Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 11

IMPACTS OF THE EL NIÑO AND LA NIÑA EXTREME

CLIMATE ON SOCIO-ECONOMIC AND POLITICS


IN INDONESIA

Herlina Amrianah
STIA Al Gazali Barru
herlinaamrianah@algazali.ac.id

ABSTRACT

The extreme climate of El Niño causes drought and lack of irrigation water, thus
affecting the production of the Indonesian staple food. These extreme climate events
caused a long drought that lasted for 14 months (March 1997 to April 1998). The impact
of many regions experiencing water supply shortages. While the impact of political food
availability can be seen from the political turmoil and change of government in 1966 and
1998. The incident was indeed inseparable from the food crisis at that time. Political
turmoil and food crisis that occurred in 1965/1966 was basically due to the extreme
climate factors of El Niño. At that time, El Niño occurred for 13 consecutive months from
April 1995 to May 1996. During this period the monthly SOI index, which is one
indicator of the occurrence of El Niño and La Niña, was negative, which was quite low at
around -7.1 to -22 , 6 except in May and December 1965. In these climatic conditions
rainfall in Indonesia can fall relatively large considering the value of SOI is strongly
correlated with rainfall in Indonesia. In general, local wisdom (local wisdom) can be
interpreted as local ideas (local) that are wise, full of wisdom, good value embedded
and followed by members of the community. Local wisdom generally emerges and
develops through repeated experience and learning that is addressed wisely. Then in
evolution it turns into a belief, belief and mutual agreement, even some of them turn into
dogma. Research Method This research is carried out by conducting library research,
literature study is an activity to collect information relevant to

Meraja Journal Vol 3, No. 1, Februari 1


2020
topics or problems that are the object of research. Such information can be obtained
from books, thesis scientific works, dissertations, encyclopedias, the internet, and other
sources. By conducting library studies, researchers can utilize all the information and
thoughts relevant to research.
Keywords: Social, economic, climate, impact

Dampak Iklim Ekstrem El Niño dan La Niña terhadap Sosial Ekonomi


dan Politik di Indonesia

ABSTRAK

Iklim ekstrem El Niño menyebabkan kekeringan dan kekurangan air irigasi,


sehingga berdampak terhadap produksi makanan pokok bangsa Indonesia tersebut.
Peristiwa iklim ekstrem tersebut menyebabkan kemarau panjang yang berlangsung
selama 14 bulan (Maret 1997 hingga April 1998). Dampaknya banyak daerah yang
mengalami kekurangan pasokan air.Sedangkan dampak ketersediaan pangan secara
politik dapat disimak dari terjadinya gejolak politik dan pergantian pemerintahan
pada tahun 1966 dan 1998. Kejadian tersebut memang tidak terlepas dari krisis
pangan pada masa tersebut. Gejolak politik dan krisis pangan yang terjadi pada tahun
1965/1966 pada dasarnya karena faktor iklim ekstrem El Niño. Saat itu, El Niño terjadi
selama 13 bulan berturut-turut mulai April 1995 hingga Mei 1996.Pada periode tersebut
indeks SOI bulanan yang merupakan salah satu indikator terjadinya El Niño dan La
Niña, bernilai negatif cukup rendah yaitu sekitar
-7, 1 hingga -22, 6 kecuali pada Mei dan Desember 1965. Pada kondisi iklim tersebut
curah hujan di Indonesia dapat turun relatif besar mengingat nilai SOI berkorelasi kuat
dengan curah hujan di Indonesia. Secara umum local wisdom (kearifan setempat) dapat
diartikan sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti anggota masyarakatnya. Kearifan lokal
umumnya muncul dan berkembangan melalui pengalaman dan pembelajaran berulang
yang disikapi secara arif. Kemudian secara evolusi berubah menjadi suatu keyakinan,
kepercayaan dan kesepakatan bersama, bahkan sebagian diantaranya berubah menjadi
dogma.Metode penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan studi
kepustakaan, studi kepustakaan adalah kegiatan untuk menghimpun informasi yang
relevan dengan topik atau masalah yang menjadi obyek enelitian. informasi tersebut
dapat diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah tesis, disertasi, ensiklopedia, internet, dan
sumber-sumber lain. dengan melakukan studi kepustakaan, peneliti dapat memanfaatkan
semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitian.
Kata Kunci: Sosial, ekonomi, iklim, dampak

2 Meraja Vol 3, No. 1, Februari


Herlina Amrianah

A. PENDAHULUAN
tani, termasuk penyebaran bibit dan
Pengalaman sejarah mengindikasi- sistem perbenihan tanaman.
kan bahwa sejak zaman dahulu “Fenomena Nabi Nuh dan Yusuf
(purba) kejadian iklim ekstrem yang Alaihissalam” (Noah-Joseph Fenomena)
menimbulkan kekeringan dan banjir terjadi pada zaman Mesir Kuno.
yang dahsyat sudah sering terjadi di Anomali iklim yang dahsyat di seluruh
berbagai kawasan dan belahan bumi dunia menyebabkan terjadinya tujuh
ini. Penyebabnya hampir semua tahun berturut-turut basah dan tujuh
terkait dengan fenomena meterologis tahun berikutnya kering.Kerajaan Mesir
yang satu dengan lain kejadian dan Kuno mampu menanggulanginya
di suatu wilayah dengan wilayah lain dengan diilhami oleh wahyu yang
berbeda. Selain telah menimbulkan diterima oleh Nabi Yusuf AS, antara
berbagai bencana dan petaka, berupa lain dengan cara:
kelaparan dan dampak sosial lainnya,
• Pemanfaatan sumberdaya air secara
bahkan gejolak politik di suatu negara,
optimal dan antisipatif,
namun berbagai kejadian iklim
ekstrem tersebut juga melahirkan dan • Melakukan penanaman secara
memunculkan berbagai pembelajaran, intensif pada saat subur,
tertutama dalam menghadapi dan • pengembangan sistem lumbung
menanggulanginya. Bahkan seperti pangan dan pengaturan logistik,
diuraikan pada Bagian sebelumnya, • sistem produksi dan distribusi
kejadian iklim ekstrem ada kalanya perbenihan,
memberikan dampak positif untuk • pengembangan sistem “pajak”
agroekosistem tertentu. (“zakat”),
Walaupun fenomena kekeringan • memotivasi dan memberdayakan
dan kebanjiran pada zaman Nabi Nuh umat dan saling tolong-menolong.
dan Nabi Yusuf yang terjadi di Jazirah
Bertitik tolak dari fenomena Nabi
Arab dan Mesir dan di kawasan timur
Yusuf, bahwa untuk mengantipasi dan
tengah bukan merupakan fenomena El
menanggulangi anomali iklim, strategi
Niñ o dan La Niñ a, namun penanganan
dan pendekatan yang dilakukan tidak
mitigasi dan adaptasi bencana
hanya bersifat teknis, seperti sistem
kekeringan atau kebanjiran relatif sama,
pertanian, benih, pengeloaan air,
antara lain menyangkut pengelolaan
tetapi juga pendekatan sosiologis,
air, lahan, tanaman dan sistem usaha
seperti sistem lumbung,
pemberdayaan

Meraja Journal Vol 3, No. 1, Februari 3


2020
masyarakat, dan pemberdayaan Terdapat berbagai kearifan lokal
kelembagaan dan lain-lain. petani tradisional dalam menyikapi
Penanaman yang dilakukan dinamika iklim. Sebagai contoh,
secara besar-besaran sangat terkait pemahaman petani mengenai kejadian
dengan potensi sumberdaya lahan dan musiman dan kaitannya dengan siklus
air. Keberhasilan dalam menduga/ kegiatan pertanian dikonsepkan dalam
meramalkan musim merupakan bentuk kalender pertanian. Petani
wujud dari pendekatan taktis yang secara turun temurun mempunyai
pada zaman itu melalui mukjizat Nabi cara-cara atau kearifan lokal dalam
Yusuf AS mentakwilkan “mimpi” menghadapi gangguan iklim tersebut.
yang dapat dipandang sebagai suatu Kecederungan petani dalam menyiasati
intuisi. Sedangkan upaya antisipasi perubahan iklim lebih didasarkan
dan penanggulangan lainnya pada pengalaman yang secara turun-
merupakan pendekatan temurun dipraktekkan. Misalnya
operasional yang dalam kebudayaan Jawa yang disebut
konseptual dan terencana, seperti pranatamangsa yaitu masa-masa atau
pada butir (a) sampai (f) tersebut di bulan-bulan bercocok tanam masih
atas. menjadi acuan di pedesaan.telah
digunakan sebelum kedatangan agama
Kearifan Lokal dalam Hindu. Keberhasilan penggunaannya
Penanganan Perubahan Iklim dapat ditelusuri kembali ke masa
kesejahteraan dan kerajaan pertanian
Secara umum local wisdom
tua di Jawa Tengah. Sistem kalender
(kearifan setempat) dapat diartikan
tradisonal ini sangat cocok diterapkan
sebagai gagasan-gagasan setempat
di daerah yang memiliki panjang
(local) yang bersifat bijaksana, penuh
musim hujan dan kemarau yang sama.
kearifan, bernilai baik yang tertanam
Pranatamangsa mencerminkan
dan diikuti anggota masyarakatnya.
korelasi nyata aspek cosmografi (ilmu
Kearifan lokal umumnya muncul dan
pengetahuan tentang alam semesta
berkembangan melalui pengalaman dan
mencakup georafi, astronomi dan
pembelajaran berulang yang disikapi
geologi), bioclimatologi (informasi
secara arif. Kemudian secara evolusi
tentang hal-hal seperti perilaku
berubah menjadi suatu keyakinan,
tanaman, hewan dan manusia serta
kepercayaan dan kesepakatan bersama,
informasi sumberdaya alam non-
bahkan sebagian diantaranya berubah
menjadi dogma.

4 Meraja Vol 3, No. 1, Februari


Herlina Amrianah

hidup), dan sosiologis dari kegiatan dibandingkan mengintervensi atau


pertanian di pedesaan, sehingga mengintroduksi teknologi yang lebih
terjadi hamonisasi antara manusia dan maju, apalagi pada kondisi iklim
lingkungan alam sekitarnya. ekstrem. Kondisi ini juga terkait
Selain pranatamangsa, Indonesia dengan kurangnya ilmu pengetahuan
memiliki banyak pendekatan lokal dan teknologi, keterbatasan modal dan
dalam menentukan kalender secara sosial budaya masih kuatnya
pertanian untuk perencanaan tradisi untuk menerima keadaan.
budidaya tanaman sebagai Daldjoeni dalam Eleonora et al. (2013)
pengetahuan dan pegangan petani menyatakan bahwa pranatamangsa
yang diwariskan dari generasi ke yang merupakan kalender pertanian
generasi. Beberapa contoh diantaranya, suku Jawa(Runtunuwu dan Kondoh
petani di Bali menggunakan Kertamasa, 2008; Sanderson 2003; Paw dan Thiang
Sulawesi Selatan ada istilah Palota, Eng 1009; Runtunuwu dan
masyarakat Aceh menggunakan Syahbuddin 2007).
wariga. Sementara suku Dayak Kondisi ini menyebabkan petani
menggunakan Bulan Berladang, mengalami ketidakpastian dalam
Maluku memakai Sasi dan Nusa menentukan musim tanam. Untuk
Tenggara dikenal dengan Nyale. mengantisipasi hal ini, Badan Litbang
Namun kini sebagian besar petani Pertanian telah mengembangkan
cenderung mengabaikan kalender Kalender Tanam yang dinamakan
pertanian tradisional, kecuali sebagai Sistem Informasi Katam Terpadu.
acuan dalam kegiatan seremonial Salah satu fungsinya adalah membantu
dan adat istiadat belaka. Hal petani menentukan waktu tanam
tersebut disebabkan perkembangan terbaik. Sampai saat ini implementasi
teknologi modern, terutama akibat Katam Terpadu masih dominan
berkembangnya infrastruktur seperti dilakukan di lahan sawah.
jaringan irigasi. Selain itu, kenyataan Meski sudah ada Sistem Informasi
perubahan iklim secara global, Kalender Tanam Terpadu, kalender
regional maupun lokal telah terjadi, tanam tradisional tidak sepenuhnya
sehingga sangat mempengaruhi ditinggalkan petani. Misalnya,
aktivitas pertanian. petani lokal di lahan rawa lebak
Petani bersikap lebih banyak Kalimantan Selatan umumnya masih
menyesuaikan dengan kondisi yang memperhatikan fenomena alam
dihadapi (adaptive management)

Meraja Journal Vol 3, No. 1, Februari 5


2020
tersebut. Mereka menggunakan bintang Dengan sistem besiru petani bisa
atau binatang untuk melihat peluang menyelesaikan kegiatan usaha tani
keberhasilan usaha tani, termasuk secara cepat. Penentuan kelompok yang
waktu tanam (Wahida dan Dariah ditentukan dengan musyawarah terkait
2017). dengan kemampuan tenaga kerja yang
Keberhasilan masyarakat lokal diperlukan untuk mengatasi hari hujan
dalam mengelola lahan rawa, kemudian yang pendek. Terdapat pertanda alam,
diterapkan suku-suku pendatang disebut Nyale yang dipelajari kelompok
seperti Madura dan Jawa di beberapa besiru untuk menentukan jatuhnya
tempat, seperti Tamban di Kalimantan musim tanam.
Selatan, Sumatera Selatan, Samuda-
Sampit di Kalimantan Tengah (Collier
et al., 1979; 1982; Watson dan Willis, B. METODE PENELITIAN
1985). Kearifan lokal dalam beradaptasi
terhadap perubahan iklim umumnya Penelitian ini dilaksanakan dengan
masih diterapkan masyarakat melakukan studi kepustakaan, studi
pedalaman yang menerapkan sistem kepustakaan adalah kegiatan untuk
pertanian secara tradisional. menghimpun informasi yang relevan
dengan topik atau masalah yang menjadi
Misalnya, masyarakat di
obyek enelitian. informasi tersebut
pedalaman Pulau Buton menggunakan
dapat diperoleh dari buku-buku, karya
kecerdasan lokal dalam menentukan
ilmiah tesis, disertasi, ensiklopedia,
hari baik dimulainya bercocok tanam.
internet, dan sumber-sumber lain.
Kebiasaan itu dikenal dengan istilah
dengan melakukan studi kepustakaan,
Kutika (Burhan, 2011). Pada lahan
peneliti dapat memanfaatkan semua
kering iklim kering bentuk kearifan
informasi dan pemikiran-pemikiran
lokal untuk beradaptasi ditunjukkan
yang relevan dengan penelitian
juga masyarakat Batu Nampar,
yang membahas tentang “Dampak
Lombok. Hasil studi Sauri dan Puspadi
Iklim Ekstrem El Niñ o dan La Niñ a
terungkap bahwa kebiasaan gotong
terhadap Sosial Ekonomi dan Politik di
royong yang dalam istilah lokal
Indonesia“.
disebut besiru sebetulnya merupakan
upaya masyarakat mengantisipasi hari
hujan yang relatif pendek dengan
jumlah hujan yang relatif rendah.

6 Meraja Vol 3, No. 1, Februari


Herlina Amrianah

C. HASIL PENELITIAN
pangan secara politik dapat disimak
DAN PEMBAHASAN
dari terjadinya gejolak politik dan
pergantian pemerintahan pada tahun
Dampak Iklim Ekstrem El Niño dan 1966 dan 1998. Kejadian tersebut
La Niña terhadap Sosial Ekonomi memang tidak terlepas dari krisis
dan Politik di Indonesia pangan pada masa tersebut. Gejolak
Salah satu fokus pembangunan politik dan krisis pangan yang terjadi
pertanian selama ini adalah pada tahun 1965/1966 pada dasarnya
meningkatkan produksi pangan karena faktor iklim ekstrem El Niñ o.
terutama beras. Berbagai upaya Saat itu, El Niñ o terjadi selama 13 bulan
terus dilakukan pemerintah untuk berturut-turut mulai April 1995 hingga
meningkatkan produksi beras. Mei 1996.
Kebijakan tersebut dapat dipahami, Pada periode tersebut indeks SOI
karena beras merupakan bahan pangan bulanan yang merupakan salah satu
pokok bagi sebagian besar penduduk indikator terjadinya El Niñ o dan La
Indonesia dan penyediaan beras bagi Niñ a, bernilai negatif cukup rendah
sekitar 265 juta penduduk Indonesia yaitu sekitar -7, 1 hingga -22, 6 kecuali
bukanlah pekerjaan mudah. pada Mei dan Desember 1965. Pada
Kekurangan pangan dapat kondisi iklim tersebut curah hujan di
menimbulkan dampak luas secara Indonesia dapat turun relatif besar
ekonomi, sosial dan politik. Potensi mengingat nilai SOI berkorelasi kuat
dampak ketersediaan pangan secara dengan curah hujan di Indonesia.
ekonomi, misalnya tercerminkan dari Dampak lebih lanjut adalah
besarnya pengaruh perkembangan turunnya produksi padi, sehingga
harga pangan terhadap inflasi. kenaikan harga beras tidak bisa
Peranan komoditas pangan secara dihindari. Beras semakin sulit diperoleh
sosial ditunjukkan banyaknya jumlah di pasaran, sehingga jatah beras pegawai
penduduk yang bekerja pada sub negeri digantikan dengan bulgur
sektor tanaman pangan. Hasil Sensus atau beras jagung. Sementara impor
Pertanian 1993 menunjukkan, dari total beras untuk memenuhi kebutuhan
39, 4 juta rumah tangga tani, hampir masyarakat tidak memungkinkan,
seluruhnya mengusahakan tanaman karena terbatasnya cadangan devisa
pangan (Irawan dan Pranadji, 2002). negara. Data FAO menunjukkan, impor
Sedangkan dampak ketersediaan beras Indonesia turun dari sekitar 1 juta
ton per tahun selama 1961-1964
menjadi
Meraja Journal Vol 3, No. 1, Februari 7
2020
hanya sebesar 193 ribu ton dan 306 ribu beras karena meningkatnya harga
ton pada tahun 1965 dan 1966. sarana produksi yang dirangsang
Pada tahun 1997/1998 Indonesia krisis ekonomi. Akibatnya, biaya
kembali mengalami krisis politik produksi padi semakin mahal dan
yang berujung pada pergantian insentif ekonomi untuk memproduksi
pemerintahan dan berakhirnya masa padi semakin kecil.
Pemerintahan Orde Baru. Bersamaan Akibat krisis ekonomi harga
dengan itu terjadi krisis ekonomi dunia pestisida dan pupuk kimia yang
yang mulanya dipicu krisis moneter. banyak mengandung bahan komponen
Kondisi itu berdampak pada turunnya impor meningkat tajam sejalan dengan
nilai rupiah secara drastis dari sekitar jatuhnya nilai rupiah. Lonjakan
Rp 2.600/dollar AS pada Juli 1997 harga sarana produksi padi diawali
menjadi sekitar Rp 10.000/dollar AS dengan naiknya harga pestisida dan
dolar pada Desember 1997 atau turun pupuk urea pada Januari 1998. Pada
sekitar 4 kali lipat. Oktober 1998 kembali terjadi lonjakan
Pada saat yang bersamaan harga pupuk urea akibat dihapuskan
Indonesia juga mengalami krisis beras, subsidi harga gas alam sebagai bahan
sehingga impor beras meningkat tajam baku memproduksi urea. Untuk
dari sekitar 1-2 juta ton per tahun mengantisipasi kenaikan harga sarana
selama 1990-1996 menjadi 5, 8 juta produksi padi tersebut, pemerintah
ton pada tahun 1998 atau naik lebih lalu menaikkan harga dasar gabah
dari tiga kali lipat. Lonjakan impor sebanyak 4 kali, sehingga harga gabah
beras tersebut pada dasarnya juga meningkat tajam sejak Juli 1998.
disebabkan turunnya produksi beras Kedua, turunnya produksi beras.
di dalam negeri, sehingga peningkatan Iklim ekstrem El Niñ o menyebabkan
impor beras tidak bisa dihindari untuk kekeringan dan kekurangan air
memenuhi kebutuhan beras nasional. irigasi, sehingga berdampak terhadap
Pertanyaannyaadalahapapenyebab produksi makanan pokok bangsa
turunnya produksi beras tersebut? Indonesia tersebut. Peristiwa iklim
Apakah akibat El Niñ o 1997/1998 ekstrem tersebut menyebabkan
atau karena krisis ekonomi yang kemarau panjang yang berlangsung
terjadi pada saat yang hampir selama 14 bulan (Maret 1997 hingga
bersamaan? Dalam hal ini ada dua April 1998). Dampaknya banyak
pendapat yang berbeda. Pertama, daerah yang mengalami kekurangan
penurunan produksi pasokan air. Pada periode tersebut nilai

8 Meraja Vol 3, No. 1, Februari


Herlina Amrianah

SOI sangat rendah, berkisar antara -8, produksi padi di Indonesia kembali
5 hingga -28, 5. Akibat El Niñ o turun sebesar 1, 22 juta ton. Pada
tersebut curah hujan di Indonesia periode tersebut harga pupuk urea naik
turun sekitar 32, 0-41, 2% menurut sebesar 13, 3% akibat krisis ekonomi.
pulau. Penurunan curah hujan tersebut Harga padi juga naik dengan laju lebih
lebih tinggi saat musim kemarau tinggi (sebesar 20, 2%). Artinya insentif
daripada musim hujan (Irawan, 2002). ekonomi memproduksi padi tidak
Antara periode Mei-Agustus mengalami penurunan.
1996 dan periode Mei-Agustus 1997 Namun antara kedua periode
produksi padi di Indonesia mengalami tersebut terjadi perubahan kondisi iklim
penurunan sebesar 0, 51 juta ton dari kondisi iklim normal pada periode
(Gambar 8.). Akibat krisis ekonomi September-Desember 1996 menjadi El
yang diawali pada Juli 1997 harga Niñ o pada September-Desember 1997.
pupuk urea naik sebesar 12, 4%, Dengan demikian dapat disimpulkan,
sedangkan harga gabah turunnya produksi padi pada periode
hanya naik sebesar 11, 1%. Artinya September-Desember 1997 lebih
insentif ekonomi untuk memproduksi disebabkan terjadinya El Niñ o daripada
padi semakin rendah mengingat biaya krisis ekonomi. Begitu pula turunnya
pupuk urea merupakan komponen produksi padi yang sangat besar (4, 38
biaya tunai terbesar pada usaha tani juta ton) pada periode Januari-April
padi. 1998 pada dasarnya karena dampak El
Antara kedua periode tersebut Niñ o pada periode tersebut.
kondisi iklim juga mengalami
perubahan dari iklim normal pada
periode Mei-Agustus 1996 menjadi El D. KESIMPULAN
Niñ o pada periode Mei-Agustus 1997.
Beberapa provinsi dengan riwayat
Dengan demikian dapat dikatakan,
kekurangan air seperti Bali, Nusa
penurunan produksi padi pada
Tenggara Timur, Kalimantan Barat,
periode Mei-Agustus 1997 sebenarnya
Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan,
merupakan dampak bersama antara
dan Sulawesi Utara merupakan
terjadinya El Niñ o dan krisis ekonomi
darerah yang bisa lebih beradaptasi
yang menyebabkan turunnya insentif
terhadap perubahan iklim. Rakyatnya
ekonomi untuk memproduksi padi.
bisa memanfaatkan aspek positif
Pada periode September-Desember dari kejadian La Niñ a periode 1970-
1996 dan September-Desember 1997,

Meraja Journal Vol 3, No. 1, Februari 9


2020
2010, ditunjukkan oleh terjadinya Agus, F. 2004. Pengelolaan DTA danau
peningkatan produksi padi dan dan dampak hidrologisnya. Koran
palawija sekitar 1, 78-4, 29%. Tempo, 21 Februari 2004.
Sementara daerah yang faktor Agus, F. and M. van Noordwijk. 2007. CO2
ketersediaan airnya tidak menjadi emissions depend on two letters.
pembatas utama, misalnya untuk The Jakarta Post, 15 November
2007.
provinsi yang berada di daerah
beriklim basah atau telah dilengkapi Boken, V.K. 2005. Agricultural drought
dengan sistem irigasi, umumnya tidak and its monitoring and prediction:
some concepts. Pp 3-14. In V.K.
sensitif terhadap kejadian El Niñ o. Hal
Boken,
ini menunjukkan bahwa meski kearifan A.P. Cracknell, R.L. Heatcote (Eds.).
lokal tidak bisa lagi sepenuhnya Monitoring and Predicting Drought
untuk mengatasi berbagai fenomena in Agriculture: Global Study. Oxford
iklim, tapi berbagai pengalaman dan University Press. New York. 580p
pembelajaran yang selama ini dialami Contrasting subtropical PV intrusion
petani bisa menjadi modal dalam frequency and their impact on
beradaptasi. tropospheric Ozone distribution
Petani harus selalu over Pacific Ocean in El-Niñ o and La-
Niñ a conditions
mempertanyakan, merefleksikan dan
mengevaluasi berbagai fenomena Scientific Reports (Nature Publisher
iklim yang tidak selalu dapat difahami, Group); London Vol. 7, (Sep 2017):
1-13. DOI:10.1038/s41598-017-12278-
bahkan dijelaskan dengan skema
7, https://search.proquest.com/
pengetahuan yang telah terbentuk docview/1954981190/BD4C43E8037
selama hidupnya. C47CCPQ/1?accountid=62694
Dupe, Zadrach I. 2002. El-Nino, kkeringan
dan Ketahanan Pangan.Kompas,
DAFTAR PUSTAKA edisi 22 September 2002.

Agus, F. 2013. Konservasi tanah dan Estiningtyas W, I. Las dan H. Syahbuddin.


karbon untuk mitigasi perubahan 2013. Pengembangan Asuransi Indeks
iklim mendukung keberlanjutan Iklim Pada Usahatani Padi Untuk
pembangunan pertanian. Menghadapi Perubahan Iklim. Dalam
Pengembangan Inovasi Pertanian. 6 : Politik Pembangunan Pertanian
(1): 23-33. Menghadapi Perubahan Iklim pp :
310-328. IAARD Press. Badan Litbang
Pertanian. Kementerian Pertanian.

1 Meraja Vol 3, No. 1, Februari


Herlina Amrianah

Falcon W.P., Naylor R.L., Smith W.L., Taotao.Scientific Reports (Nature


Burke Publisher Group); London Vol. 9,
M.B. dan McCullough E.B. (2004): (Nov 2019): 1-7. DOI:10.1038/s41598-
Using Climate Models to Improve 019-54090-5, https://search.proquest.
Indonesian Food Security, Bulletin of com/docview/2318708852/BD4C43
Indonesian Economic Studies, 40(3), E8037C47CCPQ/5?accountid=62694
355-377.
Gutierrez, Luciano.PLoS One, Impacts of
Heston, Y.P.dan D. Febrianty. 2012. El Niñ o-Southern Oscillation on the
Adaptasi masyarakat menghadapi wheat market: A global dynamic
perubahan iklim dalam ketersediaan analysis, ; San Francisco Vol. 12, Iss. 6,
air minum. Wold Bank org. (Jun 2017): e0179086. DOI:10.1371/
Hillel, D. 2004. Introduction to journal.pone.0179086, https://
Environmental Soil search.proquest.com/
Physics.Academic Press, San Diego, docview/1907554047/BD4C43E8037
the USA. C47CCPQ/3?accountid=62694
Idak, H. 1982. Perkembangan dan Sejarah
Persawahan di Kalimantan Selatan.
Pemda Tingkat I Kalimantan Selatan.
Banjarmasin
Irawan B dan E. Ariningsih. 2015. Dinamika
Kebijakan dan Ketersediaan Lahan
Pertanian. Dalam : Panel Petani
Nasional, Mobilisasi Sumberdaya
dan Penguatan Kelembagaan
Pertanian pp : 9-25. IAARD Press.
Badan Litbang Pertanian.
Kementerian Pertanian.
Irawan B dan T. Pranadji. 2002.
Pemberdayaan Lahan Kering
Untuk Pengembangan Agribisnis
Berkelanjutan. Forum Penelitian
Agro Ekonomi Vol. 20, No.2,
Desember 2002. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian.
Lin, Jialin; Qian, Taotao, A New Picture
of the Global Impacts of El Nino-
Southern Oscillation, Lin, Jialin; Qian,

Meraja Journal Vol 3, No. 1, Februari 11


2020

You might also like