Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

PERTEMUAN KE-9

HALAL HARAM PRODUK-PRODUK KESEHATAN

A. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui kriteria halal (thayyib)
2. Mengetahui kriteria haram (khabits)
3. Mengetahui dalil-dalil terkait halal-haram
4. Mengetahui produk-produk turunan babi dan khamr
5. Mengetahui dan menjelaskan kriteria halal-haram zat aktif obat-obatan dan eksipen obat

B. URAIAN MATERI

1. Pengertian Thayyib

Kata thayyib merupakan derivasi dari thabâ – yathîbu – thayyib – thayyibah; dan memiliki
bentuk jama’ berupa al-Thayyibât yang berarti sesuatu yang benar-benar baik. Menurut al- Raghib
al- Ishfani1 kata ini berarti sesuatu yang dirasakan enak oleh indra dan jiwa. Selain itu, kata ini
juga memiliki banyak makna di antaranya:
1) zakâ wa thahara (suci dan bersih)
2) jâda wa hasuna (baik dan elok)
3) ladzdza (enak)
4) menjadi halal.
Dalam al-Mu’jam al-Wasîth disebutkan bahwa kata thayyib berarti barang yang tidak
haram, sehingga mengonsumsinya tidak dilarang agama. Dari berbagai definisi tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa thayyib (baik) adalah sesuatu yang dirasakan enak oleh indra atau jiwa,
atau segala sesuatu selain yang menyakitkan dan menjijikkan. Dalam Al-Qur’an kata thayyib
banyak disebutkan dalam berbagai bentuk kata, yaitu dengan lafal thayyiban (bentuk mufrad
mudzakkar atau laki-laki tunggal), thayyibah (bentuk mufrad muannats atau perempuan tunggal),
dan thayyibât (bentuk jamak). Salah satu ayat yang memfokuskan kata di atas sebagai sifat untuk
makanan adalah Surah al-Mâidah ayat 4-5:
ۡ َّ ‫َي ۡسـَٔـــلُ ۡونَكَ َماذَ ۤا ا ُ ِح َّل لَ ُه ۡمؕ قُ ۡل ا ُ ِح َّل َلـ ُك ُم ال‬
‫ح ُم َك ِل ِب ۡينَ ت ُ َع ِل ُم ۡو َن ُه َّن ِم َّما‬ ِ ‫ع َّلمۡ ت ُ ۡم ِمنَ ال َج َـو ِار‬َ ‫ط ِّي ٰبتُُ َو َما‬
‫ب۝‬ ِ ‫سا‬ َ ‫س ِر ۡي ُع ۡال ِح‬ َ ‫ّللا‬ َ ٰ ‫علَ ۡي ِه ۖ َواتَّقُوا‬
َ ٰ ‫ّللا ؕ ا َِّن‬ َ ‫ّللا‬
ِ ٰ ‫اس َم‬ ۡ ‫علَ ۡي ُك ۡم َو ۡاذ ُك ُروا‬ َ ۡ‫ّللاُ فَ ُكلُ ۡوا ِم َّم ۤا اَم‬
َ َ‫س ۡكن‬ ٰ ‫علَّ َم ُك ُم‬ َ
َ‫ص ٰنتُ ِمن‬ َ ‫ط َعا ُم ُك ۡم ِح ٌّل لَّ ُه ۡم َو ۡال ُم ۡح‬ ُ ‫ب ِح ٌّل لَّـ‬
َ ‫ک ۡم ۖ َو‬ َ ‫ط َعا ُم الَّذ ِۡينَ ا ُ ۡوت ُ ۡوا ۡال ِك ٰت‬َ ‫ط ِّي ٰبتُ ؕ َو‬ َّ ‫ا َ ۡل َي ۡو َم ا ُ ِح َّل لَـ ُك ُم ال‬

1
Beliau adalah al-Husain bin Muhammad bin al-Mufadhdhal; Abû al-Qâsim al-Ishfahâni (atau al-Ashbihânî) yang
popular dengan sebutan al-Râghib. Beliau seorang sastrawan Arab, termasuk di Antara ulama ahli hikmah. Beliau
berasal dari keluarga Ashbihân yang menetap di Baghdad. Namanya terkenal hingga menjadi salah seorang teman
yang menyertai Imam al-Ghazâli . Beliau meninggal pada tahun 502 H. Di antara karyanya adalah Muhâdharat al-
Udabâ’ dan al-Dzari’ah ilâ Makârim al-Syari’ah.
‫ص ِن ۡينَ غ َۡي َر‬ِ ‫ب ِم ۡن قَ ۡب ِل ُك ۡم اِذَ ۤا ٰات َۡيت ُ ُم ۡوه َُّن ا ُ ُج ۡو َره َُّن ُم ۡح‬ َ ‫ص ٰنتُ ِمنَ الَّذ ِۡينَ ا ُ ۡوتُوا ۡالـ ِك ٰت‬
َ ‫ت َو ۡال ُم ۡح‬ ِ ‫ۡال ُم ۡؤ ِم ٰن‬
َ‫اَل ِخ َرةِ ِمنَ ۡال ٰخس ِِر ۡين‬
ٰ ۡ ‫ع َملُهؕ َوه َُو فِى‬ َ ‫ط‬ َ ‫ان فَقَ ۡد َح ِب‬ ِ ۡ ‫ِى ا َ ۡخدَانؕ َو َم ۡن ي َّۡكفُ ۡر ِب‬
ِ ‫اَل ۡي َم‬ ۤۡ ‫سافِ ِح ۡينَ َو ََل ُمتَّ ِخذ‬َ ‫ُم‬
‫۝‬
4. Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?”
Katakanlah, ”Yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik dan (buruan
yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kamu latih untuk berburu, yang
kamu latih menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah apa
yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah (waktu melepasnya). Dan
bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”
5. Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli
Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu
menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-
perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di
antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar
maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk
menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-
sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.

Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa semua makanan boleh dikonsumsi selama memenuhi
dua kriteria umum, yaitu halal dan thayyib (baik dikonsumsi). Allah berfirman dalam Surah al-
Mâidah ayat 88:

‫ّللا الَّذِي أ َ ْنت ُ ْم ِب ِه ُمؤْ ِمنُونَ ۝‬ َّ ‫َو ُكلُوا ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم‬
َ ‫ّللاُ َح ََل اَل‬
َ َّ ‫ط ِّيبًاُ ۚ َواتَّقُوا‬
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepada
kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya.”

Dalam kitab Ma’ayirul Halal wal Haram, Ali Mustafa Yaqub menjelaskan bahwa makna
“thayyib”secara syar’i di dalam al-Qur’an merujuk pada tiga pengertian, yaitu:

Pertama, makanan disebut thayyib atau baik dikonsumsi ketika makanan tersebut tidak
membahayakan fisik dan akal. Pendapat ini disampaikan Imam Ibn Katsîr dalam kitabnya Tafsirul
Quranil ‘Adzim berikut;

‫انه اباح لهم ان يأكلوا مما في اَلرض في حال كونه حَلَل من هللا طيبا أي مستطابا في نفسه غير‬
‫ضار لألبدان وَل للعقول‬
“Sesungguhnya Allah membolehkan kepada makhluk-Nya untuk mengkonsumsi apa saja yang
terdapat di bumi selama dalam kondisi halal dari Allah dan thayyib, artinya makanan tersebut
dinilai baik dan tidak membahayakan fisik dan akal.”
Kedua, makanan disebut thayyib apabila makanan tersebut mengundang selera atau dalam
kata lain makanan tersebut merupakan sesuatu yang lezat. Pendapat ini disampaikan oleh Imam
Syâfi’î dan ulama lainnya.
Ketiga, makanan disebut thayyib apabila makanan tersebut halal, tidak najis, tidak
diharamkan, dan merupakan sesuatu yang suci. Pendapat ini disampaikan oleh Imam Mâlik dan
Imam al-Thabarî.2

Kriteria Penilaian Thayyib (Istithâbah)


Seperti yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya bahwa para ulama berbeda pendapat
mengenai kriteria penilaian thayyib, pendapat ini terbagi menjadi beberapa madzhab.
a) Madzhab Hanafi
Imam Abû Bakar al-Jashshâsh3 ketika menafsirkan firman Allah Swt,

َّ ‫َي ۡسـَٔـــلُ ۡونَكَ َماذَ ۤا ا ُ ِح َّل لَ ُه ۡمؕ قُ ۡل ا ُ ِح َّل لَـ ُك ُم ال‬


ُ‫ط ِّي ٰبت‬
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?”
Katakanlah, ”Yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik.” (Surah al-
Mâidah: 4)

menyatakan bahwa istilah al- thayyibât itu mengandung dua pengertian; (a) yang baik
lagi lezat, dan (b) halal. Hal tersebut karena lawan kata al- thayyib adalah al-khabîts (najis).
Maka, al-Khabîts adalah haram dan al- thayyib adalah halal. Makna al- thayyib
dipersamakan dengan halal karena keduanya sama-sama tidak mengandung madharat di
dalamnya atau tidak membahayakan ketika dikonsumsi baik menurut ilmu medis maupun
syariat Islam.

Sedangkan dalam konteks layak, enak, atau lezat, lumrahnya manusia memandang
kelayakan, rasa dan lezatnya suatu makanan atau minuman sebagai hal yang baik.
Pandangan seperti ini meniscayakan bahwa layak tidaknya makanan atau minuman untuk
dikonsumsi dapat dinilai dari pengetahuan manusia seputar kelayakan dan manfaat barang
tersebut.
b) Madzhab Mâlikî

2
https://bincangsyariah.com, diakses pada 20 September 2020 pukul 20:18
3
Beliau adalah Imam Ahmad bin ‘Âlî Abû Bakar al-Râzî, populer dengan Jashshâsh, dihubungkan dengan
pekerjaannya sebagai tukang kapur. Beliau adalah seorang imam madzhab Hanafi pada masanya dan termasuk
mujtahid yang menonjol dalam madzhabnya. Beliau lahir pada tahun 305 H dan berdomisili di Baghdad. Beliau
berguru fiqih kepada Abû Hasan al-Kurkhî. Kitab-kitabnya Antara lain Ahkâm al-Qur’ân, Syarh Mukhtashar al-
Kurkhî, Syarh Mukhtashar al-Thahâwi, dan lain sebagainya. Beliau meninggal pada bulan Dzulhijjah, 370 H. (al-
Ziriklî, al-A’lâm, I/171)
Menurut madzhab Mâlikî, kriteria istithabah (penilaian baik) dan istikhbats (penilaian
buruk) adalah berdasarkan nash-nash syariah atau hati manusia. Adapun Imam al-
Qurthubi4 dalam kitabnya al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, beliau memberi pengertian bahwa
yang dimaksud dengan al-Thayyibat adalah sesuatu yang halal, maka segala sesuatu yang
haram tidaklah thayyib. Sedangkan lawan kata dari al-thayyibat adalah al-khaba’its yang
bermakna segala sesuatu yang diharamkan.
c) Madzhab Syâfi’î
Kalangan mazhab Syafi’i berpendapat lebih rinci bahwa yang thayyib atau khabits ini
mesti sesuatu persepsi orang Arab, sebagai bangsa yang pertama kali berinteraksi dengan
Al-Qur’an. Jika orang Arab bilang ini baik, maka baiklah makanan itu – demikian
sebaliknya.
Imam an-Nawawi dalam Al Majmu’ Syarh Muhadzdzab menyatakan bahwa thayyibat
adalah sifat lain di luar halal yang ditetapkan nash, dan sifat ini ditentukan oleh bangsa
Arab yang mengenal Al-Qur’an dan ajaran Nabi lebih dahulu. Jika orang Arab menilainya
baik – selama tidak bertentangan dengan nash, makanan atau minuman dapat dihukumi
halal. Dalam Matan Taqrib karya Syekh Abu Syuja’ dipaparkan:

‫ و كل حيوان استخبسته‬.‫ إَل ما ورد الشرع بتحريمه‬،‫كل حيوان استطابته العرب فهو حَلل‬
.‫ إَل ما ورد الشرع بإباحته‬،‫العرب فهو حرام‬
“Semua yang dipandang baik oleh bangsa Arab, maka halal, kecuali syariat menjelaskan
keharamannya. Sedangkan semua hewan yang dianggap buruk oleh bangsa Arab maka ia
haram, kecuali ada keterangan syariat yang membolehkannya.”
d) Madzhab Hanbalî
Kriteria istithabah (penilaian baik) dan istikhbats (penilaian buruk) menurut faham Hanbali
adalah jelas, yakni merujuk kepada selera bangsa Arab yang tinggal di daerah perkotaan dan
pedesaaan, bukan orang-orang Arab pedalaman yang biasa memakan hewan merayap dan melata.
Berdasarkan pendapat para ulama di atas mengenai kriteria mustathib (penilaian baik) dan
mustakhbits (penilaian buruk), kita mendapati ulama Syafi’iyah dan ulama Hanbaliyah condong
kepada pendapat bahwa yang berhak menentukan mustathib dan mustakhbits suatu makanan atau

4
Beliau adalah Muhammad bin Ahmad bin Abû Bakar bin Farah al-Anshâri al-Khazrajî al-Andalusî al- Mâlikî, Abû
‘Abdillah al-Qurthubî, termasuk salah satu ulama Tafsir terkemuka. Beliau seorang penduduk Cordova yang shalih
dan tekun beribadah. Beliau berkelana ke Timur dan menetap di Kota Ibn Khashib – sebelah utara Asyuth Mesir
hingga meninggal di sana. Di antara kitabnya adalah al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, sebuah kitab dalam bidang Tafsir
yang paling besar dan agung manfaatnya. Kitab-kitabnya yang lain adalah Qam al-Hirsh bi al-Zuhd wa al-Qanâ’ah,
al-Asna’ fi Syarh Asmâ’ Allâh al-Husnâ, al-Tidzkâr fi Afdhâl al-Adzkâr, dan al-Tadzkirah bi Ahwâl al-Mautâ wa Ahwâl
al-Âkhirah. Beliau wafat pada malam Senin, 9 Syawal 671 H. (al-Ziriklî, Op.Cit. V/322)
minuman adalah bangsa Arab. Sedangkan ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa
yang berhak menentukan thayyib dan khabits adalah tabiat manusia yang sehat.
KH. Ali Mustafa Yaqub, dalam bukunya “Kriteria Halal-Haram untuk Pangan, Obat dan
Kosmetika Menurut Al-Qur’an dan Hadits” menjelaskan bahwa kedua pendapat tersebut adalah
benar. Maka perlu adanya kerjasama antara para ulama, ahli gizi dan dokter karena para ulama
tidak mengetahui persis aspek bahaya dan manfaat yang terkandung dalam suatu makanan atau
minuman sebagaimana para ahli gizi dan para dokter yang tidak mengetahui persis aspek kehalalan
atau kesucian yang terkandung di dalamnya.

2. Pengertian Khabits
Secara etimologi, khabits berarti kerusakan, keburukan, atau tidak menyenangkan.
Adapun secara terminologi, kata “al-khaba’its” merupakan antonym dari “al-thayyibat”, yaitu
sesuatu yang dipandang buruk oleh bangsa Arab. Oleh karenanya, segala sesuatu yang tidak
termasuk dalam kategori thayyib, maka dihukumi khabits.
3. Dalil Kehalalan Thayyibat dan Keharaman Khaba’its
Terdapat berbagai dalil syara’ baik yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadist yang
mendukung kehalalan thayyibat dan keharaman khaba’its antara lain sebagai berikut:
a) Dalil al-Qur’an Surah al-Maidah: 3-5 Allah Swt berfirman:

ُ ‫ير َو َم ا أ ُ ِه َّل ل ِ غ َ ي ِْر ّللاَّ ِ ب ِ ِه َو ال ْ ُم نْ َخ ن ِ ق َ ة‬ ِ ‫ت ع َ ل َ ي ْ ك ُ مُ ال ْ َم ي ْ ت َة ُ َو ال د َّ مُ َو ل َ ْح مُ ال ْ ِخ نْ ِز‬ ْ ‫ُح ِر َم‬


ِ‫ط ي َح ة ُ َو َم ا أ َكَ َل ال س َّ ب ُ ُع إ ِ ََّل َم ا ذ َ ك َّ يْ ت ُ ْم َو َم ا ذ ُ ب ِ َح ع َ ل َ ى ال ن ُّ صُ ب‬ ِ َّ ‫َو ال ْ َم ْو ق ُ و ذ َ ة ُ َو ال ْ ُم ت َ َر دِ ي َ ة ُ َو ال ن‬
‫س ال َّ ِذ ي َن كَ ف َ ُر وا ِم ْن ِد ي ن ِ ك ُ ْم ف َ ََل‬ َ ِ ‫ق ۗ ال ْ ي َ ْو مَ ي َ ئ‬ ٌ ْ‫اْل َ ْز ََل ِم ۚ ذٰ َ لِ ك ُ ْم ف ِ س‬ ْ ِ ‫س ُم وا ب‬ ِ ْ ‫َو أ َ ْن ت َسْ ت َق‬
ُ‫ت ل َ ك ُ م‬ ُ ‫ضي‬ ِ ‫ت عَ ل َ يْ ك ُ ْم ن ِ ع ْ َم ت ِ ي َو َر‬ ُ ْ ‫ت َ ْخ ش َْو ه ُ ْم َو ا ْخ ش َْو ِن ۚ ال ْ ي َ ْو مَ أ َكْ َم ل‬
ُ ‫ت ل َ ك ُ ْم ِد ي ن َ ك ُ ْم َو أ َت ْ َم ْم‬
ٌ‫ْل ث ْ م ۙ ف َ إ ِ َّن ّللاَّ َ غَ ف ُ و ٌر َر ِح ي م‬ ِ ِ ‫ص ة غَ ي ْ َر ُم ت َ َج ا ن ِ ف‬ َ ‫ض ط ُ َّر ف ِ ي َم ْخ َم‬ ْ ‫اْل س ََْل مَ ِد ي ن ا ا ۚ ف َ َم ِن ا‬ ِْ
‫۝‬
3. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang
disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi
nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa
untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
ُ ‫ار ح ِّ ُم كَل ِّ ب ِّ ي َن‬ ِّ ‫ي َ سْ أ َل و ن َ َك ُ َم ا ذ َ اُأ ِّح لَُّ ل َ ه ْم ُ ُۖق ْل ُأ ِّح لَُّ ل َ ك م ُال ط َّ ي ِّ ب َ ات ُ ُ َو َم اُ عَ ل َّ ْم ت ْم ُ ِّم َن ُا ل ْ َج َو‬
َّ ُ َ‫َّللا ُ ُۖ ف َ ك ل واُ ِّم َّم اُ أ َ ْم سَ كْ َن ُ ع َ ل َ ي ْ ك ْم ُ َو ا ذ ْ ك ر واُ ا سْ م‬
ُ ۖ ُ ‫َّللا ِّ ُ عَ ل َ ي ْ ِّه‬ َّ ُ ‫ت ع َ ل ِّ م و ن َ ه َّن ُ ِّم َّم اُ عَ ل َّ َم ك م‬
ُ ‫َُّللا َ ُ سَ ِّر يع ُا ل ْ ِّح سَ ا بُِّ ۝‬ َّ ُ ‫َو ا ت َّق وا‬
َّ ‫َّللا َ ُ ُۚ إ ِّ َّن‬
4. Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah:
"Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah
kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan
Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah
atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat cepat hisab-Nya.

ُ ۖ ُ ‫ُح لٌُّ ل َ ه ْم‬ ِّ ‫ُح لٌُّ ل َ ك ْم ُ َو طَ ع َ ام ك ْم‬ِّ ‫ب‬ َ ‫ا ل ْ ي َ ْو مَ ُأ ِّح لَُّ ل َ ك م ُال ط َّ ي ِّ ب َ ات ُ ُۖ َو طَ ع َ ام ُا ل َّ ِّذ ي َن ُأ وت واُا ل ْ ِّك ت َا‬
ُ ‫ب ُ ِّم ْن ُ ق َ ب ْ لِّ ك ْم ُ إ ِّ ذ َ ا‬
َ ‫ت ُ َو ا ل ْ م ْح صَ ن َ ات ُ ِّم َن ُ ا ل َّ ِّذ ي َن ُ أ وت واُ ا ل ْ ِّك ت َا‬
ِّ ‫ص ن َ ات ُ ِّم َن ُ ا ل ْ م ْؤ ِّم ن َ ا‬
َ ‫َو ا ل ْ م ْح‬
ُ ‫ص ن ِّ ي َن ُ غَ ي ْ َر ُ م س َ ا ف ِّ ِّح ي َن ُ َو ََل ُ م ت َّ ِّخ ِّذ يُ أ َ ْخ دَا ٍن ُ ُۗ َو َم ْن ُ ي َ كْف ْر‬ ِّ ‫آ ت َي ْ ت م وه َّن ُ أ ج و َر ه َّن ُ م ْح‬
‫س ِّر ي نَُ۝‬ ْ ِّ ‫اْل ي َم ا ِّن ُ ف َ ق َ ْد ُ َح ب ِّ طَ ُ عَ َم ل ه ُ َو ه َو ُ ف‬
ِّ ‫يُاْل ِّخ َر ةِّ ُ ِّم َن ُا ل ْ َخ ا‬ ِّ ْ ِّ ‫ب‬
5. Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu
halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-
perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum
kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka
sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.
b) Dalil Hadist

ُ:‫ُفقال‬،‫ُعنُالسمنُوالجبنُوالفراء‬.‫م‬.‫ُسئلُرسولُهللاُص‬،‫عنُسلمانُالفارسىُرضيُهللاُعنه‬
ُ ُ.‫ُوماُسكتُعنهُفهوُمماُعفاُعنه‬.‫ُوالحرامُماُحرمهُفيُكتابه‬.‫الحاللُماُحلُهللاُفيُكتابه‬
Dari Salman al-Farisi ra, Rasulullah Saw ditanya tentang hukum mentega, keju, dan bulu
binatang. Beliau menjawab, “Halal adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah di dalam Kitab-
Nya, haram adalah sesuatu yang diharamkan oleh Allah dalam Kitab-Nya, dan sesuatu yang Allah
diamkan (tidak ditetapkan hukumnya) maka termasuk yang diampuni. (H.R. Tirmidzi)
4. Produk Turunan Babi dan Khamr serta Hukum Mengkonsumsinya
a. Produk Turunan Babi dan Hukum Mengkonsumsinya
Pada dasarnya hukum awal segala sesuatu adalah mubah (diperbolehkan) selama tidak ada
dalil atau hukum lain yang mengharamkannya. Beberapa produk yang diharamkan tersebut telah
disebutkan dalam al-Qur’an, salah satunya dalam surah al-Baqoroh ayat 173:
ْ ‫َُّللا ِّ ُ ُۖ ف َ َم ِّن ُا‬
ُ ‫ض ط َّر‬ ِّ ‫إ ِّ ن َّ َم اُ َح َّر مَ ُ عَ ل َ ي ْ ك م ُا ل ْ َم ي ْ ت َة َ ُ َو ال دَّ مَ ُ َو ل َ ْح مَُُا ل ْ ِّخ ن ْ ِّز‬
َّ ‫ير ُ َو َم اُأ ِّه لَُّ ب ِّ ِّه ُ لِّ غ َ ي ْ ِّر‬
‫َُّللا َ ُ غَ ف و ٌر ُ َر ِّح ي مٌُ ۝‬َّ ‫غَ ي ْ َر ُ ب َ اغ ٍ ُ َو ََل ُ عَا ٍد ُ ف َ َال ُ إ ِّ ث ْ مَ ُ عَ ل َ ي ْ ِّه ُ ُۚ إ ِّ َّن‬
“Sesungguhnya Dia mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan hewan
yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa, bukan
karena menginginkannya, dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Maha Penyayang”.
Melalui ayat di atas, kita mengetahui bahwa daging babi merupakan salah satu jenis
makanan yang diharamkan oleh Allah Swt secara tegas dalam al-Qur’an. Daging babi tidak
hanya diharamkan dalam agama Islam, tetapi juga diharamkan dalam agama Yahudi yang
tertulis dalam Perjanjian Lama (kitab Taurat atau Old Testament).
Adapun para ulama berbeda pendapat mengenai pembahasan terkait organ babi dan
hukum mengkonsumsinya. Imam Ibn Katsir berpendapat bahwa penyebutan daging babi dalam
al-Qur’an berfungsi untuk menunjukkan pengharaman babi itu sendiri baik yang disembelih
maupun tidak, dan hal itu mencakup lemak, kulit, tulang, dan segala hal yang berasal dari
padanya. Berbeda halnya dengan pendapat sebagian kelompok al-Zhahiri (kelompok yang
menghalalkan) yang menyatakan bahwa yang diharamkan dari babi adalah dagingnya saja,
meski ada pula tokoh ulama Madzhab al-Zhahiri seperti Ibn Hazm yang mengharamkan seluruh
organ babi. Adapula ulama yang berpendapat bahwa seluruh bagian dari babi adalah haram,
kecuali bulunya dengan catatan, jika dalam keadaan mendesak sebagai bentuk keringanan
hukum (rukhsah) dan atas dasar adanya keperluan (hajat syar’i) untuk menggunakan bulu babi
tersebut. Hal ini merupakan pendapat dari Imam al-Qurthubi dan Abu Hanifah.
KH. Ali Mustafa Yaqub, dalam buku “Kriteria Halal-Haram untuk Pangan, Obat dan
Kosmetika Menurut Al-Qur’an dan Hadits” menyatakan bahwa tidak ada seorangpun ulama fiqih
yang memperbolehkan untuk mengkonsumsi babi, jikalau pun ada yang memperbolehkan untuk
memanfaatkan bulu babi tersebut, itu pasti atas dasar rukhsah atau diperbolehkan ketika berada
dalam kondisi darurat dan karena kepentingan yang mendesak sehingga harus memanfaatkannya.
Oleh karenanya kita tidak perlu menghiraukan riwayat dari kalangan Zhahiriyyah yang hanya
mengharamkan daging babinya saja, karena riwayat tersebut adalah tidak benar.
Dalam hal ini, MUI telah mengeluarkan fatwa yang menegaskan hukum haramnya
mengkonsumsi babi. MUI berpendapat bahwa sangatlah sulit untuk memisahkan lemak, kulit,
bulu dari daging babi. Selain itu, babi dihukumi najis berat, sehingga segala sesuatu yang
bersentuhan dengan najis berat juga dihukumi haram termasuk berbagai derivasi dari produk
tersebut. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih:

ُ ُ‫إذاُاجتمعُالحاللُوالحرامُغلبُالحرام‬
“Apabila kehalalan dan keharaman berkumpul (dalam satu kasus), maka yang dimenangkan
adalah keharamannya.”
Dalam praktek komersial, berbagai produk percampuran atau derivasi dari babi ini biasa
digunakan sebagai bahan tambahan (additives) atau bahan penolong (processing aids) dalam
industri makanan, minuman dan kosmetika. Berikut ini terdapat berbagai produk yang berasal
dari daging babi dan produknya.

No Asal Produk Contoh hasil olahan


Gule, sate, bakso, abon, rendang, steak, burger, dendeng
1 Daging dimasak langsung
kering, dll.
2 Daging utuh yang proses Ham, kaseler, bacon
Sosis mentah, sosis matang, sosis putih, sosis merah spt.
3 Daging giling dan cincang yang diolah
Wiener, frankfurter, bologna, dll.
Hasil samping, berupa:
4 • Casing alami sosis, isolat protein plasma
• Jeroan dan darah
• Kerajinan kulit, produk gelatin, produk
• Kulit dan tulang
kedokteran, farmasi, kosmetika

Susu, shortening (lemak putih), emulsifier, asam lemak,


mono dan digliserida, gliserol, margarin, tallow
5 Lemak hewani babi (campuran lemak sapi),penyedap masakan, flavor
(perasa), mentega, pil (terutama sebagai pembungkus
kapsul), minyak goring, dan beragam alat kosmetika.
Berbagai jenis sikat seperti kuas untuk melukis, kuas
6 Bulu
untuk mengecat, pakaian, sikat gigi, bulu sofa, dll
7 Ensim renin pada lambung babi Bahan penggumpal pada pembuatan keju
8 Serum Banyak digunakan dalam dunia kedokteran
9 Usus selongsong

Oleh karenanya, sebagai kaum muslimin hendaknya kita selalu waspada terhadap
berbagai produk turunan seperti yang telah dijelaskan di atas. Hal ini mengingat istilah babi
memanglah hanya ada satu, tetapi produk turunannya sangatlah banyak dan hukumnya tetap lah
haram sama seperti keharaman babi. Wa Allahu a’lam.
b. Produk Turunan Khamr dan Hukum Mengkonsumsinya
1) Hukum Mengkonsumsi Khamr
Kebiasaan minum minuman keras atau khamr bukan lagi merupakan sesuatu yang baru,
bahkan pada zaman Jahiliyah bangsa Arab juga telah mengenal akrab minuman tersebut hingga
akhirnya Rasulullah Saw berhasil menetapkan larangan minuman keras untuk mewujudkan
masyarakat yang memiliki nilai norma dan etika yang bersumber pada wahyu al-Qur’an yang
bersifat absolut. Meski beberapa negara seperti Amerika, Jepang, Eropa, dll melegalkan
masyarakatnya untuk mengonsumsi khamr, namun bukan berarti mereka tidak mengetahui
dampak negatif (madharat) yang dapat timbul darinya.
Dalam al-Qur’an, Allah Swt telah menegaskan bahwa madharat dan dosa yang timbul dari
khamr justru lebih banyak dibandingkan dengan manfaatnya. Hal ini tercantum dalam QS. Al-
Baqoroh ayat 219:

ِّ َّ‫يرُ َو َم ٰنَ ِّفعُ ِّللن‬


ُُۗ‫اسُ َوإِّثْمه َما ُٓ أ َ ْكبَرُ ِّمنُ نَّ ْف ِّع ِّه َما‬ ٌ ‫يه َما ُٓ إِّثْ ٌمُ َك ِّب‬
ِّ ِّ‫سـَٔلونَكَ ُ ع َِّنُ ٱ ْل َخ ْم ِّرُُ َوٱ ْل َم ْيس ِِّّرُُۖ قلُْ ف‬
ْ َ‫ي‬
‫ُٱَّللُلَكمُٱ ْل َءا ٰ َيتُِّلَ َعلَّك ْمُتَتَفَكَّرونَُ ۝‬
ٰ
َّ ‫سـَٔلونَكَ ُ َماذَاُين ِّفقونَ ُق ِّلُٱ ْل َع ْف َوُُۗ َكذَ ِّلكَ ُي َب ِّين‬ ْ ‫َو َي‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat
dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang
lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu
berfikir”.
Allah Swt juga telah memberi peringatan akan bahaya khamr melalui firman-Nya dalam
QS. Al-Maidah ayat 90-92:

َ ٰ ‫ش ْي‬
ُ‫ط ِّنُ فَٱجْ ت َ ِّنبوه‬ َ ُ‫ُم ْن‬
َّ ‫ع َم ِّلُٱل‬ ِّ ‫س‬
ٌ ْ‫ُرج‬ ٰ َ ‫صاب‬
ِّ ‫ُو ْٱْل َ ْزلَم‬ َ ‫ُو ْٱْلَن‬ َ ‫ٰ َيٓأ َ ُّي َهاُٱلَّ ِّذينَ ُ َءا َمن ٓو ۟اُ ِّإنَّ َما ُٱ ْل َخ ْمر‬
َ ‫ُوٱ ْل َم ْيسِّر‬
‫لَعَلَّك ْمُت ْف ِّلحونَُ ۝‬
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
90. “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

ُ‫ُٱَّلل‬
ِّ َّ ‫عنُ ِّذك ِّْر‬ َ ‫ُوٱ ْل َم ْيس ِِّّر‬
َُ ُ‫ُو َيصدَّك ْم‬ َ ‫ضا ٓ َءُ ِّفىُٱ ْل َخ ْم ِّر‬
َ ‫ُوٱ ْل َب ْغ‬ َ ٰ ‫ش ْي‬
َ َ‫طنُ أَنُيو ِّق َعُ َب ْينَكمُٱ ْل َع ٰ َد َوة‬ َّ ‫ِّإنَّ َماُي ِّريدُٱل‬
‫و ِّةُُۖفَ َهلُْأَنتمُ ُّمنتَهونَُ ۝‬ ُٰ َ‫صل‬
َّ ‫َوع َِّنُٱل‬
91. “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”

‫ُرسو ِّلنَاُٱ ْلبَُ ٰلَغُٱ ْلم ِّبينُ ۝‬ َ ُ‫واُُۚفَ ِّإنُت َ َولَّ ْيت ْمُفَٱ ْعلَم ٓو ۟اُأَنَّ َما‬
َ ‫علَ ٰى‬ ۟ ‫َُوٱحْ ذَر‬
َ ‫ُٱلرسول‬
َّ ‫وا‬۟ ‫ُوأ َ ِّطيع‬
َ َ‫ُٱَّلل‬
َّ ‫وا‬ ۟ ‫َوأ َ ِّطيع‬
92. “Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah.
Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”
Melalui dalil di atas, kita dapat mengetahui bahwa khamr memiliki potensi yang sangat
besar untuk mengarahkan seseorang kepada hal-hal negatif yang bertentangan dengan nilai dan
norma baik yang ada dalam masyarakat maupun yang telah di atur oleh agama. Hal ini karena
khamr merupakan jenis minuman yang dapat menghilangkan akal sehat bahkan menghilangkan
kesadaran. Suatu ketika Rosulullah Saw pernah ditanya oleh sahabat Thariq bin Suwaid al-Ju’fiy
R.A mengenai penggunaan khamr sebagai obat, kemudian dengan tegas, Rosul mengatakan bahwa
khamr bukanlah obat, melainkan penyakit.

ُ‫ُُأ َ ْن‬-ُ‫ُأ َ ْوُك َِّر َه‬-ُ‫ُفَنَ َهاه‬،ُ‫سلَّ َمُع َِّنُا ْل َخ ْم ِّر‬ َ ‫علَ ْي ِّه‬
َ ‫ُو‬ َّ َّ‫صل‬
َ ُ‫ىَُّللا‬ َ ُ‫سأَلَُالنَّ ِّب َّي‬ َ ُ،ُ‫قُ ْبنَُُس َو ْيدٍُا ْلج ْع ِّف َّي‬ َ ُ َّ‫أَن‬
َ ‫ط ِّار‬
ُ )3784ُ–ُ‫ُولَ ِّكنَّهُدَا ٌءُُ(رواهُمسلم‬،ُ َ ٍ‫سُ ِّبد ََواء‬ َ ‫ُ ِّإنَّهُلَ ْي‬:َُ‫ُفَقَال‬،ُ‫اء‬ ْ َ ‫ُ ِّإنَّ َماُأ‬:َُ‫ُفَقَال‬،ُ‫صنَ َع َها‬
ِّ ‫صنَع َهاُ ِّللد ََّو‬ ْ ‫َي‬
“Sesungguhnya Thariq bin Suwaid al-Ju’fiy R.A bertanya kepada Nabi SAW tentang khamr,
kemudian Nabi melarangnya untuk membuatnya. Kemudian dia berkata: sesungguhnya saya
membuatnya untuk obat. Kemudian Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya (khamr) itu bukan obat,
melainkan penyakit”. (HR. Muslim- 3784)
Dalam Kitab Shahih Muslim juga disebutkan tentang dalil keharaman khamr sebagai
berikut:

ُ )2003-‫ُوكلَُّ َخ ْم ٍرُ َح َرا ٌُمُ(رواهُمسلمُعنُابنُعمر‬


َ ‫س ِّك ٍرُ َخ ْم ٌر‬
ْ ‫كلَُّم‬
“Semua yang memabukkan adalah khamr dan semua yang memabukkan adalah haram”. (HR.
Muslim dari Ibnu Umar-Hadis nomor 2003)
Dari beberapa dalil di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum khamr adalah haram
meski untuk alasan kesehatan sekalipun. Bahkan, Allah Swt bukan hanya melaknat zat khamrnya
saja, melainkan juga para peminumnya, pembuatnya, penyajinya, pedagangnya, pemeras
bahannya, penyimpannya, pembawanya, hingga penerimanya.
2) Produk Turunan Khamr dan Hukum Mengkonsumsinya
Para ulama telah sepakat bahwa hukum asal khamr adalah haram dan najis. Namun dalam
menghukumi produk turunan khamr ini kita perlu melihat proses pembuatannya:
Pertama, produk yang berasal dari khamr setelah dilakukan pemisahan materi, namun
masih ada sifat khamr yang memabukkan dalam produk turunan tersebut, maka hukumnya adalah
haram. Dan apabila proses pemisahan materi dilakukan setelah fermentasi meski tidak ditemukan
sifat memabukkan, maka produk tersebut tetap dihukumi najis dan haram.
Kedua, produk turunan khamr yang dihasilkan setelah adanya pemisahan materi dan zat
kimianya berubah hingga hilang sifat memabukkannya, maka hukumnya halal. Sama halnya jika
produk turunan tersebut dihasilkan sebelum fermentasi maka hukumnya suci dan dapat dikukumi
halal.
Dalam menghukumi produk turunan khamr ini kita perlu melihat dari berbagai sumber dan
perspektif. Salah satu produk turunan khamr yang sering dipertanyakan kehalalannya adalah
penggunaan alkohol untuk kebutuhan medis. Lalu bagaimanakah sesungguhnya hukum
penggunaan alkohol dalam medis?
“status najis atau tidaknya khamr ada perbedaan pendapat di antara ulama. Dan nabiz
menurut Imam Abu Hanifah tidaklah najis, demikian pula alkohol. Alkohol tidaklah sama dengan
khamr, dan minyak wangi tidak (hanya) berbahan alkohol saja, tapi di dalamnya terdapat alkohol
dan juga beberapa bahan lainnya yang suci. Sehingga tidak ada alasan bagi pendapat yang
menyatakan alkohol adalah najis, bahkan bagi orang yang menyatakan najisnya khamr”. (Tafsir
al-Manar)
Syeikh Athiyyah dalam al-Islam wa Masyakil al-Hayah menyatakan bahwa meski para
ulama telah sependapat mengenai haramnya alkohol untuk diminum (sebagai pemuas nafsu) dan
difungsikan sama dengan khamr, namun para ulama berbeda pendapat mengenai hukum najis-
tidaknya alkohol itu sendiri. Beliau sendiri lebih condong kepada pendapat bahwa alkohol tidaklah
najis. Hal ini berdasarkan alasan seringnya alkohol dipakai dalam berbagai kebutuhan medis,
kebersihan, minyak wangi, dan lain sebagainya sehingga akan lebih meringankan apabila
menghukumi alkohol dengan hukum tersebut.
3) Hukum Obat-obatan Beralkohol
Mengenai penggunaan alkohol atau etanol, MUI telah mengatur hal ini dalam fatwa nomor
11 tahun 2009 tentang hukum alkohol. Dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa:
a) Penggunaan alkohol atau etanol hasil industri khamr untuk produk makanan, minuman,
kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya adalah haram.
b) Penggunaan alkohol atau etanol hasil industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis
kimiawi dari netrokimia ataupun hasil industri fermentasi non khamr untuk proses produksi
produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya adalah mubah (apabila
tidak membahayakan secara medis).
c) Penggunaan alkohol atau etanol hasil industri non khamr untuk proses produksi produk
makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya adalah haram (apabila
membahayakan secara medis)
Terdapat berbagai macam produk turunan khamr yang beredar di tengah masyarakat.
Bahkan seringkali produk-produk tersebut dibuat tanpa mencantumkan adanya kandungan khamr
dalam kemasannya. Berikut ini adalah beberapa produk turunan khamr:
a) Minyak Cognac (Cognac Oil)
Produksi minyak ini diturunkan dari Brandy setelah dilakukan pemisahan materi. Minyak
ini biasa digunakan sebagai bahan komposisi flavour.
b) Minyak Fusel (Fusel Oil)
Minyak fusel adalah minyak alkohol yang dihasilkan dari produk minuman setelah
dilakukan pemisahan materi. Minyak ini dan produk turunannya - isoamil alcohol dan
isobutyl alcohol juga digunakan sebagai komposisi flavour.
c) Minuman atau makanan yang mengandung alkohol
Dalam hal ini, penggolongan minuman beralkohol dapat dilakukan berdasarkan kadar
alkohol yang dikandungnya. Minuman yang memiliki kadar alkohol rendah (1-5%) adalah
bir dan minuman bermerek Green Sand; adapula yang kadar alkoholnya berkisar antara 5-
20% seperti anggur; dan ada pula yang kadar alkoholnya mencapai 20-45% seperti Wiski.

5. Halal-Haram Zat Aktif Obat-Obatan dan Eksipien Obat


a) Hukum Psikotropik dan Narkotik
Narkotika merupakan zat atau obat yang kerap disalahgunakan atau digunakan tanpa
mengikuti standar pengobatan. Adapun efek kerja dari penggunaan narkotika pada umumnya
bersifat membius atau menurunkan kesadaran, merangsang atau meningkatkan semangat
kegiatan, ketagihan atau ketergantungan (dependence), dan menimbulkan daya halusinasi.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Pasal 6 Tahun 2009 terdapat aturan terkait
penggolongan narkotika sebagai berikut:
1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi ketergantungan yang sangat tinggi. Morfin, heroin, dan kokain
merupakan narkotika golongan I.
2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Petidin dan metadon merupakan narkotika golongan II.
3. Narkotika Golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Kodein dan Dover
merupakan narkotika golongan III.
Menurut Yusuf Qardhawi, ganja, heroin, serta bentuk lainnya baik padat maupun cair yang
dikenal dengan istilah mukhaddirat (narkotika) adalah benda-benda yang diharamkan syara’
tanpa diperselisihkan lagi oleh para ulama’.
Dalam buku yang berjudul Cannabis and Cannabinoids:Pharmacology, Toxicology, and
Therapeutic potential karangan Ethan B Russo disebutkan bahwa ganja adalah tumbuhan
budidaya penghasil serat, namun lebih dikenal sebagai obat psikotropika karena memiliki
kandungan zat tetrahidrokanabinol (THC) yang dapat membuat pemakainya mengalami
euphoria (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab).
Ibnu Taimiyah juga pernah membahas secara rinci terkait ganja yang tergolong narkotika
tersebut. Tumbuhan ganja disebut juga dengan istilah tumbuhan marijuana (dalam Bahasa
Arab disebut Hashysha).
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa syekhul lslam Ibnu Taimiyah rahimahullah
pernah ditanya mengenai apa yang wajib diberlakukan terhadap orang yang mengisap
ganja dan orang yang mendakwakan bahwa semua itu jaiz, halal, dan mubah?
Beliau menjawab:
"Memakan (mengisap) ganja yang keras ini terhukum haram, ia termasuk seburuk-buruk
benda kotor yang diharamkan. Sama saja hukumnya, sedikit atau banyak, tetapi mengisap
dalam jumlah banyak dan memabukkan adalah haram menurut kesepakatan kaum muslim.
Sedangkan orang yang menganggap bahwa ganja halal, maka dia terhukum kafir dan
diminta agar bertobat. Jika ia bertobat maka selesailah urusannya, tetapi jika tidak mau
bertobat maka dia harus dibunuh sebagai orang kafir murtad, yang tidak perlu dimandikan
jenazahnya, tidak perlu dishalati, dan tidak boleh dikubur di pemakaman kaum muslim.
Hukum orang yang murtad itu lebih buruk daripada orang Yahudi dan Nasrani, baik ia
beriktikad bahwa hal itu halal bagi masyarakat umum maupun hanya untuk orang-orang
tertentu yang beranggapan bahwa ganja merupakan santapan untuk berpikir dan berdzikir
serta dapat membangkitkan kemauan yang beku ke tempat yang terhormat, dan untuk
itulah mereka mempergunakannya."
Berdasarkan berbagai dalil syara’ dan kesepakatan para ulama’, maka kita mendapati
bahwa hukum pengggunaan mukhaddirat (narkotika) adalah haram, sedangkan
penggunaannya wajib dikenakan hukuman, dan pengedar atau pedagangnya harus dijatuhi
hukuman ta’zir dari yang paling ringan sampai yang paling berat adalah hukuman mati.

b) Halal-Haram Eksipien dan Bahan Aktif


Obat adalah produk farmasi yang terdiri dari bahan aktif dan bahan farmaseutik (bahan
pembantu eksipien). Jadi dalam satu obat bisa terbuat lebih dari 2 sampai 3
bahan. Perkembangan teknologi proses pembuatan obat kini semakin maju dan membuat
kita sebagai konsumen tidak menyadari akan kandungan bahan obat yang ada dipasaran.
Sumber bahan aktif obat dan bahan farmaseutik bermacam-macam. Bisa berasal dari
tumbuhan, hewan, mikroba, bahan sintetik kimia, bahkan dari virus yang dilemahkan atau
bahan yang berasal dari manusia. Baik bahan aktif maupun bahan farmaseutik memiliki titik
kritis kehalalan. Hal ini dimungkinkan oleh adanya perkembangan teknologi proses
pembuatan dan produksi obat yang semakin maju. Selain itu adanya juga kecenderungan
khasiat yang diklaim sang produsen, obat hanya akan efektif jika menggunakan bahan
tertentu saja.
Titik kritis bahan aktif obat bisa dimulai dari asal muasal bahan aktif tersebut. Contoh
bahan aktif obat yang berasal dari hewan adalah protein, asam amino, vitamin, mineral,
enzim, asam lemak dan turunannya, khondroitin, darah, serum, plasma, hormon hingga
karbon aktif. Jika berasal dari hewan, maka hewannya harus hewan halal bukan hewan
haram. Sebab bisa saja sebagian bahan seperti protein, karbon aktif, khondroitin, asam
lemak, dan mineral berasal dari babi, seperti tulang, kulit, lemak hingga jeroannya. Jika
berasal dari hewan halal maka proses penyembelihannya pun harus sesuai dengan syariat
Islam. Sedangkan, untuk bahan aktif obat yang berasal dari mikroba tidak sepenuhnya bisa
dimanfaatkan langsung oleh produsen. Untuk mendapatkan bahan aktif dari mikroba
tersebut diperlukan tahapan proses fermentasi. Pada proses tersebut diperlukan bahan-
bahan media. Contohnya adalah pada pembuatan vaksin. Media pembiakan inilah yang
mesti dikritisi, sebab sering menggunakan bahan media yang berasal dari protein hewan,
bisa dari babi maupun hewan lainnya. Belum lagi penggunaan bahan pasca fermentasi
seperti karbon aktif, yang diketahui bisa berasal dari tulang hewan.
Bahan aktif lain yang marak digunakan dalam industri obat-obatan adalah bahan aktif
yang berasal dari manusia. Seperti keratin rambut manusia untuk pembentukan sistein.
Maupun placenta manusia untuk obat-obatan, seperti obat luka bakar dan yang lainnya.
Beberapa metode kedokteran bahkan menggunakan ari-ari atau placenta ini untuk obat
leukemia, kanker, kelainan darah, stroke, liver hingga diabetes dan jantung. Placenta itu
adalah ari-ari, yang sangat berguna pada bayi saat berada di dalam rahim ibu. Pasalnya,
melalui organ ini janin memperoleh zat makanan dan kebutuhan hidup yang lainnya.
Meski ada bahan aktif yang berasal dari tumbuhan dan sintetik kimia, namun bisa saja
bahan ini juga bersinggungan atau terkontaminasi dengan bahan farmaseutik (penolong)
yang mesti dipertanyakan juga asal-usulnya. Contohnya penggunaan alkohol untuk
mengisolasi bahan aktif dari tumbuhan tersebut seperti alkaloid, glikosida dan bahan
lainnya. Bahan yang berasal dari tumbuhan ini bisa juga melalui proses fermentasi yang
menghasilkan alkohol, seperti sari mengkudu dan yang lainnya.
Banyak obat menggunakan bahan farmaseutik sebagai bahan tambahan agar khasiat obat
bisa diserap oleh tubuh. Namun sayang tidak semua bahan farmaseutik itu jelas status
kehalalannya. Bahan farmaseutik terdiri dari 28 macam bahan, yaitu:
• Bahan Pengasam • Bahan pengeras
• Bahan pembasah • Bahan pemanis
• Bahan penjerap • Bahan pensuspensi
• Bahan aerosol • Bahan penghancur tablet
• Bahan pengawet • Bahan pengisi tablet
• Antioksidan • Bahan penyalut
• Bahan pendapar • Bahan pelincir tablet
• Bahan Pengkhelat • Bahan perekat tablet
• Bahan pengemulsi • Bahan pelumas
• Bahan pewarna • Bahan pengkilap
• Bahan perisa • Bahan pengisotonis larutan
• Bahan pelembab • Pelarut/pembawa
• Bahan pelembut • Bahan enkapsulasi
• Bahan dasar salep • Pengganti udara
Dari ke 28 jenis bahan farmaseutik tersebut terdapat beberapa bahan yang memiliki
titik kritis kehalalan. Yakni bahan pengemulsi, bahan pewarna, bahan perisa, bahan
pengisi tablet, bahan pengkilap, bahan pemanis, bahan pelarut dan bahan enkapsulasi.
Bahan tersebut memiliki titik kritis kehalalannya sebab bisa saja berasal dari bahan
haram dan najis seperti babi, alcohol, organ manusia maupun bahan hewani lain yang
tidak jelas asal-usul maupun proses penyembelihannya.
Selain yang disebutkan di atas, kita juga mesti mengkritisi kehalalan obat dalam dari
bentuk sediannya obatnya. Contohnya adalah obat berbentuk tablet. Bahan yang mesti
diwaspadai dalam proses pembuatan obat berbentuk tablet sering digunakan bahan
magnesium stearat, monogliserida yang berasal dari turunan lema. Demikian juga
dengan obat berbentuk serbuk dan kaplet, penggunaan laktosa dalam proses produksi
obat serbuk adalah yang mesti diperhatikan, dimana enzim hewani bisa saja berperan
dalam pembuatan laktosa ini. Termasuk juga penggunaan bahan pewarna.
Cangkang kapsul pun mesti diperhatikan, sebab sebagian besar bahan yang digunakan
dalam proses pembuatan kapsul mempergunakan gelatin. Seperti diketahui, bahwa
gelatin bisa berasal dari tulang maupun kulit hewan, seperti babi, sapi maupun ikan.
Tidak berhenti sampai di sini saja, obat berbentuk cair atau liquid juga mesti
diperhatikan. Terutama penggunaan etanol atau alkohol dan flavor (perasa) yang
digunakan. Sebab bisa saja flavor tersebut terbuat dari bahan penyusun (ingredient) dan
pelarut yang tidak jelas kehalalannya.
Obat berbentuk pil dan injeksi (suntik) juga sama, bahan penyusun obat seperti
gliserin yang bisa saja berasal dari turunan lemak juga mesti diperhatikan. Termasuk
juga penggunaan bahan gelatin yang banyak digunakan. Demikian halnya penggunaan
protein darah manusia dalam obat injeksi. Etanol dan gliserin pun dapat digunakan
dalam obat-berbentuk suntik tersebut. Contoh lain adalah Insulin yang bisa berasal dari
pankreas babi, atau lovenox (obat injeksi anti penggumpalan darah) yang juga bisa
berasal dari babi.
Oleh karena itu, kita sebagai konsumen mesti juga cermat dalam memilih obat-
obatan. Sebab bukan hanya ingin mendapatkan kesembuhan semata, namun juga ridha
dari Allah SWT. Bertanya dan mencari tahu bisa menjadi salah satu cara untuk
menghindari kita dari obat-obatan yang tidak jelas kehalalannya. 5
C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Mengapa halal itu penting dan Jelaskan hikmahnya!
2. Halal itu batasannya apa? Bukankah klaim halal itu hanya penting untuk
makanan?!
3. Apa proses yang dilalui dalam menentukan sebuah produk halal atau tidak? !
4. Jelaskan alasan mengapa makanan halal bisa menjadi makanan haram?

5
Jurnal halal, http://www.halalmui.org/mui14/main/detail/bahan-haram-dalam-obat, diakses pada 30 Oktober
2020
5. Apa saja jenis makanan dan minuman yang halal? Berikan contohnya!

Untuk Non-Muslim
1. Jelaskan bagaimana agama Anda mengatur makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi!
2. Apakah agama Anda mengatur tentang produk-produk yang boleh dipakai ataupun
dikonsumsi?
3. Jelaskan dalil yang mengatur tentang makanan dan minuman atau poduk yang boleh dan
tidak boleh dikonsumsi dalam agama Anda!
4. Apakah agama Anda berbicara tentang tujuan dibalik pelarangan dan kebolehan
mengkonsumsi produk atau makanan dan minuman tertentu?
5. Apa saja jenis makanan dan minuman yang diperbolehkan dalam agama Anda? Berikan
contohnya!
Selamat Mengerjakan!
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Depag RI, 2004
Asqalani, Ibnu Hajar, Bulugh al-Maram min Adillati al-Ahkam, KSA: Dar al-Qabas: 2014
Bakhri, Syaiful. Tindak Pidana Narkotik dan Psikotropika: Suatu Pendekatan Melalu Kebijakan
Hukum Pidana. Bekasi: Gramata Publishing, 2012.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia, No. 11, tahun 2009, Tentang Hukum Alkohol
Haidar, Ali, dalam Yanggo, Chuzaimah T dan Anshary, Hafiz, Problematika Hukum Islam
Kontemporer, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1995
Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 2009
Yaqub, Ali Mustafa, Kriteria Halal-Haram untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Menurut Al-
Qur’an dan Hadits, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2015
Jâmi’u al- Sunnah wa Syurûhaha, http://www.hadithportal.com, 29 September 2020
Juriyanto, Moh, Kriteria Makanan Disebut “Halalan Thayyiba”, https://bincangsyariah.com/, 25
September 2020
Qardhawi, Yusuf. Fatwa-Fatwa Kotemporer, penj. Drs As’ad, Jilid 2. Jakarta: Gema Press, 1995
http://nasional.kompas.com/ , diakses pada tanggal 30 Oktober 2020.
http://www.halalmui.org/mui14/main/detail/bahan-haram-dalam-obat, diakses pada tanggal 30
Oktober 2020

You might also like