Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

The Economic Activities of the Chinese Ethnic Groups in Palembang in 1930 to

1942

By:
Sri Lestari
12407144001
Email: yunrikim3@gmail.com

ABSTRACT

Palembang city had a very strategic location as a destination for trading in


Nusantara (archipelago). In the 16th century to the 20th century, there was a migration
flow of Chinese people from China to Nusantara. Palembang became one of the cities
chosen for the migration in Nusantara. As a result, many Chinese people decided to
settle in Palembang. During 1930 to 1942, Chinese ethnic groups had an important role
in economy including the brokerage. This research is aimed to reveal the economic
activities of the Chinese ethnic groups during the period of 1930 to
1942. The results show that there were economic activities carried out by the Chinese
ethnic groups in Palembang during 1930 to 1942. The economic activities carried out
by the groups were brokerage, Mindring, loan (Renten), and a rubber processing
industry. This ethnic groups became the broker for coffee and rubber. Chinese traders
ran the Mindring practice and loan devoted to indigenous people in rural areas.
Another role run by the Chinese ethnic groups was the rubber processing industry.
There were two major rubber processing companies owned by the groups i.e. Kian
Gwan and NV Hok Tok. The economic activities of these groups had some impacts on
various stakeholders such as the colonial government, indigenous people, and fellow
Chinese ethnic groups i.e. Totok and Peranakan. One of the manifestations of these
impacts was the enactment of Wijkenstelsel and Passenstelsel policies. Both of these
policies were made in an attempt to monitor all kinds of movement done by the Chinese
ethnic groups in Palembang city.

Keywords: Economic activities, Chinese, Palembang

575
Ativitas Ekonomi Etnis Tionghoa di Palembang Tahun 1930-1942
Oleh: Sri
Lestari
12407144001
Email: yunrikim3@gmail.com

ABSTRAK

Palembang memiliki letak wilayah yang sangat strategis sebagai tujuan


perdagangan di Nusantara. Pada abad ke-16 sampai abad ke-20, terjadi arus migrasi
orang Tionghoa dari negara Cina sampai ke wilayah Nusantara. Kota Palembang,
menjadi salah satu tujuan migrasi orang Tionghoa di Nusantara. Akibat migrasi
tersebut, banyak orang Tionghoa yang memilih untuk tinggal dan menetap di
Palembang. Mayoritas dari etnis Tionghoa di Palembang berperan sebagai pedagang
perantara. Selama periode 1930-1942, etnis Tionghoa memiliki peran penting dalam
sektor perekonomian kota Palembang. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk
mengetahui aktivitas ekonomi etnis Tionghoa selama periode 1930-1942. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan adanya aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh etnis
Tionghoa di Palembang selama tahun1930-1942. Aktivitas ekonomi yang dijalankan
etnis ini adalah bidang perdagangan perantara, Mindring dan praktek memberikan
pinjaman uang (renten) serta bidang industri pengolahan karet. Etnis Tionghoa menjadi
pedagang perantara untuk komoditas kopi dan karet. Praktek Mindring dan peminjaman
uang dijalankan oleh pedagang Tionghoa untuk masyarakat pribumi di kawasan
pedesaan. Peran lain yang dijalankan adalah bidang industri pengolahan karet. Terdapat
dua perusahaan besar pengolahan karet milik etnis Tionghoa yaitu Kian Gwan dan
NV Hok Tok. Aktivitas ekonomi etnis Tionghoa juga berdampak terhadap pihak
kolonial, masyarakat pribumi dan sesama etnis Tionghoa yaitu kaum Totok dan
Peranakan. Salah satu wujud dari dampak tersebut adalah berlakunya kebijakan
Wijkenstelsel dan Passenstelsel. Kedua kebijakan ini dibuat sebagai upaya untuk
mengawasi pergerakan dan perkembangan etnis Tionghoa di kota Palembang.

Kata Kunci: Aktivitas Ekonomi, Tionghoa, Palembang

576
A. PENDAHULUAN Kedatangan etnis Tionghoa ke

Kedatangan orang-orang Nusantara, salah satunya merupakan

Tionghoa ke Nusantara menuju kota bagian dari pola-pola migrasi seperti

Palembang telah berlangsung dalam sebagai kuli, pedagang, dan sebagai

waktu yang lama bahkan sebelum perantau. Adapun kelompok atau suku

masa kerajaan Sriwijaya. Hubungan bangsa Tionghoa yang datang ke

yang terjalin antara nusantara dan Nusantara kebanyakan berasal dari

orang Tionghoa, ialah melalui suatu etnis Hokkian, Hakka, Hainan,

hubungan perdagangan. Hubungan ini Hokchia, Theo Chio dan Kanton. Suku

telah terjalin semenjak masa Dinasti Hokkian merupakan suku terbanyak

Han (206 SM – 220 M). Banyak faktor yang ada di Palembang. Hal tersebut

yang menjadi pendorong terjadinya dilihat berdasarkan lokasi persebaran

migrasi orang-orang Tionghoa sampai dan mata pencarian atau keterampilan

ke nusantara. Beberapa alasan tersebut dari suku tersebut. Suku Hokkian

seperti, adanya persaingan merupakan suku bangsa yang berasal

perdagangan di pesisir Laut Cina dari propinsi Fukien bagian selatan,

sehingga membuat pendapatan suku ini banyak bekerja dalam bidang

ekonomi penduduk setempat semakin perdagangan.2

berkurang.1
2
Ayu Windy Kinasih,
Indentitas Etnis Tionghoa di kota Solo
Nurani Soyomukti, Soekarno
1
(Etnis Tionghoa dan Heterogenitas
& Cina: Nasionalisme Tionghoa Lokal), (Yogyakarta: Lab Jurusan Ilmu
Dalam Revolusi Indonesia, Pemerintahan FISIPOL UGM, 2007),
(Yogyakarta: Garasi, 2012), hlm. 164. hlm. 86.

577
Peran etnis Tionghoa sebagai membawa karakteristik tersendiri bagi

pedagang perantara, nantinya akan kondisi perekonomian di kota

sangat berkaitan erat pada saat terjadi Palembang. Setelah menghadapi masa-

depresi ekonomi pada tahun 1930. masa sulit akibat depresi ekonomi,

Pada tahun 1930 Hindia Belanda kondisi perekonomian di Hindia

mengalami krisis ekonomi besar- Belanda lambat laun kembali stabil.

besaran yang umum dikenal sebaga Kedatang Jepang telah membawa

masa depresi ekonomi. Depresi babak baru bagi kehidupan orang- orang

ekonomi terjadi pada tahun 1929 yang Tionghoa. Pada masa Jepang, etnis

dimulai dengan kejatuhan bursa saham Tionghoa dituntut untuk semakain

New York pada tanggal 24 Oktober mempertahankan identitas mereka

1929. Akibat yang ditimbulkan oleh sebagai etnis pendatang di Hindia

depresi ekonomi ialah penurunan di Belanda. Pada periode ini banyak usaha

bidang perekonomian terutama sektor atau firma milik orang Tionghoa yang

perdagangan internasional dan sektor harus di tutup dan gulung tikar.4

primer seperti hasil-hasil perkebunan.3

Peran etnis Tionghoa selama

masa depresi ekonomi, tentu saja

3
Teguh Sihono, Krisis
Finansial Amerika Serikat dan Twan Peck Yang, Elite Bisnis
4

Perekonomian Indonesia, dalam Jurnal Cina di Indonesia dan Masa Transisi


Ekonomi & Pendidikan, (Vol. 5, No. 2, Kemerdekaan 1940-1950, (Jakarta:
Desember 2008), hlm. 174. Diadit Media, 2007), hlm. 96.

578
B. ETNIS TIONGHOA DAN ini ditandai oleh terbukanya lahan

PERKEMBANGAN KOTA perkebunan seperti tambakau, kopi dan

PALEMBANG TAHUN 1930- karet. Perkembangan tersebut telah

1942 menarik pihak lain seperti kaum

Palembang terletak pada garis kapitalis barat untuk datang ke Hindia

wilayah yang strategis serta mampu Belanda termasuk wilayah

menjaga dan mempertahankan Palembang.6

hubungan baik dengan dunia luar. Arti Perkembangan juga terjadi

strategis yang dimiliki Palembang pada etnis Tionghoa di Palembang.

tidak hanya di karenakan letak Keberadaan etnis Tionghoa di kota

geografis, topografi serta demografi Palembang terus saja mengalami

nya saja.5 Pada periode akhir abad ke- perkembangan baik secara kondisi

19 dan awal abad ke-20 nilai strategis politik sosial dan ekonomi. Migrasi

kota Palembang semakin bertambah. secara besar-besaran etnis Tionghoa

Abad ke-20 merupakan masa dimana dimulai dari abad ke-16 sampai awal

Palembang mengalami fase abad ke-20. Dari data statistik yang

pertumbuhan dan perkembangan pada dibuat setelah sensus tahun 1930,

sektor perekonomian. Perkembangan menunjukkan bahwa jumlah penduduk

Tionghoa semakin meningkat dari


5
Jumhari, Sejarah Sosial
Orang Melayu, Keturunan Arab, dan tahun ke tahun. Peningkatan tersebut
Cina di Palembang dari masa

Kesultanan Hingga Reformasi,


(Padang: BPSNT Press, 2010), hlm. 6
Ibid.
27.

579
membuat populasi orang-orang secara khusus lebih diperuntukkan

Tionghoa di Palembang semakin bagi orang pribumi. 8

meningkat.7 Bagi etnis Tionghoa di

Perkembangan selanjutnya juga Palembang, mereka tetaplah menjadi

berpengaruh pada bidang pendidikan pihak minoritas. Hal tersebut

di kota Palembang. Pada tahun 1908- kemudian mendorong etnis Tionghoa

1911 palembang telah memiliki untuk mendirikan sekolahnya sendiri

delapan sekolah yang berpusat di yang dikenal dengan nama sekolah

ibukota. Di wilayah pedesaan juga THHK. Sekolah ini merupakan usaha

mulai dibangun sekolah-sekolah rakyat untuk menghidupakan kembali budaya

untuk orang-orang pribumi. Terdapat Tionghoa serta memberikan

sekolah ELS (Europeesche Larger pendidikan yang layak bagi semua

School) yang di khususkan bagi orang Tionghoa di Hindia Belanda.

penduduk Eropa serta terbatas bagi Sekolah THHK tersebar di berbagai

non-Eropa. Ada juga Volkschool wilayah salah satunya adalah Batavia,

(sekolah rakyat) yang dikenal dengan Yogyakarta, dan beberapa wilayah

sebutan sekolah tiga tahun, sekolah ini lainnya baik di Jawa maupun di luar

Jawa. Jenis sekolah seperti ELS, HCS,

volkschool (HIS) dan THHK

Ma’moen Abdullah, Sejarah


8

7
Beni. G. Setiyono, Tionghoa Daerah Sumatera Selatan, (Sum-Sel:
dalam Pusaran Politik, (Jakarta: Depdikbud BPIPN Sumatera Selatan,
Transmedia, 2008), hlm. 40. 1997/1998), hlm.67.

580
semuanya sama-sama setingkat dengan Pedagang perantara adalah mereka

sekolah dasar.9 yang menjadi penghubung lalu lintas

C. ETNIS TIONGHOA DALAM perdagangan internasional dan pihak

PEREKONOMIAN KOTA perantara bagi penduduk setempat.10

PALEMBANG TAHUN 1930- Pedagang Tionghoa selalau

1942 menjadi pihak perantara baik bagi

Aktivitas ekonomi yang pemerintah kolonial, pemerintah lokal,

dijalankan etnis Tionghoa di maupun dengan orang-orang pribumi.

Palembang secara umum terdiri dari Peran penting etnis Tionghoa dalam

pedagang perantara, mindring dan sektor perdagangan perantara

peminjaman uang, serta industri berkembang sangat pesat dengan

pengolahan komoditas karet. Ketiga dikuasainya bisnis industri karet pada

aktivitas ini sering dilakukan dan tahun 1930. Jaringan regional bisnis

sangat menonjol pada masa karet di Palembang yang dikuasai oleh

pemerintahan Hindia Belanda. orang Tionghoa juga ikut melibatkan

Pedagang perantara merupakan pedagang atau pengusaha dari negara

aktivitas utama dari orang Tionghoa tetangga. Adapun negara tetangga

yang dikenal sebagai etnis pedagang. yang sering menjadi mitra usaha orang

Al.Heru Kustara, Peranakan


9 J.L. Vleming jr, Kongsi dan
10

Tionghoa Indonesia Sebuah Spekulasi Jaringan Kerja Bisnis Cina,


Perjalanan Budaya, (Jakarta: Intisari disadur oleh Bob Widyahartono,
Mediatama dan Komunitas Lintas (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1988),
Budaya, 2008), hlm. 31. hlm. 127.

581
Tionghoa adalah Singapura, Bombay peminjaman uang yang dilakukan oleh

(India), Karachi (Pakistan), Sanghai para rentenir akan dikenakan bunga atau

serta Hongkong.11 biaya tambahan bagi para

Aktivitas ekonomi lainnya peminjamannya.12

yang dijalankan oleh orang Tionghoa Jumlah bunga yang diberikan

adalah Mindring dan usaha biasanya sebesar 2 sen/hari untuk

peminjaman uang (renten). Praktek setiap gulden (1 gulden= 100 sen).

mindring dan renten pada dasarnya Pemberian bunga atas peminjaman

tidak jauh berbeda. Pada masa kolonial uang dianggap sebagai balas jasa bagi

tukang mindring biasanya juga para rentenir yang sudah

merangkap sebagai rentenir (renten) meminjamkan uangnya. Bunga

yaitu meminjamkan uang dengan cara peminjaman bisa mengalami

menyertakan bunga di setiap kenaikkan sewaktu-waktu tergantung

peminjamannya. Bagi usaha mindring pihak pemberi pinjaman. Hal tersebut

barang yang di jual secara kredit yang membuat orang Tionghoa

memiliki harga yang lebih mahal jika (Rentenir) di sebut lintah darat oleh

dibanding harga pasaran. Jasa orang-orang pribumi. Pembayaran

hutang dan bunganya akan ditagih oleh


11
Alexander Irwan, Jaringan

Bisnis dan Identitas Etnis


Transnasional, dalam I. Wibowo, 12
Oeng Eng Die, Peranan
Harga yang harus Dibayar: Sketsa Etnis Tionghoa dalam Perdagangan
Pergulatan Etnis Cina di Indonesia, (terjemahan), dalam Mely G Tan (ed),
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Etnis Tionghoa di Indonesia, (Jakarta:
(Kerjasama dengan Pusat Studi Cina), Gramedia, 1979), hlm. 56.
1999), hlm. 78.

582
tukang mindring atau rentenir setiap 2 mendirikan industri untuk mengolah

hari sekali atau lebih tergantung hasil perkebunan seperti karet.

kesepakatan.13 Terdapat dua perusahaan besar yang

Pada masa ini, etnis Tionghoa milik orang Tionghoa yang ada di

juga bergerak di bidang industri Palembang yaitu Kian Gwan dan Hok

pengolahan karet yaitu mendirikan Tok bergerak di bidang pengolahan

pabrik Remiling di Palembang. Peran komoditas karet (remiling). Kian

etnis Tionghoa di bidang ini, pada Gwan merupakan sebuah perusahaan

awalnya terjadi akibat kebijakan dari yang awalnya berbasis di Pulau Jawa,

pemerintah kolonial yang melarang sedangkan Hok Tok berpusat di

kepemilikan lahan atau tanah atas Singapura.

nama orang Tionghoa.14 Berlakunya Selama masa depresi ekonomi

peraturan dan kebijakan tersebut tahun 1930, komoditas karet tetap

mendorong orang Tionghoa mencari stabil dan mampu menghasilkan

peluang usaha lain yaitu dengan keuntungan yang mampu

menghidupkan perekonomian kota


13
V.B. van Gutem, “Tjina
Mindring Eenige Aanteekeningen Palembang. Kondisi tersebut
Over het Chineesche
Geldschievterwezen op Java”, dikarenakan berlakunya suatu
Koloniale Studien, 1919, hlm. 113.
peraturan yang disebut “Kupon
14
Tri Wahyuni. M. Irsyam,
Peranan Golongan Etnis Cina di Karet”.15 Kupon karet berfungsi untuk
Sektor Ekonomi di Jawa Pada masa
Kolonial, (Depok: LPUI, 1996), hlm.
22. 15
Kupon karet merupakan
sejenis lisensi yang diberikan kepada

583
mengontrol jumlah dan produksi karet respon yang berbeda bagi berbagai

yang ada di Palembang. Berlakunya pihak yang ada di Palembang. Dampak

sistem Kupon Karet telah menjadi tersebut terjadi pada pemerintah

solusi dalam mengatur peredaran karet kolonial Belanda, orang pribumi dan

agar tetap laku dan stabil di kancah sesama etnis Tionghoa yaitu kaum

pasaran Internasional.16 Totok dan kamu Peranakan. Bagi

pemerintah kolonial, etnis Tionghoa


D. DAMPAK AKTIVITAS
berperan sebagai pihak perantara
EKONOMI ETNIS TIONGHOA
dalam bidang perekonomian. Mereka
DI PALEMBANG SAMPAI
menjadi perantara bagi pemerintah
TAHUN 1942
kolonial dengan pemerintah lokal,
Aktivitas ekonomi yang
penduduk pribumi dan pihak lainnya
perankan oleh etnis Tionghoa tentu
yang berkaitan dengan bidang
saja akan memberikan dampak dan
perekonomian. Pemerintah kolonial
setiap pemilik perkebunan karet.
Kupon ini adalah semacam izin merasa lebih aman memberi kuasa
produksi yang diberisikan jumlah atau
hasil karet yang telah ditentukan oleh ekonomi kepada etnis Tionghoa.17
pemerintah Belanda. Kupon ini juga
berfungsi dalam memberikan hak Pemerintah kolonial juga menerapkan
kepada para pemilik kupon untuk
mengekspor karetnya ke luar negeri.
17
A. Made Tony Supriatna,
16
Ujang Hariyadi (ket. Bisnis dan Politik: Kapitalisme dan
Penelitian), Kupon Karet (kupon izin Golongan Tionghoa di Indonesia,
produksi) Koleksi Museum Negeri dalam Lembaga Studi Realino,
Propinsi Jambi, (Jambi: DEPDIKBUD Penguasa Ekonomi dan Siasat
Kantor Wilayah Jambi Bagian Proyek Pengusaha Tionghoa, (Yogyakarta:
Pembinaan Permuseuman Jambi, Kanisius, 1996), hlm. 76.
1996/1997), hlm. 11.

584
suatu kebijakan yang disebut dengan Antara penduduk pribumi dan orang

Wijkenstelsel dan Passenstelses. Tionghoa tetap terjalin suatu hubungan

Tujuan diberlakukannya kebijakan yang baik yaitu lewat hubungan

tersebut ialah untuk mengontrol dan perdagangan.19

mengawasi pergerakan etnis Tionghoa Adanya industri pengolahan

yang ada di Palembang dan seluruh karet milik orang Tionghoa juga

wilayah di Hindia Belanda.18 berdampak positif bagi penduduk

Dampak selanjutnya terjadi pribumi sebagai pemilik perkebunan

pada orang-orang pribumi, dampak karet rakyat. Masyarakat di pedesaan

yang ditimbulkan dari adanya aktivitas akan menitipkan hasil buminya untuk

ekonomi etnis Tionghoa di Palembang di pasarkan oleh pedagang Tionghoa

tidaklah terlalu mencolok. Keberadaan begitupun sebaliknya. Para pedagang

etnis Tionghoa di Palembang telah besar (eksportir) memperoleh karet

menempatkan penduduk pribumi pada dari hasil kerjasama dengan orang-

posisis terendah dari segi strata sosial orang pribumi. Orang pribumi akan

dan ekonomi. Walau demikian, hal menjual karet mereka kepada orang

tersebut tidak menimbulkan suatu

masalah atau konflik yang berarti.

18
Mariani Dwi Putri,
“Kehidupan Masyarakat Cina di 19
Mestika Zed, Kepialangan
Palembang Tahun 1822-1906”, Politik dan Revolusi Palembang
Skripsi, (Yogyakarta: UNY, 2011), (1900-1950), (Jakarta: LP3ES, 2003),
hlm. 71. hlm. 78.

585
Tionghoa sebagai bahan keperluan Tidak harmonisnya hubungan kaum

industri mereka.20 Totok dan kaum Peranakan, biasanya

Dampak selanjutnya adalah hanya dikarenakan perbedaan

timbulnya persaingan antara etnis pandangan atau persepsi diantara

Tionghoa yaitu kaum Totok dan kaum keduanya. Kaum Peranakan sering

Peranakan. Golongan Tionghoa mengeluh bahwa kaum Totok selalu

Peranakan pada umumnya lebih ingin mendominasi sektor

unggul di bidang sosial-ekonomi perekonomian dengan mengorbankan

dibandingkan golongan Totok. Jika kaum Peranakan. Di sisi sebaliknya,

Tionghoa Peranakan unggul di bidang kaum Totok sering mengeluhkan

perekonomian, maka orang Totok bahwa Tionghoa Peranakan sering

lebih unggul dalam hal yang berkaitan bersifat tidak patriotik dan berperilaku

dengan bahasa dan kebudayaan.21 seperti orang non-Tionghoa.22

Kaum Totok masih sangat menjunjung

tinggi budaya asli mereka sebagai


E. KESIMPULAN
orang Tionghoa yang berdarah murni.
Palembang sejak dahulu kala

R. Z. Leirissa, dkk, Sejarah


20 telah dikenal sebagai kota dagang dan
Perekonomian Indonesia, (Yogyakarta:
Ombak, 2012) hlm, 77. pelabuhan penting yang ada di Pulau

21
Justian Suhandinata, WNI
dan Keturunan Tionghoa dalam 22
Leo Suryadinata, Pribumi
Stabilitas Ekonomi dan Politik Indonesians, The Chinese Minority
Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia and China, (Kuala Lumpur: Heineman
Pustaka, 2009), hlm. 34. Educational Books Asia (LTD), 1978),
hlm. 93.

586
Sumatera. Letak kota Palembang pada kedudukan mereka dengan mengambil

dasarnya sangatlah strategis terutama peran-peran penting di berbagai sektor

bagi jalur perdagangan di nusantara. perekonomian. Peran penting yang

Posisi ini telah mendatangkan para dijalankan etnis Tionghoa pada abad

pedagang baik lokal maupun luar ke-20 adalah menjadi pedagang

negeri ke kota Palembang. Salah satu (pedagang perantara), tukang mindring

dari kelompok dagang yang datang dan tukang renten (rentenir) serta

dan berkunjung ke kota Palembang industri pengolahan hasil-hasil

adalah para pedagang Tionghoa. perkebunan.

Berbagai literatur menyebutkan, Aktivitas ekonomi yang

bahwa migrasi etnis Tionghoa ke dilakukan etnis Tionghoa di kota

Palembang dimulai sejak abad ke-16. Palembang telah menimbulkan reaksi

Etnis Tionghoa membentuk yang berbeda. Bagi pemerintah

suatu hubungan dagang dengan pihak kolonial Belanda, pedagang Tionghoa

Kesultanan Palembang. Pedagang berperan sebagai pihak perantara untuk

Tionghoa menjadi perantara untuk kerjasama dengan pemerintah lokal

memenuhi permintaan barang ekspor maupun kaum pribumi. Pemerintah

dan impor. Hubungan ini terus kolonial juga menerapkan suatu

berlanjut dan semakin berkembang kebijakan yang disebut peraturan

hingga datangnya penjajah Belanda. passenstelsel dan wijkenstelsel. Kedua

Pada abad ke-20 orang Tionghoa kebijakan ini bertujuan untuk

semakin memperluas jaringan dan membatasi pergerakan dan keluar

587
masuknya etnis Tionghoa di setiap perbedaan pandangan atau persepsi di

wilayah Hindia Belanda. Bagi antara keduanya. Tionghoa Peranakan

masyarakat pribumi sendiri, aktivitas lebih unggul dalam sektor sosial-

ekonomi dari etnis Tionghoa tidak ekonomi namun lemah dalam hal yang

begitu berdampak besar. Masyarakat berkaitan dengan kebudayaan nenek

pribumi dan etnis Tionghoa mampu moyang mereka. Sebaliknya tidak

hidup secara berdampingan tanpa semua Tionghoa totok sukses dalam

harus terjadi konflik baik sosial sektor perekonomian namun mereka

maupun ekonomi. sangat unggul dalam hal yang berbau

Dampak lain dari aktivitas kebudayaan Cina. Oleh karena itu etnis

ekonomi ini ialah terjadi persaingan Tionghoa Totok sering menyebut kaum

antar sesama etnis Tionghoa. Kedua Peranakan tidaklah nasionalis dan

kelompok ini adalah Tionghoa Totok berperilaku seperti non-Tionghoa.

dan Tionghoa Peranakan, kedua Masuknya Jepang pada Februari 1942

golongan ini biasanya tidak akur dan ke Palembang telah mengakhiri masa

tidak menyukai satu sama lain. pemerintahan Belanda dan menjadi

Ketidakakuran ini disebabkan oleh sejarah baru bagi etnis Tionghoa.

588
DAFTAR PUSTAKA

Arsip dan Terbitan Resmi

Indisch Verslag, Deel IV, Tahun 1931.

V.B. van Guthem, “Tjina Mindring Eenige Aanteekeningen Over het Chineesche
Geldschievterwezen op Java”, Koloniale Studien, 1919.

Residentie Palembang Hoofdlasts Palembang, Regeerings Almanak vor


Nedherlandsch Indie: Landsdrukkerij-Weltevreden, 1931.

Volkstelling 1930, Jilid VIII, Batavia: Departement van Ecomische Zakaen, 1935.

Buku-buku dan Artikel

Alexander Irwan, Jaringan Bisnis dan Identitas Etnis Transnasional, dalam I.


Wibowo, Harga yang harus Dibayar: Sketsa Pergulatan Etnis Cina di
Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama (Kerjasama dengan Pusat Studi
Cina), 1999.

Al. Heru Kustara, Peranakan Tionghoa Indonesia Sebuah Perjalanan Budaya,


Jakarta: Intisari Mediatama dan Komunitas Lintas Budaya, 2008.
A. Made Tony Supriatma, Bisnis dan Politik: Kapitalisme dan Golongan Tionghoa di
Indonesia, dalam Lembaga Studi Realino, Penguasa Ekonomi dan Siasat
Penguasa Tionghoa, Yogyakarta: Kanisius, 1996.
Ayu Windy Kinasih, Indentitas Etnis Tionghoa di kota Solo (Etnis Tionghoa dan
Heterogenitas Lokal), Yogyakarta: Lab Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL
UGM, 2007.
Beni. G. Setiyono, Tionghoa dalam Pusaran Politik, Jakarta: Transmedia, 2008.
Die, Oeng Eng, Peranan Etnis Tionghoa dalam Perdagangan (terjemahan), dalam
Mely G. Tan (ed), Minoritas Etnsi Tionghoa di Indonesia, Jakarta: PT.
Gramedia, 1981.
Jr, J.L. Vleming, Kongsi dan Spekulasi Jaringan Kerja Bisnis Cina, disadur oleh Bob
Widyahartono, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1988.
Justina Suhandinata, WNI Keturunan Tionghoa dalam Stabilitas Ekonomi dan Politik
Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 2009.

589
Jumhari, Sejarah Sosial Orang Melayu, Keturunan Arab dan Cina di Palembang
Dari Masa Kesultanan Palembang Hingga Reformasi, Padang: BPSN
Padang Press, 2010.
Leo Suryadinata, Pribumi Indonesians: the Chinese Minority and China,
Kuala
Lumpur: Heineman Educational Books Asia (LTD), 1978.
Ma’moen Abdullah, Sejarah Daerah Sumatera Selatan, Sum-Sel: Depdikbud
BPIPN Sumatera Selatan, 1997/1998.
Mely G. Tan, Etnis Tionghoa di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor, 2008.
Mestika Zeid, Kepialangan Politik dan Revolusi Palembang (1900-1950), Jakarta:
LP3ES, 2003.
Nurani Soyomukti, Soekarno & Cina: Nasionalisasi Tionghoa Dalam Revolusi
Indonesia Sikap Bung Karno Terhadap Tionghoa di Indonesia, Yogyakarta:
Garasi, 2012.
R.Z. Leirissa, dkk, Sejarah Perekonomian Indonesia, Yogyakarta: Ombak, 2012.
Teguh Sihono, Krisis Finansial Amerika Serikat dan Perekonomian Indonesia,
dalam
Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol. 5, No. 2, Desember
2008.
Tri Wahyuni. M. Irsyam, Peranan Golongan Etnis Cina Sektor Ekonomi di
Jawa
Pada masa Kolonial, Depok: LPUI, 1996.
Ujang Hariyadi (Ketua), Kupon Karet (kupon izin produksi) Koleksi Museum Negeri
Propinsi Jambi, Jambi: DEPDIKBUD Kantor Wilayah Propinsi Jambi
Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Jambi, 1996/1997.
Yang, Twan Peck, Elite Bisnis Cina di Indonesia dan Masa Transisi
Kemerdekaan
1940-1950, Jakarta: Diadit Media, 2007.

Skripsi

Mariani Dwi Putri, “Kehidupan Masyarakat Cina di Palembang Tahun 1822-


1906”,
Skripsi, Yogyakarta: UNY, 2011.

590

You might also like