Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Integrasi Ready Data dan Penginderaan Jauh… (Wati & Sudaryatno)

INTEGRASI READY DATA DAN PENGINDERAAN JAUH BERBASIS


SIG UNTUK ANALISIS CEPAT PENILAIAN RISIKO BANJIR DI
KECAMATAN SEMANU, GUNUNGKIDUL

(INTEGRATION OF READY DATA AND GIS-BASED REMOTE


SENSING FOR RAPID ANALYSIS OF FLOOD RISK ASSESSMENT IN
SEMANU DISTRICT, GUNUNGKIDUL)
Kanita Shinta Wati1,a, Sudaryatno2,a

1Universitas Gadjah Mada


2Universitas Gadjah Mada
aKontributor utama

E-mail: kanita.s@mail.ugm.ac.id

Diterima: 7 Agustus 2020; Direvisi: 21 Oktober 2020; Disetujui: 22 Oktober 2020

ABSTRACT

The high number of flood events in Indonesia is influenced by weather factors such as the tropical
cyclone Cempaka which occurred on 27-29 November 2017. Semanu District is one of the areas
affected by a tropical cyclone, which causes several people's houses to submerge to a height of up to
2.7 meters. Therefore, information is needed regarding the risk of flooding in Semanu District. This
study aims to obtain and collect data related to flood disasters in Semanu District, and to map the
risk of flood disasters, as well. The SPOT-7 image, DEM ALOS PALSAR, and secondary data were used
in making flood hazard components. Disaster risk mapping that takes into account the threat,
vulnerability and capacity factors generates in three classes of flood risk, namely low, medium, and
high risk. Making a land use map as basic information for the process of flood hazard analysis has an
accuracy of 94.29%. The results of this study generally the Semanu District has three flood risk
classes. The "high risk" class covers 5988.86 hectares, the "medium risk" class covers 2407.08
hectares, and the "low risk" class covers 1803.88 hectares. The area that has the greatest risk of
flooding is Pacarejo Village. While the other areas that need to be watched out are Semanu Village and
a number of small areas spread over Candirejo, Dadapayu and Ngeposari Villages.

Keywords: remote sensing, GIS, flood disaster risk, ready data analysis

http://dx.doi.org/10.30536/j.pjpdcd.2020.v17.a3380
Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital Vol. 17 No. 2 Desember 2020

135
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 17 No. 2 Desember 2020: hal 135 - 146

ABSTRAK

Tingginya angka kejadian banjir di Indonesia dipengaruhi oleh faktor cuaca seperti siklon tropis
Cempaka yang terjadi pada 27-29 November 2017. Kecamatan Semanu merupakan salah satu
wilayah yang terdampak siklon tropis, yang menyebabkan terendamnya beberapa rumah warga
hingga ketinggian mencapai 2,7 meter. Oleh sebab itu, diperlukan informasi terkait risiko banjir yang
ada di Kecamatan Semanu. Penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh dan mengumpulkan
data terkait bencana banjir di Kecamatan Semanu, dan juga memetakan risiko bencana banjirnya.
Citra SPOT-7, DEM ALOS PALSAR, dan data sekunder digunakan dalam penyusunan komponen
ancaman banjir. Pemetaan risiko bencana yang memperhatikan faktor ancaman, kerentanan dan
kapasitas menghasilkan tiga kelas risiko banjir yaitu risiko rendah, sedang, dan tinggi. Pembuatan
Peta Penggunaan Lahan sebagai informasi dasar untuk proses analisis risiko bencanan banjir
memiliki ketelitian 94,29%. Hasil dari penelitian ini secara umum Kecamatan Semanu memiliki tiga
kelas risiko banjir. Kelas “risiko tinggi” seluas 5988,86 hektare, “risiko sedang” seluas 2407,08
hektare, dan kelas “risiko rendah seluas 1803,88 hektare. Wilayah yang memiliki risiko banjir
terbesar adalah Desa Pacarejo. Sedangkan wilayah dainnya yang perlu diwaspadai adalah Desa
Semanu dan beberapa daerah kecil yang tersebar di Desa Candirejo, Dadapayu, dan Ngeposari.

Kata kunci: penginderaan jauh, SIG, risiko bencana banjir, analisis ready data

1. PENDAHULUAN atau ketinggian banjir mencapai 2,7


Indonesia menjadi negara yang rawan meter yaitu di Pedukuhan Kwangen Lor
bencana di dunia. Pernyataan ini (RRI, 2019).
didukung oleh data yang dikeluarkan Peningkatan kejadian banjir
oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendorong upaya mitigasi, salah
dimana Indonesia tidak hanya memiliki satunya dengan memetakan risiko
risiko terhadap satu atau dua macam bencana banjir. Pemetaan risiko
bencana saja akan tetapi sangat bencana sudah dilakukan oleh Badan
beragam. Berdasarkan data United Nasional Penanggulangam Bencana
Nations Economic and Social Comission (BNPB) yang disediakan dalam web
for Asia and the Pacific (UN-ESCAP) InaRISK namun satuan pemetaan yang
(2015), salah satu badan PBB di bidang digunakan masih pada tingkat
sosial dan ekonomi menjelaskan bahwa kabupaten. Web InaRISK merupakan
banjir dan kekeringan menyebabkan website yang disajikan oleh BNPB
sekitar 5 miliar penduduk terdampak berisikan informasi seputar
selama periode 1970-2014. Bencana kebencanaan di seluruh Indonesia.
alam yang ditimbulkan oleh gangguan Pemetaan skala detail hingga pada
hidrometeorologis sebagaimana tingkat kecamatan diperlukan karena
mengikuti kecenderungan global di dengan unit pemetaan tingkat desa
tingkat nasional juga mengalami dapat mendukung pembangunan
peningkatan frekuensi (Susanto et al., daerah berbasis tangguh bencana atau
2018). Tingginya angka kejadian dikenal dengan istilah Desa Tangguh
tersebut diduga dipengaruhi oleh Bencana (DESTANA).
pengaruh siklon tropis Cempaka yang Citra resolusi tinggi SPOT-7, serta
terjadi pada 27-29 November 2017. DEM ALOS PALSAR dapat dimanfaatkan
Kejadian tersebut menyebabkan untuk ekstraksi parameter risiko
bencana di 28 kabupaten/kota di Jawa. bencana. Pemanfaatan citra
Banjir, longsor dan puting beliung penginderaan jauh resolusi tinggi dapat
menyebabkan 41 orang tewas, 13 orang mempermudah proses pemetaan dalam
luka-luka dan 4.888 rumah rusak. hal efisiensi waktu dan tenaga dimana
Daerah yang paling terdampak adalah peneliti tidak harus datang ke seluruh
Kabupaten Pacitan, Kabupaten wilayah kajian untuk mengidentifikasi
Wonogiri, Kabupaten Kulon Progo dan objek-objek yang diteliti. Peneliti dapat
Kabupaten Gunungkidul karena memanfaatkan tujuh kunci interpretasi
berdekatan dengan posisi Siklon Tropis yang meliputi warna atau rona, bentuk,
Cempaka (BNPB, 2017). Kecamatan ukuran, pola, tekstur, asosiasi, dan
Semanu merupakan salah satu wilayah posisi untuk mengidentifikasi objek di
yang terdampak siklon tropis, yang permukaan bumi melalui citra
menyebabkan terendamnya beberapa penginderaan jauh.
rumah warga hingga mencapai atap
136
Integrasi Ready Data dan Penginderaan Jauh… (Wati & Sudaryatno)

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu bencana dapat diterapkan untuk proses
untuk memperoleh dan mengumpulkan yang lebih cepat dan efisien. Citra
data terkait bencana banjir di SPOT-7 dimanfaatkan untuk ekstraksi
Kecamatan Semanu dan juga parameter jenis penggunaan lahan
memetakan risiko bencana banjirnya. sedangkan DEM ALOS PALSAR
Pemanfaatan ready data yang dimanfaatkan untuk ekstraksi
diintegrasikan dengan penginderaan parameter kemiringan lereng.
jauh dan Sistem Informasi Geografis Keuntungan yang diperoleh dengan
(SIG) dapat mempercepat proses analisis memanfaatkan citra penginderaan jauh
risiko bencana banjir. resolusi spasial tinggi yaitu dapat
mempermudah proses pemetaan
2. METODOLOGI terutama dalam hal efisiensi waktu dan
Analisis ready data berbasis SIG tenaga karena dengan pemanfaatan
memiliki keunggulan dalam hal teknologi penginderaan jauh, peneliti
kecepatan untuk penilaian risiko banjir. tidak harus datang ke seluruh wilayah
Data yang digunakan antara lain: kajian untuk mengidentifikasi objek-
1. Inundansi banjir dari Badan objek yang diteliti melainkan hanya
Penangggulangan Bencana perlu memanfaatkan tujuh kunci
Daerah (BPBD) Kabupaten interpretasi yang meliputi warna atau
Gunungkidul. rona, bentuk, ukuran, pola, tekstur,
2. Durasi banjir dari BPBD Kab. asosiasi, dan posisi untuk
Gunungkidul) mengidentifikasi objek di permukaan
3. Curah hujan dari Badan bumi melalui citra penginderaan jauh
Meteorologi Klimatologi dan (Lillesand, et.al., 2004). Data
Geofisika (BMKG) Mlati, ditumpangsusunkan dengan metode
Yogyakarta Tahun 2017, 2018, kuantitatif berjenjang tertimbang untuk
dan 2019 masing-masing jenis peta ancaman,
4. Kemiringan lereng dari DEM kerentanan, dan kapasitas. Kemudian
ALOS PALSAR, United States ketiga peta ditumpangsusunkan dengan
Geological Survei (USGS) menggunakan rumus:
5. Penggunaan lahan dari Citra
SPOT-7 , Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional (LAPAN) .......................................(1)
2018 Dengan
6. Kerentanan demografi dari Badan R : Risiko bencana
Pusat Statistik (BPS) 2018 H : Ancaman
7. Kerentanan sosial dari BPS 2018 V : Kerentanan
8. Kerentanan infrastruktur dari C : Kapasitas
BPS 2018 dan SPOT-7
9. Kerentanan lingkungan dari 2.1. Pemetaan Ancaman Banjir
Kementerian Lingkungan Hidup Peta ancaman banjir dibuat dengan
dan Kehutanan (KLHK) dan skor dan pembobotan seperti pada Tabel
SPOT-7 2-1.
10. Kapasitas Infrastruktur dari
SPOT-7 dan BPS 2018 2.1.1. Curah hujan
11. Kapasitas lingkungan dari SPOT- Data curah hujan yang digunakan
7 pada penelitian ini adalah curah hujan
bulanan pada rentang waktu tiga
Citra yang digunakan dalam tahunan yakni pada tahun 2017, 2018,
penelitian ini yaitu citra SPOT-7 dan 2019 yang diperoleh melalui stasiun
Pansharped Imagery Level Ortho (PMS klimatologi Badan Meteorologi
ORT) dengan resolusi spasial 1,5 m. Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mlati
SPOT-7 diluncurkan pada tanggal 30 Yogyakarta. Curah hujan diekstraksi
Juni 2014 oleh Airbus Defence & Space dengan metode interpolasi krigging dari
dimana SPOT-7 merupakan satelit 4 titik stasiun pengukur curah hujan
observasi resolusi tinggi (LAPAN, 2010). yakni stasiun BPP Rongkop, BPP
Pemanfaatan citra resolusi tinggi Semanu, PPP. Wonosari, dan Tepus.
SPOT-7, serta DEM ALOS PALSAR Keempat stasiun tersebut merupakan
untuk ekstraksi parameter risiko

137
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 17 No. 2 Desember 2020: hal 135 - 146

stasiun terdekat dari lokasi kajian data raster yang terdiri dari kumpulan
(Gambar 2-1). piksel yang berisi nilai ketinggian atau
elevasi dengan resolusi spasial tertentu
dimana setiap pikselnya juga
menunjukkan nilai koordinat x dan y
(Annas, 2015). Slope menghitung tingkat
maksimum perubahan nilai dari piksel
satu ke piksel tetangga. Pada dasarnya,
perubahan maksimum di ketinggian
dengan jarak antara piksel bertetangga
mengidentifikasi tingkat kemiringan dari
piksel. Output kemiringan lereng dapat
dihitung dalam dua jenis unit, yaitu
derajat atau persen. Dalam kajian ini
output kemiringan yang digunakan
adalah persen (%). Algoritma slope yang
diterapkan pada data raster DEM
Gambar 2-1: Lokasi stasiun hujan di sekeliling adalah sebagai berikut:
lokasi penelitian

Algoritma pemrosesan data curah hujan


...................(3)
dengan metode Kriging yakni sebagai
berikut (ESRI, 2016):
Dengan
..............................(2) dz/DX : Tingkat perubahan (Delta)
permukaan horisontal
Dengan dz/DY : Tingkat perubahan (Delta)
Z(si) : nilai terukur di lokasi stasiun permukaan vertikal.
pengukur hujan
λi : bobot yang tidak diketahui untuk 2.1.3. Ekstraksi Vegetasi Tanaman
nilai terukur di lokasi stasiun Keras
pengukur hujan Ekstraksi data sebaran vegetasi
s0 : lokasi prediksi tanaman keras pada Citra SPOT-7
N : jumlah nilai yang diukur dilakukan dengan klasifikasi visual.
Klasifikasi visual menggunakan data
2.1.2. Kemiringan Lereng penginderaan jauh true colour
Ekstraksi kemiringan lereng dari dilakukan dengan melibatkan proses
data DEM dilakukan dengan pemilihan kategori informasi yang
menggunakan algoritma slope. Model diinginkan dan memilih area untuk
elevasi digital atau Digital Elevation setiap kategori sesuai dengan kunci
Model (DEM) merupakan suatu model interpretasi.

Tabel 2-1: PARAMETER ANCAMAN

Bobot Skor
Komponen Indikator/parameter
(%) 1(Rendah) 2(Sedang) 3(tinggi)
Banjir Inundansi 25 <50 cm 50 – 100 >100 cm
cm
Durasi 20 <24 jam 24 – 48 >48 jam
jam
Iklim dan Curah Hujan 20 <240 240 – 250 >250
Cuaca mm/bln mm/bulan mm/bulan
Morfologi Kemiringan lereng 20 >25% 15-25% < 15%
(sedang- (miring) (datar-
curam) landai)
Tutupan Vegetasi Tanaman Keras 15 Lahan Lahan -
Lahan ber-VTK Non-VTK
Sumber: LPBI, 2015 dengan modifikasi

138
Integrasi Ready Data dan Penginderaan Jauh… (Wati & Sudaryatno)

Vegetasi tanaman keras yaitu interpretasi citra penginderaan jauh.


tumbuhan menahun yang mempunyai
batang kayu dengan tekstur keras (jenis 2.3. Pemetaan Kapasitas Banjir
pohon keras), memiliki masa guna Sumber data utama untuk
hingga mencapai 20 tahun atau lebih, memperoleh informasi terkait parameter
umumnya sering dimanfaatkan hasil kapasitas banjir yakni melalui PODES
kayunya baik sebagai bahan bangunan, BPS Tahun 2018 sedangkan untuk
kayu bakar maupun perabotan atau informasi yang memerlukan detail
peralatan sehari-hari. Parameter luasan area diperoleh melalui
vegetasi tanaman keras diperlukan interpretasi citra penginderaan jauh.
untuk menyusun peta ancaman banjir
dimana semakin banyak persentase 2.4. Metode Klasifikasi Risiko Banjir
tutupan lahan berupa tanaman keras Terdapat setidaknya empat metode
maka akan semakin kecil tingkat klasifikasi untuk menentukan hasil
ancaman banjir yang terjadi. yang lebih representatif pada nilai akhir
perhitungan risiko bencana banjir dari
2.2. Pemetaan Kerentanan Banjir ketiga parameter. Keempat metode
Sumber data utama untuk tersebut diantaranya adalah metode
memperoleh informasi terkait parameter Interval Teratur, metode Aritmatik,
kerentanan banjir yakni melalui data metode Geometrik, dan metode Quartil.
Potensi Desa Badan Pusat Statistik Hasil pemrosesan tingkat risiko dibagi
(PODES BPS) Tahun 2018 sedangkan menjadi tiga klasifikasi yaitu risiko
untuk informasi yang memerlukan tinggi, sedang, dan rendah.
detail luasan area diperoleh melalui

Tabel 2-2: INDIKATOR DAN KETENTUAN SKOR TERHADAP PENYUSUNAN PETA KERENTANAN
BENCANA BANJIR

Skor
Komponen Indikator Bobot 1 2 3 Satuan
rendah sedang tinggi
Kerentanan Persentase <0,5 0,5-1 >1 %
5
Demografi Kelompok Difabel
Persentase 5 <25 25-50 >50 %
Keberadaan
Perempuan
Kerentanan Penggunaan 10 Tidak Mandi Mandi, -
Sosial Sungai ada & Cuci Cuci, &
Minum
Kerentanan Keberadaan TK 10 <0,35 0,35- >0,78 ha
Infrastruktur 0,78
Keberadaan SD 10 <0,7 0,7-1,4 >1,4 ha
Keberadaan SMP 10 <0,1 0,1-0,5 >0,5 ha
Keberadaan SMA 10 <0,1 0,1-0,5 >0,5 ha
Kantor 10 <0,1 0,1-0,3 >0,3 ha
Pemerintahan
Industri 10 <0,1 0,1-7,5 >7,5 ha
Kerentanan Keberadaan sawah 10 <200 200- >500 ha
Lingkungan 500
Keberadaan 10 <1 1-4 >4 ha
permukiman di
bantaran sungai
Sumber: LPBI, 2015 dengan modifikasi

139
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 17 No. 2 Desember 2020: hal 135 - 146

Tabel 2-3: INDIKATOR DAN KETENTUAN SKOR TERHADAP PENYUSUNAN PETA KAPASITAS BANJIR

Komponen Indikator Bobot Skor satuan


(%) 1 2 3
rendah sedang tinggi
Kapasitas Daerah Irigasi 25 <50 50-100 >100 hektare
Infrastruktur
Kapasitas Jenis Sumber 20 Sungai, Mata air, PDAM, -
Lingkungan air bersih hujan Irigasi Sumur
Keberadaan 20 Di luar Tepi Dalam -
permukiman kawasan hutan hutan
dengan hutan hutan
Fungsi hutan 20 Tidak Ada Produksi Produksi -
< 100 ha ≥ 100
ha;
Lindung
Keberadaan 15 Tidak Ada Ada Ada > 1 -
tempat
pembuangan
sampah
(Sumber: LPBI, 2015 dengan modifikasi)

2.4.1. Metode Klasifikasi Interval B = nilai tertinggi,


Teratur n = jumlah kelas, dan
Metode Interval Teratur X = faktor pembobot atau pengali
merumuskan jumlah kelas terlebih Faktor pembobot pada metode
dahulu yakni tiga kelas kemudian Aritmetika akan menyebabkan interval
dilakukan penentuan interval untuk kelas akan berbeda-beda (Crisana,
tiap-tiap kelasnya dengan rumus 2014).
berikut:
2.4.3. Metode Klasifikasi Geometris
................................(4) Metode geometris menggunakan
Dengan konsep perpangkatan untuk
I : Interval tingkat risiko menghasilkan interval yang dianggap
Metode Interval Teratur memiliki sesuai. Interval yang dihasilkan
prinsip penggunaan interval yang sama merupakan hasil dari pemangkatan
untuk setiap pembagian kelasnya konstanta. Berikut adalah rumus untuk
dengan jumlah kelas yang sudah interval geometris
ditetapkan. ............................................(6)
Dengan
2.4.2. Metode Klasifikasi Aritmetika A = nilai terendah,
Metode Aritmetika menggunakan B = nilai tertinggi,
konsep penjumlahan aritmetika. Metode n = jumlah kelas, dan
ini menggunakan perhitungan dengan X = faktor pembobot atau pengali
faktor pembobot yang akan dikalikan
dengan nilai awal sebagian nilai akhir 2.4.4. Metode Klasifikasi Interval
dari tiap kelas. Metode ini ditentukan Kuartil
dengan rumus berikut: Metode Interval Kuartil
menggunakan prinsip pembagian
Dengan anggota setiap kelas secara sama rata
A : nilai terendah, sehingga dapat dipastikan bahwa
penggunaan metode ini mampu
140
Integrasi Ready Data dan Penginderaan Jauh… (Wati & Sudaryatno)

memastikan untuk tiap klasifikasi kelas diperoleh skor terendah yakni 0,75
yang dihasilkan tidak akan ada hingga tertinggi 2,85. Visualisasi peta
kekosongan data (Kurniati dan merupakan hasil pengkelasan dari total
Noorhadi, 2014). Persamaan untuk skor tersebut dengan metode Natural
menghasilkan klasifikasi metode Interval Breaks menggunakan software ArcGIS.
Kuartil yakni: Skor inilah yang nantinya akan
dioperasikan dengan parameter peta
………........……(7) kerentanan dan peta kapasitas sehingga
Dengan setiap kelas diisi sebanyak X diperoleh peta risiko bencana banjir di
data. Kecamatan Semanu. (Gambar 3-1)
Setelah diperoleh peta risiko banjir
hasil overlay dari semua faktor maka 3.2. Peta Kerentanan Banjir
selanjutnya dilakukan validasi hasil Hasil overlay antara parameter
overlay dengan melakukan wawancara kerentanan menghasilkan skor akhir
kepada stakeholders dengan mengaitkan untuk tiap-tiap desa yakni pada rentang
peta risiko banjir dan kondisi di wilayah skor 0,9 hingga 1,9 yang kemudian
penelitian. dikelaskan dalam tiga kelas kerentanan
yakni rendah, sedang, dan tinggi
3. HASIL PEMBAHASAN sehingga diperoleh hasil peta
kerentanan bencana banjir seperti pada
3.1. Peta Ancaman Banjir Gambar 3-2.
Berdasarkan penjumlahan dari hasil
overlay parameter ancaman banjir

Gambar 3-1: Hasil pemetaan cepat parameter ancaman banjir

141
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 17 No. 2 Desember 2020: hal 135 - 146

Gambar 3-2: Hasil pemetaan cepat parameter kerentanan banjir

diperoleh hasil seperti pada Gambar 3-


Hasil tersebut menunjukkan bahwa 3. Hasil menunjukkan bahwa Desa
Desa Pacarejo dan Desa Semanu Pacarejo dan Desa Semanu memiliki
memiliki tingkat kerentanan tinggi; Desa kapasitas tinggi, Desa Ngeposari
Candirejo dan Desa Dadapayu memiliki memiliki kelas kapasitas sedang, serta
tingkat kerentanan sedang, dan Desa Desa Candirejo dan Desa Dadapayu
Ngeposari memiliki tingkat kerentanan memiliki kapasitas rendah. Nilai skor ini
rendah. Hasil skor ini selanjutnya akan kemudian digunakan sebagai faktor
menjadi bahan untuk menghasilkan pembagi dalam interpretasi nilai risiko
nilai risiko banjir yang tersusun atas bencana. Sehingga, faktor kapasitas
parameter bahaya, kerentanan, dan inilah yang menjadi faktor kunci dalam
kapasitas. manajemen kebencanaan, dimana
untuk mengurangi nilai risiko
3.3.Peta Kapasitas Banjir diperlukan peningkatan nilai kapasitas
Total skor kapasitas yang diperoleh yang dapat diusahakan dengan upaya-
dari hasil pemrosesan berkisar antara upaya tertentu.
1,4 hingga 2,05 yang dikelaskan
menjadi tiga kelas kapasitas sehingga

142
Integrasi Ready Data dan Penginderaan Jauh… (Wati & Sudaryatno)

Gambar 3-3: Hasil pemetaan cepat parameter kapasitas banjir

3.2. Klasifikasi Risiko Banjir dilakukan analisis statistik pada daerah


Risiko banjir di Kecamatan Semanu risiko tinggi dengan jumlah titik
dihasilkan dari overlay tiga komponen kejadian banjir yang diperoleh dari
peta ancaman, kerentanan, dan laporan kejadian banjir BPBD
kapasitas yang telah dilakukan Kabupaten Gunungkidul di Kecamatan
sebelumnya. Selanjutnya nilai akhir dari Semanu dengan asumsi bahwa semakin
skor risiko dikelaskan ke dalam tiga luas area risiko tinggi yang dihasilkan
kelas berdasarkan metode Interval maka semakin banyak pula titik
Teratur, metode Aritmatik, metode kejadian banjir yang dilaporkan. Berikut
Geometrik, dan metode Kuartil. ini Tabel 3-1 yang merupakan hasil
Pemilihan teknik klasifikasi sangat korelasi sederhana keduanya.
mempengaruhi hasil pemetaan. Untuk Tabel 3-1 menunjukkan nilai korelasi
itu, perlu diperbandingkan masing- yang berkisar antara 0,68 hingga 0,83.
masing teknik klasifikasi dengan data Dalam analisis korelasi diketahui bahwa
kejadian banjir aktual yang bersumber semakin mendekati angka 1 maka nilai
dari Badan Penanggulangan Bencana korelasi semakin baik atau kedua data
Daerah (BPBD) Kabupaten Gunungkidul saling berhubungan. Sebaliknya apabila
sehingga diperoleh peta yang lebih nilai mendekati angka 0 maka
representatif dan mampu menonjolkan hubungan semakin rendah. Sementara
trend atau kecenderungan data. apabila nilai korelasi mendekati angka -
Untuk memilih metode klasifikasi 1 maka terdapat hubungan yang kuat
yang paling representatif maka namun bersifat kebalikan.

143
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 17 No. 2 Desember 2020: hal 135 - 146
Tabel 3-1: ANALISIS KORELASI SEDERHANA RISIKO TINGGI DENGAN DATA KEJADIAN BANJIR
BPBD GK 2017

Metode Kelas Luasan Risiko Tiap Desa (hektare) Nilai


Klasifikasi Risiko Pacarejo Candirejo Dadapayu Ngeposari Semanu Korelasi
Interval Teratur Tinggi 224,31 0 0 0 183,32 0,68
Aritmetika Tinggi 230,27 89,77 0 0 191,09 0,82
Geometris Tinggi 230,27 73,51 0 0 191,09 0,80
Kuartil Tinggi 2415,05 1031,38 947,26 71,06 1524,11 0,83
Total titik kejadian banjir 88 48 0 4 27

Selain dilakukan melalui perhitungan Kecamatan Semanu dan akan


korelasi, hubungan antara daerah risiko digunakan sebagai dasar analisis risiko
tinggi dengan jumlah titik kejadian banjir pada penelitian ini.
banjir yang diperoleh dari laporan Berdasarkan hasil peta risiko banjir,
kejadian banjir BPBD Kabupaten diketahui bahwa secara umum
Gunungkidul di Kecamatan Semanu Kecamatan Semanu memiliki tiga kelas
juga dapat dilihat melalui grafik scatter risiko banjir. Kelas “risiko tinggi” seluas
plot Gambar 3-4. Dilihat dari bentuk 5988,86 hektare, “risiko sedang” seluas
grafik scatter plot, semakin menyebar 2407,08 hektare, dan kelas “risiko
titik dari garis lurus mengindikasikan rendah seluas 1803,88 hektare. Risiko
hubungan kedua data semakin jauh banjir terbesar terletak di bagian barat
sehingga, secara umum grafik yang Kecamatan Semanu yakni Desa
memperlihatkan kedekatan pola yakni Pacarejo. Sementara wilayah lain yang
metode Kuartil. Nilai korelasi tertinggi patut diwaspadai yaitu Desa Semanu
yakni 0,83 yakni pada metode Interval dan sebagian kecil daerah yang tersebar
Kuartil sehingga metode ini dinilai di Desa Candirejo, Dadapayu, dan
paling representatif untuk memetakan Ngeposari (Gambar 3-5).
distribusi tingkat risiko banjir di

Gambar 3-4: Hasil scatter plot data kejadian banjir dengan luas risiko tinggi bencana banjir dengan
metode (a) interval teratur, (b) geometrik, (c) aritmatik, dan (d) quartil.

144
Integrasi Ready Data dan Penginderaan Jauh… (Wati & Sudaryatno)

Gambar 3-5: Hasil peta risiko banjir

4. KESIMPULAN Sudarayatno, M.Si. atas bimbingan dan


diskusi terkait pengolahan data.
Berdasarkan hasil peta risiko banjir,
diketahui bahwa secara umum DAFTAR RUJUKAN
Kecamatan Semanu memiliki tiga kelas
risiko banjir. Kelas “risiko tinggi” seluas Annas, Saiful. (2015). Pemetaan Risiko
5.988,86 hektare, “risiko sedang” seluas Bencana Banjir di Kabupaten Pati.
2.407,08 hektare, dan kelas “risiko Skripsi Universitas Gadjah Mada.
rendah seluas 1.803,88 hektare. Desa Badan Nasional Penanggulangan
Pacarejo memiliki daerah risiko tinggi Bencana (BNPB). (2017). 2.341
yang terluas disusul oleh sebagian Kejadian Bencana, 377 Tewas dan
wilayah Desa Semanu, serta sebagian 3,5 Juta Jiwa Mengungsi dan
kecil di Desa Candirejo, Desa Dadapayu, Menderita Akibat Bencana Tahun
dan Desa Ngeposari. Variasi ini terjadi 2017. Cited in
karena perbedaan mencolok pada https://bnpb.go.id/2341-kejadian-
kemiringan lereng yang cenderung datar bencana-377-tewas-dan-35-juta-jiwa-
hingga landai pada dua desa yakni Desa mengungsi-dan-menderita-akibat-
Pacarejo dan Desa Semanu, sementara bencana-tahun-2017 [17 November
daerah lain memiliki topografi berbukit 2019]
sehingga risiko tinggi cenderung hanya Badan Penanggulangan Bencana Daerah
pada daerah-daerah cekungan dengan (BPBD) Gunungkidul. (2017).
kemiringan lereng datar hingga landai. Dokumentasi Bencana Banjir, Tanah
Longsor, Dan Angin Kencang. BPBD
UCAPAN TERIMAKASIH GK: Wonosari
Development, 9:2, 95-109, DOI:
Penulis mengucapkan terima kasih 10.1080/17565529.2015.1067593.
atas dukungan ketersediaan data SPOT- Crisana, Cut Wina. (2014). Analisis
7 dan fasilitas pengolah data kepada Perbandingan Metode Klasifikasi
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Autocorrelation Based
Jauh LAPAN dan kepada Dr. Regioclassification (Acrc) dan Non-Acrc

145
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 17 No. 2 Desember 2020: hal 135 - 146

Untuk Data Spasial. Bogor: Institut Lembaga Penanggulangan Bencana dan


Pertanian Bogor Perubahan Iklim (LPBI). (2015).
Economic and Social Commission for Paduan Penyusunan Peta Ancaman.
Asia and the Pacific (ESCAP). (2015). Cited in
Overview of Natural Disasters and https://openstreetmap.id/docs/2017
Their Impacts in Asia and the Pasific. _LPBI%20NU_Penyusunan_Peta_Anca
UN : ESCAP man.pdf. [13 November 2019]
Environmental Systems Research Lembaga Penanggulangan Bencana dan
Institute (ESRI). (2016). How Kriging Perubahan Iklim (LPBI). (2015).
Works. Cited in Paduan Penyusunan Peta Kerentanan.
https://desktop.arcgis.com/en/arcma Cited in
p/10.3/tools/3d-analyst-toolbox/how- https://openstreetmap.id/docs/2017
kriging-works.htm . [24 Januari 2020] _LPBI%20NU_Penyusunan_Peta_Kere
Kurniati, Erna dan Noorhadi Rahardjo. ntanan.pdf. [13 November 2019]
(2014). Evaluasi Metode Klasifikasi Lembaga Penanggulangan Bencana dan
dalam Pembuatan Peta Kepadatan Perubahan Iklim (LPBI). (2015).
Penduduk DIY dengan Permukaan Paduan Penyusunan Peta Kapasitas.
Statistik dan Uji Proporsi. Yogyakarta: Cited in
Universitas Gadjah Mada https://openstreetmap.id/docs/2017
Lembaga Penerbangan dan Antariksa _LPBI%20NU_Penyusunan_Peta_Kapa
Nasional (LAPAN). (2010). sitas.pdf. [13 November 2019]
Pengembangan Metoda Pengolahan Radio Republik Indonesia (RRI). (2019).
Orthorektifikasi Data Landsat untuk Banjir di Gunungkidul Rendam Rumah
Mendukung INCAS Berkelanjutan. dan Sekolah. Cited in
Jakarta Timur: Bidang Produksi Data http://rri.co.id/yogyakarta/post/beri
Pusat Data Penginderaan Jauh ta/649964/bencana_alam/banjir_di_
LAPAN. gunungkidul_rendam_rumah_dan_se
Lillesand, T.M., Kiefer, R.W., and kolah.html. [17 November 2019]
Chipman, J., (2004), Remote Sensing
ang Image Interpretation (5 ed.), John
and Wiley Sons, New York

146

You might also like