Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Volume 5, No 2, Agustus 2022 (105-115)

e-ISSN 2745-3766 https://e-journal.stteriksontritt.ac.id/index.php/logon

Sumbangan Martin Luther Terhadap Pendidikan Agama Kristen.

Adolf Edwin Ratag


Sekolah Tinggi Teologi Erikson-Tritt Manokwari
ratagdolfie12@gmail.com

Abstract: This article discusses the importance of a person in church history. Specifically, the figure
appointed was Martin Luther, the Reformer. Not only his actions but also his thoughts have a very
significant influence on the development of the world of Christian Religious Education, on world
civilization, intellectual efforts, and especially on respect and fear of God, the source of all wisdom.
His spiritual journey which is so long and dynamic, to find and experience God's grace is a journey
full of meaning; not only shapes his personality and spirituality but is also contained his works. His
actions and especially his works that were produced due to the historical struggles of his time have
really contributed in no small part to the development of Christian Religious Education. The method
used in this research is a literature study. The results of the research found that Luther's contribution
to Christian Religious Education included: First, elevating the authority of the Bible to the foremost
position and underlies all forms of teaching. Second, efforts to approach the government to get
involved in the world of education. Third, pay attention to the development of formal curriculum
according to age level. Fourth, encourage parents to develop a home or family-based Christian
Religious Education.
Keywords: education, home, teaching, The Word of God

Abstrak: Artikel ini membahas pentingnya seorang tokoh dalam sejarah gereja. Secara spesifik
tokoh yang diangkat ialah Martin Luther, sang Reformator. Bukan hanya sepak terjangnya, tetapi
juga pemikirannya benar-benar memberi pengaruh yang sangat signifikan pada perkembangan
dunia Pendidikan Agama Kristen, pada peradaban dunia, upaya-upaya pencerdasan dan
utamanya pada sikap hormat dan takut pada Tuhan, sang sumber segala hikmat. Perjalanan
spiritualnya yang begitu panjang dan dinamis, sampai menemukan dan mengalami anugerah
Allah adalah sebuah perjalanan yang sarat dengan makna; bukan hanya membentuk kepribadian
dan spiritualitasnya, tetapi juga tertuang dalam karya-karyanya. Sepak terjang dan terlebih
karya-karyanya yang dihasilkan oleh karena pergumulan sejarah zamannya benar-benar telah
memberikan sumbangan yang tidak sedikit berhubungan dengan perkembangan Pendidikan
Agama Kristen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Adapun
hasil penelitian ditemukan sumbangan Luther terhadap Pendidikan Agama Kristen meliputi:
Pertama, mengangkat otoritas Alkitab pada posisi yang terutama dan melandasi segala bentuk
pengajaran. Kedua, upaya pendekatan pada pemerintah untuk terlibat dunia Pendidikan. Ketiga,
memberi perhatian pada pengembangan kurikulum formal sesuai dengan tingkat umur.
Keempat, mendorong orang tua untuk mengembangkan Pendidikan Agama Kristen yang berbasis
rumah atau keluarga.
Kata kunci: firman, mengajar, pendidikan, rumah

PENDAHULUAN
Banyak hal yang dapat dipelajari dari masa lalu. Kadang orang masa kini lupa bahwa
kemajuan sekarang adalah andil orang masa lalu juga. Segelap apapun masa lalu, ada saja
orang-orang tertentu yang dipilih Allah untuk menjadi garam di tengah-tengah tawarnya
iman; untuk menjadi terang di tengah-tengah kegelapan pekatnya kompromi terhadap

Copyright© 2022; Logon Zoes, e-ISSN 2745-3766 | 105


LOGON ZOES: Jurnal Teologi, Sosial, dan Budaya, Vol 5, No 2 (Agustus 2022)

dosa; dan menjadi bintang-bintang yang bercahaya dengan kelap-kelipnya menghiasi


gelap dan rusaknya peradaban di suatu waktu. Buah-buah pemikiran, inovasi-inovasi
atau karya-karya pribadi-pribadi tertentu di masa lalu sangat bermanfaat pada masa
setelah mereka sampai pada masa kini.
Belajar dan mempelajari sejarah sangat mengasyikkan dan dapat membuat
seseorang menjadi lebih bijak. Melaluinya dapat dipelajari dampak dari buah-buah
pemikiran, karya-karya spektakuler, atau perjuangan-perjuangan tertentu. Dengan
mengetahui sejarah, seseorang akan mengetahui pentingnya untuk berkarya di masa kini
sebagai goresan sejarah yang tertoreh dalam kurun waktu tertentu, yang nantinya juga
akan dipelajari orang-orang di masa yang akan datang. Sejarah pendidikan, khususnya
sejarah Pendidikan Agama Kristen juga patut dipelajari, karena dari dalamnya yaitu dari
kepribadian tokoh-tokoh tertentu menghadapi pergulatan sejarah yang pada gilirannya
menelorkan buah-buah pemikiran atau gagasan, orang-orang masa kini dapat melihat
pengaruhnya secara menyeluruh terhadap peradaban dunia, terhadap upaya-upaya
pencerdasan, terlebih pula terhadap sikap hormat dan takut akan Tuhan, sumber segala
hikmat
Martin Luther, sang Reformator, adalah seorang yang telah menoreh sejarah
dengan tinta emas yang penuh pengabdian dan pengorbanan. Ia bukan hanya berjuang
dalam kancah pergumulan-pergumulan teologis tetapi juga pedagogis. Artikel ini secara
khusus memaparkan sumbangsih Martin Luther terhadap Pendidikan Agama Kristen.
Tentunya untuk membahas hal ini harus berdasarkan pada pemaparan secara ringkas
sejarah pergumulan dan perjuangan Martin Luther dan juga pada pemahaman tentang
“apa yang dimaksud dengan Pendidikan Agama Kristen?” Ada banyak pandangan
mengenai hal ini dan pandangan-pandangan tersebut dapat saja memperpendek atau
bisa pula memperpanjang daftar sumbangannya terhadap Pendidikan Agama Kristen.
Karena itu, artikel ini hanya akan dikedepankan beberapa definisi dari sekian banyak
definisi Pendidikan Agama Kristen. Artikel ini diarahkan pada definisi-definisi yang akan
diangkat dalam pembahasan. Hal ini dilakukan bukan hanya untuk mencerminkan
pemahaman teologi dari penulis, tetapi juga untuk membatasi meluasnya penafsiran
berkenaan dengan judul artikel.

METODE
Oleh karena berkaitan erat dengan sejarah, maka untuk membahas hal yang berkaitan
dengan sumbangan Martin Luther terhadap Pendidikan Agama Kristen, maka metode
yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan atau studi literatur.1 Memang
dalam penelitian apapun, “Menelusuri literatur yang ada serta menelaahnya secara tekun
merupakan kerja kepustakaan.”2 Dalam penelitian ini, literatur sejarah sebagai acuan
informasi dan telaah menjadi sumber primer, sedangkan literatur lainnya menjadi
sumber sekunder untuk mendukung analisis yang bertitik tolak pada pertanyaan “apa
sumbangan Martin Luther terhadap Pendidikan Agama Kristen?

1 Sonny Eli Zaluchu, “Metode Penelitian di dalam Manuskrip Jurnal Ilmiah Keagamaan,” Jurnal
Teologi Berita Hidup 3, no. 2 (2021): 249-266.
2 Moh. Nazir, Metode Penelitian, cetakan ketiga (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 111.

Copyright© 2022; Logon Zoes, e-ISSN 2745-3766 | 106


Adolf Edwin Ratag: Sumbangan Martin Luther Terhadap Pendidikan Agama Kristen

Prosedur penelitian untuk mempelajari pertanyaan ini ialah dengan mencari


informasi sebanyak-banyaknya tentang hidup dan perjuangan Martin Luther, juga
konteks pergumulan zaman itu dari literatur sejarah3 dan kesejarahan4. Setelah
informasi sejarah dan kesejarahan diperoleh, hal berikutnya adalah membuat kajian hal-
hal apa dalam sejarah yang merupakan sumbangsih Luther terhadap Pendidikan Agama
Kristen dan perkembangannya. Untuk ini diperlukan literatur sekunder yang
mendukung baik secara teologis maupun pedagogis.

PEMBAHASAN
Sosok Martin Luther hampir tidak bisa dipisahkan dengan Pendidikan Agama Kristen. Ia
dikenal bukan saja sebagai seorang reformator, tetapi juga sebagai seorang pendidik.
Perjuangan reformasi yang digerakannya tidak lepas karena pengetahuannya akan
Firman Allah (Alkitab). Demikian juga dengan sumbangsihnya pada dunia pendidikan,
khususnya Pendidikan Agama Kristen (PAK) tidak lepas dari pergumulan dalam
memperjuangkan reformasi dalam Gereja. Oleh karena itu, dirasa pincang apabila artikel
ini langsung membahas sumbangannya pada Pendidikan Agama Kristen tanpa terlebih
dahulu melihat perjalan hidupnya, khususnya perjuangan reformasi gereja dan proses
pembelajaran yang dijalaninya
Martin Luther (Sejarah Ringkas)5
Dibaptis dengan nama Martinus. Ia lahir pada tanggal 10 Nopember 1483 dekat kota
Eisleben sebagai putra sulung dari Hans Luther dan Margaretha. Usia 7 tahun ia sudah
mulai sekolah di kota Mansfield, kemudian selanjutnya di kota Magdeberg. Di kota ini
bakat musik Martin Luther mulai nampak, saat ia dan teman-temannya menyanyi di
lorong-lorong kota untuk mengumpulkan uang bagi keperluan belanjanya.
Tahun 1950 ia masuk sekolah tinggi di Erfurt mendalami ilmu filsafat. Tahun 1905
adalah tahun yang sangat penting dalam hidupnya. Tahun itu ia meraih gelar Magister
Artes dari Universitas Erfurt tersebut. Karena kelulusannya ini, ia diberi hak untuk
menuntut ilmu hukum. Tahun itu pula, tepatnya tanggal 2 Juni, ketika ia hampir-hampir
disambar kilat, dalam ketakutan ia berseru: Santa Anna yang baik , tolonglah aku! Aku
mau menjadi rahib!” Sekalipun dalam pergumulan yang berat, karena ayahnya
menginginkan dia untuk belajar ilmu hukum, sementara dengan terburu-buru ia telah
berjanji kepada Santa Anna, janjinya kepada Santa Anna dengan terpaksa ia tepati dan
menerima amarah dari sang ayah. Ia masuk biara Ordo Eremit Augustin, biara yang
sangat keras dengan aturannya.
Dalam biara tersebut ia diarahkan untuk mempelajari ilmu teologi. Tahun 1507
Luther ditahbiskan menjadi imam. Tahun 1508 ia diberi kesempatan melanjutkan kuliah
di Universitas Wittenberg sambil mengajar di Universitas tersebut. Tahun 1509 kembali
ke Erfurt untuk mengajar dogmatik. Tahun 1510 ia dikirim ke Roma sebagai utusan ordo
Agustinian. Bagi Luther inilah kesempatan bagi dia untuk menemukan jawaban dari

3 KBBI mendefinisikan sejarah sebagai pengetahuan atau uraian tentang peristiwa atau
kejadian yang benar-benar terjadi dalam masa lampau.
4 KBBI mendefinisikan kesejarahan sebagai hal atau yang berhubungan dengan sejarah.
5 Dikutip dari Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama

Kriste: dari Palto sampai lg. Loyola, cetakan ke-6 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), 307-21’ dan H.
Berkhof dan I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, cetakan ke-18 (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2001), 118-
34).

Copyright© 2022; Logon Zoes, e-ISSN 2745-3766 | 107


LOGON ZOES: Jurnal Teologi, Sosial, dan Budaya, Vol 5, No 2 (Agustus 2022)

kegelisahan jiwanya berkenaan dengan pertanyaan “bagaimana seseorang mengetahui


apakah ia sudah diselamatkan atau tidak?” Pergumulannya mengenai hal itu sudah cukup
lama, padahal ia telah menjalani cara hidup yang menekankan kedisiplinan batiniah,
tetapi jiwanya tidak nyaman. Roma pusat Gereja mungkin jawabannya.
Sesungguhnya Luther tidak menemukan apa yang dia cari di Roma. Batiniahnya
terus berkecamuk dengan segala bentuk seremonial yang ia jalani, khususnya saat
merangkak naik dengan lutut sambil mengucapkan Doa Bapa Kami di “tangga Pilatus”
dan mendoakan kakeknya agar terlepas dari siksaan di dunia seberang. Semakin parah
lagi dengan adanya praktek jual-beli Surat Penghapusan Siksa di Purgatorium; apalagi
jika dipertimbangkannya dengan cara “mengalami anugerah Allah.”
Setelah kembali ke Wittenberg, ia lebih mendisiplinkan tubuhnya untuk
mendapatkan pengalaman mistis, tetapi sia-sia dan ia frustasi. Sejak tahun 1511 Luther
menetap di Wittenberg. Tahun 1512 ia dipromosikan sebagai doktor di bidang studi
Kitab Suci, kemudian diangkat menjadi guru besar untuk memberi pelajaran ilmu-tafsir
di Universitas Wittenberg. Sampai tahun 1518 ia begitu serius dengan mempelajari dan
mengajar beberapa bagian dari Alkitab, yaitu Mazmur, Surat Roma, Surat Galatia, dan
Surat Ibrani. Oleh anugerah Tuhan ia diperhadapkan dengan Roma 1:17 yang dibacanya
secara berulang-ulang dan memahami “kebenaran” yang sesungguhnya.
Setelah pengalaman rohani dalam anugerah Allah itu ia terus menyampaikan hal itu
kepada mereka yang mau mendengar. Semangat Luther untuk menyampaikan
“penemuan” kebenaran itu semakin membara ketika mendengar semboyan yang dipakai
Teztel, salah seorang penjual indulgensi (Surat Penghapus Siksa), yaitu “Kalau uang
berdenting di dalam peti, melompatlah jiwa itu ke dalam sorga.” Malah Teztel berjanji
memperpendek waktu di purgatorium bagi yang mati, malahan dia mengatakan bahwa
dengan membeli suratnya, para pembeli tak kunjung berhenti di purgatorium. Mereka
akan langsung ke sorga.
Oleh karena itu pada tanggal 31 Oktober 1517 Martin Luther memakukan 95 dalil
pada pintu masuk di depan gereja di kota Wittenberg. Pada pokoknya 95 dalil itu
menyerukan kepada Paus untuk menghapuskan praktek jual-beli indulgensi. Mengutip
buku The Rise of Modern Europe – The Protestant Reformation 1517-1559 karya Lewis W.
Spitz, Aritonang menuliskan: “Ketika Luther menempelkan 95 dalilnya itu dan mengajak
orang (mahasiswa dan para dosen) untuk mendiskusikan atau memperdebatkannya,
pada mulanya tidak banyak orang tertarik, dan diskusi tentang itu terbatas di lingkungan
universitas. Barulah setelah salinannya dikirim pada pejabat-pejabat gereja dan negara,
timbul kehebohan, terlebih setelah dicetak dan disebarluaskan kepada masyarakat sejak
awan 1518, dan setelah Luther dihadapkan ke depan sidang gereja untuk
mempertanggungjawabkan isinya.”6
Pada awalnya Luther tidak bermaksud untuk memisahkan diri dari kekuasaan
Paus, sampai persengketaannya dengan Paus Leo X. Pada tahun 1520 keluarlah bulla
(surat resmi) dari Paus yang sudah lama ditunggu-tunggu. Jikalau Luther tak mau
menarik kembali ajarannya yang sesat itu, ia akan dijatuhi hukuman Gereja. Luther
membalas bulla itu dengan suatu karangan yang berkepala: “Melawan bulla yang

6 Jan Sihar Aritonang, Garis Besar Sejarah Reformasi (Jakarta: Jurnal Info Media, 2007), 19.

Copyright© 2022; Logon Zoes, e-ISSN 2745-3766 | 108


Adolf Edwin Ratag: Sumbangan Martin Luther Terhadap Pendidikan Agama Kristen

terkutuk dari si Anti-Krist.” Lalu bulla itu dibakarnya di muka pintu gerbang kota
Wittenberg di hadapan para gurubesar dan mahasiswa. Kemudian keluarlah bulla kutuk
Paus. Sejak itu Luther dan pengikutnya terpisah dari kekuasaan paus, oleh karena itu
dengan giat ia menulis karya-karya dogmatik, yang oleh beberapa teolog dikatakan
“karya yang ditulis terburu-buru” karena desakan situasi kondisi dan keperluan
mendesak “kelompok baru.”
Dari pemaparan kutipan-kutipan sejarah singkat ini, terlihat bahwa
memperjuangkan pendidikan itu tidak luput dari dan atau melewati berbagai proses.
Pada awalnya seperti tidak ada pengaruh apa-apa, tetapi ketika terus diperjuangkan,
termasuk memperjuangkan dalam suatu sidang, maka itu tidak akan sia-sia. Pada
awalnya mendapat pertentangan yang hebat dan sepertinya berjuang dalam kesendirian.
Namun demikian, kegigihan dan kesetiaan dengan pertolongan dan ijin Tuhan hasilnya
tidak sia-sia atau hampa. Seperti firman Tuhan dalam 1 Korintus 15:58b, “. . . Sebab kamu
tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.”
Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan Agama Kristen (PAK) berbeda dengan Pendidikan Kristen. Kendati keduanya
sangat terkait, tetapi Pendidikan Agama Kristen (PAK) lebih merujuk kepada substansial
dari konten atau materi dan upaya-upaya merealisasikannya dalam kegiatan belajar dan
pembelajaran. Sedangkan Pendidikan Kristen bermakna lebih mengarah pada identitas
dan upaya-upaya penyelenggaraan pendidikan.
Perkembangan Pendidikan Agama Kristen baik pada penyelenggaraannya dan
terlebih mula pengajarannya memiliki keterkaitan erat dengan pergumulan sejarah pada
zamannya dan intervensi Allah dalam membangkitkan orang-orang pilihan-Nya untuk
berjuang, berkarya dan memberikan inspirasi. Kita juga belajar bahwa sejarah
menunjukan bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah sebuah proses kontinuitas dan
perubahan, suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Semuanya berpusat pada Allah
dan sempurna di dalam-Nya, karena semua adalah kepunyaan-Nya.7 Allah berbicara
kepada mereka yang mau mendengarkan Dia, dan oleh karena itu, Alkitab semestinya
menjadi sumber satu-satunya sejarah, dan dalam rangka menyusun dan
menyelenggarakan kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Dengan demikian,
“pengabaian terhadap keutamaan Alkitab dalam sejarah Pendidikan Agama Kristen,
merupakan keprihatian pada sebuah pendidikan yang berpusatkan Allah.8 Memang tidak
dapat disangkal bahwa pengabaian terhadap terhadap Alkitab, bahkan lebih dari itu
penyangkalan terhadap berita Alkitab, telah mewarnai perkembangan Pendidikan
Kristen kontemporer.9
Banyak pendapat mengenai definisi Pendidikan Agama Kristen. Kemungkinan
besar, penyebab terdapat banyak pendapat mengenai definisi Pendidikan Agama Kristen
adalah berkaitan dengan pergumulan historis dan teologis dari mereka yang
mengemukakan definisi dimaksud. Hal yang paling menyolok antara lain ialah karena
perbedaan pandangan soal otoritas Alkitab. Namun demikian, dalam artikel ini tidak

7 C.B. Eavy, History of Christian Education (Chicago: Moody Press, 1971), 3.


8 Ibid, 3.
9 Hal ini dapat dibaca antara lain dalam Lawrence O. Richards, Mengajarkan Alkitab secara

Kreatif., pen. Adina Chapman dan Pauline Tiendas (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1994), 40-53.

Copyright© 2022; Logon Zoes, e-ISSN 2745-3766 | 109


LOGON ZOES: Jurnal Teologi, Sosial, dan Budaya, Vol 5, No 2 (Agustus 2022)

akan membahas akan hal itu. Artikel ini lebih cenderung mengangkat definisi PAK
ditinjau dari sisi penekanan pada isi atau materi.
Iris V. Cully menekankan bahwa isi dari Pendidikan Agama Kristen ialah mengenal
Allah melalui kegiatan-Nya, karya penyelamatan-Nya dan pekerjaan Roh Kudus.10
Pendapat Cully ini telah mencerminkan isi Alkitab yang komprehensif. Lain halnya
dengan Werner C. Graendorf. Ia memang tidak mengabaikan hal itu, tetapi ia
menekankan peran Alkitab sebagai dasar dengan Kristus sebagai pusat berita, dan kuasa
dari Allah Roh Kudus dalam proses belajar-mengajar. Tujuannya ialah membimbing
pribadi-pribadi untuk bertumbuh ke arah pengenalan dan pengalaman pada tujuan dan
rencana Allah melalui Kristus dalam semua aspek kehidupan, dan untuk
memperlengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif dengan fokus menyeluruh pada
teladan dan perintah Kristus Sang Guru Agung untuk menjadikan para murid dewasa.11
Dengan demikian Graendorf menekankan isi Pendidikan Agama Kristen itu berdasarkan
Alkitab secara menyeluruh dengan berpusatkan Kristus (Christocentris) dan dalam
proses pembelajarannya mengandalkan Roh Kudus, Sang Pemberi kuasa (bnd. Kis. 1:8).
Menurut Homrighausen Pendidikan Agama Kristen adalah “salah satu dari tugas-
tugas gereja,” yang tidak terlepas dari tugas-tugas gereja lainnya. Pendidikan Agama
Kristen itu tidak lain adalah suatu “pemberian” dan “amanat” Tuhan sendiri kepada
jemaat-Nya (Ef. 4:11) untuk mengajar dan mendidik orang dalam agama Kristen. Karena
Pendidikan Agama Kristen adalah tugas gereja yang sah, maka harus dilaksanakan oleh
seluruh anggota jemaat. Sedangkan berkenaan dengan hakekatnya, Pendidikan Agama
Kristen memiliki dua aliran pemikiran, yaitu aliran yang satu mengutamakan aspek
pengajaran, dan aliran lainnya menitikberatkan pada aspek pengalaman keagamaan. Arti
Pendidikan Agama Kristen yang sebenarnya, menurut Homrighausen adalah suatu
kegiatan mengajar, yaitu suatu usaha yang ditujukan kepada pribadi tiap-tiap pelajar
kendati pelaksanaannya diberikan serempak pada banyak orang; para pengajar
melakukan tugasnya ini dengan tujuan supaya Tuhan dapat memakainya untuk
menanam dan memelihara bibit iman di dalam segala anak didiknya, sehingga iman itu
akan bertumbuh dan berbuah dalam hidup anak-anak. Namun demikian jangkauan
pendidikan itu kepada segala pelajar, tua dan muda, memasuki persekutuan yang hidup
dengan Tuhan sendiri, dan oleh serta dalam Dia mereka terhisab pula pada persekutuan
jemaat-Nya yang mengakui dan mempermuliakan nama Tuhan di segala waktu dan
tempat.12 Bagi Homrighausen isi itu sangat penting, tetapi proses dan keterlibatan semua
umat juga tidak kalah pentingnya. Kalau menyimak pendapatnya ini, Homrighausen juga
menekankan kepada pentingnya pemuridan (discipleship).
Seruan atau semboyan Martin Luther yang sangat terkenal, yaitu sola fide, sola
gratia dan sola scriptura. Hanya oleh iman, hanya oleh anugerah dan hanya oleh Alkitab
(firman Allah) sangat mendominasi pemikirannya yang kena-mengena dengan
Pendidikan Agama Kristen. Seruan ini tidak muncul begitu saja dari perenungan teologis.

10 Iris V. Cully, 49-65


11 Werner C. Graendorf, “The Challenge of Biblical Christian Education” dalam Introduction to
Biblical Christian Education, ed., Werner C. Graendorf (Chicago: Moody Press, 1981), 16.
12 E.G. Homrighausen dan I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, cetakan ke-16 (Jakarta: PT.

BPK Gunung Mulia, 2001), 19-26.

Copyright© 2022; Logon Zoes, e-ISSN 2745-3766 | 110


Adolf Edwin Ratag: Sumbangan Martin Luther Terhadap Pendidikan Agama Kristen

Seruan yang merupakan keyakinan iman Luther ini muncul dari pergumulan iman yang
memunculkan reformasi dalam gereja zamannya. Th. Van Den End melukiskan itu dalam
rangkaian kata demikian: “Di tengah pergumulannya, Luther telah bertemu dengan Allah.
Tetapi Allah yang ditemukan dalam Alkitab itu lain sifatnya daripada Allah yang telah
dikenalnya dalam ajaran Gereja.”13 Dan memang itulah yang dilihat oleh Aritonang:
“Penyebab mendasar dari timbulnya reformasi adalah perbedaan antara ajaran atau
teologi dan praktik gereja (GKR atau Gereja Katolik Roma) dengan ajaran Alkitab.14
Luther telah menghayati hubungan antara Allah dan manusia dengan cara yang baru.
Penghayatan inilah yang menjadi titik tolak maupun pusat bagi gerakan Reformasi. Hal
ini juga sangat mempengaruhi pemahamannya tentang substansi dari Pendidikan Agama
Kristen itu sendiri.
Bagi Martin Luther, ada empat dasar teologi yang menjadi landasannya bagi teori
dan praktik Pendidikan Agama Kristen. Pertama, keadaan berdosa dari setiap warga.
Kedua, berkaitan dengan pembenaran oleh iman. Ketiga, berhubungan dengan
keimamatan semua orang percaya, bukan hanya orang-orang tertentu, seperti pendeta
atau guru-guru agama misalnya. Keempat, Alkitab atau firman Allah.15 Dari rangkuman
dan perjalanan perjuangan reformasi Luther ini bisa kita lihat sekaligus bahwa yang
menjadi sasaran utama reformasi atau pembaruan yang dicanangkan Luther adalah
pembaruan ajaran16 dimana pembaruan ajaran ini juga menjadi titik pijak dari
Pendidikan Agama Kristen.
Para ahli merumuskan tujuan Pendidikan Agama Kristen dari tulisan-tulisan Luther
sebagai pendidikan dengan melibatkan semua warga jemaat dalam rangka belajar
teratur dan tertib agar semakin sadar akan dosa mereka serta bergembira dalam firman
Yesus Kristus yang memerdekakan mereka disamping memperlengkapi mereka dengan
sumber iman, khususnya pengalaman berdoa, Firman tertulis (Alkitab) dan rupa-rupa
kebudayaan sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk masyarakat dan
negara serta mengambil bagian secara bertanggung jawab dalam persekutuan Kristen.17
Karya-karya Luther juga terkenal dengan tiga semboyan, yaitu sola fide, sola gratia, sola
scriptura atau hanya oleh iman, hanya oleh anugerah, hanya oleh Alkitab.
Sumbangan Martin Luther Pada Pendidikan Agama Kristen
Dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan, memperlengkapi diri adalah hal yang
sangat penting bagi seorang guru. Ia harus memiliki kemampuan profesional karena guru
merupakan pekerjaan profesional. Kemampuan profesional yang dimaksud antara lain
penguasaan bidang studi, prinsip-prinsip pendidikan dan keguruan, dan juga psikologi.
Perlengkapan lain, yaitu sesuatu yang sangat penting, yang sudah sepatutnya dimiliki
oleh seorang guru adalah kewibawaan rohani.18 Sejalan dengan itu, John Milton Gregory
menuliskan “mengajar tanpa memiliki pengetahuan apa-apa itu tidak mungkin, sehingga
hal ini tidak memerlukan pembuktian lebih jauh. Bagaimana sesuatu yang berisi dapat

13 Van Den End, 161.


14 Aritonang, 19.
15 Boehlke, 321.
16 Aritonang, 25.
17 Disarikan oleh Paulus L. Kristianto dalam diktat kuliah “Sejarah Pendidikan Agama Kristen”

dari Boehlke, 320-42.


18 Adolf Edwin Ratag, Profil Guru Gembala (Yogyakarta: Penerbit Theresia, 2012), 113.

Copyright© 2022; Logon Zoes, e-ISSN 2745-3766 | 111


LOGON ZOES: Jurnal Teologi, Sosial, dan Budaya, Vol 5, No 2 (Agustus 2022)

berasal dari sesuatu yang kosong? Atau bagaimana kegelapan dapat menghasilkan
terang?”19
Luther memiliki semua itu. Pengalaman pendidikannya menunjukan bahwa ia
adalah seorang yang telah banyak makan asam garam dalam dunia pendidikan, baik
sebagai pelajar maupun sebagai pengajar. Sejak usia 7 tahun ia sudah mulai sekolah;
sampai 29 tahun ia duduk dibangku pendidikan. Usia 25 tahun ia sudah menjadi seorang
pengajar di sekolah tinggi. Demikian pula dengan adanya banyak pergumulan sejarah di
masanya, Luther telah menulis karya-karya yang luar biasa. Terlebih pasca pemisahan
dengan kekuasaan Paus menjadikannya sebagai seorang pemikir Pendidikan Agama
Kristen. Ia harus menulis banyak karya tentang kebenaran yang ia temukan. Ia juga harus
memikirkan rencana pengajaran untuk banyak tema dan juga metode yang tepat sesuai
konteks waktu itu.
Atas dasar pemahaman mengenai arti dan tujuan Pendidikan Agama Kristen yang
telah dibahas sebelumnya, maka sumbangan Luther yang terutama pada Pendidikan
Agama Kristen ialah upayanya untuk mengangkat posisi firman tertulis itu (Alkitab) pada
tempat yang semestinya, yaitu sebagai landasan dari setiap pengajaran Kristen. Dari
upayanya ini ia lebih dapat merumuskan pengajaran-pengajaran yang alkitabiah,
khususnya berkenaan dengan anugerah keselamatan oleh iman kepada Yesus Kristus.
Sumbangan lainnya yang secara otomatis telah memobilisasi warga jemaat yang
adalah warga masyarakat juga, melalui karya-karyanya Luther telah mendorong mereka
untuk menikmati pengalaman hidup dalam firman yang penuh kegembiraan, bukan
hanya berhubungan dengan pengalaman rohani, tetapi juga dalam pengalaman praktis
dalam hidup keseharian. Di dalamnya ia menguraikan pandangannya yang baru. Pada
tahun 1520 Luther menerbitkan tiga tulisan yang di dalamnya ia menguraikan
pandangannya yang baru. Yang paling terkenal ialah “Kebebasan Seorang Kristen”20 yang
merupakan buku etika protestan yang pertama. Buku “Kebebasan Seorang Kristen” ini
merupakan buku etika yang menguraikan hal-hal yang berhubungan dengan
perbuatan.21 Melalui ketiga bukunya Luther menegaskan bahwa “setiap orang Kristen
adalah seorang imam dan ikut bertanggung-jawab dalam Gereja . . . Berkhotbah atau
bercocok tanam sama tingkatnya, sebab sama-sama melayani Allah.”22 Benar saja, fakta
sejarah, di era Luther, negara Jerman memiliki kemajuan yang luar biasa. Protestant
ethics telah membakar semangat mereka untuk berkarya.
Sumbangan Luther pada Pandidikan Agama Kristen juga berkaitan dengan
pandangannya mengenai “rohaniawan” dan “awam.” Menurut Luther, semua orang
Kristen tanpa kecuali benar-benar dan sungguh-sungguh termasuk golongan
rohaniawan dan tidak ada perbedaan di antara mereka, kecuali pekerjaan yang berlainan,
tetapi tidak ada perbedaan dalam kedudukan. Kedudukan itu bersifat rohani, semua
imam, uskup dan paus. Perkecualian, para “rohaniwan” mempunyai tugas menerangkan
Firman Allah dan melayangkan sakramen-sakramen.23 Bagi Luther, tukang sepatu,

19 John Milton Gregory, Tujuh Hukum Mengajar (Malang: Penerbit Gandum Mas, Cetakan
ketiga, 2003), 21.
20 Th. Van Den End, 169.
21 Aritonang, 23.
22 Th. Van Den End, 170.
23 Ibid, 176.

Copyright© 2022; Logon Zoes, e-ISSN 2745-3766 | 112


Adolf Edwin Ratag: Sumbangan Martin Luther Terhadap Pendidikan Agama Kristen

pandai besi, petani, masing-masing mempunyai kesibukan tangan dan pekerjaannya.


Dalam pada itu, mereka semuanya dapat dipilih pula untuk bertindak sebagai imam dan
uskup.24 Tentunya pandangan ini sejalan dengan banyak bagian Firman Allah secara
khusus dalam 1 Petrus 2:9 “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani,
bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan
perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari
kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.” Hal ini mempertegas tanggung jawab untuk
memberitakan injil, seperti apa yang disampaikan Rasul Paulus kepada Timotius: “Apa
yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada
orang-orang yang dapat dipercaya, yang juga cakap mengajar orang lain.”25
Boehlke meringkas bahwa paling tidak ada 10 pokok yang bermakna, yang
merupakan sumbangan Luther terhadap perkembangan Pendidikan Agama Kristen.26
Pertama, Luther mengaitkan Pendidikan dengan teologi atau dengan kata lain, teologinya
merupakan dasar teori pendidikannya, kendati ia sendiri tidak mempunyai dasar-dasar
ilmu kependidikan yang memadai untuk membangun metode yang efektif dalam
mengkomunikasikan buah pikirannya. Kedua, prestasinya menerjemahkan Alkitab ke
dalam bahasa Jerman turut mengembangkan Jerman sehingga warga Jerman
dihubungkan satu sama lain. Serentak dengan itu, bahasa Jerman memainkan peranan
luar biasa dalam perkembangan pendidikan Jerman. Ketiga, dia melihat bahwa semua
orang, baik anak perempuan maupun laki-laki, baik yang muda maupun yang dewasa
berhak belajar membaca dan menulis sebagai dasar menjadi orang percaya yang terdidik
sehingga ”… bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin
pengajaran…” (Ef. 4:14a). Khusus bagi warga dewasa, khotbah dikembangkan menjadi
wadah paling utama untuk pendidikan. Keempat, Luther mendorong para pemimpin
kotapraja sehingga didirikannya sekolah-sekolah negeri yang dibiayai kas pemerintah
setempat. Semua anak wajib disekolahkan. Kelima, ia menyusun bahan pendidikan
khusus untuk anak didik, yaitu Kateksimus Kecil yang disayanginya. Karyanya ini
memupuk penyusunan banyak kateksimus lainnya sebagai bahan tercetak paling utama
dalam mendidik kaum muda. Dari sudut kita, kurikulum yang dipakai di sekolah-sekolah
tidak sesuai dengan kebutuhan anak didik, tetapi didalamnya terdapat pendekatan lebih
berimbang ketimbang kurikulum lain yang dianggap mutlak pada zaman itu. Keenam, ia
amat prihatin terhadap perbedaan sifat setiap anak, suatu fakta yang perlu diperhatikan
sebagai dasar mengembangkan tugas-tugas belajar yang sesuai. Ketujuh, sungguhpun
gaya mengajarnya jauh dari sempurna, namun ia cenderung lebih maju ketimbangan
pendekatan yang dominan diantara kebanyakan pendidik sezamannya. Kedelapan,
Luther menitik-beratkan peranan mutlak musik dalam proses mendidik orang-orang
disamping menjadi unsur umum dalam liturgi. Dengan demikian warga jemaat adalah
peserta aktif dan bukan pasif. Kesembilan, Luther amat sadar akan kemungkinan-
kemungkinan yang tersirat dalam pengalaman Pendidikan, dengan akibatnya dalam
kehidupan sehari-hari. Kesepuluh, Luther mendesak warga Jerman menghargai
pentingnya perpustakaan-perpustakaan sebagai alat pelengkap mutlak dalam rangka

24 Ibid.
25 2 Timotius 2:2
26 Boehlke, 359-60

Copyright© 2022; Logon Zoes, e-ISSN 2745-3766 | 113


LOGON ZOES: Jurnal Teologi, Sosial, dan Budaya, Vol 5, No 2 (Agustus 2022)

mengembangkan sumber pengetahuan dan pengertian demi kebutuhan perseorang,


gereja, masyarakat dan negara.
Wayne A. Widder mengatakan bahwa Martin Luther adalah salah seorang
pemimpin pendidikan dalam gereja, khususnya karena pendapatnya yang mengatakan
bahwa menjadi hati Pendidikan Agama Kristennya adalah pengajaran kebenaran-
kebenaran kristiani berpusat dalam dalam rumah. Ia mendorong para orang tua melatih
anak-anak mereka dengan pengetahuan dari Allah.27 Sama seperti pada banyak bagian
Alkitab yang menegaskan pentingnya keluarga, dalam hal ini peran orang tua dalam
pendidikan, khususnya untuk mengajar kebenaran Firman Allah kepada anak-anaknya.
Firman Tuhan dengan jelas menekankan hal tersebut:
Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN,
Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau
perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu
dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang
dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah
juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi
lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu
dan pada pintu gerbangmu.28
Dorongan keterlibatan orang tua untuk mendidik anak-anak dalam kebenaran
menjadi hal yang sangat menarik pada perjuangan Martin Luther. Rumah menjadi pusat
Pendidikan Agama Kristen. Rumah menjadi pusat pengajaran dan pembelajaran
kebenaran-kebenaran firman Tuhan. Rumah menjadi pusat percontohan penerapan
praktis dari kebenaran-kebenaran tersebut.

KESIMPULAN
Bagi Luther, Pendidikan Agama Kristen adalah satu bagian penting dalam tugas-tugas
gereja. Perjuangannya karena menemukan kebenaran dilakukan antara lain dengan
mengajar. Bahkan dapat dikatakan bahwa mengajar adalah cara utama ia
mengkomunikasikan pemikiran-pemikirannya. Luther memang telah terlibat dalam
dunia pendidikan sebelum peristiwa besar pemakuan lembar-lembar yang berisi 95 dalil
di gedung gereja kota Wittenberg. Pada hakekatnya sumbangan Luther pada Pendidikan
Agama Kristen dapat dikelompokkan dalam empat bagian besar. Pertama, dengan
mengangkat otoritas Alkitab pada posisi yang semestinya, yaitu yang terutama dan yang
melandasi segala bentuk pengajaran. Dengan penghargaannya itu berdampak luas pada
perkembangan jemaat dan masyarakat. Kedua, upaya pendekatan pada pemerintah
untuk terlibat langsung dalam dunia Pendidikan, khususnya dengan menyediakan
anggaran menyangkut hal tersebut. Ketiga, perhatiannya yang besar pada
pengembangan kurikulum formal sesuai dengan tingkat umur. Dan keempat,
dorongannya kepada para orang tua untuk mengembangkan Pendidikan Agama Kristen
yang berbasiskan rumah atau keluarga.

27 Wayne A. Widder, “Reviewing Historical Foundation” dalam Christian Education Foundation


For the Future , ed., Robert E. Clark, Lin Johnson dan Allyn K. Sloat (Chicago: Moody Press, 1991). 50.
28 Ulangan 6:4-9

Copyright© 2022; Logon Zoes, e-ISSN 2745-3766 | 114


Adolf Edwin Ratag: Sumbangan Martin Luther Terhadap Pendidikan Agama Kristen

REFERENSI
Aritonang, Jan Sihar. Garis Besar Sejarah Reformasi. Jakarta: Jurnal Info Media, 2007.
Berkhof, H. dan I.H. Enklaar, Sejarah Gereja. Cetakan ke-18. Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia.
Boehlke, Robert. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen:
dari Palto sampai lg. Loyola. Cetakan ke-6. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
Eavy, C.B. History of Christian Education. Chicago: Moody Press, 1971.
Gregory, John Milton. Tujuh Hukum Mengajar. Malang: Penerbit Gandum Mas, Cetakan
ketiga, 2003.
Homrighausen, E.G. dan I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen. Cetakan ke-16 Jakarta:
PT. BPK Gunung Mulia, 2001.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Cetakan ketiga. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Ratag, Adolf Edwin. Profil Guru Gembala. Yogyakarta: Penerbit Theresia, 2012.
Richards, Lawrence O. Mengajarkan Alkitab secara Kreatif., pen. Adina Chapman dan
Pauline Tiendas. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1994.
Werner C. Graendorf, “The Challenge of Biblical Christian Education” dalam Introduction
to Biblical Christian Education, ed., Werner C. Graendorf. Chicago: Moody Press,
1981.
Widder, Wayne A. “Reviewing Historical Foundation” dalam Christian Education
Foundation For the Future. Ed., Robert E. Clark, Lin Johnson dan Allyn K. Sloat.
Chicago: Moody Press.
Zaluchu, Sonny Eli. “Metode Penelitian di dalam Manuskrip Jurnal Ilmiah Keagamaan.”
Jurnal Teologi Berita Hidup 3, no. 2 (2021): 249-266.

Copyright© 2022; Logon Zoes, e-ISSN 2745-3766 | 115

You might also like