Professional Documents
Culture Documents
Laporan Kasus Dispepsia BARU
Laporan Kasus Dispepsia BARU
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Rorotan
ANAMNESIS (autoanamnesis)
Keluhan Utama
Nyeri ulu hati yang semakin berat sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit
(SMRS).
2
ada mengeluhkan muntah, demam, BAB berwarna hitam dan penurunan berat
badan.
Lima hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan nyeri ulu hati yang
hilang timbul dan tidak menjalar. Pasien juga mengeluhkan mual dan tidak ada
muntah, perut terasa kembung dan terasa penuh, cepat kenyang, sering
sendawa, rasa penuh dan rasa tak nyaman bertambah saat dan setelah makan.
Demam (-), sakit tenggorakan (-), mancret (-), nyeri dada (-). BAK dan BAB
tidak ada keluhan.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan nyeri ulu hati yang
semakin berat, nyeri terasa menyesak, nyeri dirasakan semakin bertambah
setelah pasien makan. Pasien juga mengeluhkan perut kembung, mual, muntah
berwarna kekuningan bercampur dengan makanan dan darah (-). Muntah
mengaku muntah terjadi setelah makan dan minum. Pasien juga mengeluhkan
nafsu makan berkurang dan badannya lemas.
3
Pasien mengalami stress dalam menghadapi masalah kelurga
Jadwal makan pasien tidak teratur
Pasien sering minum jamu sehat ( 2 kali dalam sehari) pasien tidak tahu
kapan mulai minum jamu
Jarang mengkonsumsi sayur dan buah-buahan
Jarang berolahraga
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Vital Sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 96x/menit, teratur, kuat angkat
Frekuensi napas : 24x/menit
Suhu : 37,20 C (aksila)
Keadaan gizi
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 167 cm
Kepala □ Leher
Kulit dan wajah : udem (-)
Mata :
Konjungtiva pucat (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Refleks cahaya (+/+) , isokor, diameter
2mm/2mm Lidah : Tidak kotor
Telinga □ Hidung □ Mulut : Tidak ada kelainan
Leher :
JVP 5 - 2 cmH20
Pembesaran KGB (-)
4
Paru:
Inspeksi : Gerakan dada simetris kanan = kiri
Palpasi : Vookal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada semua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), ronki (-/-) pada semua lapangan
paru
Jantung:
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari medial LMCS SIC V
Perkusi : Batas kanan linea sternalis dextra SIC V
Batas kiri 2 jari medial LMCS SIC V
Auskultasi : Bunyi jantung normal, murmur (-), gallop (-/)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, simetris, venektasi (-), scar
(-) Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan pada epigastrium (+), hepar dan lien tidak
teraba, murphy sign (-), tidak teraba massa, balloement (-/-)
Ekstremitas
Akral hangat
Oedem (-/-)
CRT < 2 detik
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Hb : 13,1 gr/dl
Ht : 39,2 vol%
Leukosit : 11.400 /ul
Trombosit : 222.000 /ul
Kimia Darah
5
GDS : 151 mg/dl
BUN : 10,9 mg/dl
CREA : 0,82mg/dl
UREA : 23,3
AST : 44,8 IU/L
ALT : 54 IU/L
BUN : 10,9
RESUME
Ny. H, perempuan, 47 tahun, ibu rumah tangga, datang ke RSCL dengan keluhan
utama nyeri pada ulu hati yang semakin berat sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Dari anamnesa didapatkan bahwa pasien mengeluhkan nyeri ulu hati
semakit berat setelah makan, mual (+), muntah (+), kembung (+), cepat kenyang
dan rasa penuh sejak 5 hari SMRS. Dari pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan
pada epigastrium.
DIAGNOSA
Colic abdomen ec Dispepsia Fungsional
RENCANA PENATALAKSANAAN
Edukasi :
➢ Istirahat/ tirah baring
➢ Modifikasi gaya hidup
o Menghentikan konsumsi makanan yang pedas dan jamu
o Mengendalikan stres
o Jadwal makan harus teratur
Farmaka (IGD) :
6
➢ Inj. Ketorolac 1x30mg
➢ Inj. Omz 1x40mg
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
8
nyeri pada malam hari.
b. Dysmotility-like dyspepsia (dispepsia fungsional tipe seperti
dismotilitas) adalah dispepsia dengan keluhan kembung, mual,
muntah, rasa penuh dan cepat kenyang yang dominan.
c. Unspecified (non-spesifik dispepsia) adalah dispepsia fungsional
yang tidak mempunyai keluhan dominan.
2. Epidemiologi
3. Etiologi
Secara garis besar, penyebab sindroma dispepsia ini dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu kelompok penyakit organik dan gangguan fungsional.
Penyebab Dispepsia1
4. Patofisiologi
c. Dismotilitas gastrointestinal
Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi
perlambatan pada pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum
(sampai 50% kasus), tapi harus dimengerti bahwa proses motilitas
gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks sehingga
gangguan pengosongan lambung tidak dapat mutlak mewakili hal tersebut.
10
dispepsia ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon
di gaster atau duodenum. Bagaimana mekanismenya belum dipahami.
Penelitian dengan menggunakan balon intragastrik mendapatkan hasil
pada 50% populasi dengan dispepsia fungsonal sudah timbul rasa nyeri
atau tidak nyaman di perut pada inflasi balon dengan volume yang lebih
rendah dibandingkan volume yang menimbulkan rasa nyeri pada populasi
kontrol.
e. Disfungsi autonom
Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas
gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal
juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal
lambung waktu menerima makanan sehingga menimbulkan gangguan
akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.
g. Hormonal
Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis dispepsia fungsional.
Dilaporkan adanya penurunan kadar motilin yang menyebabkan gangguan
motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron,
estradiol, dan prolaktin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan
memperlambat waktu transit gastroitestinal.
i. Psikologis
Adanya stres akut dapat mempengaruh fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan
kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus
stres sentral. Korelasi antara faktor psikologis stres kehidupan, fungsi
autonom, dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan
kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini
11
dibandingan kelompok kontrol, walaupun dilaporkan dalam studi terbatas
adanya kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia, adanya sexual
abuse, atau adanya gangguan psikiatrik pada kasus dispepsia fungsional.
12
5. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik
Anamnesis
Pasien dengan keluhan dispepsia diperlukan anamnesis lengkap
diantaranya, berapa sering terjadi keluhan dispepsia, sejak kapan terjadi keluhan,
adakah berkaitan dengan konsumsi makanan, konsumsi obat tertentu dan aktivitas
tertentu dapat menghilangkan keluhan atau memperberat keluhan, adakah nafsu
makan menghilang, muntah, muntah darah, BAB berdarah, batuk atau nyeri dada.
Pasien juga ditanya ada konsumsi obat □ obat tertentu, atau dalam
masaterdekat pernah operasi saluran cerna, ada riwayat penyakit ginjal, jantung
atau paru. Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol
dan jamu yang dijual bebas di masyarakat. Hubungan dengan jenis makanan
tertentu perlu diperhatikan. Tanda dan gejala "alarm"(alarm simptom) seperti
disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke
punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena atau jaundice
kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan
pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau USG atau CT-Scan untuk mendeteksi
struktur peptic, adenokarsinoma gaster atau eshophagus, penyakit ulkus,
pankreatitis kronis atau keganasan pancreas empedu.
13
Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial
misalnya: hubungan antar manusia (orang tua, mertua,tetangga, adik ipar, kakak),
hubungan suami-istri, pekerjaan dan pendidikan. Hal ini berakibat eksaserbasi
gejala pada beberapa orang.
Pemeriksaan Fisik
14
Membedakan dispepsia organik dan dispepsia fungsional1,6
Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional
Anamnesis Anamnesis
1. Adanya penyakit organik yang 1. Tanpa ada keluhan penyakit somatik/dasar
menyertai misalnya tukak peptik, yang menyertai
gastritis, batu kandung empedu, Ca 2. Gejala sesuai dengan tipe dispepsia
saluran cerna bagian atas - Dispepsia tipe ulkus yang dominan nyeri
15
Tanda dan gajala dispepsia fungsional:2
Dispepsia gejala seperti ulkus Dispepsia gejala seperti dismotilitas
(ulcer-like dyspepsia) (dismotility dyspepsia)
a. Nyeri ulu hati yang dominan a. Kembung
dan disertai nyeri pada malam b. Cepat kenyang
hari c. Perut cepat terasa penuh saat
b. Nyeri epigastrium makan
terlokalisasi d. Mual, muntah
c. Nyeri hilang setelah makan e. Upper abdominal bloating
atau pemberian antasid f. Rasa tak nyaman bertambah saat
d. Nyeri saat lapar makan
e. Nyeri episodik
6. Diagnosis
Diagnosis dispepsia fungsional adalah diagnosis yang telah ditetapkan,
dimana pertama sekali penyebab kelainan organik atau struktural harus
disingkirkan melalui pemeriksaan. Pemeriksaan yang pertama dan banyak
membantu adalah pemeriksaan qendoskopi. Oleh karena dengan pemeriksaan ini
dapat terlihat kelainan di esofagus, lambung dan duodenum. Diikuti dengan USG
(Ultrasonography) dapat mengungkapkan kelainan pada saluran bilier, hepar,
pankreas, dan penyebab lain yang dapat memberikan perubahan anatomis.
Pemeriksaan hematologi dan kimia darah akan dapat mengungkapkan penyebab
dispepsia seperti diabetes, penyakit tyroid dan gangguan saluran bilier. Pada
karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor.
16
7. Pemeriksaan penunjang
Pada dasarnya langkah pemeriksaan penunjang diagnostik adalah untuk
mengidentifikasi adanya gangguan organik. Pemeriksaan laboratorium, radiologi
dan endoskopi merupakan langkah yang paling penting. 1 Pemeriksaan radiologi,
yaitu OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter pylori, USG abdomen,
dan urea breath test. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain
sebagai diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
dengan endoskopi adalah: 7
a. CLO (rapid urea test)
b. Patologi anatomi (PA)
c. Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan segera terutama pada pasien
dengan keluhan yang muncul pertama kali pada usia tua atau pasien dengan alarm
symptoms untuk menyingkirkan kausa organik pada pasien dispepsia.8
8. Penatalaksanaan
Strategi penatalaksanaan:2
a. Bila tidak ada alarm symptoms terapi empirik
b. Bila ada alarm symptoms segera lakukan pemeriksaan
esofagogastroduodenoskopi (EGD)
c. Tiap-tiap pasien mempunyai karakteristik dan keluhan tersendiri
d. Terapi psikologis dan terapi edukasi penting untuk dispepsia fungsional
e. Kadang-kadang pada satu pasien terdapat overlap (dispepsia, GERD, IBS)
17
Gambar 1. Pendekatan dalam Penatalaksanaan Dispepsia3
18
Gambar 2. Penatalaksanaan Dispepsia Fungsional3
19
Gambar 3. Penatalaksanaan Dispepsia Fungsional Tipe Ulkus3
1. Terapi umum:9
A. Istirahat
B. Diet
20
a. Seimbang antara karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin
b. Jangan banyak pantangan
C. Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup pada pasien dengan dispepsia fungsional meliputi:2
a. Makan dengan frekuensi yang sedikit
b. Berhenti merokok
c. Mengurangi minum alkohol
d. Mengurangi mengkonsumsi kafein
e. Menghindari makanan yang merangsang
f. Mempertahankan berat badan yang ideal
g. Review pengobatan
2. Medikamentosa:
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:1
a. Antasid
Antasida merupakan obat yang paling umum dikonsumsi oleh pasien
dispepsia, tapi dalam studi metaanalisis, obat ini tidak lebih unggul
dibandingkan plasebo. Golongan obat ini mudah didapat dan murah.
Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya
mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat.
Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk
mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama,
juga berkhasiat adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis
besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
b. Antikolinergik
Kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin
bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi
asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif
21
c. Antagonis reseptor H2
Obat ini juga umum diberikan pada pasien dispepsia. Umumnya
manfaatnya ditujukan untuk menghilangkan rasa nyeri ulu hati. Golongan
obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
d. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan
PPIadalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
e. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).
Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel
parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen,
yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi
mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk
lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar
lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).
f. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan
memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance).
g. Psikoterapi
Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat
antidepresi dan antianxietas) pada pasien dengan dispepsia fungsional,
karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor
kejiwaan seperti cemas dan depresi.
22
9. Prognosis
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan
penunjang yang akurat mempunyai prognosis yang baik.
23
BAB IV
ANALISA KASUS
25
DAFTAR PUSTAKA
10. Syam AF. Infeksi Helicobacter pylori harus tetap diwapadai. Maj Kedokt
Indon; 2010: 60(8). 349-350.
11. Kho D. Diagnosis dan tatalaksana terkini infeksi Helicobacter pylori. Maj
Kedokt Indon; 2010: 60(8). 381-384.
12. Davey P, editor. Nyeri perut dan dispepsia. Dalam: At a glance medicine.
Jakarta: Erlangga; 2005. 42-3.
13. Friedman LS, Isselbacher KJ. Anoreksia, nausea, vomitus dan dyspepsia.
Dalam: Asdie AH, editor edisi bahasa indonesia. Harrison: prinsip-prinsip
ilmu penyakit dalam. Jakarta: Erlangga; 1995. 244-6.
26
14. Djumhana AH. Recent Management of Dyspepsia. Bandung :FK Unpad.
2011
17. Tarigan CJ. Perbedaan Depresi pada Pasien Dispepsia Fungsional dan
Dispepsia Organik. Medan: FK USU; 2003
18. Syam AF. Infeksi Helicobacter pylori harus tetap diwapadai. Maj Kedokt
Indon; 2010: 60(8). 349-350.
19. Kho D. Diagnosis dan tatalaksana terkini infeksi Helicobacter pylori. Maj
Kedokt Indon; 2010: 60(8). 381-38
27
28