduanya memiliki ciri yang
sama; Islam, pedoman pokoknya Al-Quran dan
Hadits, berkhidmat untuk umat. Hanya pada
mengartikulasikan kepentingan politik, ciri utama
sebagai ormas Islam menjadi samar, bahkan cenderung berlawanan.
Dalam hal pemikiran, Muhammadiyah diidentikkan sebagai gerakan modernis yang puritan. Upaya
amal usahanya tersebut sudah menyentuh jantung daerah pedesaan. Sedangkan NU memiliki peran
dalam proses institusional tradisi intelektualisme Islam tradisional. Hanya saja, di NU mulai
bermunculan pemikir-pemikir muda yang pluralistik, yakni lintas mazhab, ideologi, dan agama.
Dalam merespons perubahan pola pikir manusia seiring perkembangan zaman, Muhammadiyah dan
NU perlu mengadaptasi melalui pendekatan yang bersifat imani (believer) yang bersifat a
priori (bercorak eksklusif, cenderung finalitas, dan sarat truth claim) sekaligus
pendekatan historian atau scientific yang bersifat a posteriori (empirik, dialogis, dan toleran).
Pada 1937, dibentuk Majelis Islam A’laa Indonesia (MIAI) oleh para ulama modernis dan
tradisionalis di bawah pemerintahan Jepang. Akhir 1943, pemerintah Jepang membubarkan MIAI
dan mendirikan Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia). Setelah Jepang kalah dan Indonesia
mengikrarkan proklamasi, Masyumi mendirikan partai Masyumi. 1947 PSII keluar dari Masyumi,
1952 NU keluar dari Masyumi.
Khusus dunia politik, Orde Baru tidak henti-hentinya mengeluarkan kebijakan yang cenderung
mengecilkan peran partai politik (repolitisasi), termasuk memfusi partai politik berdasarkan
identitas; golongan nasionalis, golongan spiritual, dan Golongan Karya. Medio 1982, Presiden
Soeharto menetapkan dasar ideologi (termasuk organisasi kemasyarakatan) satu-satunya adalah
Pancasila.
1984, NU memutuskan keluar dari PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dan “kembali
ke khiththoh 1926”. Menurut Grey Barton, keluarnya NU dari PPP karena aktivitas partai politik
atas nama Islam adalah kontra produktif bagi umat, dan dapat membangkitkan sektarian yang tidak
sehat.
Sarekat Islam (SI) berdiri di Solo pada 11 November 1912. Keberadaannya membangkitkan
semangat nasionalisme tokoh-tokoh bangsa Indonesia.
“Semangat nasionalisme bangsa Indonesia semula masih tidur nyenyak. Maka dengan
berdirinya Sarekat Islam (SI) dengan tokoh HOS Tjokroaminoto (1883-1934 M), jiwa
nasionalisme di Nusantara mulai berkobar.” —Stoddart
Muhammadiyah didirikan pada 18 November 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Diberi
nama Muhammadiyah karena gerakan ini diharapkan selalu meneladani segala jejak perjuangan dan
pengabdian Nabi Muhammad SAW. »»» lebih lengkap
https://warung-arsip.blogspot.com/2023/07/resensi-matahari-terbit-bintang-sembilan.html

You might also like