Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 43

Referat Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik Michelle

Gania M Soesilo 2065050058


medical faculty (Universitas Kristen Indonesia)

Studocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)
REFERAT
STROKE NON HEMORAGIK DAN HEMORAGIK

Disusun oleh :
Michelle Gania Margareth
Soesilo 2065050058

Pembimbing :
dr. Agus Yudawijaya, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


PJJ PERIODE 26 APRIL – 8 MEI 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA 2021

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut WHO stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang pesat karena
adanya gangguan fokal atau global dari fungsi otak, yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan menyebabkan kematian tanpa penyebab lain selain penyebab vaskular. 1 Stroke
menempati posisi kedua penyebab kematian utama di dunia dengan angka kematian
mencapai sekitar 5,5 juta jiwa.2 Prevalensi Stroke di Indonesia berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) yaitu, 7 permil (‰) pada tahun 2013, dan meningkat
menjadi 10.9 permil (‰) pada tahun 2018. Prevalensi stroke tertinggi di Indonesia
terdapat di Kalimantan Timur (14,7‰), dan prevalensi penyakit stroke juga meningkat
seiring bertambahnya usia, yaitu (50,2‰) pada usia 75 tahun keatas dan prevalensi stroke
berdasarkan jenis kelamin didapatkan lebih banyak dialami oleh laki-laki (11,0%)
dibandingkan dengan perempuan (10,9%).³ Penyakit stroke dapat menyebabkan
kecacatan permanen yang tentunya dapat mempengaruhi produktivitas penderitanya.
Sebagian besar penyakit stroke datang tanpa peringatan. Ini berarti bahwa
tatalaksana stroke bertujuan untuk membatasi kerusakan pada otak, mengoptimalkan
pemulihan, dan mencegah kekambuhan. Strategi pencegahan stroke sangat penting.
Pencegahan difokuskan dengan mengobati faktor predisposisi stroke seperti hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes, dan merokok.4

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. ANATOMI
II.1.1. Anatomi otak
Otak merupakan organ yang paling kompleks yang mengontrol dan meregulasi
tubuh, merespon terhadap stress dan ancaman, dan mengontrol fungsi kognitif. Otak
juga menjaga temperature tubuh, membantu menginterpretasi indra khusus, dan untuk
berinteraksi sosial. Otak juga berperan untuk menjaga kerja tubuh secara optimal di
lingkungan baik dengan melindungi dan memelihara tubuh.5
Otak dibagi menjadi lima bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak kecil
(serebelum), otak tengah (mesefalon), otak depan (diensefalon), dan jembatan varol
(pons varoli).5,6
Serebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus.5,6
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu: lobus frontalis, parietal, oksipital,
dan temporal. Lobus frontalis terletak pada bagian anterior dan dipisahkan dengan
lobus parietal melalui sulcus sentral (sulcus Rolandii). Pada bagian lateral lobus
frontalis dipisahkan dengan temporal melalui sulcus lateral (fisura Slyvii). 5,6

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


Gambar 1. Bagian Lobus Otak5

Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron


dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting dalam
fungsi motoric yang didasarkan pada informasi somatosensory yang diterima, inputnya
40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional
yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem
saraf pusat.6
Mesenfalon atau otak tengah terletak di depan cerebellum dan pons varoli. Otak
tengah berfungsi penting pada refleks mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan
tubuh. Otak depan atau diensefalon terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi
menerima rangsangan dari reseptor kecuali bau, dan hypothalamus yang berfungsi dalam
pengaturan suhu, pengaturan nutrient, penjaga agar tetap bangun dan penumbuhan sikap
agresif.6
Pons Varoli merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri
dan kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.5,6

II.1.2. Anatomi Pembuluh Darah Otak


Hemisfer otak disuplai oleh tiga pasang arteri besar: arteri serebri anterior, media,
dan posterior. Arteri serebri anterior dan media bertanggungjawab terhadap sirkulasi di
bagian depan dan merupakan cabang dari arteri karotis interna. Arteri serebri posterior

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


merupakan cabang dari arteri basilaris dan membentuk sirkulasi pada bagian belakang
otak, yang juga mensuplai thalamus, batang otak dan otak kecil.6
Arterti cerebri anterior mencabangkan arteri komunikans anterior sehingga
membagi dua segmen arteri serebri anterior menjadi segmen proksimal dan distal. Arteri
cerebri media mencabangkan 4 segmen : segmen horizontal yang memanjang hingga
lumen insula dan menyuplai arteri lentikulostriata lateral, segmen insula, segmen
operculum, dan segmen korteks bagian distal pada hemisfer lateral.6
Pada sirkulasi posterior, arteri vertebralis kiri dan kanan Bersatu membentuk arteri
basilaris. Arteri cerebri inferior posterior merupakan cabang dari arteri vertebralis bagian
distal sedangkan arteri serebri inferior anterior merupakan cabang dari arteri basilari
bagian proksimal. Arteri serebri superior merupakan cabang distal dan arteri basilaris
sebelum bercang dua menjadi arteri serebri posterior. 5,6

Gambar 2. Sirkulus Willisi5

II.2. DEFINISI STROKE


Menurut WHO stroke merupakan sindroma klinis yang ditandai oleh gangguan fungsi
otak fokal maupun global mendadak berlangsung lebih dari 24 jam, mempunyai
kecenderungan perburukan bahkan kematian yang diakibatkan oleh satu-satunya gangguan
vaskuler.1

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh karena gangguan
peredaran darah otak, dimana secara mendadak atau cepat timbul gejala dan tanda yang
sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu.7

II.3. EPIDEMIOLOGI STROKE


Berdasarkan data World Stroke Organization tahun 2019, terdapat sekitar 13,7 juta orang
di dunia yang terkena serangan stroke baru setiap tahunnya, 60% dari serangan stroke
terdapat pada orang dibawah 70 tahun.8 Setiap tahunnya sekitar 5,5 juta orang meninggal
karena stroke. Pada tahun 2016, pervalensi stroke terbanyak ada pada stroke iskemik,
dimana terdapat 9,5 juta kasus stroke iskemik dan 4,1 juta kasus stroke hemoragik.2
Pada tahun 2018, di Amerika satu dari 6 kematian akibat penyakit kardiovaskular
diakibatkan karena stroke. Setiap tahunnya, lebih dari 795.000 orang di Amerika terkena
serangan stroke. Sekitar 87% dari serangan stroke yang dialami adalah stroke iskemik. 9
Secara nasional, pervalensi stroke di Indonesia tahun 2018 diperikirakan sebanyak
2.120.362 orang. Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan beberapa menderita
kelumpuhan sebagian atau total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan
stroke dan kecacatan.3

II.4. KLASIFIKASI STROKE


Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Stroke hemoragik, yang disebabkan karena adanya perdarahan di otak, yaitu
perdarahan subarachnoid yang terjadi sekitar 5% kejadian dari seluruh kejadian
stroke, dan perdarahan intraserebral yang terjadi sekitar 10% dari seluruh
kejadian stroke. Perdarah subarachnoid adalah perdarahan yang terjadi diantara
lapisan arachnoid dan piamater Perdarahan subarachnoid bisa disebabkan oleh
beberapa hal, seperti; aneurisma pembuluh darah, perdarahan pembuluh darah
cerebral, dan malformasi pembuluh darah.10
2. Stroke iskemik, stroke iskemik menyebabkan infark pada otak, tulang belakang,
maupun retina sehingga dapat menyebabkan disfungsi neurologis. Gejala yang
ditimbulkan bisa berlangsung selama 24 jam atau lebih. 10 Infark yang terjadi
disebabkan karena adanya embolus (kardioembolik seperti pada kasus atrial

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


fibrilasi) atau atherothrombosis (karena adanya ateroskerosis pada pembuluh
darah).11

II.5. FAKTOR RISIKO STROKE


Faktor resiko terjadinya stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko non
modifikasi dan faktor resiko yang dapat di modifikasi:
1. Faktor Resiko Non-Modifikasi
Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi, yaitu umur, jenis kelamin, etnik, dan
genetik. Faktor umur sangat berpengaruh pada kejadian stroke, seiring dengan
bertambahnya umur, maka kejadian stroke akan meningkat menjadi dua kali lipat
disetiap dekade setelah umur 55 tahun. Selain itu, jenis kelamin juga berpengaruh,
serta stroke juga dapat diperngaruhi oleh adanya faktor genetik yang berasal dari
keluarga dan tidak bisa diubah.12
2. Faktor Resiko dapat Dimodifikasi
Faktor resiko yang bisa dimodifikasi merupakan hal yang penting, karena dengan
mengetahui lebih dini faktor resiko dan melakukan modifikasi, dapat mencegah
terjadinya stroke. Faktor resiko ini ialah:
a. Hipertensi
Hipertensi adalah faktor resiko stroke yang tersering, baik pada laki-laki dan
perempuan.13 Semakin tinggi tekanan darah seseorang, maka semakin tinggi juga
resiko yang dimilikinya untuk mengalami stroke.12 Hipertensi ditandai dengan
tekanan darah sistolik yang lebih atau sama dengan (≥) 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik yang lebih atau sama dengan (≥) 90 mmHg. Hipertensi dapat
menyebabkan perubahan struktur pembuluh darah, perubahan pada tonus
pembuluh darah , serta menyebabkan hipertrofi pada pembuluh darah di otak. Hal
ini akan menyebabkan alirah darah di pembuluh darah otak akan berkurang karena
keadaan lumen yang mengecil. Hipertensi juga menyebabkan terjadinya plak
aterosklerotis dan menyebabkan hambatan pada pembuluh darah.14 Selain dapat
menyebabkan stroke iskemik, hipertensi juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke hemoragik, karena akan menyebabkan peningkatan tekanan darah sehingga
menimbulkan kebocoran pada arteri intraserebral.15

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah faktor yang kuat untuk menimbulkan stroke baik pada
laki-laki maupun perempuan. Orang dengan diabetes melitus memiliki resiko dua
kali lipat terkena stroke iskemik dibanding yang tidak memiliki diabetes melitus.13
Diabetes melitus akan menyebabkan kerusakan pada dinding-dinding pembuluh
darah yang akan memicu penumpukan agregat platelet dan menimbulkan
aterosklerosis, sehingga dapat menyumbat pembuluh darah, dan berakibat pada
terjadinya stroke iskemik.16
c. Atrial Fibrilasi
Atrial fibrilasi menyebabkan resiko untuk mengalami stroke iskemik bertambah
sebesar 4-5 kali lipat dibanding dengan orang tanpa atrial fibrilasi.17 Fibrilasi yang
terjadi pada serambi kiri jantung ini, akan menyebabkan terhentinya darah yang
seharusnya mengalir, sehingga menyebabkan terbentuknya thrombus dan embolus
yang akan menyebabkan adanya penyumbatan darah ke otak dan menimbulkan
stroke.12
d. Dislipidemia
Dislipidemia ditandai dengan peringkatan total keloseterol (lebih dari atau sama
dengan) ≥ 200 mg/dL, LDL (Low Density Lipoprotein) (lebih dari atau sama
dengan) ≥ 130 mg/dl, Trigliserida (lebih dari atau sama dengan) ≥150 mg/dl, dan
penurunan HDL (High Density Lipoprotein) (kurang dari atau sama dengan) ≤
40mg/dl. Dislipidemia akan menyebabkan tebentuknya plak aterosklerosis, yang
merupakan salah satu penyebab terjadinya stroke.13
e. Perilaku inaktif, diet, obesitas dan sindrom metabolik
Orang dengan perilaku aktif akan menimbulkan penurunan tekanan darah dan
penurunan resiko diabetes melitus. Diet dan obesitas menyebabkan stroke karena
berdampak pada timbulnya penyakit hipertensi, diabetes mellitus, serta
dislipidemia. Sindrom metabolik terdiri dari obesitas, prehipertensi dan
prediabetes. Orang dengan sindrom metbolik resiko dua kali lipat lebih besar
mengalami stroke dibanding dengan orang yang hanya memiliki 1 faktor resiko.12

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


II.6. PATOFISIOLOGI STROKE
II.6.1. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan Intracerebral
Perdarahan intraserebral terbanyak disebabkan karna adanya hipertensi, saat
tekanan darah meningkat akan menyebabkan kebocoran pada arteriol-arteriol.
Perdarahan intraserebral hanya terjadi pada daerah lokal diotak. Derajat kerusakan
yang ditimbulkan sesuai dengan lokasi, volume perdarahan serta tekanan yang
dihasilkan oleh perdarahan tersebut. Perdarahan intraserebral akan berada pada
white matter otak, dan dapat sampai memasuki ventrikel otak sehingga akan
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Perdarahan yang terjadi
menyebabkan darah lama kelamaan akan menggumpal, dan menimbulkan
pembengkakan pada jaringan otak disekitarnya dan menyebabkan kerusakan sel
saraf. Selain itu, hemoglobin yang terkandung didalam darah,yang terdiri dari
heme dan zat besi, merupakan suatu racun (toxic) terhadap mitakondria pada sel
otak, sehingga dapat menyebabkan kematian pada sel.15

b. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarahnoid biasanya disebabkan karena adanya trauma. Pada
saat ada trauma bridging vein yang terletak diantara lapisan otak arachnoid dan
duramater akan terobek dan menyebabkan perdarahan. Perdarahan pada
subarachnoid biasanya timbul lebih lambat, yaitu mulai dari beberapa hari,
beberapa minggu, bahkan sampai beberapa bulan.15

II.6.2. Stroke Iskemik


Mekanisme stroke iskemik bisa dibagi menjadi tiga, yaitu karena thrombosis,
embolus, dan hipoperfusi jaringan. Thrombosis adalah suatu hambatan di pembuluh
darah yang terbentuk pada daerah hambatan itu sendiri. Embolus adalah hambatan di
pembuluh darah yang dibentuk dan berasal dari tempat lain, sedangkan hipoperfusi
jaringan disebabkan karena terjadi penurunan aliran darah pada sistem peredaran
darah.

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


A. Thrombosis
Menyebabkan hambatan aliran darah, karena adanya proses pembentukan
hambatan lokal (thrombus/clot). Selain itu hambatan pada aliran darah juga
dapat disebabkan karena adanya plak aterosklerosis. Hambatan yang dapat
ditimbulkan bisa berupa penyempitan atau sampai menyebabkan adanya
sumbatan total pada pembuluh darah.15 Aterosklerosis disebabkan karena adanya
peradangan lokal pada dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh kadar
kolesterol yang tinggi pada darah. Dinding pembuluh darah yang mengalami
inflamasi akan mengeluarkan sitokin dan kemokin. Kemokin yang terbentuk
akan menyebabkan tertariknya monosit dari aliran darah masuh ke lapisan
subendotel pembuluh darah, berdifferensiasi, dan menjadi makrofag. Pada orang
dengan kadar LDL (low density lipoprotein) yang tinggi, LDL akan menembus
lapisan subendotelial dan menetap di lapisan intima pembuluh darah dan terjadi
proses oksidasi, LDL yang teroksidasi ini akan terikat oleh makrofag, dan
membentuk sel busa (foam cell). Sel otot polos pembuluh darah di bagian intima
media juga akan mengikat LDL yang telah teroksidasi, sehingga juga akan
membuat sel busa. Proliferasi otot pembuluh darah ini serta adanya peningkatan
matriks ekstraseluler yang dihasilkannya, akan menyebabkan penebalan dan
membentuk sklerosis.18 Aterosklerosis ini akan menyebabkan sumbatan pada
pembuluh darah, sehingga aliran darah ke otak akan berkurang.
B. Embolus
Hambatan yang terjadi disebabkan bukan karena sesuatu yang terbentuk
pada pembuluh darah itu sendiri, melainkan dihasilkan dari tempat lain. 15
Embolus dapat terbentuk di arteri, vena, ruang-ruang jantung, dan katup jantung.
Emboli dapat terbentuk dari pecahnya plak atherosklerosis dan berjalan menuju
arteri cerebral. Selain itu, emboli juga bisa berasal jantung, baik pada ruang
jantung (serambi kiri, dan bilik kiri jantung), pada katup jantung, ataupun oleh
adanya gangguan pada irama jantung, infark miokard, dll.19
Pada daerah yang kekurangan darah, kebutuhkan akan ATP akan semakin
meningkat walaupun produksinya berkurang akibat kekurangan darah. Sehingga

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


kandungan ATP akan semakin menurun, menurunnya energi ini menyebabkan
gangguan baik pada ion maupun neurotransmitter. Neurotransmitter yang
berperan adalah glutamat. Pada penurunan ATP menyebabkan kadar
neurotransmitter glutamat meningkat pesar pada ruang ekstraselular, sehingga
glutamate akan berikatan pada reseptor N-Methyl-D-aspartate (NMDA) and α-
amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) secara
berlebihan, dimana ikatan yang berlebihan akan menyebabkan masuknya
kalsium, natrium, dan air yang berlebihan ke ruang intraselular, yang
menyebabkan terjadinya pembengkakan sel dan edema. Selain itu, Kalsium dan
natrium yang tinggi akan menimbulkan pembentukan radikal bebas. Radikal
bebas yang dihasilkan ini akan merusak asam nukleat, karbohidrat, lipid, dan
protein, karna sifatnya yang toxic terhadap sel. Pada akhirnya, akan
menyebabkan kematian sel saraf.20,21

II.7. Gejala dan tanda Stroke


Gejala dan tanda stroke iskemik dan hemoragik, yaitu:22
1. Stroke iskemik, gejala bergantung pada area dari lesi akibat pembuluh darah yang
mengalami iskemia:
Tabel I. Gejela dan tanda stroke iskemik berdasarkan pembuluh darah

Pembuluh darah yang Gejala dan tanda


mengalami iskemik
- Hilang fungsi dari tangan dan wajah
kontralateral
- Hilang rasa dari tangan dan wajah
Arteri Cerebral media
kontralateral
- Dysphasia
- Dyslexia, dysgraphia,dyscalculia
- Hilang fungsi dan rasa pada kaki
Arteri Cerebral Anterior
kontralateral
Arteri Cerebral posterior - Hemianopsia homonim kontralateral
Arteri opthalmica - Kehilangan penglihatan monokular
Arteri Vertebrobasillar - Penglihatan ganda (N.kranial III, IV,

10

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


VI)
- Rasa baal pada wajah (N.kranial V)
- Kelemahan pada wajah (N. kranial 7)
- Vertigo (N. kranial 8)
- Disfagia (N.kranial IX,X)
- Disarthria
- Ataxia
- Kehilangan fungsi dan rasa pada
kedua lengan dan kaki
- Kehilangan fungsi pada lengan dan
kaki kontralateral
pembuluh darah kecil
- Kehilangan rasa pada lengan dan kaki
kontralateral

2. Gejala pada stroke hemoragik, yaitu:

Tabel II. Gejala dan Tanda Stroke Hemoragik

Jenis stroke hemoragik Gejala dan tanda


- Terjadi tiba-tiba
- Sakit kepala yang hebat
- Terdapat kekakuan pada leher
Stroke hemoragik subarachnoid
- Kehilangan kesadaran
- Papiloedema
Penurunan fungsi saraf
Stroke Hemoragik Intraserebral - Terjadi tiba-tiba
- Terdapat gangguan fungsi
saraf yang berat (hemiplegia,
hemianaesthesia and
homonymous hemianopia)
- Terdapat gangguan kesadaran
- Sakit kepala

11

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


- Muntah
- Papiloedema

II.8. DIAGNOSIS
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragik atau non-hemoragik,
antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis
neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.

II.8.1. Anamnesis
Anamnesis terutatama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita
saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang,
gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi,
diabetes, dan lain-lain).23
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragik atau stroke non-hemoragik. Dalam menentukan jenis stroke dapat
dilakukan melalui pengambilan anamnesis yang dilakukan seteliti mungkin.23
Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan antara keduanya, seperti pada tabel
III.

Tabel III. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis23

II.8.2. Stroke Non


Gejala Stroke Hemoragik
Hemoragik
Onset Medadak Mendadak
Saat onset Sedang Aktif Istirahat
Peringatan (warning) - +
Nyeri Kepala +++ +/-
Kejang + -
Muntah + -
Penuruanan Kesadaraan +++ +/-
Pemeriksaan Klinis Neurologis
a. Status generalis
Kesadaraan (Glasgow Coma Scale), vital sign (TD, Nadi, RR, Temperatur) dan
pemeriksaan umum lainnya.23
b. Status Neurologis

12

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


Ditemukan adanya defisit neurologis pada salah satu atau lebih dari pemeriksaan
berikut ini: pemeriksaan saraf-saraf kranialis, fungsi motorik, sensorik, luhur,
vegetatif, gejala rangsang meningeal, gerakan abnormal, gait dan
keseimbanagn.23

Tabel IV. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik Berdasarkan
Pemeriksaan Klinis23
Stroke Non
Tanda (sign) Stroke Hemoragik
Hemoragik
Bradikardi ++ (dari awal) +/- (hari ke -4)
Udema papil Sering + -
Kaku Kuduk + -
Tanda kerning, Brudzinski ++ -

c. Algoritma atau Sistem Skoring


Algoritma atau sistem skoring yang digunakan untuk membedakan jenis
stroke umumnya, yaitu:
a. Skor Siriraj

Tabel V. Skore Siriraj24

No Gejala/ Tanda Penilaian Indeks Skor


(0) Kompos Mentis
1 Kesadaraan (1) Mengantuk X 2.5 +
(2) Semi koma/koma
(1) Tidak
2 Muntah X2 +
(2) Ya
(1) Tidak
3 Nyeri Kepala X2 +
(2) Ya
4 Tekanan Darah Diastolik X 10% +
5 Ateroma (1) Tidak X (-3) -
a. DM (2) Ya
b. Angina pektoris
c. Klaudikasio

13

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


Intermitten
6 Konstanta - 12 - 12
HASIL SSS

Penilaiatan:
SSS > 1 = Perdarahan
supratentorial
SSS < -1
= Infark Serebri

b. Algoritma Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gajah Mada

PENDERITA STROKE AKUT

II.1. PENURUNAN KESADARAN


II.2. NYERI KEPALA
14 II.3. REFLEKS BABINSKI
Penurunan kesadarraaan ((+- ))

Nyerii Keeppaala (( R+e-)


ef)flleekkss Baabbiinnssii ((+-))
Str oke Iskemik
Stroke Akut atau
Hemoragik Stroke
Intraserebral
Iya
Refleks Infark
Ketiganya atauB2adaribTTketiganya
(husnull.am12@gmail.com)
i inddsai k( - )Downloaded by Husnull.Iayma12 Stroke Hemoragik Intraserebral
Gambar 4. Algoritma Diagnosis Stroke Gajah Mada25

II.8.1. Pemeriksaan Penunjang


1. Computerized Tomography (CT-Scan)
CT-scan digunakan untuk membantu menentukan penyebab seorang
terduga stroke. CT-scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di
dalam otak. Situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan
penanganan

15
Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)
yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentuka; jenis patologi, lokasi lesi,
ukuran lesi, dan menyingkirkan lesi non-vaskuler.26,27
Computed Tomography (CT) scan sangat baik untuk mendeteksi stroke
terutama dalam membedakan antara stroke non-hemoragik dan hemoragik, tetrapi
sering muncul normal selama 6 hingga 24 jam setelah iskemik akut stroke.26
a. CT Scan Non-Kontras
CT scan non-kontras merupakan pilihan utama untuk evaluasi pasien
suspek stroke. CT scan non-kontras memberikan informasi yang cukup untuk
membedakan antara stroke hemoragik dan non hemoragik, hal ini dapat
dilakukan jika pencitraan dilakukan dalam beberapa jam setelah onset
stroke.26
Karakteristik dengan kecurigaan aneurisma yaitu tampak lesi hiperdens
mengisi sulkus kortikal, sisterna serebri, fissure lateral sylvii, dan interfalx
cerebri. Sedangkan, melalui CT scan non-kontras juga dapat mengetahui
lokasi thrombus arteri, dengan tanda densitas arteri: arteri yang mengandung
trombus memiliki antenuasi yang lebih tinggi dan tampak lebih padat
daripada arteri kontralateral yang berdekatan atau setara, yang berarti lokasi
oklusi dapat ditemukan.26

Gambar 5. Gambaran Stroke Iskemik pada CT-scan non-contras27

16

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


Gambar 6. Gambaran CT-scan pada Stroke Intracerebral Hemoragik26

Gambar 7. Gambaran CT-Scan non-kontras pada SAH26

17

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


b. CT Scan Angiografi (CTA)
CT-scan angiografi merupakan pemeriksaan invasive minimal,
pemeriksaan CTA menggunakan kontras yang diinjeksi dengan cepat secara
intravena. Pemeriksaan ini memberikan detail vaskulasr yang lebih baik.26
CT angiogram digunakan untuk mengidentifikasi area stenosis atau okulsi
pembuluh darah untuk melakukan diagnosis dan pengambilan keputusan yang
cepat dan akurat dalam area klinis. Kontraindikasi CTA adalah pasien yang
memiliki reaksi alergi terhadap kontras dan pasien dengan insufisiensi ginjal.26

A B

Gambar 7. Gambaran CT Angiography (CTA) pada (A) stroke iskemik akut27 (B) SAH
dan IVH26

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Pendekatan diagnostic lain jika didapatkan hasil normal pada pemeriksaan
CT adalah dengan melakukan pemeriksaan MRI. MRI dianggap memiliki
sensitivitas yang sama dengan CT-scan. Namun, pemeriksaan dengan MRI dapat
memakan waktu hingga satu jam, sehingga pemeriksaan ini kurang baik dalam
mendeteksi edema sitotoksis atau intraseluler yang terliat pada fase akut atau
kurang dari 24 jam stroke.26

18

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang
lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. MRI baik
digunakan untuk mendeteksi edema vasogenik yang muncul pada fase subakut
stroke dan terlihat lebih dari 24 jam hingga beberapa hari. 26
Metode MRI dengan teknik diffusion weighted imaging (DWI) dapat
mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak
berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih
dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang tidak dapat mendeteksi
sampai 12-24 jam.26

A B

Gambar 8. Gambaran Stroke Iskemik dengan menggunakan pencitraan (A) MRI


T1WI (B) T2WI28

3. Tes Jantung
Tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada
pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan
gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone
pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk
melihat bilik jantung.24

4. Tes Darah

19

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


Tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang
dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya
arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur.
Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi
atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening
mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnomarlitas elektrolit
mungkin juga perlu dipertimbangkan.24,29

5. Lumbal Pungsi
Pasien suspek perdarahan subarachnoid namun menunjukkan hasil normal
pada pemeriksaan CT, lumbal pungsi harus dilakukan untuk melihat adanya darah
atau xanthocromia pada cairan serebrospinal. Namun, diperlukan waktu 12 jam
untuk membentuk xanthocromia, sehingga mungkin canthrocromia tidak terlihat
ketika dilakukan lumbal pungsi segera setelah onset gejala. Karena insiden
perdarahan subarchnoid rendah dan sulit untuk membedakan antara perdarahan
subarchnoid dan trauma akibat pungsi lumbal tidak lagi berguna.30

II.9. TATALAKSANA
Tujuan penatalaksanaan stroke adalah menurunkan tingkat kesakitan serta
kematian karena stroke, karenanya penting pengenalan secara dini mengenai tanda dan
gejala stroke memegang peranan penting dan menjadi kunci utama dalam penangan
stroke yang paripuna. Metode yang umumnya digunakan adalah metode FAST (Facial
movement, Arm movement, Speech, Tes all three) atau CCPS (Cincinnati Pre-Hospital
Stroke Scale). Kedua metode ini dapat memberikan cara pengenalan gejala awal stroke
yang mudah untuk dimengerti dan diaplikasikan oleh masyarakat.
FAST terdiri dari Facial Movement, Arm Movement, dan Speech. Facial
movement merupakan penilaian pada otot wajah, pada penilaian otot wajah ini melihat
simetrisitas dari bibir pasien ketika pasien tersenyum atau memperlihatkan gigi. Arm
movement merupakan penilaian pergerakan lengan untuk menentukan apakah kelemahan
pada ekstremitas, pasien diminta untuk mengangkat tangan 90 dari tubuh dan tahan 10

20

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


detik. Speech merupakan penilaian bicara yang meliputi cara dan kualitas bicara, pasien
diminta untuk mengulangi kalimat sederhana.
“Time is brain” dan “golden periode” merupakan konsep utama tatalaksana
stroke. Idealnya pasien stroke sudah mendapatkan tatalaksana dalam tiga jam sejak gejala
pertama dikenali. 31

Gambar 9. Rantai Pertolongan pada Serangan Stroke32

21

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


II.9.1. Penanganan Pra Rumah Sakit
Bila hasil dari metode FAST atau CPSS yang digunakan memberikan hasil
yang positif, maka harus segera dipanggil ambulans gawat darurat. Ambulans
gawat darurat berperan penting dalam pengiriman pasien ke fasilitas yang tepat
untuk penanganan stroke. Semua tindakan dalam transportasi pasien hendaknya
berpendomana kepada protokol. Petugas ambulans gawat darurat harus
mempunyai kompetensi dalam penilaian pasien stroke pra rumah sakit.
Fasilitas ideal yang harus ada dalam ambulans yaitu personil yang terlatih,
mesin EKG, peralatan dan obat-obatan resusitasi dan gawat darurat, obat-obatan
neuroprotektan, telemedisin, ambulans yang dilengkapi dengan peralatan gawat
darurat, antara lain, pemeriksaan glukosa (glucometer), kadar saturasi O2 (pulse
oximeter).
Personil pada ambulans gawat darurat yang terlatih mampu mengerjakan :
31

a. Memeriksa dan menilai tanda-tanda vital


b. Tindakan stabilitas dan resusitasi (Airway Breathing Circulation /
ABC)
Intubasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan koma yang dalam,
hipoventilasi, dan aspirasi.
c. Bila kardiopulmoner stabi, pasien diposisikan setengah duduk
d. Memeriksa dan menilai gejala dan tanda stroke
e. Pemasangan kateter intravena, memantau tanda-tanda vital dan
keadaan jantung
f. Berikan oksigen untuk menjamin saturasi > 95%
g. Memeriksa kadar gula darah
h. Menghubungi uni gawat darurat secepatnya

22

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


i. Transportasi secepatnya

II.9.2. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut


II.9.1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, oleh karena
itu evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat.
Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan neurologi dan skala stoke.
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui gejala awal, waktu awitan,
aktivitas penderita saat serangan, dan tanda serta gejala yang dialami pasie.
Pemeriksaan fisik pasien meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan
suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher, torak, abdomen, kulit, dan
ekstremitas juga penting untuk dilakukan. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan
cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif.32

II.9.2. Terapi Umum


Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B, yaitu :
a. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru cukup
baik. Fungsi paru sering terganggu karena curah jantung yang kurang,
maka jantung harus dimonitor dengan seksama. Pengobatan dengan
oksigen hanya perlu bila kadar oksigen dalam darah berkurang.
b. Blood
Tekanan darah
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan
darah ke otak. Pada fase akut pada umumnya tekanan darah meningkat
dan secara spontan akan menurun secara gradual. Pengobatan hipertensi
pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru menambah
iskemik lagi.
Komposisi darah

23

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme
otak. Bila terdapat polisitemia harus dilakukan hemodilusi. Pemberian
infus glukosa harus dihindari karena akan menambah terjadinya asidosis
di daerah infark yang mempermudah terjadinya edem dan karena
hiperglikemia menyebabkan perburukan fungsi neurologis dan keluaran.
Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
b. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi
karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup, bila perlu
diberikan melalui nasogastric tube.
c. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi
retensio urin. Bila terjadi inkontinensia, untuk laki-laki harus dipasang
kondom kateter, kalau wanita harus dipasang kateter tetap.
d. Brain
Edema otak dan kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi edema
otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya
bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol.
Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat diberikan
Diphenylhydantion atau Carbamazepin.33,34

24

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


25

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


Gambar 11. Algoritma Tatalaksana Stroke Akut35

II.9.3. Penatalaksanaan Khusus Stroke Iskemik


Tujuan terapi pada stroke iskemik akut adalah untuk mempertahankan
jaringan di area dimana perfusi menurun tetapi cukup untuk menghidari infark.
Jaringan di area oligemia ini dipertahankan dengan memulihkan aliran darah ke
area yang terganggu dan meningkatkan aliran kolateral. Memulihkan aliran
darah dapat meminimalkan efek iskemia hanya jika dilakukan dengan cepat.31

1. Trombolisis Intravena (IV Thrombolysis)


Berdasarkan rekomendasi AHA/ASA infus IV tPA merupakan modalitas
pilihan pengobatan untuk pasien yang menunjukkan onset gejala 3 jam pertama.
Jendela terapi dapat diperpanjang sampai 4,5 jam untuk pasien yang memenuhi
syarat. Golongan obat ini digunakan sebagai terapi reperfusi untuk

26

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


mengembalikan perfusi darah yang terhambat pada serangan stroke akut. Jenis
obat golongan ini adalah alteplase. Obat ini bekerja memecah thrombus dengan
plasminogen yang terikat pada fibrin. Dosis alteplase yang digunakan 0.9 mg/kg
dengan dosis maksimum 90 mg selama 60 menit, dengan 10% dosis diberikan
sebagai bolus selama 1 menit.
Kriteria inklusi meliputi diagnosis stroke iskemik dengan "defisit
neurologis yang dapat diukur", onset gejala dalam waktu 3 jam sebelum
pengobatan, dan usia 18 tahun atau lebih.
Tinjauan kriteria eksklusi untuk trombolitik harus dilakukan sebelum
pemberian alteplase. Menurut Food and Drug Administration, kontraindikasi
trombolisis intravena termasuk perdarahan internal aktif, operasi intrakranial
baru-baru ini atau trauma kepala yang serius, kondisi intrakranial yang dapat
meningkatkan risiko perdarahan, diatesis perdarahan, hipertensi berat yang
tidak terkontrol, perdarahan intrakranial saat ini, perdarahan subarachnoid, dan
riwayat stroke baru-baru ini.
Angioedema orolingual adalah efek samping potensial alteplase IV. Jika
angioedema harus terjadi, pengelolaan jalan napas menjadi prioritas. Intubasi
endotrakeal atau intubasi fiberoptik terjaga mungkin diperlukan untuk
mengamankan jalan napas. Jika dicurigai ada angioedema, tahan alteplase IV
dan ACE inhibitor. Berikan metilprednisolon, diphenhydramine, dan ranitidine
atau famotidine. Epinefrin dapat dipertimbangkan jika terapi sebelumnya tidak
mengurangi tanda dan gejala. Icatibant atau C1 esterase inhibitor dapat
dipertimbangkan untuk pengobatan angioedema herediter dan ACE inhibitor
angioedema.
Agen fibrinolitik lainnya, seperti tenecteplase, dapat dipertimbangkan
sebagai alternatif alteplase. Dalam satu studi, tenecteplase tampaknya memiliki
profil kemanjuran dan keamanan yang serupa pada stroke ringan tetapi tidak
menunjukkan keunggulan jika dibandingkan dengan alteplase.36

2. Trombektomi Mekanis

27

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


Penggunaan trombektomi mekanis harus dipertimbangkan pada semua
pasien, bahkan pada mereka yang menerima terapi fibrinolitik. Pedoman AHA /
ASA tidak merekomendasikan observasi untuk respon setelah alteplase IV pada
pasien yang sedang dipertimbangkan untuk trombektomi mekanis.
Dalam beberapa tahun terakhir ada kemajuan yang signifikan dalam
perawatan stroke akut. Uji coba beberapa stroke pada tahun 2015 menunjukkan
bahwa trombektomi endovaskular dalam enam jam pertama jauh lebih baik
daripada perawatan medis standar pada pasien dengan oklusi pembuluh darah
besar di arteri dari sirkulasi anterior proksimal. Manfaat ini bertahan terlepas
dari lokasi geografis dan karakteristik pasien.
Sekali lagi pada tahun 2018, terjadi perubahan paradigma yang signifikan
dalam perawatan stroke. Uji coba DAWN menunjukkan manfaat signifikan dari
trombektomi endovaskular pada pasien dengan oklusi pembuluh darah besar di
arteri dari sirkulasi anterior proksimal. Percobaan ini memperpanjang jendela
stroke hingga 24 jam pada pasien tertentu menggunakan pencitraan perfusi.
Selanjutnya, sekarang lebih banyak pasien yang dapat dirawat, bahkan hingga
24 jam.
Rekomendasi saat ini pada pasien terpilih dengan oklusi pembuluh besar
dengan stroke iskemik akut di sirkulasi anterior dan yang juga memenuhi
kriteria DAWN dan DEFUSE 3 lainnya, trombektomi mekanis
direkomendasikan dalam jangka waktu 6 hingga 16 jam dari kondisi normal
terakhir yang diketahui. Pada pasien tertentu yang memenuhi kriteria DAWN,
trombektomi mekanis dapat dilakukan dalam waktu 24 jam dari kondisi normal
terakhir yang diketahui.36

3. Antikoagulan
Obat yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine). Efek
antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah
atau memperkecil pembentukkan fibrin dan propagasi trombus. Antikoagulansia
mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi trombus. Antikoagulansia

28

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


masih sering digunakan pada penderita stroke dengan kelainan jantung yang
dapat menimbulkan embolus.
• Unfractionated heparin (UFH) dan lower molecular weight heparin
(LMWH) termasuk dalam golongan obat ini.
• Obat golongan ini seringkali juga diresepkan untuk pasien stroke
dengan harapan dapat mencegah terjadinya kembali stroke emboli,
namun hingga saat ini literatur yang mendukung pemberian
antikoagulan untuk pasien stroke iskemik masih terbatas dan belum
kuat.
• Salah satu meta-analisis yang membandingkan LMWH dan aspirin
menunjukkan LMWH dapat menurunkan risiko terjadinya
tromboembolisme vena dan peningkatan risiko perdarahan.37

4. Anti agregasi trombosit


Obat yang dipakai untuk mencegah pengumpulan sehingga mencegah
terbentuknya trombus yang dapat menyumbat pembuluh darah. Obat ini
dapat digunakan pada TIA. Obat yang banyak digunakan adalah asetosal
(aspirin) dengan dosis 40 mg – 1,3 gram/hari. Akhir-akhir ini digunakan
tiklopidin dengan dosis 2 x 250 mg.
• Golongan obat ini sering digunakan pada pasien stroke untuk
pencegahan stroke ulang dengan mencegah terjadinya agregasi
platelet.
• Aspirin merupakan salah satu anti agregasi trombosit yang
direkomendasikan penggunaannya untuk pasien stroke.
• Penggunaan aspirin dengan loading dose 325mg dan dilanjutkan
dengan dosis 75- 100mg/hari dalam rentang 24-48 jam setelah gejala
stroke. Penggunaannya tidak disarankan dalam 24 jam setelah terapi
fibrinolitik.37

5. Neuroprotektor

29

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


Mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel
terutama di daerah penumbra. Berperan dalam menginhibisi dan mengubah
reversibilitas neuronal yang terganggu akibat ischemic cascade. Obat-obat ini
misalnya piracetam, citikolin, nimodipin, pentoksifilin.37

6. Anti edema
Obat anti edema otak adalah cairan hiperosmolar, misalnya manitol 20%,
larutan gliserol 10%. Pembatasan cairan juga dapat membantu. Dapat pula
menggunakan kortikosteroid.37

II.9.4. Penatalaksanaan Khusus Stroke Hemoragik


II.9.4.1. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut :
1. Terapi hemostatik
Terapi hemostatik diberikan untuk mengurangi
perkembangan hematoma. Terapi ini penting untuk membalikkan
koagulopati pada pasien yang memakai antikoagulan. Faktor aktif
rekombinan VII (rFVIIa) merupakan obat hemostatis yang
dianjurkan untuk pasie hemofilia yang resesiten terhadap
pengobatan faktor VII replacement dan juga bermanfaat untuk
penderita dengan fungsi koasgulasi normal. Pemberian rFVIIa
pada pasien PIS pada onset 3 jam menunjukkan hasil yang baik. 37,

38

Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus


secepatnya diberikan fresh frozen plasma atau prothrombic
complex concentrate (PCC) dan vitamin K. Pasien dengan
peningkatan waktu protombin INR harus menerima vitamin K dan
FFP atau PCC intravena. PCC dapat menormalkan INR lebih cepat
dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah
sehingga aman untuk jantung dan ginjal.39

30

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


Dosis tunggal IV rFVIIa 10-90 μg/kg pada pasien PIS
yang memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa
menit. Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-
factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa
jam.39
Pada pasien yang memang harus menggunakan
antikoagulan maka pemberian obat dapat dimulai pada hari ke 7 –
14 setelah terjadinya perdarahan.39

2. Tindakan Pembedahaan
Pasien PIS dapat dilakukan pembedahaan apabila pasien
dengan perdarahan sereblar > 3 cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel
harus secepatnya dibedah. Pasien PIS dengan lesi struktural seperti
aneurisma malformasi AV atau angioma cavernosa dibedah jika
mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi struktur
terjangkau. Tindakan pembedahaan dapat dilakukan pasien usia
muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia
muda dengan perdarahan lobar yang luas (≥ 50 cm3) masih
menguntungkan.
Pasien PIS tidak dapat dilakukan tindakan pembedahan
apabila perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
Pasien dengan GCS ≤4 walaupun dengan perdarahan intraserebral
disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
38,39

1. Kraniotomi

II.9.4.2. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Manajemen Hipertensi

31

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


Pedoman saat ini merekomendasikan untuk mempertahankan
tekanan darah sistolik < 160 mmHg, hindari penurunan agresif karena
berisiko iskemik sekunder. Obat pilihan untuk menurunkan tekanan darah
harus dapat dititrasi dan short acting, seperti Nicardipine atau Labetolol.
Setelah aneurisma sudah ditangani, obat penurun tekanan darah dihentikan
kecuali ada tanda krisis hipertensi.41
2. Manajemen gula darah : insulin, antidiabetik oral40
3. Pencegahan Perdarahan Ulang
Vitamin K, antifibrinolitik. Pemberian terapi antifibrinolitik masih
kontroversial. Penelitian di Swedish menunjukkan penurunan kejadian
perdarahan berulang dari 10,4% menjadi 2,8% dengan menggunakan
Asam traneksamat 1 gram per 6 jam selama maksimal 72 jam. Meskipun
obat antifibrinolitik terbukti menurunkan risiko perdarahan berulang,
namun berpotensi meningkatkan risiko thrombosis vena dalam dan
iskemia serebral. Untuk pasien dengan intervensi bedah yang tertunda dan
tidak memiliki kontraindikasi, pengobatan jangka pendek terapi
antifibrinolitik dianjurkan segera < 72 jam setelah ruptur aneurisma.41
4. Pencegahan Vasospasme:
Pedoman terbaru merekomendasikan pemberian Nimodipin 60 mg
tiap 4 jam selama 21 hari untuk mencegah terjadinya vasospasme40,41

5. Tindakan Operatif
Tindakan operatif untuk penanagan SAH dapat dilakukan dengan
metal clip atau clipping aneurysm, atau menggunakan metode metal coil
atau coilling aneurysm. Terapi pembedahan pada SAH dilakukan
berdasarkan SAH grade, kondisi medis pasien secara keseluruhan, ukuran
dan lokasi aneurisma, aksesibilitas aneurisma untuk perbaikan bedah,
prefrensi pasien untuk operasi terbuka atau coil, dan ada tidaknya
kalsifikasi diniding trombus atau aneursima.

32

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


33

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


Gambar 12. Pemilihan terapi pembedahan

Aneurisma dapat diterapi dengan operasi pembedahan saraf berupa


penutupan leher aneurisma dengan metal clip atau Clipping Aneurisma
sehingga aneurisma tereksklusi dari sirkulasi secara permanen sehingga
tidak dapat berdarah lagi. Pembedahan dini dapat memperbaiki prognosis
pasien dengan SAH grade 1, 2, atau 3 menurut Hunt dan Hess. Kelebihan :
mencegah perdarahan berulang. Kerugian : diperlukan operasi kepala
terbuka (kraniotomi) dan manipulasi pembedahan saraf di sekitar dasar
otak yang dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Oleh karena itu,
tindakan ini sebaiknya dilakukan dalam 72 jam pertama setelah
perdarahan subarakhnoid (sebelum periode dengan risiko besar terjadinya
vasospasme).
Terapi yang lebih tidak invasif adalah mengisi aneurisma dengan
metal coils atau dikenal dengan Coiling Aneurisma. Coil dihantarkan dari
ujung kateter angiografik khusus yang dimasukan secara transfemoral dan
didorong hingga mencapai aneurisma. Teknik pembedahan ini banyak
dilakukan, dihubungkan dengan risiko tinggi pada pembedahan terbuka.
Kelebihan : tidak perlu melakukan kraniotomi. Kelemahan :
Tidak sereliabel obliterasi aneurisma secara permanen sehingga dapat
terjadi perdarahan berulang. 42

II.10. REHABILITASI
Rehabilitasi pasca-stroke adalah suatu upaya rehabilitasi stroke terpadu yang
melibatkan berbagai disiplin ilmu kedokteran dan merupakan kumpulan program,
termasuk pelatihan, penggunaan modalitas alat, dan obat-obatan.
Tujuan rehabilitasi adalah :
• Memperbaiki fungsi motoris, bicara dan fungsi lain yang terganggu
• Adaptasi mental sosial dari penderita stroke, sehingga fungsional otonom
penderita, sosial aktif dan hubungan interpersonal menjadi normal.

34

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


• Sedapat mungkin penderita harus dapat melakukan activities of daily living
(ADL).33
Jenis-jenis rehabilitasi medik, antara lain : 33,34
a. Fisioterapi
Mengobati fisik dengan menggunakan exercise, massage, ataupun terapi
dengan modalitas alat. Fisioterapi terbagi 2, yaitu fisioterapi pasif yang
dilakukan secara langsung setelah pasien terkena serangan stroke dengan
menggerakan otot secara pasif dan fisioterapi aktif yang dilakukan segera
setelah keadaan pasien stabil dan dapat diajak berinteraksi.
b. Speech therapy
Membantu memulihkan kemampuan berbahasa dan bekomunikasi
penderita stroke dengan latihan bicara sehingga penderita stroke dapat kembali
berkomunikasi dengan orang lain.
c. Occupational therapy
Menggunakan aktivitas terapeutik dengan tujuan mempertahankan atau
meningkatkan komponen kinerja okupasional (senso-motorik, persepsi,
kognitif, sosial, dan spiritual) dan area kerja kinerja okupasional (perawatan
diri, produktivitas, dan pemanfaatan waktu luang). Dengan kata lain, ahli
terapi okupasi membantu penderita stroke untuk melakukan aktivitas sehari-
hari (seperti mandi, makan, minum, BAB/BAK, berpakaian, dll), dan juga
membantu penderita agar dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan
sekitarnya (mengelola rumah tangga, merawat orang lain, dan
rekreasi/pemanfaatan waktu luang untuk dirinya).
d. Social worker
Memperbaiki atau mengembangkan interaksi antara penderita dengan
lingkungan sosialnya sehingga penderita dapat kembali ke lingkungan dengan
baik.
e. Psikologis
Membantu penderita stroke yang cacat agar dapat menyesuaikan diri
secara emosional terhadap lingkungannya dan keadaan cacatnya, sehingga ia
dapat memberikan makna pada kehidupannya dengan penuh arti.

35

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


BAB III
KESIMPULAN

Stroke merupakan gangguan fungsi otak fokal maupun global mendadak yang
berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke adalah penyakit penyebab disabilitas jangka panjang
nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Stroke diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik (non-hemoragik). Stroke hemoragik terjadi karena
adanya perdrahan di otak (perdarahan subarachnoid atau intraserebral) sedangkan stroke iskemik
karena adanya sumbatan yang menyebabkan terjadinya infark.
Penyabab terjadinya stroke bervariasi, dibedakan berdasarkan yang dapat dimodifikasi
dan non-modifikasi. Faktor yang dapat dimodifikasi antara lain hipertensi, diabetes melitus, atrial
fibrilasi, dislipidemia, dan sedentary lifestyle, obesitas serta sindroma metabolik. Faktor yang
tidak dapat dimodifikasi, yaitu usia, jenis kelamin, genetik, dan etnik.
Penanganan stroke harus segera karena semakin lama penanganan akan semakin
memperparah keadaan pasien. Penanganan yang terlambat dapat memungkinkan terjadinya
kerusakan neurologis yang berat. Perwataran stroke yang efesien dan efektif bergantung pada tim
yang berfungsi dengan baik dari ruang gawat darurat hingga ahli saraf dan ahli saraf intervensi

36

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


DAFTAR PUSTAKA

1. Coupland AP, Thapar A, Qureshi MI, Jenkins H, Davies AH. The definition of stroke. J
R Soc Med. 2017;110(1):9–12.
2. Donkor ES. Stroke in the 21 st Century : A Snapshot of the Burden , Epidemiology , and
Quality of Life. 2018;2018.
3. Kementerian Kesehatan RI. Riset Dasar Kesahatan Republik Indonesia. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. Kemeterian Republik Indonesia, Tahun 2018
4. Hardika BD, Yuwono M, Zulkarnain H. Faktor Risiko yang Mempengaruhi Terjadinya
Stroke Non Hemoragik pada Pasien di RS RK Charitas dan RS Myria Palembang. J Akad
Baiturrahim Jambi. 2020;9(2):268.
5. Drake R, Vogi W. Brain. In: Gray’s Anatomy for Students. 4th ed. 2019.
6. Snell RS. Kepala dan Leher. Dalam: Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi
6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2016. h.761-2
7. Indonesia PD. Panduan praktik klinis neurologi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia. 2016.
8. Lindsay MP, Norrving B. World Stroke Organization (WSO). 2020.

37

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


9. Centers for Disease Control and Prevention. Stroke. 2021
10. Parmar P, Sumaria S, Hashi S. Stroke: Classification and diagnosis. Clin Pharm.
2011;3(7):200–2
11. Musuka TD, Wilton SB, Traboulsi M, Hill MD. Diagnosis and management of acute
ischemic stroke: Speed is critical. Cmaj. 2015;187(12):887–93.
12. Boehme AK, Esenwa C, Elkind MSV. Stroke Risk Factors, Genetics, and Prevention.
Circ Res. 2017;120(3):472–95.
13. Madsen TE, Howard VJ, Jiménez M, Rexrode KM, Acelajado MC, Kleindorfer D, et al.
Impact of conventional stroke risk factors on stroke in women an update. Stroke.
2018;49(3):536–42
14. Yonata A, Pratama ASP. Hipertensi sebagai Faktor Pencetus Terjadinya Stroke. J Major
[Internet]. 2016;5(3):17–21.
15. Caplan, Louis R. Caplan's Stroke: A Clinical Approach. Philadelphia: Elsevier/Saunders,
2009.
16. Thomas NS, Susanto M, Sasmita PK, W APRS. KONTRIBUSI HIPERTENSI DAN
DIABETES MELLITUS TIPE 2 ATAU KEDUANYA TERHADAP STROKE
BERULANG CONTRIBUTION OF HYPERTENSION AND TYPE-2 DIABETES
MELLITUS OR BOTH TO RECURRENT STROKE Di Indonesia , menurut Riset
Kesehatan Dasar. J Med. 2014;13(2):110–6.
17. Meschia JF, Bushnell C, Boden-Albala B, Braun LT, Bravata DM, Chaturvedi S, et al.
Guidelines for the Primary Prevention of Stroke. Vol. 45, Stroke. 2014. 3754–3832 p.
18. Katakami N. Mechanism of Development of Atherosclerosis and Cardiovascular Disease
in Diabetes Mellitus. J Atheroscler Thromb. 2017;25(1):27–39.
19. Ntaios G, Hart RG. Embolic Stroke. Circulation. 2017;136(25):2403–5.
20. Xing C, Arai K, Lo EH, Hommel M. Pathophysiologic cascades in ischemic stroke. Int J
Stroke. 2012;7(5):378–85.
21. Kanyal N. The science of ischemic stroke: Pathophysiology & Pharmacological
treatment. Int J Pharma Res Rev. 2015;4(10):65–84
22. Wilkinson I, Lennox G. ESSENTIAL NEUROLOGY. fourth. blackwell publisher; 2005.
9–35 p.

38

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


23. Yew KS, Medicine F, Cheng VEM, Angeles L. Diagnosis of Acute Stroke. J Crohn’s
Colitis. 2019;13(Supplement_1):S376–S376.
24. Gleadle J. At a Glance Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 26
Aug 2015. Hal 101-2.
25. Lamsudin, R. Algoritma stroke Gadjah Mada: Penerapan klinis untuk membedakan
stroke perdarahan intraserebral dengan stroke iskemik akut atau stroke infark. Berkala
Ilmu Kedokteran. 1997: 29(1).
26. Birenbaum D, Bancroft L. Imaging Actue Stroke. West J Emerg Med. 2011;12(1):67–76.
27. Berkowitz AL. Vascular Disease of the Brain and Spinal Cord. In: Clinical Neurology
and Neuroanatomy. McGraw-Hill LANGE; 2017.
28. Simon RP, Aminoff MJ. Stroke. In: Clinical Neurology. 10th ed. McGraw-Hill LANGE;
2018.
29. Lokeskrawee T, Muengtaweepongsa S. Accuracy of laboratory tests collected at referring
hospitals versus tertiary care hospitals for acute stroke patients. PLoS One. 2019;14(4).
30. Lawton MT, Vates GE. Subarachnoid Hemorrhage. J Emerg Nurs. 2017;257–66.
31. Himpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan Stroke.
PERDOSSI. 2011
32. Fassbender K, Walter S. Prehospital stroke management in the thrombectomy era.
thelancet Neurol. 2020;19.
33. Ginsberg, L. Lecture Notes Neurology. Ed 8. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2017.
34. Buku Ajar Neurologi. Jilid 2. Jakarta: Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2017. H. 452-473.
35. Ulaanbaatar. Guideline for Management of Stroke. 2012.
36. Chugh C. Acute Ischemic Stroke: Management Approach. Indian Journal of Critical Care
Medicine. 2019;23(S2):140-146
37. Presley B. Penatalaksanaan Farmakologi Stroke Iskemik Akut. Rasional. 2014;12(1).
38. Hemphill JC, Greenberg SM. Guideline for the Management of Spontaneous
Intracerebral Hemorrhage. Am Acad Neurol. 2015;46.
39. Kim JY, Bae HJ. Spontaneous Intracerebral Hemorrhage : Management. J Stroke.
2017;19(1) p28 -39.

39

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)


40. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan Praktik Klinis Neurologi.
Perdossi. 2016;154–6.
41. Wilson SE, Ashcroft S, Troiani L. Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage: Management
by the Advanced Practice Provider. J Nurse Pract [Internet]. 2019;15(8):553–8.
42. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, fisiologi, Tanda,
Gejala. EGC; 2010. 358–433 p.

40

Downloaded by Husnull. am12 (husnull.am12@gmail.com)

You might also like