Professional Documents
Culture Documents
09 - Modul 9 - Halal Haram Produk-Produk Kesehatan
09 - Modul 9 - Halal Haram Produk-Produk Kesehatan
A. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui kriteria halal (thayyib)
2. Mengetahui kriteria haram (khabits)
3. Mengetahui dalil-dalil terkait halal-haram
4. Mengetahui produk-produk turunan babi dan khamr
5. Mengetahui dan menjelaskan kriteria halal-haram zat aktif obat-obatan dan eksipen obat
B. URAIAN MATERI
1. Pengertian Thayyib
Kata thayyib merupakan derivasi dari thabâ – yathîbu – thayyib – thayyibah; dan memiliki
bentuk jama’ berupa al-Thayyibât yang berarti sesuatu yang benar-benar baik. Menurut al- Raghib
al- Ishfani1 kata ini berarti sesuatu yang dirasakan enak oleh indra dan jiwa. Selain itu, kata ini
juga memiliki banyak makna di antaranya:
1) zakâ wa thahara (suci dan bersih)
2) jâda wa hasuna (baik dan elok)
3) ladzdza (enak)
4) menjadi halal.
Dalam al-Mu’jam al-Wasîth disebutkan bahwa kata thayyib berarti barang yang tidak
haram, sehingga mengonsumsinya tidak dilarang agama. Dari berbagai definisi tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa thayyib (baik) adalah sesuatu yang dirasakan enak oleh indra atau jiwa,
atau segala sesuatu selain yang menyakitkan dan menjijikkan. Dalam Al-Qur’an kata thayyib
banyak disebutkan dalam berbagai bentuk kata, yaitu dengan lafal thayyiban (bentuk mufrad
mudzakkar atau laki-laki tunggal), thayyibah (bentuk mufrad muannats atau perempuan tunggal),
dan thayyibât (bentuk jamak). Salah satu ayat yang memfokuskan kata di atas sebagai sifat untuk
makanan adalah Surah al-Mâidah ayat 4-5:
ۡ َّ َي ۡسـَٔـــلُ ۡونَكَ َماذَ ۤا ا ُ ِح َّل لَ ُه ۡمؕ قُ ۡل ا ُ ِح َّل َلـ ُك ُم ال
ح ُم َك ِل ِب ۡينَ ت ُ َع ِل ُم ۡو َن ُه َّن ِم َّما ِ ع َّلمۡ ت ُ ۡم ِمنَ ال َج َـو ِارَ ط ِّي ٰبتُُ َو َما
ب ِ سا َ س ِر ۡي ُع ۡال ِح َ ّللا َ ٰ علَ ۡي ِه ۖ َواتَّقُوا
َ ٰ ّللا ؕ ا َِّن َ ّللا
ِ ٰ اس َم ۡ علَ ۡي ُك ۡم َو ۡاذ ُك ُروا َ ّۡللاُ فَ ُكلُ ۡوا ِم َّم ۤا اَم
َ َس ۡكن ٰ علَّ َم ُك ُم َ
َص ٰنتُ ِمن َ ط َعا ُم ُك ۡم ِح ٌّل لَّ ُه ۡم َو ۡال ُم ۡح ُ ب ِح ٌّل لَّـ
َ ک ۡم ۖ َو َ ط َعا ُم الَّذ ِۡينَ ا ُ ۡوت ُ ۡوا ۡال ِك ٰتَ ط ِّي ٰبتُ ؕ َو َّ ا َ ۡل َي ۡو َم ا ُ ِح َّل لَـ ُك ُم ال
1
Beliau adalah al-Husain bin Muhammad bin al-Mufadhdhal; Abû al-Qâsim al-Ishfahâni (atau al-Ashbihânî) yang
popular dengan sebutan al-Râghib. Beliau seorang sastrawan Arab, termasuk di Antara ulama ahli hikmah. Beliau
berasal dari keluarga Ashbihân yang menetap di Baghdad. Namanya terkenal hingga menjadi salah seorang teman
yang menyertai Imam al-Ghazâli . Beliau meninggal pada tahun 502 H. Di antara karyanya adalah Muhâdharat al-
Udabâ’ dan al-Dzari’ah ilâ Makârim al-Syari’ah.
ص ِن ۡينَ غ َۡي َرِ ب ِم ۡن قَ ۡب ِل ُك ۡم اِذَ ۤا ٰات َۡيت ُ ُم ۡوه َُّن ا ُ ُج ۡو َره َُّن ُم ۡح َ ص ٰنتُ ِمنَ الَّذ ِۡينَ ا ُ ۡوتُوا ۡالـ ِك ٰت
َ ت َو ۡال ُم ۡح ِ ۡال ُم ۡؤ ِم ٰن
َاَل ِخ َرةِ ِمنَ ۡال ٰخس ِِر ۡين
ٰ ۡ ع َملُهؕ َوه َُو فِى َ ط َ ان فَقَ ۡد َح ِب ِ ۡ ِى ا َ ۡخدَانؕ َو َم ۡن ي َّۡكفُ ۡر ِب
ِ اَل ۡي َم ۤۡ سافِ ِح ۡينَ َو ََل ُمتَّ ِخذَ ُم
4. Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?”
Katakanlah, ”Yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik dan (buruan
yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kamu latih untuk berburu, yang
kamu latih menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah apa
yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah (waktu melepasnya). Dan
bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”
5. Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli
Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu
menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-
perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di
antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar
maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk
menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-
sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.
Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa semua makanan boleh dikonsumsi selama memenuhi
dua kriteria umum, yaitu halal dan thayyib (baik dikonsumsi). Allah berfirman dalam Surah al-
Mâidah ayat 88:
ّللا الَّذِي أ َ ْنت ُ ْم ِب ِه ُمؤْ ِمنُونَ َّ َو ُكلُوا ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم
َ ّللاُ َح ََل اَل
َ َّ ط ِّيبًاُ ۚ َواتَّقُوا
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepada
kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya.”
Dalam kitab Ma’ayirul Halal wal Haram, Ali Mustafa Yaqub menjelaskan bahwa makna
“thayyib”secara syar’i di dalam al-Qur’an merujuk pada tiga pengertian, yaitu:
Pertama, makanan disebut thayyib atau baik dikonsumsi ketika makanan tersebut tidak
membahayakan fisik dan akal. Pendapat ini disampaikan Imam Ibn Katsîr dalam kitabnya Tafsirul
Quranil ‘Adzim berikut;
انه اباح لهم ان يأكلوا مما في اَلرض في حال كونه حَلَل من هللا طيبا أي مستطابا في نفسه غير
ضار لألبدان وَل للعقول
“Sesungguhnya Allah membolehkan kepada makhluk-Nya untuk mengkonsumsi apa saja yang
terdapat di bumi selama dalam kondisi halal dari Allah dan thayyib, artinya makanan tersebut
dinilai baik dan tidak membahayakan fisik dan akal.”
Kedua, makanan disebut thayyib apabila makanan tersebut mengundang selera atau dalam
kata lain makanan tersebut merupakan sesuatu yang lezat. Pendapat ini disampaikan oleh Imam
Syâfi’î dan ulama lainnya.
Ketiga, makanan disebut thayyib apabila makanan tersebut halal, tidak najis, tidak
diharamkan, dan merupakan sesuatu yang suci. Pendapat ini disampaikan oleh Imam Mâlik dan
Imam al-Thabarî.2
menyatakan bahwa istilah al- thayyibât itu mengandung dua pengertian; (a) yang baik
lagi lezat, dan (b) halal. Hal tersebut karena lawan kata al- thayyib adalah al-khabîts (najis).
Maka, al-Khabîts adalah haram dan al- thayyib adalah halal. Makna al- thayyib
dipersamakan dengan halal karena keduanya sama-sama tidak mengandung madharat di
dalamnya atau tidak membahayakan ketika dikonsumsi baik menurut ilmu medis maupun
syariat Islam.
Sedangkan dalam konteks layak, enak, atau lezat, lumrahnya manusia memandang
kelayakan, rasa dan lezatnya suatu makanan atau minuman sebagai hal yang baik.
Pandangan seperti ini meniscayakan bahwa layak tidaknya makanan atau minuman untuk
dikonsumsi dapat dinilai dari pengetahuan manusia seputar kelayakan dan manfaat barang
tersebut.
b) Madzhab Mâlikî
2
https://bincangsyariah.com, diakses pada 20 September 2020 pukul 20:18
3
Beliau adalah Imam Ahmad bin ‘Âlî Abû Bakar al-Râzî, populer dengan Jashshâsh, dihubungkan dengan
pekerjaannya sebagai tukang kapur. Beliau adalah seorang imam madzhab Hanafi pada masanya dan termasuk
mujtahid yang menonjol dalam madzhabnya. Beliau lahir pada tahun 305 H dan berdomisili di Baghdad. Beliau
berguru fiqih kepada Abû Hasan al-Kurkhî. Kitab-kitabnya Antara lain Ahkâm al-Qur’ân, Syarh Mukhtashar al-
Kurkhî, Syarh Mukhtashar al-Thahâwi, dan lain sebagainya. Beliau meninggal pada bulan Dzulhijjah, 370 H. (al-
Ziriklî, al-A’lâm, I/171)
Menurut madzhab Mâlikî, kriteria istithabah (penilaian baik) dan istikhbats (penilaian
buruk) adalah berdasarkan nash-nash syariah atau hati manusia. Adapun Imam al-
Qurthubi4 dalam kitabnya al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, beliau memberi pengertian bahwa
yang dimaksud dengan al-Thayyibat adalah sesuatu yang halal, maka segala sesuatu yang
haram tidaklah thayyib. Sedangkan lawan kata dari al-thayyibat adalah al-khaba’its yang
bermakna segala sesuatu yang diharamkan.
c) Madzhab Syâfi’î
Kalangan mazhab Syafi’i berpendapat lebih rinci bahwa yang thayyib atau khabits ini
mesti sesuatu persepsi orang Arab, sebagai bangsa yang pertama kali berinteraksi dengan
Al-Qur’an. Jika orang Arab bilang ini baik, maka baiklah makanan itu – demikian
sebaliknya.
Imam an-Nawawi dalam Al Majmu’ Syarh Muhadzdzab menyatakan bahwa thayyibat
adalah sifat lain di luar halal yang ditetapkan nash, dan sifat ini ditentukan oleh bangsa
Arab yang mengenal Al-Qur’an dan ajaran Nabi lebih dahulu. Jika orang Arab menilainya
baik – selama tidak bertentangan dengan nash, makanan atau minuman dapat dihukumi
halal. Dalam Matan Taqrib karya Syekh Abu Syuja’ dipaparkan:
و كل حيوان استخبسته. إَل ما ورد الشرع بتحريمه،كل حيوان استطابته العرب فهو حَلل
. إَل ما ورد الشرع بإباحته،العرب فهو حرام
“Semua yang dipandang baik oleh bangsa Arab, maka halal, kecuali syariat menjelaskan
keharamannya. Sedangkan semua hewan yang dianggap buruk oleh bangsa Arab maka ia
haram, kecuali ada keterangan syariat yang membolehkannya.”
d) Madzhab Hanbalî
Kriteria istithabah (penilaian baik) dan istikhbats (penilaian buruk) menurut faham Hanbali
adalah jelas, yakni merujuk kepada selera bangsa Arab yang tinggal di daerah perkotaan dan
pedesaaan, bukan orang-orang Arab pedalaman yang biasa memakan hewan merayap dan melata.
Berdasarkan pendapat para ulama di atas mengenai kriteria mustathib (penilaian baik) dan
mustakhbits (penilaian buruk), kita mendapati ulama Syafi’iyah dan ulama Hanbaliyah condong
kepada pendapat bahwa yang berhak menentukan mustathib dan mustakhbits suatu makanan atau
4
Beliau adalah Muhammad bin Ahmad bin Abû Bakar bin Farah al-Anshâri al-Khazrajî al-Andalusî al- Mâlikî, Abû
‘Abdillah al-Qurthubî, termasuk salah satu ulama Tafsir terkemuka. Beliau seorang penduduk Cordova yang shalih
dan tekun beribadah. Beliau berkelana ke Timur dan menetap di Kota Ibn Khashib – sebelah utara Asyuth Mesir
hingga meninggal di sana. Di antara kitabnya adalah al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, sebuah kitab dalam bidang Tafsir
yang paling besar dan agung manfaatnya. Kitab-kitabnya yang lain adalah Qam al-Hirsh bi al-Zuhd wa al-Qanâ’ah,
al-Asna’ fi Syarh Asmâ’ Allâh al-Husnâ, al-Tidzkâr fi Afdhâl al-Adzkâr, dan al-Tadzkirah bi Ahwâl al-Mautâ wa Ahwâl
al-Âkhirah. Beliau wafat pada malam Senin, 9 Syawal 671 H. (al-Ziriklî, Op.Cit. V/322)
minuman adalah bangsa Arab. Sedangkan ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa
yang berhak menentukan thayyib dan khabits adalah tabiat manusia yang sehat.
KH. Ali Mustafa Yaqub, dalam bukunya “Kriteria Halal-Haram untuk Pangan, Obat dan
Kosmetika Menurut Al-Qur’an dan Hadits” menjelaskan bahwa kedua pendapat tersebut adalah
benar. Maka perlu adanya kerjasama antara para ulama, ahli gizi dan dokter karena para ulama
tidak mengetahui persis aspek bahaya dan manfaat yang terkandung dalam suatu makanan atau
minuman sebagaimana para ahli gizi dan para dokter yang tidak mengetahui persis aspek kehalalan
atau kesucian yang terkandung di dalamnya.
2. Pengertian Khabits
Secara etimologi, khabits berarti kerusakan, keburukan, atau tidak menyenangkan.
Adapun secara terminologi, kata “al-khaba’its” merupakan antonym dari “al-thayyibat”, yaitu
sesuatu yang dipandang buruk oleh bangsa Arab. Oleh karenanya, segala sesuatu yang tidak
termasuk dalam kategori thayyib, maka dihukumi khabits.
3. Dalil Kehalalan Thayyibat dan Keharaman Khaba’its
Terdapat berbagai dalil syara’ baik yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadist yang
mendukung kehalalan thayyibat dan keharaman khaba’its antara lain sebagai berikut:
a) Dalil al-Qur’an Surah al-Maidah: 3-5 Allah Swt berfirman:
ُ ۖ ُ ُح لٌُّ ل َ ه ْم ِّ ُح لٌُّ ل َ ك ْم ُ َو طَ ع َ ام ك ْمِّ ب َ ا ل ْ ي َ ْو مَ ُأ ِّح لَُّ ل َ ك م ُال ط َّ ي ِّ ب َ ات ُ ُۖ َو طَ ع َ ام ُا ل َّ ِّذ ي َن ُأ وت واُا ل ْ ِّك ت َا
ُ ب ُ ِّم ْن ُ ق َ ب ْ لِّ ك ْم ُ إ ِّ ذ َ ا
َ ت ُ َو ا ل ْ م ْح صَ ن َ ات ُ ِّم َن ُ ا ل َّ ِّذ ي َن ُ أ وت واُ ا ل ْ ِّك ت َا
ِّ ص ن َ ات ُ ِّم َن ُ ا ل ْ م ْؤ ِّم ن َ ا
َ َو ا ل ْ م ْح
ُ ص ن ِّ ي َن ُ غَ ي ْ َر ُ م س َ ا ف ِّ ِّح ي َن ُ َو ََل ُ م ت َّ ِّخ ِّذ يُ أ َ ْخ دَا ٍن ُ ُۗ َو َم ْن ُ ي َ كْف ْر ِّ آ ت َي ْ ت م وه َّن ُ أ ج و َر ه َّن ُ م ْح
س ِّر ي نَُ ْ ِّ اْل ي َم ا ِّن ُ ف َ ق َ ْد ُ َح ب ِّ طَ ُ عَ َم ل ه ُ َو ه َو ُ ف
ِّ يُاْل ِّخ َر ةِّ ُ ِّم َن ُا ل ْ َخ ا ِّ ْ ِّ ب
5. Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu
halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-
perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum
kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka
sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.
b) Dalil Hadist
ُ:ُفقال،ُعنُالسمنُوالجبنُوالفراء.م.ُسئلُرسولُهللاُص،عنُسلمانُالفارسىُرضيُهللاُعنه
ُ ُ.ُوماُسكتُعنهُفهوُمماُعفاُعنه.ُوالحرامُماُحرمهُفيُكتابه.الحاللُماُحلُهللاُفيُكتابه
Dari Salman al-Farisi ra, Rasulullah Saw ditanya tentang hukum mentega, keju, dan bulu
binatang. Beliau menjawab, “Halal adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah di dalam Kitab-
Nya, haram adalah sesuatu yang diharamkan oleh Allah dalam Kitab-Nya, dan sesuatu yang Allah
diamkan (tidak ditetapkan hukumnya) maka termasuk yang diampuni. (H.R. Tirmidzi)
4. Produk Turunan Babi dan Khamr serta Hukum Mengkonsumsinya
a. Produk Turunan Babi dan Hukum Mengkonsumsinya
Pada dasarnya hukum awal segala sesuatu adalah mubah (diperbolehkan) selama tidak ada
dalil atau hukum lain yang mengharamkannya. Beberapa produk yang diharamkan tersebut telah
disebutkan dalam al-Qur’an, salah satunya dalam surah al-Baqoroh ayat 173:
ْ َُّللا ِّ ُ ُۖ ف َ َم ِّن ُا
ُ ض ط َّر ِّ إ ِّ ن َّ َم اُ َح َّر مَ ُ عَ ل َ ي ْ ك م ُا ل ْ َم ي ْ ت َة َ ُ َو ال دَّ مَ ُ َو ل َ ْح مَُُا ل ْ ِّخ ن ْ ِّز
َّ ير ُ َو َم اُأ ِّه لَُّ ب ِّ ِّه ُ لِّ غ َ ي ْ ِّر
َُّللا َ ُ غَ ف و ٌر ُ َر ِّح ي مٌُ َّ غَ ي ْ َر ُ ب َ اغ ٍ ُ َو ََل ُ عَا ٍد ُ ف َ َال ُ إ ِّ ث ْ مَ ُ عَ ل َ ي ْ ِّه ُ ُۚ إ ِّ َّن
“Sesungguhnya Dia mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan hewan
yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa, bukan
karena menginginkannya, dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Maha Penyayang”.
Melalui ayat di atas, kita mengetahui bahwa daging babi merupakan salah satu jenis
makanan yang diharamkan oleh Allah Swt secara tegas dalam al-Qur’an. Daging babi tidak
hanya diharamkan dalam agama Islam, tetapi juga diharamkan dalam agama Yahudi yang
tertulis dalam Perjanjian Lama (kitab Taurat atau Old Testament).
Adapun para ulama berbeda pendapat mengenai pembahasan terkait organ babi dan
hukum mengkonsumsinya. Imam Ibn Katsir berpendapat bahwa penyebutan daging babi dalam
al-Qur’an berfungsi untuk menunjukkan pengharaman babi itu sendiri baik yang disembelih
maupun tidak, dan hal itu mencakup lemak, kulit, tulang, dan segala hal yang berasal dari
padanya. Berbeda halnya dengan pendapat sebagian kelompok al-Zhahiri (kelompok yang
menghalalkan) yang menyatakan bahwa yang diharamkan dari babi adalah dagingnya saja,
meski ada pula tokoh ulama Madzhab al-Zhahiri seperti Ibn Hazm yang mengharamkan seluruh
organ babi. Adapula ulama yang berpendapat bahwa seluruh bagian dari babi adalah haram,
kecuali bulunya dengan catatan, jika dalam keadaan mendesak sebagai bentuk keringanan
hukum (rukhsah) dan atas dasar adanya keperluan (hajat syar’i) untuk menggunakan bulu babi
tersebut. Hal ini merupakan pendapat dari Imam al-Qurthubi dan Abu Hanifah.
KH. Ali Mustafa Yaqub, dalam buku “Kriteria Halal-Haram untuk Pangan, Obat dan
Kosmetika Menurut Al-Qur’an dan Hadits” menyatakan bahwa tidak ada seorangpun ulama fiqih
yang memperbolehkan untuk mengkonsumsi babi, jikalau pun ada yang memperbolehkan untuk
memanfaatkan bulu babi tersebut, itu pasti atas dasar rukhsah atau diperbolehkan ketika berada
dalam kondisi darurat dan karena kepentingan yang mendesak sehingga harus memanfaatkannya.
Oleh karenanya kita tidak perlu menghiraukan riwayat dari kalangan Zhahiriyyah yang hanya
mengharamkan daging babinya saja, karena riwayat tersebut adalah tidak benar.
Dalam hal ini, MUI telah mengeluarkan fatwa yang menegaskan hukum haramnya
mengkonsumsi babi. MUI berpendapat bahwa sangatlah sulit untuk memisahkan lemak, kulit,
bulu dari daging babi. Selain itu, babi dihukumi najis berat, sehingga segala sesuatu yang
bersentuhan dengan najis berat juga dihukumi haram termasuk berbagai derivasi dari produk
tersebut. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih:
ُ ُإذاُاجتمعُالحاللُوالحرامُغلبُالحرام
“Apabila kehalalan dan keharaman berkumpul (dalam satu kasus), maka yang dimenangkan
adalah keharamannya.”
Dalam praktek komersial, berbagai produk percampuran atau derivasi dari babi ini biasa
digunakan sebagai bahan tambahan (additives) atau bahan penolong (processing aids) dalam
industri makanan, minuman dan kosmetika. Berikut ini terdapat berbagai produk yang berasal
dari daging babi dan produknya.
Oleh karenanya, sebagai kaum muslimin hendaknya kita selalu waspada terhadap
berbagai produk turunan seperti yang telah dijelaskan di atas. Hal ini mengingat istilah babi
memanglah hanya ada satu, tetapi produk turunannya sangatlah banyak dan hukumnya tetap lah
haram sama seperti keharaman babi. Wa Allahu a’lam.
b. Produk Turunan Khamr dan Hukum Mengkonsumsinya
1) Hukum Mengkonsumsi Khamr
Kebiasaan minum minuman keras atau khamr bukan lagi merupakan sesuatu yang baru,
bahkan pada zaman Jahiliyah bangsa Arab juga telah mengenal akrab minuman tersebut hingga
akhirnya Rasulullah Saw berhasil menetapkan larangan minuman keras untuk mewujudkan
masyarakat yang memiliki nilai norma dan etika yang bersumber pada wahyu al-Qur’an yang
bersifat absolut. Meski beberapa negara seperti Amerika, Jepang, Eropa, dll melegalkan
masyarakatnya untuk mengonsumsi khamr, namun bukan berarti mereka tidak mengetahui
dampak negatif (madharat) yang dapat timbul darinya.
Dalam al-Qur’an, Allah Swt telah menegaskan bahwa madharat dan dosa yang timbul dari
khamr justru lebih banyak dibandingkan dengan manfaatnya. Hal ini tercantum dalam QS. Al-
Baqoroh ayat 219:
َ ٰ ش ْي
ُط ِّنُ فَٱجْ ت َ ِّنبوه َ ُُم ْن
َّ ع َم ِّلُٱل ِّ س
ٌ ُْرج ٰ َ صاب
ِّ ُو ْٱْل َ ْزلَم َ ُو ْٱْلَن َ ٰ َيٓأ َ ُّي َهاُٱلَّ ِّذينَ ُ َءا َمن ٓو ۟اُ ِّإنَّ َما ُٱ ْل َخ ْمر
َ ُوٱ ْل َم ْيسِّر
لَعَلَّك ْمُت ْف ِّلحونَُ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
90. “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
ُُٱَّلل
ِّ َّ عنُ ِّذك ِّْر َ ُوٱ ْل َم ْيس ِِّّر
َُ ُُو َيصدَّك ْم َ ضا ٓ َءُ ِّفىُٱ ْل َخ ْم ِّر
َ ُوٱ ْل َب ْغ َ ٰ ش ْي
َ َطنُ أَنُيو ِّق َعُ َب ْينَكمُٱ ْل َع ٰ َد َوة َّ ِّإنَّ َماُي ِّريدُٱل
و ِّةُُۖفَ َهلُْأَنتمُ ُّمنتَهونَُ ُٰ َصل
َّ َوع َِّنُٱل
91. “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”
ُرسو ِّلنَاُٱ ْلبَُ ٰلَغُٱ ْلم ِّبينُ َ ُواُُۚفَ ِّإنُت َ َولَّ ْيت ْمُفَٱ ْعلَم ٓو ۟اُأَنَّ َما
َ علَ ٰى ۟ َُوٱحْ ذَر
َ ُٱلرسول
َّ وا۟ ُوأ َ ِّطيع
َ َُٱَّلل
َّ وا ۟ َوأ َ ِّطيع
92. “Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah.
Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”
Melalui dalil di atas, kita dapat mengetahui bahwa khamr memiliki potensi yang sangat
besar untuk mengarahkan seseorang kepada hal-hal negatif yang bertentangan dengan nilai dan
norma baik yang ada dalam masyarakat maupun yang telah di atur oleh agama. Hal ini karena
khamr merupakan jenis minuman yang dapat menghilangkan akal sehat bahkan menghilangkan
kesadaran. Suatu ketika Rosulullah Saw pernah ditanya oleh sahabat Thariq bin Suwaid al-Ju’fiy
R.A mengenai penggunaan khamr sebagai obat, kemudian dengan tegas, Rosul mengatakan bahwa
khamr bukanlah obat, melainkan penyakit.
ُُُأ َ ْن-ُُأ َ ْوُك َِّر َه-ُُفَنَ َهاه،ُسلَّ َمُع َِّنُا ْل َخ ْم ِّر َ علَ ْي ِّه
َ ُو َّ َّصل
َ ُىَُّللا َ ُسأَلَُالنَّ ِّب َّي َ ُ،ُقُ ْبنَُُس َو ْيدٍُا ْلج ْع ِّف َّي َ ُ َّأَن
َ ط ِّار
ُ )3784ُ–ُُولَ ِّكنَّهُدَا ٌءُُ(رواهُمسلم،ُ َ ٍسُ ِّبد ََواء َ ُ ِّإنَّهُلَ ْي:َُُفَقَال،ُاء ْ َ ُ ِّإنَّ َماُأ:َُُفَقَال،ُصنَ َع َها
ِّ صنَع َهاُ ِّللد ََّو ْ َي
“Sesungguhnya Thariq bin Suwaid al-Ju’fiy R.A bertanya kepada Nabi SAW tentang khamr,
kemudian Nabi melarangnya untuk membuatnya. Kemudian dia berkata: sesungguhnya saya
membuatnya untuk obat. Kemudian Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya (khamr) itu bukan obat,
melainkan penyakit”. (HR. Muslim- 3784)
Dalam Kitab Shahih Muslim juga disebutkan tentang dalil keharaman khamr sebagai
berikut:
5
Jurnal halal, http://www.halalmui.org/mui14/main/detail/bahan-haram-dalam-obat, diakses pada 30 Oktober
2020
5. Apa saja jenis makanan dan minuman yang halal? Berikan contohnya!
Untuk Non-Muslim
1. Jelaskan bagaimana agama Anda mengatur makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi!
2. Apakah agama Anda mengatur tentang produk-produk yang boleh dipakai ataupun
dikonsumsi?
3. Jelaskan dalil yang mengatur tentang makanan dan minuman atau poduk yang boleh dan
tidak boleh dikonsumsi dalam agama Anda!
4. Apakah agama Anda berbicara tentang tujuan dibalik pelarangan dan kebolehan
mengkonsumsi produk atau makanan dan minuman tertentu?
5. Apa saja jenis makanan dan minuman yang diperbolehkan dalam agama Anda? Berikan
contohnya!
Selamat Mengerjakan!
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Depag RI, 2004
Asqalani, Ibnu Hajar, Bulugh al-Maram min Adillati al-Ahkam, KSA: Dar al-Qabas: 2014
Bakhri, Syaiful. Tindak Pidana Narkotik dan Psikotropika: Suatu Pendekatan Melalu Kebijakan
Hukum Pidana. Bekasi: Gramata Publishing, 2012.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia, No. 11, tahun 2009, Tentang Hukum Alkohol
Haidar, Ali, dalam Yanggo, Chuzaimah T dan Anshary, Hafiz, Problematika Hukum Islam
Kontemporer, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1995
Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 2009
Yaqub, Ali Mustafa, Kriteria Halal-Haram untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Menurut Al-
Qur’an dan Hadits, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2015
Jâmi’u al- Sunnah wa Syurûhaha, http://www.hadithportal.com, 29 September 2020
Juriyanto, Moh, Kriteria Makanan Disebut “Halalan Thayyiba”, https://bincangsyariah.com/, 25
September 2020
Qardhawi, Yusuf. Fatwa-Fatwa Kotemporer, penj. Drs As’ad, Jilid 2. Jakarta: Gema Press, 1995
http://nasional.kompas.com/ , diakses pada tanggal 30 Oktober 2020.
http://www.halalmui.org/mui14/main/detail/bahan-haram-dalam-obat, diakses pada tanggal 30
Oktober 2020