Makalah Demam Typhoid

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 15

MAKALAH DEMAM TYPHOID

DISUSUN OLEH
1. INDIRA SYAFA'AH PUTRI 2021205201015
2. MEYTHA APRILLIA 2021205201030
3. FAREL BENARIVO TAVIP 2021205201038

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Typhoid” ini
dapat terselesaikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua…

Pringsewu, Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

A. LATAR BELAKANG..............................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................2
C. TUJUAN...................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3

BAB III PENUTUP..........................................................................................25


A. KESIMPULAN..........................................................................26
B. SARAN........................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pada tahun ( 1896 Widal ) mendapatkan salah satu metode untuk diagnosis penyakit
demam tifoid. Pada tahun yang sama ( Wright dari Inggris dan Pfeifer dari Jerman )
mencoba vaksinasi terhadap demam tifoid. Pada era 1970 dan 1980 mulai dicoba vaksin
oral yang berisi kuman hidup yang dilemahkan dan vaksin suntik yang berisi Vi kapsul
polisakarida. Pada tahun ( 1948 Woodward dkk ) di Malaysia menemukan bahwa
kloramfenikol adalah efektif untuk pengobatan penyakit demam tifoid.
Pada tahun 1829 Pierre Louis ( Perancis ) mengeluarkan istilah typhoid yang berarti
seperti typhus. Baik kata typhoid maupun typhus berasal dari kata yunani typhos.
Terminologi ini dipakai pada penderita yang mengalami demam disertai kesadaran yang
terganggu.
Baru pada tahun ( 1837 William Word Gerhard ) dari Philadelphia dapat membedakan
tifoid dari typhus. pada tahun ( 1880 Eberth ) menemukan Bacillus typhosus pada sediaan
histology yang berasal dari kelenjar limfe mesentarial dan limpa. Pada tahun ( 1884
Gaffky ) berhasil membiakkan salmonella tyhpi, dan memastikan bahwa penularannya
melalui air dan bukan udara.
Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,
cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada
daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam
typhoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konfalesen, dan kronik karier
(Depkes RI, 2009) .
Penyakit thypoid termasuk penyakit yang mengakibatkan angka kejadian luar biasa
(KLB) yang terjadi di Jawa Tengah, pada tahun 2003 menempati urutan ke 21 dari 22
(4,6%) penyakit yang tercatat. Meskipun hanya menempati urutan ke 21, penyakit
thypoid memerlukan perawatan yang komprehensif, mengingat penularan salmonella
thypi ada dua sumber yaitu pasien dengan demam thypoid dan pasien dengan carier.
Pasien carier adalah orang yang sembuh dari demam thypoid dan terus mengekspresi
salmonella thypi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun (Depkes, 2008) .
Hasil rekapitulasi kunjungan di Puskesmas Tlogosari wetan menunjukkan bahwa
penyakit ini mengalami peningkatan pada tahun 2008 angka kejadian penyakit ini
berkisar 156 kasus per 100.000 penduduk. Dibandingkan tahun 2006 angka kejadiannya
lebih kecil yaitu 127 kasus per 100.000 penduduk. Adapun untuk kejadian typhoid di
Puskesmas Tlogosari Wetan pada anak usia 3-19 tahun serta membantu mencarikan jalan
pemecahannya (Walchi, 2007) .
Lingkungan sehat dan bersih sangat menjamin status kesehatan seseorang , namun hal
tersebut masih dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak penting. Sehingga membuat
kehidupan menjadi tidak sehat dan banyak menimbulkan berbagai macam penyakit yang
disebabkan oleh bakteri , diantara nya Demam Typhoid.
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.

1
Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan
lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan
makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).
Data WHO tahun 2009, memperkirakan terdapat 17 juta kasus demam tifoid di seluruh
dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Insidens rate demam tifoid di
Asia Selatan dan Tenggara termasuk China pada tahun 2010 rata-rata 1.000 per 100.000
penduduk per tahun.
Insidens rate demam tifoid tertinggi di Papua New Guinea sekitar 1.208 per 100.000
penduduk per tahun. Insidens rate di Indonesia masih tinggi yaitu 358 per 100.000
penduduk pedesaan dan 810 per 100.000 penduduk perkotaan per tahun dengan rata-rata
kasus per tahun 600.000-1.500.000 penderita. Angka kematian demam tifoid di Indonesia
masih tinggi dengan CFR sebesar 10% (Nainggolan, R, 2011).
Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008, demam
tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah
sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan pertama
ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga
ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01% (Depkes RI,
2009).

B. Tujuan
a. Tujuan umum
Tujuan dari penulisan laporan pendahuluan ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan atau perawat tentang penyakit epilepsi
beserta prinsip asuhan keperawatan klien dengan kasus epilepsi.
b. Tujuan khusus
1. Mampu Melakukan Pengkajian pada pasien
2. Mampu Menegakkan Diagnosa Keperawatan
3. Mampu Mleakukan Intervensi Keperawatan
4. Mampu Melakukan Implementasi Kperawatan
5. Mampu Melakukan Evaluasi Keperawartan

C. Manfaat
A. Manfaat bagi praktek keperawatan
Untuk menambah pengetahuan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan kasus typhoid.
B. Manfaat bagi Institut
Untuk memberi bahan masukan dalam kegiatan belajar mengajar terutama pada
perawatan pasien typhoid, juga sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi
mahasiswa keperawatan yang berkaitan dengan cara perawatan typhoid.
C. Manfaat bagi penulis
Untuk menambah pengetahuan bagi penulis mengenai kasus typhoid.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DEMAM TIFOID
1. Pengertian
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella
Thypi.Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella
(Smeltzer & Bare, 2002).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi(Arief Maeyer, 1999 ).
Demam typhoid adalah penyakit bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi
(WHO).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. Sinonim dari penyakit ini adalah
Typhoid dan paratyphoid abdominalis (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi, 2006).
Demam tifoid (Thypoid fever) adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang
ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat
difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. Tifus
abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan,
anoreksia, bradikardi relatif, kadang - kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-
duanya ( Samsuridjal , 2010 ) .
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella
( Bruner and Sudart, ) .

2. Etiologi
Penyebab demam typhoid adalah bakteri Salmonella typhi.Sementara demam
paratyphoid yang gejalanya mirip dengan demam typhoid namun lebih ringan,
disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C. ( James Chin, MD, 2006)
Salmonella typhisama dengan salmonella yang lain adalah bakteri Gram-nagative,
mempunyai flegala, tidak berkapul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flageral antigen (H)
yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K)yang terdiri dari polisakarida.
Penyebab demam tifoid dan demam paratifoid adalah S.typhi, S.paratyphi A,
S.paratyphi B dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997).
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi, salmonella para typhi A. B dan C. Ada
dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan
pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih
terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

F. Pemeriksaan Penunjang
 Nyeri kepala
 Malaise
 Letargi
 Lidah kotor
 Bibir kering pecah-pecah (regaden)
 Mual, muntah
3
 Nyeri perut
 Nyeri otot
 Anoreksia
 Hepatomegali, splenomegali
 Konstipasi, diare
 Penurunan kesadaran
 Macular rash, roseola (bintik kemerahan) akibat emboli basil dalam kapiler
 Epistaksis
 Bradikardi
 Mengigau (delirium)

4
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering
dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan
jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal
ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid.
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
5
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid
(Widiatuti, 2001).
2. Penatalaksanaan
a. Perawataan
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi
bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama
7 hari.
c. Obat-obatan
1) Kloramfenikol.
Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan
secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2) Tiamfenikol.
Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3) Kortimoksazol.
Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol
dan 80 mg trimetoprim)
4) Ampisilin dan amoksilin.
Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5) Sefalosporin Generasi Ketiga.
Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam
per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6) Golongan Fluorokuinolon
a) Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
b) Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
c) Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
d) Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
e) Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
f) Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu
seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena
telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur
darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001).
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Dapat terjadi pada anak laki-laki dan perempuan, kelompok umur yang terbanyak
adalah diatas umur lima tahun. Faktor yang mendukung terjadinya demam thypoid
adalah iklim tropis social ekonomi yang rendah sanitasi lingkungan yang kurang.
c. Keluhan utama
Pada pasien typus abdominalis keluhan utamanya adalah demam.
d. Riwayat penyakit sekarang
Demam yang naik turun remiten, demam dan mengigil lebih dari satu minggu.
6
e. Riwayat penyakit dahulu
Tidak didapatkan penyakit sebelumnya.
f. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang karier
g. Riwayat psiko social dan spiritual
Kelemahan dan gangguan interaksi sosial karena bedrest serta terjadi kecemasan.
h. Riwayat tumbuh kembang
Tidak mengalami gangguan apapun, terkadang hanya sakit batuk pilek biasa
i. Activity Daily Life
1) Nutrisi : pada klien dengan demam tifoid didapatkan rasa mual, muntah,
anoreksia, kemungkinan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2) Eliminasi : didapatkan konstipasi dan diare
3) Aktifitas : badan klien lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat dengan tirah
baring sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.
4) Istirahat tidur : klien gelisah dan mengalami kesulitan untuk tidur karena
adanya peningkatan suhu tubuh.
5) Personal hygiene : klien dianjurkan bedrest sehingga mengalami gangguan
perawatan diri. Perlu kaji kebiasaan klien dalam personal hygiene seperti tidak
mencuci tangan sebelum makan dan jajan di sembarang tempat.
j. Pemeriksaan fisik
1) Mata : kelopak mata cekung, pucat, dialtasi pupil, konjungtifa pucat kadang di
dapat anemia ringan.
2) Mulut : Mukosa bibir kering, pecah-pecah, bau mulut tak sedap. Terdapat beslag
lidah dengan tanda-tanda lidah tampak kering dilatasi selaput tebal dibagian ujung
dan tepi lidah nampak kemerahan, lidah tremor jarang terjadi.
3) Thorak : jantung dan paruh tidak ada kelainan kecuali jika ada komplikasi. Pada
daerah perangsang ditemukan resiola spot.
4) Abdomen : adanya nyeri tekan, adanya pembesaran hepar dan limpa, distensi
abdomen, bising usus meningkat
5) Ekstrimitas : Terdapat rosiola dibagian fleksus lengan atas.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella
thypi.
b. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, mual, muntah dan anoreksia.
c. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat,
kehilangan cairan berlebih akibat muntah dan diare.
d. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi
e. Ansietas berhubungan dengan proses hospitalisasi, kurang pengetahuan tentang
penyakit dan kondisi anaknya
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Peningkatan Tujuan :  Observasi tanda-  Tanda-tanda vital
suhu tubuh Setelah tanda vital berubah sesuai tingkat
(Hipertermi) diberikan perkembangan penyakit
berhubungan tindakan dan menjadi indikator
dengan proses keperawatan untuk melakukan
infeksi selama 3 x intervensi selanjutnya
7
Salmonella 24 jam, suhu  Pemberian kompres dapat
Typhi. tubuh normal. menyebabkan peralihan
 Beri kompres pada panas secara konduksi
Kriteria hasil : daerah dahi dan membantu tubuh
TTV dalam untuk menyesuaikan
batas normal terhadap panas
TD : 80-  Peningkatan suhu tubuh
120/60-80 mengakibatkan
mmhg penguapan sehingga
N : 120-140 perlu diimbangi dengan
x/i (bayi), 100- Anjurkan untuk asupan cairan yang
120 (anak) banyak minum air banyak
S : 36,5-370C putih  Mempercepat proses
P : 30-60 x/i penyembuhan,
(bayi), 15-30 menurunkan demam.
x/i (anak) Pemberian antibiotik
menghambat
pertumbuhan dan proses
infeksi dari bakteri
 Kolaborasi
pemberian
antiviretik,
antibiotik
2 Resiko Tujuan :  Kaji kemampuan  Untuk mengetahui
pemenuhan Setelah makan klien perubahan nutrisi klien
nutrisi kurang dilakukan dan sebagai indikator
dari kebutuhan tindakan intervensi selanjutnya
tubuh keperawatan  Berikan makanan  Memenuhi kebutuhan
berhubungan selama 3 x 24 dalam porsi kecil nutrisi dengan
dengan intake jam tapi sering meminimalkan rasa
yang tidak kekurangan mual dan muntah
adekuat, mual, nutrisi tidak  Memenuhi kebutuhan
muntah dan terjadi.  Beri nutrisi dengan nutrisi adekuat
anoreksia. diet lunak, tinggi
Kriteria hasil : kalori tinggi protein
Nafsu makan Anjurkan kepada  Menambah selera makan
meningkat, orang tua dan dapat menambah
Tidak ada klien/keluarga untuk asupan nutrisi yang
keluhan memberikan dibutuhkan klien
anoreksia, makanan yang
nausea, disukai
Porsi makan  Anjurkan kepada
dihabiskan orang tua  dapat meningkatkan asam
klien/keluarga untuk lambung yang dapat
menghindari memicu mual dan
makanan yang muntah dan menurunkan
mengandung asupan nutrisi
gas/asam, pedas
 Kolaborasi. Berikan  Mengatasi mual/muntah,
antiemetik, antasida menurunkan asam
8
sesuai indikasi lambung yang dapat
memicu mual/muntah

3 Resiko defisit Tujuan :  Kaji tanda dan gejala Hipotensi, takikardia,


volume cairan Setelah dehidrasi demam dapat
berhubungan dilakukan hypovolemik, menunjukkan respon
dengan intake tindakan riwayat muntah, terhadap dan atau efek
yang tidak keperawatan kehausan dan turgor dari kehilangan cairan
adekuat, selama 3x24 kulit  Agar segera dilakukan
kehilangan jam, tidak  Observasi adanya tindakan/ penanganan
cairan berlebih terjadi defisit tanda-tanda syok, jika terjadi syok
akibat muntah volume cairan tekanan darah
dan diare. menurun, nadi cepat
Kriteria hasil : dan lemah  Cairan peroral akan
Tidak terjadi  Berikan cairan membantu memenuhi
tanda-tanda peroral pada klien kebutuhan cairan
dehidrasi, sesuai kebutuhan  Asupan cairan secara
Keseimbangan  Anjurkan kepada adekuat sangat
intake dan orang tua klien diperlukan untuk
output dengan untuk menambah volume
urine normal mempertahankan cairan tubuh
dalam asupan cairan secara Pemberian intravena
konsentrasi dekuat sangat penting bagi
jumlah  Kolaborasi klien untuk memenuhi
pemberian cairan kebutuhan cairan
intravena

4 Gangguan pola Tujuan :  Kaji pola eliminasi  Sebagai data dasar


eliminasi BAB Setelah klien gangguan yang dialami,
berhubungan dilakukan memudahkan intervensi
dengan tindakan selanjutnya
konstipasi keperawatan  Penurunan menunjukkan
selama 3 x 24 adanya obstruksi statis
jam, pola  Auskultasi bising akibat inflamasi,
eliminasi usus penumpukan fekalit
kembali  Berhubungan dengan
normal. distensi gas

Kriteria hasil :  Indikator kembalinya


Klien fungsi GI,
melaporkan  Selidiki keluhan mengidentifikasi
BAB lancar nyeri abdomen ketepatan intervensi
Konsistensi  Observasi gerakan
lunak usus, perhatikan  Mengatasi konstipasi
warna, konsistensi, yang terjadi
dan jumlah feses

 Anjurkan makan

9
makanan lunak,
buah-buahan yang  Mungkin perlu untuk
merangsang BAB merangsang peristaltik
 Kolaborasi. Berikan dengan perlahan
pelunak feses,
supositoria sesuai
indikasi

5 Ansietas Tujuan :  Kaji tingkat  Untuk mengeksplorasi


berhubungan Setelah kecemasan yang rasa cemas yang dialami
dengan proses dilakukan dialami orang tua oleh orang tua klien
hospitalisasi, tindakan klien  Meningkatkan
kurang keperawatan pengetahuan orang tua
pengetahuan selama 3 x 24 Beri penjelasan pada klien tentang penyakit
tentang penyakit jam, orang tua klien anaknya
dan kondisi kecemasan tentang penyakit
anaknya teratasi anaknya  Mendengarkan keluhan
 Beri kesempatan orang tua agar merasa
Kriteria hasil : pada orang tua klien lega dan merasa
Ekspresi untuk mengungkap diperhatikan sehingga
tenang kan perasaan nya beban yang dirasakan
Orang tua berkurang
klien tidak  Libatkan orang tua  Keterlibatan orang tua
sering bertanya klien dalam rencana dalam perawatan
tentang kondisi keperawatan anaknya dapat
anaknya terhadap anaknya mengurangi kecemasan

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna
dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran.
Penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella type A.B.C penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi.
Cara pencegahan penyakit typoid yang dilakukan adalah cuci tangan setelah dari toilet
dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah
(yang belum dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan
hindari makanan pedas.
B. Saran
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dengan adanya
makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami tentang penyakit typoid dengan baik.

11
DAFTAR PUSTAKA
Djauzi & Sundaru. 2003. Imunisasi Dewasa. Jakarta : FKUI
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC
Soegeng, S. 2005. Ilmu Penyakit Anak “Diagnosa dan Penatalaksanaan”. Jakarta : Salemba
Medika
Suryadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV Agung Setia
Syamsuhidayat, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

12

You might also like