Professional Documents
Culture Documents
505-Article Text-1151-1-10-20200827
505-Article Text-1151-1-10-20200827
505-Article Text-1151-1-10-20200827
Septian Fatianda
Pusat Studi Sejarah dan Kebudayaaan Islam di Aceh dan Alam Melayu (PUSAKA) Universitas
Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Aceh, Indonesia
Email: septianfatianda@gmail.com
Nuraini A. Manan
Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh
Email: nuraini.manan@ar-raniry.ac.id
Abstract
This article is entitled Pekan Kebudayaan Aceh (Aceh Cultural Week) in Historical Perspective.
Aceh Cultural Week or PKA is a cultural event displaying cultural richness through cultural
attractions, artistic performances, exhibitions and cultural seminars. The purpose of this research
is to find out the early history of PKA implementation and its development, impact, shifting in the
initial PKA values and objectives, as well as criticism and input on the implementation of PKA. This
study uses the historical method through heuristic steps, interviews, source criticism,
interpretation, and historiography or history writing. The results of this study explain that the Aceh
Cultural Week has been implemented for seven times where firstly held was in 1958 and continued
until the latest (seventh) PKA in 2018. This PKA is aimed to develop and preserve Aceh's historical,
traditional and cultural values and as a means of unifying various ethnic groups in Aceh. In
addition, PKA has provided substantial results for the preservation of Aceh's culture. Furthermore,
this research also explains that the society highly appreciates the implementation of PKA despite
some points that need to be evaluated in order to achieve the noble ideals of PKA itself.
Keywords: Aceh Cultural Week (PKA); historical perspective; cultural event
Abstrak
Tulisan ini berjudul Pekan Kebudayaan Aceh Dalam Perspektif Historis. Pekan Kebudayaan Aceh
atau PKA merupakan sebuah kegiatan yang berbentuk festival kebudayaan dengan menampilkan
kekayaan budaya di Aceh berupa atraksi budaya, penampilan kesenian, pameran, dan seminar
kebudayaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah awal penyelenggaraan PKA
dan perkembangannya dari masa ke masa, manfaat yang dihasilkan, pergeseran nilai dan tujuan
awal PKA, serta kritik dan masukan terhadap penyelenggaraan PKA. Penelitian ini menggunakan
metode sejarah yaitu melalui langkah-langkah heuristik, wawancara, kritik sumber, interpretasi,
dan historiografi atau penulisan sejarah. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Pekan
kebudayaan Aceh telah berlangsung selama tujuh kali penyelenggaraan dimana yang pertama kali
diselenggarakan tahun 1958 dan terus berlanjut hingga yang terakhir PKA tujuh tahun 2018. PKA
ini memiliki tujuan untuk pengembangan dan pelestarian nilai-nilai sejarah, adat, dan budaya
Aceh serta sebagai sarana pemersatu dari berbagai etnis yang ada di Aceh. Selain itu PKA telah
memberikan hasil yang cukup besar bagi pelestarian budaya Aceh. Selanjutnya penelitian ini juga
menjelaskan bahwa masyarakat sangat mengapresiasi penyelenggaraan PKA namun ada
beberapa hal yang perlu dibenahi guna mencapai cita-cita mulia dari PKA itu sendiri.
Kata Kunci: Pekan Kebudayaan Aceh (PKA); perspektif historis; festival kebudayaan
edisi kedua ini memiliki banyak item keamanan Aceh menjadi terganggu
kegiatan kebudayaan berupa pawai hingga berdampak pada rencana
kebudayaan, pagelaran adat dan budaya, penyelenggaraan PKA edisi ketiga ini.
pameran benda budaya, pementasan Akhirnya pada tahun 1985 dan 1986
seni, permainan kerakyatan, seminar sudah terbentuk Dewan Kesenian Aceh
kebudayaan, dan lain sebagainya. Hasil (DKA) dan Lembaga Adat dan
yang cukup jelas tampak pasca Kebudayaan Aceh (LAKA) sehingga
pelaksanaan PKA-2 ini adalah dengan adanya lembaga tersebut
terbukanya isolasi Aceh dari dunia luar keinginan untuk merealisasikan PKA
sehingga setelahnya banyak para menjadi semakin kuat dan terorganisir.
wisatawan yang datang ke Aceh hingga Ide PKA-3 ini juga didukung kuat oleh
hal ini berdampak pada sektor ekonomi Gubernur Aceh saat itu Ibrahim Hasan
dan pembangunan Aceh. PKA-2 juga yang baru saja dilantik pada bulan
berhasil menghimpun dan september 1987. Keinginan untuk
menampilkan kembali banyak nilai-nilai membangun Aceh melalui PKA akhirnya
budaya Aceh terutama kesenian- terwujudkan.
kesenian asli Aceh. Pada PKA 1988 ini diketuai oleh
Wakil Gubernur Aceh saat itu Teuku
Pekan Kebudayaan Aceh Ketiga
Djohan. Penyelenggaraan PKA-3 ini
PKA-3 dilaksanakan pada tanggal
digelar dengan tujuan utama untuk
24 Agustus hingga 05 September 1988
menguatkan kembali nilai-nilai agama,
yang bertempat di Lapangan Blang
tradisi, ideologi, ekonomi, keamanan,
Padang, Banda Aceh. Pelaksanaan pada
dan sosial budaya masyarakat Aceh.
tahun 1988 menunjukkan bahwa butuh
PKA-3 ini juga sebagai usaha untuk
waktu selama 16 tahun bagi Aceh untuk
membuka kembali isolasi Aceh yang
melaksanakan kembali kegiatan
telah dianggap tidak aman dikunjungi
pengembangan kebudayaan melalui
karena meletusnya pemberontakan
PKA. Hal ini cukup beralasan dimana
GAM tersebut. Usaha ini terbilang efektif
pada tahun 1976 di Aceh telah muncul
yaitu dengan penyelenggaraan PKA-3
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di bawah
yang cukup meriah dengan banyaknya
pimpinan Hasan Tiro yang menuntut
partisipasi masyarakat Aceh bahkan
Aceh untuk pisah dari NKRI. Faktor ini
dari daerah luar Aceh dalam
telah membuat situasi sosial, politik,
menyemarakkan agenda ini.
dibuka secara resmi oleh Presiden Aceh dan bagian dari pemersatu Aceh
Republik Indonesia Megawati Soekarno melalui adat dan budaya (Putra 2018).
Putri. Selanjutnya diisi dengan kegiatan
Pekan Kebudayaan Aceh Kelima
pawai kebudayaan, pameran
Setelah sukses menyelenggarakan
kebudayaan dan benda sejarah,
PKA-4 dengan segala hasil dan
khanduri masal, pasar rakyat, pagelaran
manfaatnya bagi kebudayaan Aceh,
seni, lomba permainan rakyat, seminar
diperkuat dengan adanya Undang-
kebudayaan, dan yang terbaru di PKA
Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang
yaitu pemberian Anugerah Budaya
keistimewaan Aceh dibidang Agama,
kepada para masyarakat yang berjasa
Pendidikan, dan Adat Istiadat. Maka
melestarikan kebudayaan di Aceh. Satu
Pemerintah Aceh dalam hal ini melalui
hal yang menjadi keberhasilan besar
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh
PKA-4 ini adalah selesai dibangunnya
kembali memprogramkan sebuah
komplek kawasan seni dan kebudayaan
kegiatan pelestarian dan aktualisasi
Aceh yang terdiri dari Anjungan 23
Adat dan Budaya Daerah melalui PKA-5.
Kabupaten/Kota di Aceh. Kawasan ini
Untuk suksesnya PKA ini Pemerintah
diberi nama Taman Sulthanah
Aceh dengan Gubernur Irwandi Yusuf
Safiatuddin dengan alasan karena pada
membentuk panitia PKA-5 yang
masa Safiatuddin memimpin Kerajaan
ditetapkan dalam Surat Keputusan
Aceh Darussalam selama 35 tahun
Gubernur No. 430/06/2009. Keputusan
dianggap kebudayaan Aceh sangat maju.
ini menetapkan Wakil Gubernur Aceh
Ide pendirian Taman Safiatuddin ini
Muhammad Nazar sebagai Ketua Umum
sebelumnya sudah direncanakan pada
PKA-5 dan Sekretaris Umum dari Kepala
masa kepemimpinan Gubernur Aceh H.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh
Muzakir Walad, Namun baru bisa
(Tim Perumus Laporan PKA
diwujudkan pada masa Gubernur Aceh
DISBUDPAR Aceh 2009).
Abdullah Puteh, yang juga turut
Penyelenggaraan PKA edisi
dipelopori oleh Marlinda Abdullah
kelima ini terbilang istimewa karena
Puteh (Isteri Gubernur Aceh) yang juga
menjadi sebuah bentuk rasa syukur
Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, dengan
Pemerintah dan masyarakat Aceh atas
tujuan sebagai suatu bagian
bangkitnya Aceh dari musibah besar
membangun kembali khazanah warisan
bencana tsunami pada tahun 2004 lalu
untuk memelihara seluruh nilai edukasi pada PKA-4 ini perlahan mulai
kekayaan adat dan budaya Aceh. berkurang. Hal ini disebabkan oleh tarik
Begitu juga dengan PKA-3 yang ulur tugas dan manajemen pelaksanaan
diselenggarakan sebagai upaya untuk yang tidak lagi sistematis. Berlanjut
menggali dan menghidupkan kembali pada perhelatan PKA-5 tahun 2009 yang
seni budaya tradisional Aceh yang diselenggarakan sebagai bentuk syukur
bernilai positif bagi pembangunan dan atas perdamaian Aceh dan juga sebagai
pembentukan kepribadian masyarakat pengembangan kekayaan kebudayaan
Aceh serta sebagai ajang penambahan Aceh. Pelaksanaan PKA-5 dipegang oleh
pendapatan ekonomi masyarakat EO yaitu PT. Dimeta Internusa, namun
melalui daya tarik wisata. Secara umum akibat persiapan dan manejemen yang
PKA edisi pertama hingga ketiga kurang baik tujuan awal PKA ini mulai
memiliki tujuan dan semangat yang bergeser dimana pada PKA-5 porsi yang
hampir sama yaitu sebagai ajang diberikan pada seni dan tradisi Aceh
pemersatu, pemeliharaan budaya, serta mulai berkurang disebabkan dengan
sebagai sarana pembangunan fisik banyaknya mucul seni kreasi baru yang
maupun non fisik bagi Aceh. Perhelatan lebih dinikmati masyarakat sehingga
PKA Pertama hingga Ketiga ini telah seni tradisi ini menjadi kurang diminati
menjadi obat penghibur bagi dan terlupakan.
masyarakat Aceh yang rindu akan Kemudian pada gelaran PKA-6
tampilan-tampilan kebudayaan. secara tujuan memiliki kesamaan
Selang belasan tahun kemudian dengan edisi keempat dan kelima yaitu
tepatnya pada 2004 akhirnya PKA edisi untuk meningkatkan hasrat masyarakat
keempat kembali digelar. Kehadiran agar terus menggali serta
PKA-4 dirancang untuk memperbaiki mengembangkan seni budaya Aceh dan
segala kekurangan dan keterbatasan sebagai sarana untuk meningkatkan
tiga PKA edisi sebelumnya. Maka untuk kualitas kepribadian masyarakat Aceh.
kali pertama PKA dimandatkan kepada Dari segi persiapan dan tata kelola
DISBUDPAR Provinsi Aceh serta pelaksanaan juga hampir sama dengan
manajemen pelaksanaan yang dipegang dua edisi PKA sebelumnya. Namun yang
oleh tim Event Organizer. Harapan patut disayangkan kehadiran
masyarakat untuk mendapatkan masyarakat pada PKA-6 lebih banyak
tontonan yang menghibur dan bernilai untuk menghibur diri dan sambil