505-Article Text-1151-1-10-20200827

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

Indonesian Journal of Islamic History and Culture

Vol. 1, No. 1 (2020). 63-79


P-ISSN: 2722-8940; E-ISSN: 2722-8934

Pekan Kebudayaan Aceh Dalam Perspektif Historis

Septian Fatianda
Pusat Studi Sejarah dan Kebudayaaan Islam di Aceh dan Alam Melayu (PUSAKA) Universitas
Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Aceh, Indonesia
Email: septianfatianda@gmail.com

Nuraini A. Manan
Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh
Email: nuraini.manan@ar-raniry.ac.id

Muhammad Yunus Ahmad


Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh
Email: m.yunus@ar-raniry.ac.id

Abstract
This article is entitled Pekan Kebudayaan Aceh (Aceh Cultural Week) in Historical Perspective.
Aceh Cultural Week or PKA is a cultural event displaying cultural richness through cultural
attractions, artistic performances, exhibitions and cultural seminars. The purpose of this research
is to find out the early history of PKA implementation and its development, impact, shifting in the
initial PKA values and objectives, as well as criticism and input on the implementation of PKA. This
study uses the historical method through heuristic steps, interviews, source criticism,
interpretation, and historiography or history writing. The results of this study explain that the Aceh
Cultural Week has been implemented for seven times where firstly held was in 1958 and continued
until the latest (seventh) PKA in 2018. This PKA is aimed to develop and preserve Aceh's historical,
traditional and cultural values and as a means of unifying various ethnic groups in Aceh. In
addition, PKA has provided substantial results for the preservation of Aceh's culture. Furthermore,
this research also explains that the society highly appreciates the implementation of PKA despite
some points that need to be evaluated in order to achieve the noble ideals of PKA itself.
Keywords: Aceh Cultural Week (PKA); historical perspective; cultural event

Abstrak
Tulisan ini berjudul Pekan Kebudayaan Aceh Dalam Perspektif Historis. Pekan Kebudayaan Aceh
atau PKA merupakan sebuah kegiatan yang berbentuk festival kebudayaan dengan menampilkan
kekayaan budaya di Aceh berupa atraksi budaya, penampilan kesenian, pameran, dan seminar
kebudayaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah awal penyelenggaraan PKA
dan perkembangannya dari masa ke masa, manfaat yang dihasilkan, pergeseran nilai dan tujuan
awal PKA, serta kritik dan masukan terhadap penyelenggaraan PKA. Penelitian ini menggunakan
metode sejarah yaitu melalui langkah-langkah heuristik, wawancara, kritik sumber, interpretasi,
dan historiografi atau penulisan sejarah. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Pekan
kebudayaan Aceh telah berlangsung selama tujuh kali penyelenggaraan dimana yang pertama kali
diselenggarakan tahun 1958 dan terus berlanjut hingga yang terakhir PKA tujuh tahun 2018. PKA

Copyright © 2020 Indonesian Journal of Islamic History and Culture | 63


Septian Fatianda

ini memiliki tujuan untuk pengembangan dan pelestarian nilai-nilai sejarah, adat, dan budaya
Aceh serta sebagai sarana pemersatu dari berbagai etnis yang ada di Aceh. Selain itu PKA telah
memberikan hasil yang cukup besar bagi pelestarian budaya Aceh. Selanjutnya penelitian ini juga
menjelaskan bahwa masyarakat sangat mengapresiasi penyelenggaraan PKA namun ada
beberapa hal yang perlu dibenahi guna mencapai cita-cita mulia dari PKA itu sendiri.
Kata Kunci: Pekan Kebudayaan Aceh (PKA); perspektif historis; festival kebudayaan

Pendahuluan Singkil, Kluet, Tamiang, dan berbagai


Aceh merupakan sebuah provinsi suku yang mendiami pulau Simeuleu.
yang terletak di ujung utara pulau Keberagaman unsur kebudayaan ini
Sumatera dan merupakan provinsi telah menjadikan Aceh sebagai daerah
paling barat di Indonesia. Provinsi Aceh yang kaya akan nilai-nilai budaya. Setiap
memiliki luas wilayah sekitar 53.400 suku di Aceh memiliki kekhasan adat
km2 dan ibukota terletak di Banda Aceh. dan budaya mereka sendiri seperti
Provinsi Aceh memiliki Kabupaten/kota dalam hal bahasa, seni tutur, tradisi, seni
yang berjumlah 23 dimulai dari Sabang musik, seni tari, dan banyak hal lainnya.
hingga Aceh Singkil. Aceh dikenal Kekayaan akan nilai budaya ini
sebagai masyarakat yang berbudaya, hal menjadikan Aceh sebagai suatu daerah
ini tercermin dalam ungkapan matee dengan masyarakat sangat menjunjung
aneuk meupat jeurat, gadoh adat pat tinggi kehidupan yang majemuk.
tamita. Ungkapan ini merupakan suatu Dalam perkembangannya
pernyataan yang mempunyai nilai-nilai kebudayaan Aceh banyak menghadapi
filosofis yang perlu direnungkan. beberapa permasalahan sehingga
Ungkapan tersebut merupakan wujud membuat kebudayaan Aceh menjadi
kesadaran masyarakat pentingnya adat susah untuk berkembang, penyebabnya
istiadat dalam kehidupan sehari-hari antara lain bahwa Aceh merupakan
(Ismail 2012). Adat istiadat masyarakat daerah yang sering bergejolak dengan
Aceh merupakan bagian dari sisi budaya konflik dimulai dari peperangan
yang hidup dan berkembang di Aceh. melawan Portugis tahun 1577-1629 M,
Aceh merupakan wilayah yang perang melawan Belanda 1873-1912 M,
memiliki keberagaman suku etnik yang perang melawan Jepang 1942-1945, dan
tersebar di seluruh 23 kabupaten/kota. konflik Aceh pada masa DI/TII di bawah
Beberapa suku-suku tersebut adalah komando Teungku (Ahmad 2008). Daud
suku Aceh, Gayo, Alas, Aneuk Jamee, Bereueh, yang menjadikan Aceh menjadi

Copyright © 2020 Indonesian Journal of Islamic History and Culture | 64


Pekan Kebudayaan Aceh Dalam Perspektif Historis

daerah yang tidak aman sehingga pertama hingga ketujuh, semua


semangat membangun kebudayaan menyimpan sejarah tersendiri dengan
Aceh juga terhenti. hasil yang dicapai dalam perkembangan
Menghadapi permasalahan kebudayaan Aceh. Selain keberhasilan
tersebut untuk memulihkan kembali dalam setiap penyelenggaraan PKA juga
kondisi politik Aceh yang tidak kondusif terdapat kekurangan dan kritikan dari
dengan keamanan yang tidak stabil. masyarakat
Serta untuk tetap menjaga khazanah
kebudayaan Aceh yang kaya, ditambah Latar Belakang Lahirnya Pekan
dengan maraknya kebudayaan Barat Kebudayaan Aceh
yang berpotensi akan mengancam PKA untuk pertama kalinya
kelestarian kebudayaan Aceh maka diselenggarakan pada tahun 1958.
digagaslah Pekan Kebudayaan Aceh Ketika itu ide pelenggaraan ini
(PKA). Semangatnya bahwa Aceh harus didasarkan pada kesadaran tokoh-tokoh
dipersatukan dan seluruh hasil Aceh saat itu akan pentingnya
kebudayaan Aceh perlu dihadirkan menyelesaikan suatu hal dengan melalui
dalam suatu wadah dengan maksud agar pendekatan kebudayaan. Sejarah
adat dan budaya Aceh tetap terjaga dan mencatat bahwa yang ada tiga pejabat
semakin berkembang. Faktor inilah yang yang menjadi trio lahirnya pesta
mendorong terselenggaranya Pekan kebudayaan ini. Trio itu adalah
Kebudayaan Aceh (PKA) yang pertama Gubernur Aceh Ali Hasjmy, ketua
pada tahun 1958. penguasa Perang/Panglima Komando
Setelah kesuksesan PKA pertama Daerah Militer Aceh Letnan Kolonel
butuh waktu yang sangat lama untuk Syamaun Gaharu, dan Kepala Staf KDMA
menyelenggarakan kembali PKA edisi Mayor T. Hamzah Bendahara.
kedua yaitu pada tahun 1972, begitu Satu hal yang menjadi dasar
pula dengan penyelenggaran PKA edisi pemikiran lahirnya PKA adalah ketika
ketiga yang membutuhkan waktu yang Nyak Yusda terinspirasi dari daerah lain
cukup lama juga yaitu tahun 1988. di Indonesia saat itu yang memiliki
Selanjutnya PKA edisi keempat hingga festival kebudayaannya sendiri seperti
ketujuh berturut-turut pada tahun 2004, yang pernah dibuat di Sumatra Barat
2009, 2013, dan 2018. Dalam setiap yaitu Pekan Kebudayaan Minangkabau.
penyelenggaraannya PKA baik dari yang Begitu juga di tingkat nasional dimana

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020 | 65


Septian Fatianda

diselenggarakan Festival Kebudayaan mengadakan beberapa pertemuan


Nasional. Ide dan inspirasi tersebut lalu diantara mereka.
disampaikan oleh Nyak Yusda kepada Seperti pada masyarakat dan
para sahabatnya yang berlokasi di SMEA mahasiswa Aceh di Bandung yang
Kutaraja. Seusai berdiskusi dan telah tergabung dalam IPS (Ikatan Pemuda
mendapatkan beberapa bahan dan ide Seulawah), mereka mengadakan
maka Nyak Yusda menyampaikan kongres Pelajar/Mahasiswa Aceh pada
perihal ide penyelenggaraan PKA ini tahun 1956 dibawah pimpinan AK.
kepada Kepala Staf Penguasa Perang Yacoby. Pada tahun sama di Jakarta
Daerah/KDMA, Mayor T. Hamzah. Ide dilakukan pula Kongres Kilat
tersebut mendapat tanggapan yang Masyarakat Aceh yang dipimpin oleh
sangat positif. Selanjutnya mereka Nyak Yusda, demikian pula pada tahun
menjumpai Gubernur Aly Hasjmy dan 1957 diadakan Kongres Masyarakat
juga mendapat sambutan yang sangat Aceh di Medan dibawah pimpinan Nur
positif (Tim Perumus Laporan PKA-3 Nekmat dan Said Ibrahim Dari semua
1991). bentuk pertemuan yang dilakukan
Ada beberapa faktor yang menjadi masyarakat Aceh tersebut memiliki satu
alasan kuat mengapa ide kesamaan hasil yaitu memberikan andil
penyelenggaraan PKA ini cepat berupa pokok-pokok pikiran dan saran-
terealisasikan. Pertama sejak saran guna untuk pemulihan keamanan
pertengahan tahun 1950-an atau dan membagun kembali Daerah Aceh.
kurang lebih tiga tahun berlangsungnya Kedua, pada masa-masa itu di
peristiwa DI/TII telah timbul upaya tanah air sedang berkembang upaya
untuk mewujudkan keamanan dan untuk memperkaya kebudayaan
pembangunan kembali Daerah Aceh nasional melalui pengembangan
(Ibrahimy 1982). Berbagai usaha kebudayaan asli daerah, dimana
pemulihan tersebut dilakukan dengan dibeberapa daerah di tanah air sudah
baik oleh pihak Pemerintah Daerah dan mengadakan berbagai kegiatan-kegiatan
masyarakat Aceh serta para pemuda dan kebudayaan, diantaranya di Sumatera
masyarakat Aceh yang berada di luar Barat pada tahun 1957, walaupun saat
Aceh. Salah satu upaya yang dilakukan itu suasana politiknya sedang panas,
oleh masyarakat Aceh yang sedang bahkan juga kebudayaan sering
berada di luar Aceh ialah dengan

66 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020


Pekan Kebudayaan Aceh Dalam Perspektif Historis

dipergunakan sebagai alat politik oleh Pekan Kebudayaan Aceh Pertama


beberapa elit politik. atau PKA-1 dilaksanakan pada tanggal
Ketiga, motivasi yang ditimbulkan 12 Agustus 1958 dan ditutup pada
oleh kenyataan sejarah Aceh di masa tanggal 23 Agustus 1958. Kegiatan PKA-
lampau bahwa Aceh merupakan daerah 1 ini bertempat di Gedung Balai Teuku
yang kaya akan nilai-nilai tradisi adat Umar (BTU) Kutaraja. Setahun sebelum
dan budaya, tradisi ini telah diwariskan pelaksanaannya, pada tahun 1957 telah
oleh nenek moyang bangsa Aceh ke dibentuk Lembaga Kebudayaan Aceh
setiap generasi setelahnya. Sehingga (LKA) yang diketuai oleh T. Hamzah
ketika muncul ide untuk melaksanakan Bendahara. Lembaga inilah yang
PKA itu dengan cepat dan mudah berperan besar dalam mempersiapkan
menjalar serta disambut hangat oleh dan melaksanakan kegiatan PKA-1 ini
segenap lapisan masyarakat di seluruh (Djamil 1959). Untuk menyemarakkan
Aceh. kegiatan, tema yang diangkat pada PKA-
Keempat, fakta bahwa para pejabat 1 ini adalah “Adat Bak Poteumeurehom,
yang memegang kekuasaan di Aceh dan Hukom Bak Syiah Kuala”. Tujuan utama
para tokoh masyarakat menaruh minat yang ingin dicapai pada PKA-1 ini adalah
dan perhatian yang besar dan serius agar melalui kegiatan ini masyarakat
kepada bidang kebudayaan di Aceh. Aceh mampu bangkit dan bersatu guna
Terutama bagi trio ini Ali Hasjmy, untuk menata kembali kehidupan masa
Syamaun gaharu, dan T. Hamzah depan masyarakat Aceh yang sempat
Bendahara mereka telah mengusahakan suram akibat perang yang
segala upaya untuk membuat satu berkepanjangan melalui pendekatan
kegiatan dengan harapan bisa menjadi kebudayaan.
wadah untuk menghidupkan dan Penyelenggaran PKA-1 ini juga
melestarikan kebudayaan di Aceh (Tim telah berkontribusi dalam melahirkan
Perumus Laporan PKA-3 1991). beberapa hasil bagi kemajuan Aceh
diantaranya revitalisasi kebudayaan
Penyelengaraan Pekan Kebudayaan Aceh dimana melalui PKA ini mulai
Aceh dari Masa ke Masa muncul semangat untuk menghidupkan
kembali nilai-nilai kebudayaan Aceh
Pekan Kebudayaan Aceh
yang telah sempat memudar. Kemudian
Pertama
PKA-1 juga melahirkan sebuah Piagam

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020 | 67


Septian Fatianda

yang bernama “Adat Bak Po penumpasan PKI yang berdampak besar


Teumeureuhom Hukom Bak Syiah Kuala” terhadap situasi politik dan keamanan
yang merupakan sebuah bentuk di Aceh (Latief 2000). Sebelas tahun
kesepakatan dan komitmen bersama kemudian tepatnya pada tahun 1969
para tokoh dan masyarakat Aceh untuk gagasan ini pernah dicetuskan kembali
membangun serta menghidupkan oleh Brigjen T. Hamzah Bendahara
kembali adat-istiadat dan kebudayaan dalam suatu pertemuan dengan
Aceh dalam setiap gerak pembangunan pengurus LPSB (Lembaga Pembina Seni
Aceh dan masyarakatnya. Selanjutnya Budaya) Daerah Aceh. Dengan berbagai
hasil yang cukup fenomenal ialah usaha yang telah dilakukan barulah
terwujudnya pembangunan Komplek pada tahun 1972 PKA-2 dapat
Pelajar Mahasiswa (KOPELMA) diwujudkan.
Darussalam yang merupakan pusat PKA-2 ini diselenggarakan pada
pendidikan untuk mendidik generasi masa pemerintahan Gubernur Muzakir
untuk siap membangun Aceh kedepan. Walad. Penyelenggaraan PKA-2 ini
Selanjutnya dari Kopelma lahir tiga sebagai upaya memelihara dan
kampus yaitu Universitas Syiah Kuala, meningkatkan ketahanan nasional yang
IAIN Ar-Raniry (sekarang menjadi UIN), meliputi ideologi, politik, ekonomi,
dan Kampus Tgk. Chik Pante Kulu. sosial, militer, hankam, dan agama
(Ipoleksosbutmilag). Selain itu PKA ini
Pekan Kebudayaan Aceh Kedua
juga sebagai upaya untuk membuka
Pekan Kebudayaan Aceh Kedua
Aceh dari isolasi yang telah berjalan
atau PKA-2 dilaksanakan pada tanggal
lama khususnya dalam bidang
20 Agustus hingga 2 September 1972
prasarana fisik, ekonomi, dan sosial
yang berpusat di Lapangan Blang
budaya (Putra 2018). Muzakir Walad
Padang Kota Banda Aceh. Gagasan untuk
memiliki perhatian khusus dalam hal
penyelenggaraan PKA-2 sesungguhnya
pembangunan Aceh sehingga tema yang
telah dimulai sejak selesainya PKA-1.
diangkat pada PKA-2 ini adalah
Akan tetapi seiring dengan berjalannya
“Kebudayaan Dalam Rangka
waktu gagasan ini sering terhambat
Pembangunan”.
karena peristiwa peralihan Orde Lama
Penyelenggaraan PKA-2 memiliki
ke masa Orde Baru serta
konsep dan rangkaian kegiatan yang
pemberontakan G-30-S PKI dan
berbeda dari sebelumnya dimana PKA

68 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020


Pekan Kebudayaan Aceh Dalam Perspektif Historis

edisi kedua ini memiliki banyak item keamanan Aceh menjadi terganggu
kegiatan kebudayaan berupa pawai hingga berdampak pada rencana
kebudayaan, pagelaran adat dan budaya, penyelenggaraan PKA edisi ketiga ini.
pameran benda budaya, pementasan Akhirnya pada tahun 1985 dan 1986
seni, permainan kerakyatan, seminar sudah terbentuk Dewan Kesenian Aceh
kebudayaan, dan lain sebagainya. Hasil (DKA) dan Lembaga Adat dan
yang cukup jelas tampak pasca Kebudayaan Aceh (LAKA) sehingga
pelaksanaan PKA-2 ini adalah dengan adanya lembaga tersebut
terbukanya isolasi Aceh dari dunia luar keinginan untuk merealisasikan PKA
sehingga setelahnya banyak para menjadi semakin kuat dan terorganisir.
wisatawan yang datang ke Aceh hingga Ide PKA-3 ini juga didukung kuat oleh
hal ini berdampak pada sektor ekonomi Gubernur Aceh saat itu Ibrahim Hasan
dan pembangunan Aceh. PKA-2 juga yang baru saja dilantik pada bulan
berhasil menghimpun dan september 1987. Keinginan untuk
menampilkan kembali banyak nilai-nilai membangun Aceh melalui PKA akhirnya
budaya Aceh terutama kesenian- terwujudkan.
kesenian asli Aceh. Pada PKA 1988 ini diketuai oleh
Wakil Gubernur Aceh saat itu Teuku
Pekan Kebudayaan Aceh Ketiga
Djohan. Penyelenggaraan PKA-3 ini
PKA-3 dilaksanakan pada tanggal
digelar dengan tujuan utama untuk
24 Agustus hingga 05 September 1988
menguatkan kembali nilai-nilai agama,
yang bertempat di Lapangan Blang
tradisi, ideologi, ekonomi, keamanan,
Padang, Banda Aceh. Pelaksanaan pada
dan sosial budaya masyarakat Aceh.
tahun 1988 menunjukkan bahwa butuh
PKA-3 ini juga sebagai usaha untuk
waktu selama 16 tahun bagi Aceh untuk
membuka kembali isolasi Aceh yang
melaksanakan kembali kegiatan
telah dianggap tidak aman dikunjungi
pengembangan kebudayaan melalui
karena meletusnya pemberontakan
PKA. Hal ini cukup beralasan dimana
GAM tersebut. Usaha ini terbilang efektif
pada tahun 1976 di Aceh telah muncul
yaitu dengan penyelenggaraan PKA-3
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di bawah
yang cukup meriah dengan banyaknya
pimpinan Hasan Tiro yang menuntut
partisipasi masyarakat Aceh bahkan
Aceh untuk pisah dari NKRI. Faktor ini
dari daerah luar Aceh dalam
telah membuat situasi sosial, politik,
menyemarakkan agenda ini.

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020 | 69


Septian Fatianda

Perhelatan PKA edisi ketiga Kebudayaan dalam hal pelaksanaannya


memiliki konsep yang sudah (Tim perumus laporan DISBUDPAR
berkembang bergerak maju dari PKA Aceh 2004). Selain itu PKA-4 ini juga
sebelumnya, pada perhelatan ini diisi untuk pertama kalinya Pemerintah
dengan kegiatan pawai kebudayaan, melibatkan pihak Event Organizer (EO)
pameran kebudayaan dan untuk menyiapkan sekaligus sebagai
pembangunan, permainan rakyat, pelaksana kegiatan di lapangan. Pada
seminar dan temu budaya daerah. PKA-4 ini yang menjadi Ketua umum
Pertunjukan kesenian yang ditampilkan pelaksananya adalah Thantawi Ishak
sebanyak 125 macam kesenian Aceh dan dilaksanakan pada masa
terutama tari-tari tradisi, seni sastra, pemerintahan Gubernur H. Abdullah
musik, dan seni tari. Dalam PKA-3 ini Puteh.
turut dilaksanakan Mubes Lembaga Pekan Kebudayaan Aceh keempat
Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA) dan atau PKA-4 dilaksanakan pada tanggal
pertemuan sastrawan Aceh. 19 hingga 28 Agustus 2004 bertempat di
Taman Sultanah Safiatuddin. Butuh
Pekan Kebudayaan Aceh
jarak waktu selama 16 tahun untuk
Keempat
kembali menyelenggarakan PKA-4 ini.
Pada tahun 2000 Pemerintah
Jaraknya rentang waktu ini disebabkan
Provinsi Aceh telah membentuk Dinas
karena situasi sosial politik dan
Kebudayaan yang tertuang SK Nomor 22
keamanan Aceh yang tidak stabil oleh
Tahun 2002 guna untuk mengemban
peristiwa pemberontakan GAM dan
tugas dan fungsi utama membangun dan
kebijakan pemberlakukan Daerah
mengembangkan sektor kebudayaan di
Operasi Militer (DOM) di Aceh pada
Aceh. Berdasarkan keputusan tersebut
tahun 2003. Atas alasan tersebut
maka Dinas Kebudayaan diberikan
penyelenggaran PKA dianggap perlu
mandat untuk merencanakan dan
untuk kembali digelar sebagai upaya
memprogramkan kegiatan
untuk mencapai perdamaian di Aceh
pengembangan kebudayaan melalui
seperti yang tertulis pada tema PKA-4
acara Pekan Kebudayaan Aceh. Dengan
ini “Mantapkan Jati Diri, Jalin
alasan tersebut maka pelaksanaan PKA-
Silaturrahmi, Wujudkan Perdamaian”.
4 ini menjadi PKA pertama yang menjadi
PKA-4 memiliki konsep
tanggung jawab penuh Dinas
pembukaan yang cukup meriah dan

70 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020


Pekan Kebudayaan Aceh Dalam Perspektif Historis

dibuka secara resmi oleh Presiden Aceh dan bagian dari pemersatu Aceh
Republik Indonesia Megawati Soekarno melalui adat dan budaya (Putra 2018).
Putri. Selanjutnya diisi dengan kegiatan
Pekan Kebudayaan Aceh Kelima
pawai kebudayaan, pameran
Setelah sukses menyelenggarakan
kebudayaan dan benda sejarah,
PKA-4 dengan segala hasil dan
khanduri masal, pasar rakyat, pagelaran
manfaatnya bagi kebudayaan Aceh,
seni, lomba permainan rakyat, seminar
diperkuat dengan adanya Undang-
kebudayaan, dan yang terbaru di PKA
Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang
yaitu pemberian Anugerah Budaya
keistimewaan Aceh dibidang Agama,
kepada para masyarakat yang berjasa
Pendidikan, dan Adat Istiadat. Maka
melestarikan kebudayaan di Aceh. Satu
Pemerintah Aceh dalam hal ini melalui
hal yang menjadi keberhasilan besar
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh
PKA-4 ini adalah selesai dibangunnya
kembali memprogramkan sebuah
komplek kawasan seni dan kebudayaan
kegiatan pelestarian dan aktualisasi
Aceh yang terdiri dari Anjungan 23
Adat dan Budaya Daerah melalui PKA-5.
Kabupaten/Kota di Aceh. Kawasan ini
Untuk suksesnya PKA ini Pemerintah
diberi nama Taman Sulthanah
Aceh dengan Gubernur Irwandi Yusuf
Safiatuddin dengan alasan karena pada
membentuk panitia PKA-5 yang
masa Safiatuddin memimpin Kerajaan
ditetapkan dalam Surat Keputusan
Aceh Darussalam selama 35 tahun
Gubernur No. 430/06/2009. Keputusan
dianggap kebudayaan Aceh sangat maju.
ini menetapkan Wakil Gubernur Aceh
Ide pendirian Taman Safiatuddin ini
Muhammad Nazar sebagai Ketua Umum
sebelumnya sudah direncanakan pada
PKA-5 dan Sekretaris Umum dari Kepala
masa kepemimpinan Gubernur Aceh H.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh
Muzakir Walad, Namun baru bisa
(Tim Perumus Laporan PKA
diwujudkan pada masa Gubernur Aceh
DISBUDPAR Aceh 2009).
Abdullah Puteh, yang juga turut
Penyelenggaraan PKA edisi
dipelopori oleh Marlinda Abdullah
kelima ini terbilang istimewa karena
Puteh (Isteri Gubernur Aceh) yang juga
menjadi sebuah bentuk rasa syukur
Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, dengan
Pemerintah dan masyarakat Aceh atas
tujuan sebagai suatu bagian
bangkitnya Aceh dari musibah besar
membangun kembali khazanah warisan
bencana tsunami pada tahun 2004 lalu

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020 | 71


Septian Fatianda

dan sebagai sebuah perayaan atas pawai, pameran warisan budaya,


terjalinnya nota kesepahaman seminar kebudayaan, gebyar dan aneka
perdamaian antara Aceh dengan lomba kesenian, permaian rakyat,
Republik Indonesia dalam MoU Helsinky anugerah budaya, pasar rakyat, serta
tahun 2005. Oleh sebab itu panitia promosi wisata telah menyemarakkan
mengangkat tema Satukan Langkah, kegiatan PKA-5 ini.
Bangun Aceh Dengan Tamaddun dengan
Pekan Kebudayaan Aceh
maksud antara lain untuk meningkatkan
Keenam
peran serta dan apresiasi masyarakat
Pekan Kebudayaan Aceh ke-6 atau
dalam mengaktualisasikan nilai-nilai
PKA-6 diselenggarakan pada tanggal 20
budaya Aceh yang Islami, melestarikan
hingga 29 September 2013 yang
keragaman budaya dalam
bertempat di Taman Sulthanah
memperkokoh kedamaian yang abadi di
Safiatuddin. PKA-6 dibuka secara resmi
Aceh, serta meningkatkan peran serta
oleh Presiden RI Susilo Bambang
masyarakat sekaligus mempromosikan
Yudhoyono. Terselenggaranya PKA pada
adat dan produk budaya maupun
tahun 2013 ini sebagai buah dari
pariwisata Aceh.
komitmen Pemerintah Aceh di PKA-5
PKA-5 digelar pada tanggal 2
untuk menyelenggarakan PKA dalam
sampai dengan 11 Agustus 2009 di
kurun waktu lima tahun sekali. Untuk
Taman Sultanah Safiatuddin dan dibuka
suksesnya pelaksanaan PKA-6 ini,
secara resmi oleh Presiden Republik
Gubernur Aceh Zaini Abdullah melalui
Indonesia Bapak Susilo Bambang
SK Gubernur No. 430/247/2013
Yudhoyono (SBY) pada tanggal 5
membentuk panitia PKA-6 yang diketuai
Agustus 2009 di Stadion H. Dimurtala
oleh Wakil Gubernur Aceh H. Muzakir
Lampineung Banda Aceh. Dalam
Manaf dan Sekretaris Umum Kepala
sambutannya SBY mengatakan bahwa
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Tim
pasca perdamaian Pemerintah
Penyusun Laporan PKA 2013). Kegiatan
berkomitmen untuk membangun Aceh
PKA ini mengusung tema “Aceh Satu
melalui rehabilitasi dan rekonstruksi.
Bersama” memiliki filosofis dan maksud
Aceh harus dibangun dengan nuansa
bahwa diharapkan PKA-6 mampu
yang lebih modern namun tetap tidak
menjadi wadah bagi masyarakat Aceh
menghilangkan nilai-nilai budayannya.
untuk bersatu sehingga bisa bersama-
Berbagai kegiatan menarik berupa

72 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020


Pekan Kebudayaan Aceh Dalam Perspektif Historis

sama membangun Aceh melalui tersebut. Pemerintah Aceh


kebudayaan. mengeluarkan Surat Keputusan (SK)
Penyelenggaraan PKA-6 secara Gubernur Aceh Np. 430/228/2018
umum ingin membentuk kepribadian tanggal 12 Maret 2018 membentuk
masyarakat Aceh yang lebih berbudaya, panitia pelaksana PKA edisi ketujuh
juga untuk menumbuhkan pemahaman, (PKA-7). Kemudian diperbaiki dengah
pengamatan, dan pelestarian nilai SK Gubernur No. 430/716/2018 dengan
budaya daerah yang lebih luhur dan Ketua Umum PKA yaitu Wakil Gubernur
beradab untuk mengangkat harkat dan Aceh Nova Iriansyah dan Sekretaris
martabat manusia yang dijiwai oleh Umum dari Kepala Dinas Kebudayaan
nilai-nilai agama. Selain itu, PKA keenam dan Pariwisata Aceh, dan dengan
dijadikan ajang mempromosikan adat personalia dari Instansi terkait (Tim
budaya, produk budaya serta pariwisata Penyusun Laporan PKA-7 2018).
Aceh sehingga menjadi perekat PKA-7 dilaksanakan pada tanggal 5
keragaman budaya bagi masyarakat s/d 15 Agustus 2018 dengan tema “Aceh
Aceh. Kegiatan PKA 2013 ini telah Hebat dengan Adat Budaya Bersyariat”.
menjadi sarana pemersatu dan hiburan Tema ini dipilih karena dianggap lebih
bagi masyarakat Aceh. Secara konsep tegas karena menginginkan Aceh
kegiatan PKA-6 terlihat hampir sama menjadi hebat dengan implementasi
dengan PKA sebelumnya yaitu kegiatan adat dan budaya yang berlandaskan
pawai budaya, pameran benda syariat Islam. Pembukaan PKA-7
bersejarah, pagelaran adat istiadat, bertempat di Stadion Harapan Bangsa,
gebyar seni, perlombaan permainan Lhong Raya dan dibuka secara resmi
rakyat, seminar kebudayaan, pasar oleh Muhadjir Effendy Menteri
rakyat, dan juga anugerah budaya. Pendidikan dan Kebudayaan mewakili
Presiden. Acara ini merupakan
Pekan Kebudayaan Aceh
pembukaan PKA paling meriah dari
Ketujuh
edisi-edisi sebelumnya. Alasannya
Setelah kesuksesan
antara lain, pada pembukaan yang
penyelenggaraan PKA-6 Dinas
melibatkan dua ribu lebih talent dan
Kebudayaan dan Pariwisata Aceh
menghadirkan 30 ribu lebih undangan
kembali bertugas untuk mempersiapkan
dari dalam dan luar negeri. Kemudian
dan melaksanakan event lima tahunan
juga menampilkan Tari Kolosal

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020 | 73


Septian Fatianda

bertemakan Aceh Lhee Sagoe dan seudati dengan ekspresi gembira.


pemutaran video mapping kebudayaan Atribut yang dipakainya yaitu Kupiah
Aceh. Meukutob dibagian kepala dan Songket
Secara konsep dan pelaksanaan Aceh di Pinggangnya. Maskot ini
PKA tahun 2018 ini memiliki diciptakan sebagai terobosan untuk
serangkaian kegiatan yang lebih banyak meningkatkan media promosi PKA-7.
dari sebelumnya dan dikemas kedalam Kemudian hal yang baru lagi adalah
persembahan yang sangat kekinian. pada PKA-7 menggunakan tempat
Rangkaian kegiatan PKA-7 ini antara pelaksanaan sebanyak 18 tempat di kota
lain dimulai dari pembukaan, pawai Banda Aceh dan sekitarnya.
budaya, pameran sejarah dan benda
budaya, Aceh expo, pasar rakyat, Pergeseran Nilai dan Tujuan Dasar
pameran bisnis pariwisata, pameran Pelaksanaan Pekan Kebudayaan Aceh
kuliner Aceh, pagelaran prosesi adat, Pekan Kebudayaan Aceh (PKA)
permainan rakyat, pagelaran seni merupakan kegiatan yang memiliki daya
tradisi, seminar kebudayaan dan tarik tinggi bagi masyarakat khsususnya
kemaritiman, dan berbagai kegiatan bagi masyarakat yang membutuhkan
kebudayaan lainnya. Dengan banyak hiburan positif. PKA memiliki sejarah
item kegiatan tersebut telah yang cukup panjang dalam hal dinamika
mengundang partisipasi masyarakat pelaksanaannya dimana ia telah
baik dari dalam maupun luar Aceh yang dilaksanakan pertama sejak tahun 1958.
cukup besar untuk berhadir sehingga Pada PKA-1 yang dilaksanakan pada
menumbuhkan geliat ekonomi bulan Agustus 1958 ini secara mendasar
masyarakat yang sangat pesat bahkan memiliki tujuan sebagai media
dalam sehari perputara uang mencapai pemersatu Aceh dari gejolak konflik
Rp 10 Milyar. yang sudah berkepanjangan, dan juga
Ada beberapa inovasi baru yang sebagai pemersatu kebudayaan dan
ditambahkan pada PKA edisi ini etnik yang beragam di Aceh. Kemudian
diantaranya untuk pertama kali PKA-2 yang diselenggarakan bertujuan
diciptakan maskot PKA-7 yang diberi untuk meningkatkan kegairahan dan
nama Pomeurah Meusedati, yang apresiasi masyarakat Aceh terhadap
menggambarkan gajah putih yang kebudayaan asli mereka, meningkatkan
sedang memperagakan gerakan tari pendapatan dari sektor pariwisata, dan

74 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020


Pekan Kebudayaan Aceh Dalam Perspektif Historis

untuk memelihara seluruh nilai edukasi pada PKA-4 ini perlahan mulai
kekayaan adat dan budaya Aceh. berkurang. Hal ini disebabkan oleh tarik
Begitu juga dengan PKA-3 yang ulur tugas dan manajemen pelaksanaan
diselenggarakan sebagai upaya untuk yang tidak lagi sistematis. Berlanjut
menggali dan menghidupkan kembali pada perhelatan PKA-5 tahun 2009 yang
seni budaya tradisional Aceh yang diselenggarakan sebagai bentuk syukur
bernilai positif bagi pembangunan dan atas perdamaian Aceh dan juga sebagai
pembentukan kepribadian masyarakat pengembangan kekayaan kebudayaan
Aceh serta sebagai ajang penambahan Aceh. Pelaksanaan PKA-5 dipegang oleh
pendapatan ekonomi masyarakat EO yaitu PT. Dimeta Internusa, namun
melalui daya tarik wisata. Secara umum akibat persiapan dan manejemen yang
PKA edisi pertama hingga ketiga kurang baik tujuan awal PKA ini mulai
memiliki tujuan dan semangat yang bergeser dimana pada PKA-5 porsi yang
hampir sama yaitu sebagai ajang diberikan pada seni dan tradisi Aceh
pemersatu, pemeliharaan budaya, serta mulai berkurang disebabkan dengan
sebagai sarana pembangunan fisik banyaknya mucul seni kreasi baru yang
maupun non fisik bagi Aceh. Perhelatan lebih dinikmati masyarakat sehingga
PKA Pertama hingga Ketiga ini telah seni tradisi ini menjadi kurang diminati
menjadi obat penghibur bagi dan terlupakan.
masyarakat Aceh yang rindu akan Kemudian pada gelaran PKA-6
tampilan-tampilan kebudayaan. secara tujuan memiliki kesamaan
Selang belasan tahun kemudian dengan edisi keempat dan kelima yaitu
tepatnya pada 2004 akhirnya PKA edisi untuk meningkatkan hasrat masyarakat
keempat kembali digelar. Kehadiran agar terus menggali serta
PKA-4 dirancang untuk memperbaiki mengembangkan seni budaya Aceh dan
segala kekurangan dan keterbatasan sebagai sarana untuk meningkatkan
tiga PKA edisi sebelumnya. Maka untuk kualitas kepribadian masyarakat Aceh.
kali pertama PKA dimandatkan kepada Dari segi persiapan dan tata kelola
DISBUDPAR Provinsi Aceh serta pelaksanaan juga hampir sama dengan
manajemen pelaksanaan yang dipegang dua edisi PKA sebelumnya. Namun yang
oleh tim Event Organizer. Harapan patut disayangkan kehadiran
masyarakat untuk mendapatkan masyarakat pada PKA-6 lebih banyak
tontonan yang menghibur dan bernilai untuk menghibur diri dan sambil

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020 | 75


Septian Fatianda

bermain-main dengan keluarga dan Hal ini sangat jauh bertolak


kerabat, tapi sangat minim masyarakat belakang dengan cita-cita dan tujuan
yang hadir untuk memperoleh edukasi awal dilaksanakan PKA yaitu untuk
guna mengetahui nilai-nilai adat dan mempersatukan Aceh dan melestarikan
budaya Aceh. khazanah kebudayaannya, serta sebagai
Pada tahun 2018 Aceh kembali media untuk peningkatan kualitas
menyelenggarakan kegiatan PKA edisi kepribadian masyarakat. Pergeseran ini
ketujuh dan dana yang dialokasikan disebabkan banyak hal mulai dari
untuk PKA ini cukup besar sehingga perkembangan zaman yang membuat
membuat PKA-7 ini secara konsep dan budaya Aceh kurang diminati dan juga
kemasan terlihat cukup mewah. Namun karena yang menjadi pihak pelaksana
ada hal yang sangat disayangkan pada PKA hanya berorientasi pada ekonomi
PKA-7 ini dimana seluruh item sehingga PKA dijadikan sebagai sebuah
kegiatannya dipegang kendali proyek untuk dimanfaatkan
pelaksanaannya oleh para EO. Kebijakan kepentingan pribadi atau kelompok,
ini memiliki dampak positif namun juga bukannya digarap secara serius untuk
banyak dampak negatifnya diantaranya membangun kebudayaan Aceh.
kualitas dan keseriusan sebuah kegiatan
di PKA ini menjadi berkurang bahkan
Harapan dan Masukan terhadap
juga terkesan kegiatan yang
Penyelenggaraan Pekan Kebudayaan
dilaksanakan sekedarnya saja sehingga
Aceh Ke Depan
memudarkan nilai dan subtansi dari
Pekan Kebudayaan Aceh atau PKA
kegiatan kebudayaan itu. Rangkaian
merupakan kegiatan yang sangat
kegiatan yang cukup banyak telah
digemari bahkan sangat dinanti-nanti
membuat pengunjung membludak
penyelenggaraannya oleh masyarakat
untuk berhadir. Kehadiran mereka
Aceh karena dengan PKA masyarakat
dominan untuk keperluan cuci mata,
dapat menyaksikan bermacam-macam
bermain, dan belanja di pasar yang
adat dan kebudayaannya. PKA juga telah
memang dibuat khusus. Pasar ini sangat
menjadi sebuah pesta rakyat terbesar di
banyak menarik minat masyarakat
Aceh sehingga anggaran yang
sehingga muncul stigma negatif yang
dipersiapkan juga cukup besar dengan
menyebutkan bahwa PKA-7 selayaknya
harapan agar PKA bisa terlaksana
sebagai sebuah kegiatan Pasar Malam.
dengan baik dan dirasakan manfaatnya
76 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020
Pekan Kebudayaan Aceh Dalam Perspektif Historis

oleh semua kalangan. Namun harapan dipertemukan agar terwujudnya


dengan kenyataan dilapangan tidak semangat persatuan Aceh.
selalu sesuai, begitu pula dengan PKA 3. Pelaksanaan PKA harus banyak
yang pada pelaksanaan terdapat dan sering melibatkan berbagai
kesalahan dan kekurangan baik dari segi pihak mulai dari pemerintah,
persiapan, saat kegiatan, dan pasca budayawan, seniman, ulama,
kegiatan itu sendiri. Oleh sebab itu akademisi, tokoh politik, pakar
setelah penulis menganalisa beberapa ekonomi, pelaku usaha, tokoh
kekurangan tersebut maka juga masyarakat, dan pihak yang
diperlukan adanya kritik dan masukan terkait lainnya agar bersama
guna memberikan solusi agar duduk untuk membahas sehingga
pelaksanaan PKA bisa lebih baik dan mencapai satu visi bersama yang
bermanfaat terutama dalam upaya diwujudkan dalam PKA.
untuk membangun Aceh melalui 4. Pemerintah Aceh melalui Dinas
kebudayaan. Adapun masukan yang Kebudayaan dan Pariwisata
penulis rangkum diantaranya haruslah membenahi manajemen
1. Keseriusan dan komitmen pelaksanaan PKA yang sering
Pemerintah Aceh sangat tidak teratur. Hal ini harus
diperlukan dalam hal ini guna diperbaiki guna mencapai tujuan
untuk mewujudkan kegiatan PKA mulia dari PKA itu sendiri yaitu
sebagai sebuah wadah sebagai wadah pelestarian
perlindungan, pembinaan, kebudayaan Aceh.
pemanfaatan, dan pengembangan 5. Pemerintah Aceh melalui Dinas
seluruh kekayaan nilai-nilai Kebudayaan dan Pariwisata
sejarah, adat, dan budaya yang haruslah lebih selektif dalam
dimiliki Aceh. memilih EO. Pilihlah EO yang
2. PKA harus menjadi sarana paham betul substansi sebuah
pemersatu bagi berbagai etnis- kegiatan kebudayaan sehingga
etnis yang ada di Aceh sehingga kegiatan yang terlaksana
melalui PKA ini khazanah mempunyai nilai edukatif bagi
kebudayaan yang dimiliki setiap masyarakat yang menyaksikan.
etnis ini bisa saling membaur dan 6. Pelaksanaan PKA harus benar-
benar mampu mengakomodir

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020 | 77


Septian Fatianda

seluruh khazanah kebudayaan di agar PKA akan tetap bisa


Aceh sehingga PKA bisa menjadi terealisasikan meskipun terjadi
edukasi bagi masyarakat untuk pergantian kekuasaan ditingkat
mengenali budaya asli mereka Provinsi.
sebagai orang Aceh. Hal ini untuk
menepis anggapan bahwa PKA Penutup
hanya sekedar dijadikan proyek
Pekan Kebudayaan Aceh atau PKA
belaka yang mengatasnamakan
adalah sebuah kegiatan kebudayaan
event kebudayaan.
terbesar di Aceh. Kegiatan ini memiliki
7. Dalam menghadapi era yang
tujuan utama yaitu untuk membangun
serba digital ini, PKA harus
Aceh melalui pemajuan dan
merespon hal itu dimana setiap
pengembangan kebudayaan. PKA
kegiatan PKA harus diabadikan
pertama kali dilaksanakan pada tahun
didalam tulisan untuk
1958 dengan tokoh sentral
selanjutnya didigitalkan. Hal ini
pelaksanaannya yaitu Gubernur Aceh
supaya setelah pelaksanaan PKA
Ali Hasjmy, ketua penguasa
selesai ada satu bahan yang
Perang/Panglima Komando Daerah
masih tersisa sehingga bisa
Militer Aceh Letnan Kolonel Syamaun
menjadi bahan pembelajaran
Gaharu, dan Kepala Staf KDMA Mayor T.
bagi siapapun yang membacanya
Hamzah Bendahara. Kemudian T.
8. Pemerintah Aceh perlu
Hamzah Bendahara mencetuskan ide
membentuk satu badan
untuk kembali melakasnakan PKA-2
permanen atau panitia khusus
pada pertemuan dengan pengurus
yang akan bertugas untuk
Lembaga Pengembangan Seni Budaya
menyiapkan konsep pelaksanaan
(LPSB) dan sehingga PKA-2 terlaksana
PKA dengan persiapan yang lebih
pada tahun 1972. Untuk edisi PKA-3
lama, intensif, dan selektif.
baru terlaksana setelah 16 tahun
Manfaat dari kebijakan ini adalah
kedepan tepatnya pada tahun 1988 yang
PKA langsung secara khusus
diprakarsai oleh DKA dan LAKA. PKA-4
difikirkan dan disiapkan oleh
dilaksanakan pada tahun 2004 yang
badan ini agar cita-cita mulia
untuk pertama kali pelaksanaan PKA
PKA tetap terlaksana 4 atau 5
menjadi tanggung jawab Dinas
tahun sekali. Hal ini juga berguna
Kebudayaan dan Pariwsiata Aceh untuk
78 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020
Pekan Kebudayaan Aceh Dalam Perspektif Historis

konsisten dilaksanakan. Setelah itu Djamil, Muhammad Junus. 1959. Gadjah


Putih Iskandar Muda. Kutaraja:
pelaksanaan PKA relatif stabil yang
Lembaga Kebudajaan Aceh.
dilaksanakan selama 5 tahun sekali
Ibrahimy, Muhammad Nur. 1982. M. Daud
yaitu PKA-5 pada tahun 2009, PKA-6 Beureueh: Peranannya Dalam
tahun 2013, dan PKA-7 di tahun 2018. Pergolakan di Aceh. Jakarta:
Gunung Agung.
PKA telah memberikan manfaat
Ismail, Badruzzaman. 2012. Sejarah
yang besar bagi usaha untuk pelestarian
Majelis Adat Aceh, Tahun 2003-
kebudayaan di Aceh, dimana ia telah 2006. Banda Aceh: Majelis Adat
Aceh.
menjadi arena untuk perlindungan dan
pengembangan nilai-nilai sejarah, adat, Latief, Abdul. 2000. Soeharto Terlibat G
30 S. Jakarta: Institut Studi Arus
dan budaya di Aceh. Selain itu PKA juga Informasi.
berperan sebagai wadah pemulihan dan
Putra, Rahmad Syah. 2018. Aceh Barat
pemersatu masyarakat Aceh dari segala Berbudaya Dokumentasi Pekan
konflik dan perpecahan antar etnis yang Kebudayaan (PKA) Ke-7
Kabupaten Aceh Barat. Banda
pernah terjadi di Aceh. PKA secara Aceh: Bandar Publishing.
langsung telah berhasil untuk Tim Penyusun Laporan PKA-7. 2018.
mengeksposkan kembali khazanah Laporan Pekan Kebudayaan Aceh
7. Banda Aceh: Dinas Kebudayaan
kebudayaan Aceh yang sempat hilang Dan Pariwisata Provinsi Aceh.
sehingga bisa dinikmati kembali oleh
Tim Penyusun Laporan PKA. 2013.
generasi sekarang. Kemudian hasil yang Laporan Pekan Kebudayaan Aceh
paling monumental dari pelaksanaan Ke-6. Banda Aceh: Dinas
Kebudayaan Dan Pariwisata Aceh.
PKA ialah dibangunnya komplek yang
Tim perumus laporan DISBUDPAR Aceh.
khusus dibuat untuk pelaksanaan PKA 2004. Laporan Pelaksanaan Pekan
yaitu Taman Ratu Safiatuddin serta Kebudayaan Aceh Ke-4. Banda
Aceh: Dinas Kebudayaan dan
komplek taman ini dijadikan sebagai Pariwisata Aceh.
lokasi permanen pelaksanaan PKA.
Tim Perumus Laporan PKA-3. 1991. PKA-
3 Menjenguk Masa Lampau
Daftar Pustaka Menjangkau Masa Depan
Kebudayaan Aceh. Banda Aceh:
Pemerintah Daerah Provinsi
Ahmad, Zakaria. 2008. Sejarah
Daerah Istimewa Aceh.
Perlawanan Aceh Terhadap
Kolonialisme Dan Imperialisme. Tim Perumus Laporan PKA DISBUDPAR
Banda Aceh: Yayasan PeNA. Aceh. 2009. Laporan Pelaksanaan
Pekan Kebudayaan Aceh Ke-5

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020 | 79


Septian Fatianda

PKA-5. Banda Aceh: Dinas


Kebudayaan Dan Pariwisata Aceh.

80 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 1, 2020

You might also like