Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 92

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PEMASAKAN METODE

SOUS VIDE TERHADAP MUTU PEPES IKAN TONGKOL

SKRIPSI

Oleh :

AZMI SYAHRI
130305073 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH SUHU DAN WAKTU PEMASAKAN METODE
SOUS VIDE TERHADAP MUTU PEPES IKAN TONGKOL

SKRIPSI

Oleh :

AZMI SYAHRI
130305073 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi yang

berjudul “Pengaruh Suhu dan Waktu Pemasakan Metode Sous Vide terhadap

Mutu Pepes Ikan Tongkol” adalah benar merupakan gagasan dan hasil pemikiran

saya sendiri dibawah arahan pembimbing. Semua data dan informasi yang

digunakan dalam skripsi ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam

daftar pustaka di bagian akhir skripsi serta dapat diperiksa kebenarannya. Skripsi

ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi

sejenis di Perguruan Tinggi lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Medan, Oktober 2018

(Azmi Syahri)

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK

AZMI SYAHRI : Pengaruh Suhu dan Waktu Pemasakan Metode Sous Vide
terhadap Mutu Pepes Ikan Tongkol, dibimbing oleh Herla Rusmarilin dan
Ridwansyah.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu dan suhu
pemasakan metode sous vide terhadap mutu pepes ikan tongkol. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yakni suhu pemasakan
(S) : (60oC, 65oC, 70oC) dan waktu pemasakan (W) : (40 menit, 80 menit, dan 120
menit). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
lemak, total mikroba, uji tekstur (penetrometer), dan uji organoleptik (warna,
aroma, rasa, dan tekstur).
Suhu pemasakan memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar
air, kadar protein, kadar lemak, total mikroba, nilai tekstur, dan nilai hedonik
tekstur. Waktu pemasakan memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap total
mikroba, nilai tekstur, dan nilai organoleptik tekstur. Interaksi kedua faktor
memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai tekstur. Suhu pemasakan
70oC (S3) dan waktu pemasakan 120 menit (M3) dengan metode sous vide
menghasilkan pepes ikan tongkol dengan mutu terbaik.

Kata kunci : Ikan tongkol, metode sous vide, pepes ikan.

ABSTRACT

AZMI SYAHRI : Effect of sous vide method temperature and time on


quality of little tuna pepes, supervised by Herla Rusmarilin and Ridwansyah.
This research was conducted to determine the effect of sous vide method
temperature and time on the quality of little tuna pepes. This study used a
completely randomised design (CRD) method with two factors, i.e cooking
temperature (S) : (60oC, 65oC, 70oC) and cooking time (W) : (40 minutes,
80 minutes, and 120 minutes). The analyzed parameters were moisture content, ash
content, protein content, fat content, total plate count, texture value (penetrometer),
and organoleptic test (color, flavor, taste, and texture).
Cooking temperature had highly significant effect on moisture content,
protein content, fat content, total plate count, texture value (penetrometer), and the
value of organoleptic texture. The length of cooking time had highly significant
effect on total plate count, texture value (penetrometer), and the value of
organoleptic texture. The interaction of two factors had significant effect on texture
value (penetrometer). 70oC (S3) cooking temperature and 120 minutes (W3) cooking
time of sous vide method produced the best little tuna pepes.

Keyword :Little tuna, pepes, sous vide.

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP

AZMI SYAHRI dilahirkan di Medan, pada tanggal 18 April 1996. Penulis

merupakan anak satu-satunya dari Bapak Sahri Effendi, SE dan Ibunda Sulfiani

Dewi. Penulis menempuh pendidikan di SD Negeri 064979 Medan, SMP Swasta

Panca Budi Medan, penulis lulus dari SMA Swasta Al-Fityan School Medan pada

tahun 2013 dan pada tahun yang sama penulis berhasil masuk ke Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama Perguruan Tinggi

Negeri (UMBPTN) di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai wakil ketua Ikatan

Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (IMITP) USU pada tahun 2016-2017, dan

sebagai asisten Laboratorium Teknologi Pangan pada tahun 2016-2017. Penulis

telah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT Superintending Company

of Indonesia (Sucofindo) 18 Juli sampai 27 Agustus 2016. Penulis menyelesaikan

tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan dan Program

Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul

“Pengaruh Suhu dan Waktu Pemasakan Metode Sous Vide terhadap Mutu

Pepes Ikan Tongkol”. Penelitian ini dilakukan bulan Januari 2018 sampai dengan

bulan Maret 2018 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, USU.

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas

segala rahmat dan karuniaNya yang telah memberikan kemudahan kepada penulis

untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Suhu dan Waktu

Pemasakan Metode Sous Vide terhadap Mutu Pepes Ikan Tongkol” sebagai

syarat kelulusan untuk meraih gelar sarjana.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam

kepada orang tua tercinta Bapak Sahri Effendi, SE dan Ibunda Sulfiani Dewi yang

selalu memberikan dukungan baik moril dan materil, doa yang tiada henti, serta

limpahan kasih sayang yang tiada terhingga sampai detik ini penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada Nyakcik terkasih Cut Marakartini yang selalu

memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Almh. Dr. Ir. Herla

Rusmarilin, MP dan kepada Bapak Ridwansyah, STP, M. Si, selaku ketua dan

anggota komisi pembimbing yang telah sabar memberi bimbingan, masukan, saran

dan bantuan yang sangat berarti bagi penulis dari awal penelitian hingga

penyelesaian skripsi ini. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada ibu Prof. Ir. Elisa Julianti, M. Si., dan Ridwansyah, STP., M. Si., selaku

ketua dan sekretaris Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas

Sumatera Utara, serta kepada Bapak dan Ibu Dosen Ilmu dan Teknologi Pangan

yang telah membimbing dan memotivasi serta memberikan ilmu selama penulis

menjalani studi dan seluruh pegawai Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,

yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penulis menjalani studi

penulis ucapkan terima kasih.

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Endah, Fachri, Derza, Rifa,

Idris, Putra, Ajeng, Khairunnisa, Suci Farina. Serta teman-teman dan rekan-rekan

asisten Laboratorium Teknologi Pangan terima kasih atas semua bantuan dan

kebersamaann selama penelitian ini berlangsung semoga kedepannya kita sukses

selalu.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman

ITP 2013, adik-adik ITP 2014, ITP 2015, dan ITP 2016, atas dukungan yang selalu

kalian berikan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian dan skripsi ketika

berada di luar kampus, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu

disini yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian dengan kebaikan dan

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2018

Penulis

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Hal
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. i

ABSTRAK ......................................................................................................... ii

ABSTRACT ........................................................................................................ ii

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii

PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
Kegunaan Penelitian .................................................................................. 5
Hipotesis Penelitian ................................................................................... 5

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 6


Karakteristik Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) ........................................ 6
Jenis-Jenis Ikan Tongkol ........................................................................... 8
Mutu Ikan Tongkol .................................................................................... 9
Komposisi Gizi Ikan Tongkol ................................................................... 10
Karakteristik fillet Ikan .............................................................................. 11
Pepes Ikan .................................................................................................. 12
Bahan Tambahan dalam Pembuatan Pepes ............................................... 13
Cabai merah ........................................................................................ 13
Cabai rawit .......................................................................................... 13
Bawang merah .................................................................................... 14
Bawang putih ...................................................................................... 14
Kunyit ................................................................................................. 14
Kemiri ................................................................................................. 15
Lengkuas ............................................................................................. 16
Daun salam ......................................................................................... 16
Daun jeruk .......................................................................................... 17
Sereh ................................................................................................... 17
Garam ................................................................................................. 18
Gula .................................................................................................... 18

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jeruk nipis ........................................................................................... 18
Sous Vide ................................................................................................... 19
Tahapan Sous Vide ..................................................................................... 19
Faktor Keamanan ....................................................................................... 22

BAHAN DAN METODA PENELITIAN ........................................................ 24


Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................... 24
Bahan Penelitian ....................................................................................... 24
Alat Penelitian .......................................................................................... 24
Metode Penelitian ...................................................................................... 25
Model Rancangan ...................................................................................... 26
Pelaksanaan Penelitian............................................................................... 26
Preparasi ikan ..................................................................................... 26
Pembuatan bumbu pepes .................................................................... 28
Pembuatan pepes ikan tongkol ........................................................... 29
Pengamatan dan Pengukuran Data ............................................................ 31
Kadar air ............................................................................................. 31
Kadar abu ............................................................................................ 31
Kadar lemak ........................................................................................ 31
Kadar protein ...................................................................................... 32
Pengujian total mikroba ...................................................................... 33
Tekstur (dengan modifikasi) ............................................................... 33
Uji organoleptik .................................................................................. 34
Pepes ikan tongkol .............................................................................. 34

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 35


Karakteristik Bahan Baku .......................................................................... 35
Pengaruh Suhu Pemasakan terhadap Parameter yang diamati .................. 36
Pengaruh Waktu Pemasakan terhadap Parameter yang diamati ................ 36
Kadar Air ................................................................................................... 37
Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap kadar air
pepes ikan tongkol .............................................................................. 37
Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap kadar air
pepes ikan tongkol .............................................................................. 38
Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide
terhadap kadar air pepes ikan tongkol ................................................ 39
Kadar Abu .................................................................................................. 39
Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap kadar abu
pepes ikan tongkol .............................................................................. 39
Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap kadar abu
pepes ikan tongkol .............................................................................. 39
Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode
sous vide terhadap kadar abu pepes ikan tongkol ............................... 39
Kadar Protein ............................................................................................. 39
Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap kadar protein
pepes ikan tongkol .............................................................................. 39
Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap kadar
protein pepes ikan tongkol.................................................................. 41

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide
terhadap kadar protein pepes ikan tongkol ......................................... 41
Kadar Lemak ............................................................................................. 42
Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap kadar lemak
pepes ikan tongkol .............................................................................. 42
Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap kadar lemak
pepes ikan tongkol .............................................................................. 43
Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide
terhadap kadar lemak pepes ikan tongkol........................................... 43
Total Mikroba ............................................................................................ 44
Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap total mikroba
pepes ikan tongkol .............................................................................. 44
Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap total
mikroba pepes ikan tongkol................................................................ 45
Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide
terhadap total mikroba pepes ikan tongkol ......................................... 46
Tekstur (Penetrometer) .............................................................................. 46
Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap nilai tekstur
(penetrometer) pepes ikan tongkol ..................................................... 46
Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai tekstur
(penetrometer) pepes ikan tongkol ..................................................... 48
Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide
terhadap nilai tekstur (penetrometer) pepes ikan tongkol .................. 49
Hedonik Warna .......................................................................................... 51
Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik
warna pepes ikan tongkol ................................................................... 51
Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai
hedonik warna pepes ikan tongkol ..................................................... 52
Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide
terhadap nilai hedonik warna pepes ikan tongkol .............................. 52
Hedonik Aroma ......................................................................................... 52
Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik
aroma pepes ikan tongkol ................................................................... 52
Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai
hedonik aroma pepes ikan tongkol ..................................................... 52
Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide
terhadap nilai hedonik aroma pepes ikan tongkol .............................. 52
Hedonik Rasa ............................................................................................. 53
Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik
rasa pepes ikan tongkol....................................................................... 53
Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai
hedonik rasa pepes ikan tongkol ......................................................... 53
Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide
terhadap nilai hedonik rasa pepes ikan tongkol .................................. 53
Hedonik Tekstur ........................................................................................ 53
Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik
tekstur pepes ikan tongkol .................................................................. 53
Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hedonik tekstur pepes ikan tongkol .................................................... 55
Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide
terhadap nilai hedonik tekstur pepes ikan tongkol ............................. 56

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 57


Kesimpulan ................................................................................................ 57
Saran .......................................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 59

LAMPIRAN ....................................................................................................... 66

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

No. Hal

1. SNI 7388:2009 tentang batas cemaran mikroba pada ikan segar ................ 9

2. SNI 2717.3:2009 tentang persyaratan mutu ikan pindang........................... 10

3. Kandungan kimia ikan tongkol .................................................................... 11

4. Penentuan suhu pengolahan bahan pangan .................................................. 21

5. Formulasi bumbu pepes dalam persen ......................................................... 28

6. Skala uji hedonik terhadap warna, aroma, dan rasa pepes ikan
tongkol ......................................................................................................... 34

7. Pengaruh suhu pemasakan terhadap parameter yang diamati ...................... 35

8. Pengaruh waktu pemasakan terhadap parameter yang diamati .................... 36

9. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemasakan metode sous vide
terhadap kadar air pepes ikan tongkol .......................................................... 37

10. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemasakan metode sous vide
terhadap kadar protein pepes ikan tongkol................................................... 37

11. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemasakan metode sous vide
terhadap kadar lemak pepes ikan tongkol .................................................... 40

12. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemasakan metode sous vide
terhadap total mikroba pepes ikan tongkol .................................................. 42

13. Uji LSR efek utama pengaruh waktu pemasakan metode sous vide
terhadap total mikroba pepes ikan tongkol .................................................. 44

14. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemasakan metode sous vide
terhadap nilai tekstur (penetrometer) pepes ikan tongkol ............................ 45

15. Uji LSR efek utama pengaruh waktu pemasakan metode sous vide
terhadap nilai tekstur (penetrometer) pepes ikan tongkol ............................ 47

16. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan
metode sous vide terhadap nilai tekstur (penetrometer) pepes
ikan tongkol ................................................................................................. 50

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemasakan metode sous vide
terhadap nilai hedonik tekstur pepes ikan tongkol ....................................... 54

18. Uji LSR efek utama pengaruh waktu pemasakan metode sous vide
terhadap nilai hedonik tekstur pepes ikan tongkol ....................................... 55

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Ikan cakalang ...................................................................................... 8

2. Ikan tongkol komo .............................................................................. 9

3. Skema preparasi ikan ......................................................................... 27

4. Skema pembuatan bumbu pepes ......................................................... 29

5. Skema penelitian pepes ikan tongkol metode sous vide ..................... 30

6. Hubungan suhu pemasakan metode sous vide dengan kadar air


pepes ikan tongkol ............................................................................. 38

7. Hubungan suhu pemasakan metode sous vide dengan kadar protein


pepes ikan tongkol ............................................................................. 41

8. Hubungan suhu pemasakan metode sous vide dengan kadar lemak


pepes ikan tongkol ............................................................................. 43

9. Hubungan suhu pemasakan metode sous vide dengan total mikroba


pepes ikan tongkol ............................................................................. 45

10. Hubungan waktu pemasakan metode sous vide dengan total


mikroba pepes ikan tongkol .............................................................. 46

11. Hubungan suhu pemasakan metode sous vide dengan tekstur


pepes ikan tongkol ............................................................................. 48

12. Hubungan waktu pemasakan metode sous vide dengan tekstur


pepes ikan tongkol ............................................................................. 49

13. Hubungan suhu dan waktu pemasakan metode sous vide dengan
dengan tekstur pepes ikan tongkol .................................................... 51

14. Hubungan suhu pemasakan metode sous vide dengan nilai


hedonik pepes ikan tongkol ............................................................... 55

15. Hubungan waktu pemasakan metode sous vide dengan nilai


hedonik pepes ikan tongkol ............................................................... 56

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan


waktu pemasakan metode sous vide terhadap kadar air pepes
ikan tongkol ...................................................................................... 66

2. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan


waktu pemasakan metode sous vide terhadap kadar abu pepes
ikan tongkol ....................................................................................... 67

3. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan


waktu pemasakan metode sous vide terhadap kadar protein pepes
ikan tongkol ...................................................................................... 68

4. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan


waktu pemasakan metode sous vide terhadap kadar lemak pepes
ikan tongkol ....................................................................................... 69

5. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan


waktu pemasakan metode sous vide terhadap total mikroba pepes
ikan tongkol ....................................................................................... 70

6. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan


waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai tekstur
(penetrometer) pepes ikan tongkol .................................................... 71

7. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan


waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik
warna pepes ikan tongkol .................................................................. 72

8. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan


waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik
aroma pepes ikan tongkol .................................................................. 73

9. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan


waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik rasa
pepes ikan tongkol ............................................................................. 74

10. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan
waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik
tekstur pepes ikan tongkol ................................................................. 75

11. Gambar berbagai produk pepes ikan tongkol yang dimasak


dengan metode sous vide ................................................................... 76

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan tongkol dapat dibedakan menjadi dua, yaitu cakalang dan tongkol

komo. Jenis ikan tongkol yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkol

komo. Ikan tongkol komo (Euthynnus affinis) merupakan ikan laut yang hidup di

bagian permukaan. Ikan tongkol merupakan salah satu ikan dari spesies

Scombridae, sama seperti ikan tuna. Ikan ini mudah dijumpai di pasaran, habitatnya

tersebar merata di perairan Indonesia. Menurut kementerian kelautan dan perikanan

Indonesia, produksi ikan tongkol, tuna, dan cakalang mencapai lebih dari 1,2 juta

ton per tahunnya serta memiliki volume ekspor mencapai 198.131 ton pada tahun

2017.

Kandungan gizi ikan tongkol yang cukup tinggi terutama kandungan

proteinnya mengakibatkan ikan tongkol menjadi sangat mudah rusak. Oleh karena

itu perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut sehingga dapat mempertahankan

kesegaran dan juga umur simpan ikan. Selain itu, kandungan protein yang tinggi

menjadikannya faktor penting dalam pemilihan metode pengolahan yang tepat agar

dapat mempertahankan nilai proteinnya. Selain kandungan proteinnya yang tinggi,

ikan tongkol juga mengandung beberapa mineral seperti kalsium, fosfor, besi, dan

sodium. Ikan tongkol juga kaya akan omega 3 dan mengandung vitamin A dan B

(Maghfiroh, 2000).

Masyarakat Indonesia mengolah ikan tongkol menjadi berbagai macam

masakan dan olahan seperti tongkol sambal, tongkol asam padeh, tongkol gulai

Aceh, serta pempek dan abon ikan tongkol. Salah satu pengolahan ikan tongkol

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

lainnya yang sering dilakukan di masyarakat adalah pepes ikan. Pepes merupakan

salah satu makanan tradisional Indonesia dimana bahan makanan seperti ikan

dilumuri bumbu kemudian dibalut dengan daun pisang lalu dimasak dengan cara

dikukus atau dipanggang. Tidak banyak produk olahan seperti pepes yang dapat

dijumpai di pasaran kecuali di restoran-restoran atau tempat makan tradisional

tertentu. Selain itu, pepes yang umum dijumpai memiliki tekstur daging ikan yang

keras dan cenderung kering dikarenakan proses pemasakan yang kurang tepat.

Bumbu-bumbu yang digunakan juga memberikan citarasa yang khas serta adanya

tambahan aroma dari daun pisang membuat pepes menjadi cukup digemari di

masyarakat Indonesia.

Pengolahan pepes secara umum menyebabkan kehilangan air yang tidak

terkontrol sehingga menghasilkan produk akhir yang lebih kering dan cenderung

keras. Selain itu ikan laut relatif mengandung asam lemak tak jenuh tunggal

mencapai 60% (Pratama, 2011). Asam lemak tak jenuh dan beberapa senyawa

volatil penyusun flavor pada ikan dapat teroksidasi atau terhidrolisis selama proses

pemasakan yang berakibat pada penurunan citarasa pepes ikan. Penggunaan metode

sous vide dalam pembuatan pepes ikan sangat sesuai karena prosesnya

menggunakan kemasan vakum sehingga dapat mencegah oksidasi atapun

kehilangan air yang berlebih selama pemasakan sehingga dapat menghasilkan

pepes ikan yang lembut serta memiliki aroma bumbu yang kuat.

Secara umum, metode pemanasan atau pemasakan yang dilakukan sangat

beragam. Mulai dari perebusan, pengukusan, penggorengan, ataupun dengan

metode yang lebih modern seperti pasteurisasi dan sterilisasi. Metode pemanasan

dapat mengkombinasikan beberapa aspek di dalamnya, selain suhu dan waktu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

sebagai faktor utama, tekanan atmosfer juga dapat dipertimbangkan sebagai faktor

yang berpengaruh.

Pemasakan secara umum menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan

bagian luar bahan pangan lewat matang (overcooked) sedangkan tingkat

kematangan yang diinginkan adalah seperti di bagian dalamnya. Selain itu

penggunaan suhu tinggi juga akan menyebabkan kerusakan pada sebagian nutrisi

yang ada pada bahan pangan. Pemasakan konvensional memiliki perbedaan suhu

yang besar antara bagian luar dan bagian dalam sehingga menyebabkan perbedaan

tingkat kematangan.

Sous vide merupakan suatu metode pemasakan yang berasal dari Perancis

serta umum digunakan di bidang kuliner seperti restoran untuk menghasilkan

makanan dengan tingkat kematangan yang merata hingga ke bagian dalam.

Keseragaman tingkat kematangan ini diperoleh dengan menggunakan suhu yang

stabil dan terkontrol serta waktu yang relatif lebih lama dari metode memasak

secara umum, dimana panas harus terdistribusi secara merata ke seluruh bagian

bahan pangan. Suhu yang digunakan juga relatif lebih rendah daripada suhu

pemasakan umumnya agar menghindari resiko overcooked serta diharapkan dapat

mempertahankan nilai nutrisi dari suatu bahan pangan. Kombinasi kontrol suhu dan

waktu yang tepat dapat memperkecil perbedaan tingkat kematangan serta menjaga

nilai nutrisi bahan pangan. Di samping suhu dan waktu pemasakan yang terkontrol,

kondisi pemasakan juga harus dibuat vakum atau hampa udara. Kondisi vakum

digunakan karena suhu pemasakan yang relatif rendah sehingga dapat membantu

membunuh sebagian mikroorganisme khususnya golongan aerobik. Selain itu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

kondisi vakum dalam kemasan plastik dapat memaksimalkan kontak antara

permukaan bahan dengan medium pemanas.

Kondisi kemasan yang vakum dalam metode sous vide dapat mencegah

oksidasi serta dapat mencegah menguapnya air dan komponen rasa selama proses

pemasakan berlangsung sehingga dapat menghasilkan produk dengan kesegaran

yang tinggi dan rasa yang lebih baik daripada metode memasak umumnya. Selain

itu, kondisi vakum dapat memperluas permukaan bahan yang kontak dengan panas

disebabkan tidak adanya udara yang dapat mengganggu proses penghantaran panas

dari medium pemanas ke bahan pangan.

Aplikasi pemasakan dengan metode sous vide sangat jarang digunakan di

masyarakat, umumnya hanya digunakan dalam memasak steak, sayuran, ataupun

berbagai jenis ikan seperti salmon dan tuna. Beberapa produk tertentu yang dimasak

dengan metode sous vide umumnya diikuti dengan proses pemasakan kembali di

atas penggorengan (pan) dalam waktu singkat yang bertujuan untuk menghasilkan

cita rasa tambahan dari reaksi maillard dan untuk tujuan keamanan pangan apabila

masih ada mikroba yang tersisa. Selain itu, produk sous vide juga dapat disimpan

kembali dalam keadaan beku dan dipanaskan kembali dengan suhu pemasakan

yang sama tanpa mengurangi nutrisi, rasa, dan perubahan tekstur.

Seiring dengan perkembangan zaman, masuknya berbagai macam budaya

asing mempengaruhi pemilihan jenis makanan masyarakat Indonesia. Makanan

asing dinilai lebih berkelas sehingga menyebabkan makanan lokal sedikit

terasingkan atau menjadi pilihan kedua. Dengan menggabungkan antara metode

memasak dari Perancis dan masakan lokal Indonesia diharapkan akan

menghasilkan produk pangan dengan mutu yang lebih tinggi dan lebih berkelas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

sehingga diharapkan masyarakat mulai melirik kembali makanan-makanan lokal

Indonesia. Selain itu juga dapat meningkatkan peluang ekspor produk makanan

olahan khas Indonesia.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh dari berbagai tingkatan suhu dan waktu

pemasakan metode sous vide terhadap mutu dan uji organoleptik pepes ikan tongkol

serta memperkenalkan metode sous vide untuk diversifikasi pengolahan ikan

tongkol yang inovatif.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai sumber informasi dalam pembuatan pepes

ikan tongkol dengan metode sous vide, meningkatkan nilai ekonomi pepes ikan,

dan pemanfaatan metode sous vide yang lebih luas dalam industri pangan, serta

untuk mendapatkan data dalam penyusunan skripsi pada Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh penggunaan berbagai tingkatan suhu dan waktu pemasakan

metode sous vide dan interaksi keduanya terhadap mutu pepes ikan tongkol.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

Ikan termasuk ke dalam functional food yang memiliki arti penting bagi

kesehatan tubuh. Selain sebagai sumber protein, ikan juga mengandung asam lemak

tak jenuh berantai panjang terutama yang tergolong asam lemak omega-3 dengan

jumlah yang cukup besar. Kandungan asam lemak omega-3 dapat menurunkan

kadar trigliserida dan total kolestrol dalam darah serta dapat meningkatkan

metabolisme lemak, vitamin serta makro dan mikro mineral (Mentang, dkk., 2011).

Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan

atau sering disebut sebagai perishable food, sehingga perlu adanya perlakuan yang

tepat untuk mencegah terjadi kerusakan dan menjaga kandungan nutrisinya. Seperti

hasil laut lainnya, ikan tongkol juga rentan mengalami kerusakan. Kerusakan dapat

terjadi akibat proses pembusukan oleh bakteri dan perubahan biokimia pada ikan

yang sudah mati (Sanger, 2010). Oleh sebab itu, perlu adanya perlakuan lanjutan

untuk dapat mempertahankan mutu dari ikan.

Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) merupakan spesies ikan yang termasuk

kelas Scrombidae seperti ikan tuna dan pada umumnya sebagai salah satu

komoditas perikanan laut Indonesia yang utama. Ikan tongkol memiliki kandungan

nutrisi yang baik karena tinggi akan protein serta mengandung beberapa mineral

dan dari segi ekonomi juga masih dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat

sehingga ikan ini banyak digemari (Hafiludin, 2011).

Ikan tongkol merupakan jenis golongan ikan tuna yang berukuran kecil.

Bentuk badan ikan tongkol memanjang dan tidak terdapat sisik pada permukaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

tubuhnya, kecuali pada bagian garis rusuk. Ikan tongkol memiliki ukuran yang

dapat mencapai 1 meter dan berat 13,6 kg. Secara umum ikan tongkol memiliki

panjang tubuh 50-60 cm dan memiliki kulit berwarna abu-abu (Bahar, 2006).

Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan tongkol adalah sebagai berikut.

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Famili : Scombridae

Genus : Euthynnus

Spesies : Euthynnus affinis

Ikan tongkol (Euthynnus affinis) memiliki ciri-ciri badan berukuran sedang

dan berbentuk memanjang seperti torpedo, memiliki dua sirip punggung yang

dipisahkan oleh celah sempit, sirip punggung pertama diikuti oleh celah sempit,

sirip punggung kedua diikuti oleh 8-10 sirip tambahan, tidak memiliki gelembung

renang, warna tubuh pada bagian punggung gelap kebiruan dan terdapat tanda

garis-garis miring terpecah dan tersusun rapi (Collete dan Nauen, 1983).

Ikan tongkol cenderung untuk hidup membentuk kelompok multi spesies

berdasarkan ukuran. Secara umum, suatu kelompok dapat terdiri dari 100 hingga

5000 individu. Ikan ini memiliki habitat yang terdapat di perairan epipelagik serta

merupakan spesies neuritik yang tinggal di perairan yang memiliki suhu berkisar

18-29 oC. Ikan tongkol merupakan predator bagi ikan kecil, udang, dan cepalopod,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

dan sebaliknya merupakan mangsa dari hiu dan marlin. Ikan tongkol memiliki

panjang baku maksimum 100 cm dan berat 13,6 kg, tetapi umumnya hanya 60 cm,

dan di Samudera Hindia ikan tongkol yang berusia 3 tahun panjang bakunya dapat

mencapai 50-65 cm (Collete dan Nauen, 1983).

Jenis-Jenis Ikan Tongkol

Ikan tongkol termasuk ke dalam golongan ikan tuna, untuk itu terdapat

beraneka ragam ikan yang sejenis di antaranya adalah ikan albakora, tuna sirip biru,

tuna mata besar, tuna sirip kuning, tongkol abu-abu, tongkol putih (cakalang),

tongkol komo (kawakawa), tongkol banyar, dan lisong. Umumnya ikan yang

dikenali masyarakat sebagai ikan tongkol hanya cakalang (Katsuwonus pelamis)

dan tongkol komo (Euthynnus affinis). Secara kenampakan, perbedaannya dapat

dilihat pada Gambar 1 untuk ikan cakalang dan Gambar 2 untuk ikan tongkol komo

(IOTC, 2013).

Warna biru dengan punggung gelap

Lunas ekor
4 - 6 garis longitudinal di
menonjol
perut

Gambar 1. Ikan cakalang (IOTC, 2013)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

Setrip miring di punggung

Secara umum, ada 2 - 4


titik di atas sirip perut

Gambar 2. Ikan tongkol komo (Sumber: Dokumen pribadi)

Mutu Ikan Tongkol

Penurunan mutu pada ikan tongkol dapat menimbulkan alergi dan

menyebabkan terjadinya keracunan setelah mengonsumsinya. Gejalanya ditandai

dengan adanya rasa gatal pada tubuh, bibir bengkak, berkeringat, wajah memerah,

mual, muntah, sakit kepala, serta jantung berdebar kencang. Hal ini dapat

disebabkan adanya kontaminasi bakteri patogen seperti Eschericia coli,

Salmonella, Vibrio cholera, Enterobacteriacea, dan bakteri patogen lainnya

(Hidayati, 2008). SNI 7388:2009 tentang batas cemaran mikroba pada ikan segar

dapat dilihat pada Tabel 1. SNI 2717.3:2009 tentang persyaratan mutu ikan pindang

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. SNI 7388:2009 tentang batas cemaran mikroba pada ikan segar
Kategori Pangan Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimum
o
Ikan segar ALT (30 C, 72 jam) 5 x 105 koloni/g
APM Eschericia coli <3 /g
Salmonella sp Negatif/25g
Vibrio cholerae Negatif/25g
Vibrio parahaemolyticus Negatif/25g

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

Tabel 2. SNI 2717.3:2009 tentang persyaratan mutu ikan pindang


Jenis Uji Satuan Persyaratan
Organoleptik angka min. 7
Cemaran mikroba
- ALT koloni/g maks. 1,0 x 105
- Eschericia coli APM/g maks. 3
- Salmonella sp per 25 g Negatif
- Vibrio cholerae per 25 g Negatif
- Staphylococcus a. Per 25 g Negatif
Kimia
- Air %bobot/bobot maks. 70
- Garam %bobot/bobot maks. 10

Komposisi Gizi Ikan Tongkol

Daging ikan tongkol dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian yang

gelap gelap atau disebut daging merah dan bagian yang terang atau disebut dengan

daging putih. Kandungan daging merah pada ikan tongkol lebih sedikit daripada

daging putihnya, yaitu hanya 11% (Cinnamma, 1975). Oleh karena itu dalam

pengalengan ikan, hanya daging putih yang digunakan karena persentasenya yang

lebih besar. Daging putih dan daging merah pada ikan tongkol mengandung

senyawa alkaloid, steroid, dan senyawa karbohidrat (Hafiludin, 2011).

Daging ikan tongkol memiliki jaringan pengikat otot yang jumlahnya

sedikit, hal ini yang menjadikan ikan tongkol salah satu ikan yang dagingnya mudah

dicerna (Suwamba, 2008). Selain itu, kandungan protein pada ikan tongkol

tergolong cukup tinggi yang berkisar antara 21,6% hingga 26,3%.

Ikan tongkol juga mengandung asam lemak omega 3 dan omega 6 sebesar

1,5 g/100g dan 1,8 g/100g (Khomsan, 2006). Asam lemak omega 3 berfungsi

sebagai prekursor asam lemak esensial linoleat dan linoleat. Asam lemak esensial

merupakan asam lemak yang tidak diprosuksi oleh tubuh, melainkan harus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

didapatkan dari luar tubuh, seperti didapatkan dari asupan makanan. Kandungan

gizi tidak hanya sangat baik untuk memenuhi kebutuhan gizi tetapi juga dapat

membantu pertumbuhan dan perkembangan tubuh (Sanger, 2010). Komposisi

kandungan kimia ikan tongkol dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan kimia ikan tongkol


Kandungan Jumlah
Air (%) 71,00 - 76,70
Protein (%) 21,60 - 26,30
Lemak (%) 1,30 - 2,10
Mineral (%) 1,20 - 1,50
Abu (%) 1,45 - 3,40
Vitamin A (mg/g) 0,50 - 0,70
Sumber : Suzuki (1981)

Karakteristik Fillet Ikan

Fillet ikan merupakan daging ikan yang terbebas dari tulang, baik bagian

kepala, tulang belakang, ekor, maupun sisik. Menurut Ditjen P2HP (2006), fillet

ikan merupakan produk pengolahan dari ikan segar melalui beberapa tahapan

proses seperti penyiangan, penyayatan, perapihan, dan penyimpanan. Fillet ikan

dapat diperoleh dengan cara memotong kepala ikan terlebih dahulu lalu

membersihkan bagian isi perutnya yang diikuti dengan pencucian. Setelah bersih,

bagian daging ikan dipisahkan dari tulang belakang dengan melakukan pemotongan

secara horizontal mengikuti tulang ikan hingga bagian daging ikan terpisah dari

bagian tulangnya. Tahapan berikutnya adalah pemotongan lanjutan agar fillet ikan

terlihat lebih rapi. Selain bersih dari bagian yang tidak dapat dikonsumsi,

karakteristik fillet ikan dapat dibedakan menjadi dua bagian, diantaranya adalah

fillet dengan atau tanpa kulit serta fillet ikan dengan atau tanpa bagian perut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Pepes Ikan

Pemepesan merupakan pengolahan sekaligus pengawetan ikan dengan

menggunakan metode pemanasan. Jenis pepes ikan di Indonesia ada beberapa

macam, tergantung dari proses pembuatan, wadah pembungkus yang digunakan,

jenis ikan, bumbu, dan asal daerah pepes tersebut. beberapa istilah pepes ikan telah

dikenal di masyarakat, dan digolongkan berdasarkan jenis ikannya, misalnya pepes

ikan mas, pepes ikan asin, pepes ikan teri, pepes ikan tongkol, pepes ikan bandeng,

bahkan pepes tahu dan oncom.

Pepes atau pepesan adalah lauk yang dibuat dari ikan, oncom, tahu, dan

lainnya, yang diberi bumbu atau rempah, dibungkus dengan daun pisang kemudian

dipanggang atau dikukus. Teknik pengolahan tradisional yang digunakan untuk

menghasilkan pepes ikan yang empuk sampai duri-durinya, dilakukan dengan

mengukusnya atau memasaknya hingga 2-3 kali. Teknik yang lebih modern yaitu

dengan menggunakan panci bertekanan tinggi atau biasa disebut dengan teknik

presto, sehingga waktu memasaknya lebih cepat, tetapi hal ini tidak dapat dilakukan

oleh seluruh lapisan masyarakat karena harga pancinya yang tergolong mahal, cara

pemakaiannya rumit, dan kapasitasnya tidak banyak (Heryani, 2007).

Pepes ikan merupakan salah satu hidangan tradisional khas Indonesia yang

terdiri dari sepotong ikan yang sudah diolah dengan berbagai macam bumbu,

dibungkus dengan daun pisang, kemudian dimasak. Bumbu dasar yang biasa

digunakan antara lain, bawang merah, bawang putih, kemiri, cabai, kunyit, sereh,

lengkuas, daun salam, daun jeruk, garam, dan gula pasir.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Bahan Tambahan dalam Pembuatan Pepes

Cabai merah

Cabai (Capsicum annum L) merupakan suatu bahan pangan yang

digolongkan kedalam jenis buah. Cabai sering diolah menjadi makanan olahan atau

makan pendamping yang mampu menambah selera makan. Buah cabai sering

dikenal sebagai bahan penyedap dan pelengkap menu masakan khas Indonesia

(Nawangsih, dkk., 2001).

Biji cabai mengandung zat kapsaisin yang menghasilkan rasa pedas. Cabai

kering mampu memperpanjang masa simpan. Pengeringan dapat dilakukan pada

suhu 60 oC selama 10-25 jam. Pengeringan dilakukan hingga kadar airnya

berkurang menjadi 5-8%. Penurunan kadar air yang tepat pada cabai ditandai

dengan dapat dipatahkannya cabai yang telah dikeringkan.

Zat kapsaisin mengandung zat ekspektoran yang dapat meredakan batuk,

mengencerkan lendir, dan meringankan penyakit asma. Rasa pedas yang dihasilkan

cabai juga mampu melancarkan peredaran darah, mencegah flu dan demam,

mengurangi rasa pegal dan rematik. Kandungan kapsaisin dalam cabai merah juga

memiliki aktivitas antioksidan (Giovedi, 2016). Selain zat kapsaisin, cabai juga

mengandung alkaloid, fosfor (P), vitamin C, kasium, besi (Fe), flavonoid dan

minyak esensial (Suyanti, 2014).

Cabai rawit

Cabai rawit (Capsicum frutescens) memiliki ukuran yang lebih kecil dari

cabai merah. Cabai rawit memiliki ukuran setengah kali ukuran cabai merah. Cabai

rawit mengandung vitamin A dan vitamin C yang tinggi. Hal inilah yang membuat

cabai rawit sering ditambahkan pada campuran industri makanan dan peternakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Cabai rawit juga mampu menyembuhkan sakit tenggorokan (Nawangsih, dkk.,

2001). Cabai rawit juga mengandung senyawa kapsaisin yang memiliki aktivitas

antioksidan (Angelista, 2016).

Cabai rawit dikenal dengan rasanya yang lebih pedas jika dibandingkan

dengan cabai merah keriting. Cabai ini memiliki warna yang bervariasi seperti

merah, kuning, dan oranye. Panjang buahnya berukuran 2,0-3,5 cm dengan

diameter 0,4-0,7 cm (Nawangsih, dkk., 2001).

Bawang merah

Bawang merah juga sering ditambahkan hampir pada semua makanan

olahan yang berfungsi sebagai penyedap masakan (Manalu, 2009). Bawang merah

memberikan flavor dan rasa yang khas dikarenakan kandungan senyawa sulfur

yang merupakan senyawa non asam amino. Bawang merah juga berfungsi sebagai

antimikroba dan menurunkan kolesterol dalam tubuh (NPCS Board of Consultans

& Engineers, 2015). Kandungan steroid dan fenol bawang merah mencegah

pertumbuhan beberapa mikroorganisme seperti Salmonella typhi, Pseudomonas

aeruginosa, dan E. Coli (Ibriani, 2012).

Bawang putih

Penambahan bawang putih (Allium sativum) pada olahan bahan pangan

memberikan aroma yang khas. Bawang putih juga berfungsi sebagai antimikroba.

Senyawa allicin memberikan aroma yang khas pada bawang putih, dan memiliki

daya antibakteri yang kuat (Ayustaningwarno, dkk., 2015).

Kunyit

Kunyit (Curcuma domestica) merupakan salah satu tanaman rempah. Umbi

utamanya berukuran besar dan bulat panjang, membentuk rimpang-rimpang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

samping dengan jumlah yang banyak membentuk suatu rumpun. Bagian rimpang

inilah yang digunakan sebagai bumbu masak. Rimpang kunyit berbau khas

aromatik, rimpang luarnya berwarna jingga kecokelatan dan bagian dalamnya

berwarna jingga terang atau kuning.

Kunyit bermanfaat sebagai bumbu masakan, pewarna, sekaligus pengawet

pada makanan. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya dalam menghambat

pertumbuhan mikroba. Selain bermanfaat sebagai bumbu masakan dan

antimikroba, kunyit juga dapat mencegah anemia, mengatasi benang kista paru-

paru, antikanker, dapat menurunkan kolestrol, dapat meningkatkan daya tahan

tubuh, dan sebagai anti inflamasi (Astawan, 2016). Dalam konsentrasi tertentu,

kunyit memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan mikroorganisme seperti

Bacillus sp dan Shigella dysentriae. Namun daya hambatnya sangat dipengaruhi

tingkat konsentrasi ekstrak kunyit (Warnaini, 2013).

Kemiri

Kemiri berbentuk biji yang berukuran kecil. Kemiri merupakan bumbu

dapur yang bijinya berwarna putih kekuningan. Selain dijadikan bumbu masak,

kemiri juga sering diambil minyaknya karena mengandung 60% minyak (Istriyani,

2011). Biji kemiri juga mengandung kimia seperti asam palmitat, asam stearat,

asam miristat, dan asam lemak (Redaksi Agromedia, 2008).

Kemiri mengandung asam lemak dominan berupa asam linoleat sebesar

48,5%, dengan sifat tidak berwarna, tidak larut dalam air, merupakan asam lemak

dengan titik didih 229oC (Ketaren, 2008). Daging biji kemiri bersifat laksatif,

sehingga dapat bermanfaat sebagai antioksidan, obat diare, sariawan, obat sakit

kepala, dan desentri. Daging biji kemiri mentah mengadung toksin berupa senyawa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

toxalbulamin. Hal ini menyebabkan daging biji kemiri harus dimasak terlebih

dahulu untuk menurunkan kadar toksinnya dengan cara digongseng dengan suhu

90oC (Ong, 2008).

Daging buah kemiri sering ditambahkan pada bumbu masakan dalam

jumlah kecil. Penambahan kemiri pada pengolahan bumbu dapat membentuk

kekentalan karena kandungan minyak kemiri yang tinggi. Daging kemiri yang

digongseng dapat mengeluarkan aroma yang harum dan khas kandungan

minyaknya (Wong, 2000). Penambahan kemiri merupakan tahap terakhir saat

penghalusan bumbu. Hal ini dikarenakan kandungan minyak kemiri membuat

bumbu menjadi lebih lengket dan sulit untuk dihaluskan (Tarwotjo, 1998).

Lengkuas

Lengkuas (Alpinia galanga Linn.) memiliki batang pohon yang terdiri dari

susunana pelepah-pelepah daun. Tinggi batang lengkuas dapat mencapai 2-2,5

meter. Ada dua jenis tumbuhan lengkuas, yaitu varietas rimpang yang berwarna

putih dan varietas rimpang yang berwarna merah. Rimpang yang berwarna putih

biasa digunakan untuk penyedap masakan dan yang berwarna merah digunakan

sebagai obat. Senyawa kimia yang terkandung pada lengkuas terdiri dari minyak

atsiri, eugenol, seiskuiterpen, pinen, metil sinamat, kaemferida, galangan, galangol,

dan kristal kuning (Herbie, 2015). Kandungan ferulat dalam rimpang lengkuas

merah terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang dapat mengurangi efek radikal

bebas (Nurhasanah, dkk., 2017)

Daun salam

Daun salam (Syzgium playanthum Walp.) termasuk tanaman pohon yang

bertajuk rimbun dengan tinggi dapat mencapai 25 m, berakar tunggang, batang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

bulat, dan permukaan licin. Daun salam tunggal, dan letaknya berhadapan,

memiliki helaian yang berbentuk lonjong sampai elips dengan panjang 5-15 cm dan

lebar 3-8 cm, apabila daunnya direma akan berbau harum. Daun salam mengandung

minyak atsiri, sitral, eugenol, tanin, dan flavonoida (Herbie, 2015).

Kandungan kimia daun salam yang memiliki sifat antimikroba merupakan

ekstrak etanol dengan golongan triterpen, flavonoid, dan fenol. Komponen kimia

tersebut mampu mempengaruhi aktivitas beberapa mikroba seperti B. subtilis, P.

aeruginosa, Salmonella typhi, S. epidermis, Streptococcus mutans, Shigella

dysenteriae, dan Candida albicans (Yuliati, 2012).

Daun jeruk

Jeruk purut (Citrus hystrix D. C.) salah satu tanaman yang banyak ditanam

di pekarangan atau kebun. Daunnya merupakan daun majemuk menyirip beranak

daun satu. Helaian anak daun berbentuk bulat telur sampai lonjong dengan pangkal

membundar, ujung tumpul sampai meruncing. Permukaan atas warna daun

berwarna hijau tua agak mengkilap dan bagian bawah hijau muda agak ke kuningan

jika diremas baunya harum. Daun jeruk mengandung tanin 1,8%, steroid

triterpenoid, dan minyak atrisi 1-1,5% (Herbie, 2015). Kandungan minyak atsiri

pada daun jeruk memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dan E. Coli

(Yuliani, dkk., 2011)

Sereh

Sereh (Cymbopogon nardus L.) termasauk tanaman rumput-rumputan

tegak, menahun, memiliki perakaran yang dalam dan kuat. Daunnya tunggal dan

bagian permukaan dalam berwarna merah. Remasan daun dan batang sereh berbau

aromatik. Daun sereh mengandung minyak atsiri, sering digunakan sebagai bumbu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

masakan selain itu sereh juga dapat digunakan sebagai obat batuk, penambah nafsu

makan, dan penurun panas (Herbie, 2015). Batang sereh dapat menghambat

pertumbuhan Enterococcus faecalis (Soraya, dkk., 2016).

Garam

Garam dapur terbentuk dari dua senyawa yaitu klorida dan natrium.

Penggunaan garam dalam pengolahan pangan memberikan pengaruh rasa asin pada

produk. Garam juga dapat menghentikan reaksi autolisis dan membunuh mikroba.

Garam akan menyerap kandungan air dalam makanan sehingga mikroba sulit untuk

tumbuh didalamnya (Ayustaningwarno, dkk., 2015).

Gula

Gula pasir merupakan hasil kristalisasi ekstrak tebu. Gula pasir

mengandung sukrosa yang memberikan rasa manis pada penambahan olahan

pangan. Gula juga dapat berfungsi sebagai pengawet, dengan penambahan 60% dari

bahan. Penambahan gula dapat membentuk lingkungan yang tidak dapat ditumbuhi

oleh mikroba. Penambahan gula dapat dijadikan pengawet dengan kombinasi

perlakuan pengeringan, pembekuan, penyimpanan suhu rendah, penambahan kimia

seperti SO2 dan asam benzoat (Ayustaningwarno, dkk., 2015).

Jeruk nipis

Air perasan jeruk nipis dalam kondisi segar dapat ditambahkan pada fillet

ikan dengan tujuan untuk mengurangi bau amis serta dapat mengempukkan daging

yang keras. Kandungan minyak atsiri dalam jeruk nipis dapat menutupi bau amis

serta kandungan asamnya dapat menghidrolisis sebagian protein di permukaan

daging sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk

(Maghfiroh, 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

Sous Vide

Sous vide berasal dari bahasa Perancis yang memiliki arti dalam kondisi

vakum. Metode memasak dengan cara ini memang berbeda dari biasanya. Sesuai

dengan namanya, memasak dengan metode ini membutuhkan kondisi hampa udara

yang diikuti dengan pengaturan temperatur dan waktu (Gonzales-Fandos, dkk.,

2004). Temperatur yang digunakan untuk memasak secara sous vide harus stabil

dan membutuhkan waktu yang relatif lama akibat dari penggunaan temperatur yang

rendah. Hal ini bertujuan agar penetrasi suhu terjadi secara merata di seluruh

bagian, sehingga suhu permukaan bahan sama dengan suhu internalnya. Dengan

demikian, tingkat kematangan dari suatu produk pangan dapat lebih terkontrol.

Metode sous vide mulai berkembang sejak tahun 2000an, namun

sebenarnya metode ini sudah digunakan sejak lama. Banyak sekali versi sejarah

yang menerangkan kapan pertama kali sous vide ditemukan. Menurut Ainsworth

(2013), teori sous vide pertama kali digunakan ketika era peperangan Napoleon

berlangsung dimana pasukan Perancis membutuhkan pasokan makanan segar.

Sedangkan menurut Creed dan Reeve (1998), metode sous vide digunakan mulai

tahun 1794 oleh Georges Pralus yang merupakan seorang chef dari Perancis.

Tahapan Proses Sous Vide

Dalam prosesnya, penggunaan metode sous vide memiliki tahapan-tahapan

tertentu yang berbeda tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Secara

umum terdapat beberapa tahapan dasar dalam teknik sous vide, diantaranya adalah

pemberian bumbu, pengemasan vakum, pemanasan medium pemanas (water bath)

hingga mencapai suhu yang diinginkan, proses pemasakan, dan finishing yang

dapat berupa pemanggangan atau pembakaran (Logsdon, 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

Pemberian bumbu

Berbagai macam bumbu dapat digunakan dalam proses sous vide, terutama

garam dan merica. Selain itu bumbu-bumbu kering lainnya juga umum digunakan,

namun apabila menggunakan bumbu berwujud cair maka disarankan untuk

membekukan bumbu terlebih dahulu untuk mencegah bumbu terhisap keluar ketika

proses penghampaan udara berlangsung. Solusi lainnya adalah mengurangi kadar

air bumbu basah dengan cara pengeringan atau penumisan. Beberapa bumbu

tertentu yang ditambahkan dalam kondisi mentah kurang memberikan pengaruh

rasa ataupun aroma pada produk sous vide dikarenakan penggunaan suhu yang

relatif rendah (Baldwin, 2009).

Pengemasan vakum

Bahan yang akan dimasak terlebih dahulu dikemas dan udara dikeluarkan

dari dalam kemasan dan setelah itu diseal untuk kemudian dimasak dengan

temperatur yang stabil (Baldwin, 2010). Prinsip dari pengemasan ini adalah

menurunkan tekanan atmosfer di dalam kemasan sehingga mencapai kondisi di

bawah 1 atm. Keadaan vakum diperoleh dengan cara menghisap O2 yang ada di

dalam kemasan dengan menggunakan vacuum pump ataupun vacuum sealer yang

langsung diikuti dengan penyegelan kemasan. Dari segi masa simpan, kemasan

vakum dapat mempertahankan kesegaran produk 3-5 kali lebih tahan lama

dibandingkan dengan pengemasan biasa (Jay, 1996).

Menurut Church dan Parson (2000), penggunaan kemasan vakum dalam

metode sous vide memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah dapat mencegah

terjadinya kontaminasi selama penyimpanan, mencegah oksidasi, serta mencegah

hilangnya senyawa volatil dan air selama proses pemasakan sehingga produk akhir

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

yang dihasilkan akan memiliki kualitas mutu lebih baik dibandingkan dengan

produk yang dihasilkan dengan cara biasa serta dapat meningkatkan nilai ekonomi

dari produk tersebut.

Preheating

Media pemasak dapat disterilkan terlebih dahulu dengan cara menaikkan

suhu pemanas hingga mencapai 100°C. Pemanasan awal pada media pemasak

dilakukan agar media pemasak mencapai suhu pemasakan yang diinginkan.

Sehingga ketika bahan dimasukkan ke dalam media, penghitungan waktu

pemasakan dapat segera dilakukan dan lamanya proses pemasakan dapat diamati

secara lebih akurat (Amazingfoodmadeeasy, 2017).

Pemasakan

Penentuan suhu dan waktu pemasakan dipengaruhi oleh jenis bahan,

ketebalan bahan, bentuk bahan, dan tingkat kematangan yang diinginkan. Namun

penyesuaian suhu pemasakan perlu dilakukan agar keamanan dari produk yang

dihasilkan dapat terjamin. Penentuan suhu pemasakan yang tepat dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4. Penentuan suhu pengolahan bahan pangan


Suhu Batas Area
64°C - 70°C Zona Pasteurisasi
60°C - 64°C Zona awal pasteurisasi
55°C - 60°C Zona toleran
50°C - 55°C Zona bahaya
20°C - 50°C Zona sangat bahaya
10°C - 20°C Zona bahaya
3°C - 10°C Zona toleran
0°C - 3°C Zona aman
Sumber: Francois (2013)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

Finishing

Beberapa produk seperti daging memiliki tampilan yang kurang menarik

bila menggunakan metode sous vide. Untuk itu perlu dilakukan finishing dengan

cara memasaknya kembali dengan cara dipanggang atau dibakar sehingga reaksi

maillard dapat terbentuk yang dapat mempengaruhi rasa dan aroma produk akhir

(Teranishi, dkk., 1999).

Faktor Keamanan

Keamanan pangan menjadi faktor penting dalam metode sous vide. FDA

(2011) menyarankan untuk menggunakan waktu pemasakan selama 2 jam 11 menit

pada suhu 65°C untuk daging, ikan, atau unggas dengan ketebalan 50 mm. Suhu

pemasakan yang cenderung rendah tidak dapat mematikan seluruh mikroorganisme

yang ada pada bahan pangan. Oleh karena itu, prosesnya dipadukan dengan

penggunaan pengemas vakum agar dapat meminimalisir jumlah mikroorganisme

yang ada. Meskipun demikian, pengemasan vakum tidak dapat menghambat

pertumbuhan seluruh mikroorganisme (Bowen, 2006). Penggunaan kondisi hampa

udara ini memungkinkan Clostridium botulinum untuk tumbuh. Menurut ECFF

(European Chilled Food Federation) ada beberapa cara untuk menjamin keamanan

produk sous vide yang akan disimpan, diantaranya adalah penyimpanan pada suhu

3°C dalam kondisi vakum ataupun menurunkan pH bahan hingga menjadi asam

(Gould, 1999).

Selain mikroorganisme, faktor keamanan penting lainnya adalah bahan

pengemas. Terdapat berbagai macam bahan pengemas khususnya plastik yang

beredar di pasaran. Bahan dasar pembuat plastik sendiri beraneka ragam, seperti

yang umum dijumpai yaitu polietilen dan polipropilen. Selain bahan dasar, bahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

tambahan dalam pembuatan plastik berpengaruh besar terhadap mutu plastik dan

juga keamanan dalam penggunanya sebagai bahan pengemas. Selama proses

pemanasan, bahan tambahan dalam plastik mungkin dapat bermigrasi ke bahan

pangan yang dikemas. Namun, ada beberapa plastik yang memiliki resiko lebih

rendah seperti yang disarankan oleh British Columbia Center for Disease Control

(2016) untuk menggunakan plastik bebas BPA dengan bahan dasar polietilen atau

polipropilen yang dinilai lebih aman serta tergolong food grade.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

BAHAN DAN METODA PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2018, di

Laboratorium Teknologi Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol,

bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, kemiri, lengkuas, kunyit,

sereh, jeruk nipis, serta bahan lainnya yaitu air, minyak, gula, garam, daun salam,

daun jeruk, dan daun pisang yang diperoleh dari pasar tradisional Jalan Jamin

Ginting, Medan.

Bahan kimia yang digunakan dalam analisis adalah K2SO4 (kalium sulfat),

CuSO4 (kupri sulfat), akuades, H2SO4 (asam sulfat) pekat, NaOH (natrium

hidroksida) 40%, H2SO4 0,02 N, indikator mengsel, NaOH 0,02 N, PCA (Plate

Count Agar), dan heksan.

Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, plastik

vakum, pompa vakum, sealer, waterbath, termometer, wadah plastik, tirisan

plastik, baskom, sutil, wajan, talenan, blender, sendok stainless steel, pisau

stainless steel, pinset, Peralatan yang digunakan untuk analisa sifat fisika-kimia

produk adalah tanur listrik, cawan porselen, oven kadar air, cawan aluminium,

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

desikator, penjepit cawan, timbangan analitik, soxhlet, labu ekstraksi, hot plate,

pendingin balik, magnetic stirer, bulb, dan peralatan gelas lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) faktorial yang terdiri atas dua faktor yaitu:

Faktor I : Suhu pemasakan (S) terdiri dari 3 taraf yaitu:

S1 = 60°C

S2 = 65°C

S3 = 70°C

Faktor II : Waktu pemasakan (W) terdiri dari 3 taraf yaitu:

W1 = 40 menit

W2 = 80 menit

W3 = 120 menit

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah

3 x 3 = 9, maka jumlah ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut:

Tc (n-1) ≥ 15

9 (n-1) ≥ 15

n ≥ 2,67 ..... dibulatkan menjadi 3

jadi, untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 3 kali.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua

faktorial dengan model sebagai berikut :

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor W pada taraf ke-i dan faktor S pada

taraf ke-j dalam ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor W pada taraf ke-i

βj : Efek faktor S pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor W pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor W pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j dalam

ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji

dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range

(LSR).

Pelaksanaan Penelitian

Preparasi ikan

Ikan tongkol segar dibersihkan dari insang, isi perut, dan sisik lalu dicuci

bersih dan dilakukan filleting sehingga hanya diperoleh bagian dagingnya saja

setelah itu dilumuri dengan perasan air jeruk nipis 2,5% dari berat ikan dan

disimpan di dalam lemari pendingin selama 30 menit. Skema preparasi ikan dapat

dilihat pada Gambar 3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Ikan Tongkol
(3 Ekor)

Pembersihan

Filleting

Perendaman dengan sari jeruk Sari jeruk nipis


nipis selama 30 menit 2,5% berat ikan
(lemari pendingin 4°C)

Fillet ikan
tongkol

Analisa:
- Kadar air
- Kadar abu
- Kadar protein
- Kadar lemak
- Tekstur (penetrometer)
Gambar 3. Skema preparasi ikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Pembuatan bumbu pepes


Formulasi bumbu pepes diperoleh berdasarkan buku resep yang kemudian

dimodifikasi sehingga diperoleh formula dasar seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Formulasi bumbu pepes dalam persen


Bahan Jumlah (%)
Cabai merah 5,50
Cabai rawit 1,70
Bawang merah 19,65
Bawang putih 12,70
Kunyit 4,10
Lengkuas 6,90
Kemiri 6,50
Sereh 15,00
Daun jeruk 1,00
Daun salam 1,50
Air 17,35
Minyak 5,80
Gula 1,15
Garam 1,15
Sumber: Modifikasi Tresnawati (2012)

Persiapan pembuatan bumbu pepes diawali dengan menyortir bahan-bahan

baku sehingga diperoleh bahan baku dengan kualitas baik, kemudian dilakukan

pencucian hingga bersih dan dibuang bagian batang atau kulit luarnya. Setelah

bersih, dihaluskan bahan-bahan bumbu seperti bawang merah, bawang putih, cabai

merah, cabai rawit, kemiri, lengkuas, kunyit, dan ditambahkan air agar membantu

proses penghalusan. Kemudian bumbu halus dicampurkan dengan daun salam,

daun jeruk, dan sereh yang dicincang kasar serta gula dan garam lalu ditumis

dengan sedikit minyak selama 15 menit. Penumisan bertujuan untuk membuat

bumbu menjadi lebih harum serta mengurangi kadar air bumbu menjadi lebih

kering sehingga tidak mengganggu proses penghampaan udara. Skema pembuatan

bumbu pepes dapat dilihat pada Gambar 4.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Bumbu 3000 g Sortasi dan


pencucian
- Bawang merah 589,5 g
- Bawang putih 381 g
- Cabai merah 165 g Penambahan air
Penghalusan
- Cabai rawit 51 g (520,5 ml)
- Kunyit 123 g
- Lengkuas 207 g
- Kemiri 195 g

Penambahan Penumisan selama 15 menit


- Minyak 174 g
- Gula 34,5 g
- Garam 34,5 g
- Sereh 450 g
- Daun salam 45 g
Bumbu pepes
- Daun jeruk 30 g

Gambar 4. Skema pembuatan bumbu pepes

Pembuatan pepes ikan tongkol

Dicampurkan fillet ikan tongkol dengan bumbu halus sebanyak 40% dari

berat ikan dan dibungkus dengan daun pisang yang telah dilayukan, setelah itu

dimasukkan ke dalam plastik vakum untuk kemudian dikeluarkan udara yang

berada di dalam plastik sehingga diperoleh kondisi vakum. Kemudian dilakukan

pemasakan sesuai perlakuan dengan suhu 60°C, 65°C, dan 70°C, selama 40, 80,

dan 120 menit.

Pepes ikan tongkol yang telah matang kemudian dilakukan pengujian kadar

air (AOAC, 1995), kadar abu (Sudarmadji, dkk., 1997), kadar lemak (AOAC,

1995), kadar protein (AOAC, 1995), total mikroba (Fardiaz, 1992), dan uji

organoleptik dengan menggunakan metode hedonik (Soekarto, 1985). Skema

penelitian pepes ikan tongkol metode sous vide dapat dilihat pada Gambar 5.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Fillet ikan Bumbu pepes


Pencampuran
tongkol (200 g) (80 g)

Pembungkusan dengan daun


pisang yang dilayukan

Pengemasan vakum

Pemasakan metode sous vide

Waktu (menit) Suhu (°C)


W1 = 40 S1 = 60
W2 = 80 S2 = 65
W3 = 120 S3 = 70

Pepes ikan
tongkol

Analisa:
- Kadar air
- Kadar abu
- Kadar protein
- Kadar lemak
- Total mikroba
- Uji tekstur penetrometer
- Uji organoleptik warna
- Uji organoleptik aroma
- Uji organoleptik rasa
- Uji organoleptik tekstur

Gambar 5. Skema penelitian pepes tongkol metode sous vide

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

Pengamatan dan Pengukuran Data

Kadar air (metode oven)

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah

dioven dan ditimbang beratnya. Kemudian, bahan dikeringkan dalam oven suhu

60oC selama 24 jam. Selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit

lalu ditimbang. Setelah itu, bahan dipanaskan kembali di dalam oven dengan suhu

105oC, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang.

Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat sampel yang konstan (AOAC, 1995,

dengan modifikasi).

Berat awal (g)– Berat akhir (g)


Kadar air (%) = x 100%
Berat awal (g)

Kadar abu

Bahan ditimbang sebanyak 5 g setelah itu bahan dimasukkan ke dalam

cawan porselen kering yang telah diketahui berat awalnya dan dibakar selama 1 jam

dalam tanur dengan suhu 100oC, 2 jam dengan suhu 300oC kemudian dengan suhu

500oC selama 2 jam. Cawan porselen dibiarkan dingin di dalam tanur kemudian

dikeluarkan dari tanur dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit

kemudian ditimbang (Sudarmadji, dkk., 1997, dengan modifikasi). Kadar abu

diperoleh dengan rumus:

Berat akhir (g)


Kadar abu (%) = x 100%
Berat sampel (g)

Kadar lemak

Analisa lemak dilakukan dengan metode soxhlet. Sampel kering sebanyak

5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan diletakan dalam alat

ekstraksi soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux

selama ± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna

kekuningan. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali.

Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven

pada suhu 105oC hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam

desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang (AOAC, 1995).

Bobot lemak (g)


Kadar lemak (%) = x 100%
Bobot sampel (g)

Kadar protein (metode Kjeldahl)

Sampel sebanyak 0,2 g yang telah yang telah dihaluskan dimasukkan ke

dalam labu kjeldhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 2,5 ml HCl pekat dan

2 g katalis. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam atau sampai cairan bewarna jernih.

Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan

ditambahkan 15 ml larutan NaOH 40%, kemudian dibilas dengan air suling. Labu

erlenmeyer berisi HCl 0,02N diletakan di bawah kondensor, sebelumnya

ditambahkan ke dalamnya 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam

alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2 :1). Ujung

tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan HCl, kemudian dilakukan

destilasi hingga sekitar 25 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor

kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu

dititrasi dengan NaOH 0,02N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi ungu.

Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama (AOAC, 1995).

(A-B)x N x 0,014 x 6,25


Kadar protein (%) = x 100%
Bobot sampel (g)

A = ml NaOH untuk titrasi blanko

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

B = ml NaOH untuk titrasi sampel

N = Normalitas NaOH

Pengujian total mikroba

Bahan ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi

kemudian ditambahkan NaCl 9 ml dan diaduk sampai merata. Hasil pengenceran

kemudian diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet volume lalu

ditambahkan NaCl sebanyak 9 ml. Pengenceran dilakukan sampai 104 . Dari hasil

pengenceran pada tabung reaksi yang terakhir kemudian diambil sebanyak 1 ml dan

diratakan pada medium agar PCA (Plate Count Agar) yang telah disiapkan diatas

cawan petridish, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 36oC dengan posisi

terbalik. Jumlah koloni yang ada dihitung dengan colony counter (Fardiaz, 1992).

Rumus perhitungan jumlah koloni :

Jumlah koloni hasil perhitungan


Total koloni (CFU/g) =
Faktor pengencer

Tekstur (dengan modifikasi)

Tekstur ditentukan dengan menggunakan metode Sitorus (2001) yang

sedikit dimodifikasi. Pengukuran tekstur dilakukan secara objektif menggunakan

alat penetrometer. Sampel yang telah disiapkan ditusuk pada lima titik dengan

menggunakan alat penetrometer precision yang diberi tekanan 150 g dengan skala

1/10 mm selama 10 detik. Nilai tekstur dapat dibaca pada skala yang ditunjukkan

oleh jarum penunjuk, kemudian kelima nilai yang didapat dirata-ratakan. Nilai

tekstur dihitung dengan rumus:

150
Tekstur (g⁄mm2 ) =
(X1 + X2 + X3 + X4 + X5 )⁄5
1⁄10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

Uji organoleptik

Uji organoleptik dilakukan dengan tujuan untuk mengenal beberapa sifat

organoleptik beberapa produk yang berperan dalam analisis bahan serta melatih

indera untuk mengenal jenis rangsangan (Rahayu, 1998). Penilaian sifat-sifat

inderawi dari produk pangan menggunakan manusia sebagai instrumen

dikarenakan sifat inderawi yang bersifat subjektif. Subjektifitas sifat inderawi

berbeda-beda. Tingkatan subjektifitas tertigi adalah sifat hedonik yang menyatakan

disukai, disenangi, enak, atau lawannya (Soekarto dan Hubeis, 1992).

Pepes ikan tongkol

Uji organoleptik terhadap warna, aroma, dan rasa dilakukan dengan uji

kesukaan atau uji hedonik sedangkan uji organoleptik terhadap tekstur dilakukan

dengan uji skor. Sampel berupa pepes ikan tongkol dengan kode tertentu diuji

secara acak oleh 15 panelis yang dilakukan berdasarkan kriteria seperti pada Tabel

6 untuk uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur pepes ikan tongkol.

Tabel 6. Skala uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur pepes ikan
tongkol
Skala hedonik Skala numerik
Sangat suka 5
Suka 4
Agak suka 3
Tidak suka 2
Sangat Tidak Suka 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan waktu pemasakan metode

sous vide memberikan pengaruh terhadap karakteristik mutu pepes ikan tongkol

yang diamati.

Karakteristik Bahan Baku

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap karakteristik

proksimat bahan baku berupa ikan tongkol (Euthynnus affinis) dapat dilihat pada

Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik proksimat ikan tongkol segar


Karakteristik Bahan baku Pembanding
Kadar air 73,989 (% bb) 71,00 - 76,70 (% bb)
Kadar abu 1,374 (% bb) 1,45 - 3,40 (% bb)
Kadar protein 22,598 (% bb) 21,60 - 26,30 (% bb)
Kadar lemak 7,668 (% bk) 1,30 - 2,10 (% bb)
Tekstur (penetrometer) 0,097 (g/mm2) -
Keterangan: Data bahan baku merupakan rataan dua ulangan dan data pembanding merupakan data
yang diperoleh dari literatur Suzuki (1981)

Tabel 7 menunjukkan perbedaan karakteristik bahan baku dan pembanding

pada kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Perbedaan karakteristik

ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang

mempengaruhi karakteristik ikan adalah jenis ikan, jenis kelamin, umur, dan fase

reproduksi sedangkan faktor eksternal adalah habitat, pakan, dan kualitas perairan

(Hafiludin, 2015). Menurut penelitian Fran dan Akbar (2013), kelangsungan hidup

ikan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah umur ikan,

lingkungan, pakan, serta hama atau penyakit. Jenis makanan yang dimakan oleh

ikan akan sangat mempengaruhi kandungan gizi ikan, dimana jenis makanan ikan

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

sendiri akan sangat bergantung pada tempat hidup atau lingkungan tempat ikan

hidup. Oleh karena itu, perbedaan daerah pemanenan ikan akan mempengaruhi nilai

gizi atau karakteristik gizi ikan tersebut. Selain itu, perbedaan metode pengambilan

data dan jenis alat yang digunakan dalam penelitian akan sangat mempengaruhi

hasil data yang diperoleh.

Pengaruh Suhu Pemasakan terhadap Karakteristik yang diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu pemasakan metode sous vide

memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak,

total mikroba, nilai tekstur penetrometer, dan nilai organoleptik (warna, aroma,

rasa, dan tekstur) ikan tongkol yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh suhu pemasakan terhadap karakteristik yang diamati


Suhu pemasakan (S)
Karakteristik S1 S2 S3
(60°C) (65°C) (70°C)
Kadar air (% bb) 72,127 ± 1,207 70,258 ± 1,224 69,373 ± 0,707
Kadar abu (% bb) 1,447 ± 0,020 1,457 ± 0,027 1,481 ± 0,017
Kadar protein (% bb) 23,541 ± 0,643 25,293 ± 1,156 27,353 ± 0,997
Kadar lemak (% bk) 6,921 ± 0,295 5,664 ± 0,419 4,533 ± 0,297
Total mikroba (log CFU/g) 4,782 ± 0,064 4,685 ± 0,120 4,623 ± 0,115
Tekstur penetrometer (g/mm²) 0,216 ± 0,056 0,327 ± 0,056 0,408 ± 0,013
Nilai organoleptik warna 3,837 ± 0,265 3,867 ± 0,236 3,822 ± 0,219
Nilai organoleptik aroma 3,844 ± 0,245 3,926 ± 0,139 3,978 ± 0,149
Nilai organoleptik rasa 3,622 ± 0,302 3,852 ± 0,205 3,837 ± 0,167
Nilai organoleptik tekstur 3,704 ± 0,247 3,785 ± 0,188 3,874 ± 0,196
Keterangan : Nilai diperoleh dari 3 kali ulangan dan (±) merupakan nilai standar deviasi

Pengaruh Waktu Pemasakan terhadap Karakteristik yang diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu pemasakan metode sous vide

memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak,

total mikroba, nilai tekstur penetrometer, dan nilai organoleptik (warna, aroma,

rasa, dan tekstur) ikan tongkol yang dapat dilihat pada Tabel 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

Tabel 9. Pengaruh waktu pemasakan terhadap karakteristik yang diamati


Waktu pemasakan (W)
Karakteristik W1 W2 W3
(40 menit) (80 menit) (120 menit)
Kadar air (% bb) 71,151 ± 1,637 70,616 ± 1,534 69,990 ± 1,453
Kadar abu (% bb) 1,454 ± 0,021 1,460 ± 0,027 1,470 ± 0,020
Kadar protein (% bb) 25,202 ± 1,762 25,311 ± 1,712 25,673 ± 2,182
Kadar lemak (% bk) 5,524 ± 1,074 5,745 ± 1,097 5,848 ± 1,152
Total mikroba (log CFU/g) 4,759 ± 0,106 4,720 ± 0,083 4,610 ± 0,121
Tekstur penetrometer (g/mm²) 0,275 ± 0,120 0,320 ± 0,093 0,356 ± 0,081
Nilai organoleptik warna 3,807 ± 0,290 3,807 ± 0,232 3,911 ± 0,170
Nilai organoleptik aroma 3,919 ± 0,223 3,970 ± 0,180 3,859 ± 0,151
Nilai organoleptik rasa 3,674 ± 0,326 3,844 ± 0,186 3,793 ± 0,201
Nilai organoleptik tekstur 3,533 ± 0,129 3,830 ± 0,059 4,000 ± 0,075
Keterangan : Nilai diperoleh dari 3 kali ulangan dan (±) merupakan nilai standar deviasi

Kadar Air

Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap kadar air pepes
ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa suhu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

kadar air pepes ikan tongkol yang dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap
kadar air pepes ikan tongkol
LSR Suhu pemasakan Rataan Notasi
Jarak
0,05 0,01 (°C) 0,05 0,01
- - - S1 = 60 72,1269 a A
2 1,0624 1,4557 S2 = 65 70,2578 b B
3 1,1146 1,5183 S3 = 70 69,3727 b B
Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf
kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Tabel 10 menunjukkan bahwa kadar air pepes ikan tongkol tertinggi

terdapat pada suhu pemasakan 60°C yaitu sebesar 72,1269% dan terendah pada

suhu pemasakan 70°C yaitu sebesar 69,3727%. Terjadinya penurunan kadar air

pepes ikan tongkol seiring dengan meningkatnya suhu pemasakan sesuai dengan

literatur Nilasari dkk. (2017) yang menyatakan bahwa peningkatan suhu pemasakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

dapat menurunkan kadar air bahan yang diakibatkan oleh terlepasnya molekul air

dari dalam bahan pangan. Air yang terpisah dapat diamati secara jelas di dalam

kemasan. Ikan tongkol segar memiliki kadar air sebesar 73,9890%, bila

dibandingkan dengan ikan tongkol yang dimasak menggunakan suhu 60°C terjadi

penurunan kadar air yang cukup rendah yaitu sebesar 1,8621%. Penurunan kadar

air yang cukup rendah dikarenakan tidak terjadinya proses penguapan air selama

proses pemasakan.

Grafik pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap kadar air pepes

ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 6.

73

72,1269 ŷ = -0,275S + 88,48


72
r = -0,9793
Kadar air (%)

71
70,2578

70
69,3727

69

68
58 0 60 63 65 68 70
Suhu pemasakan (°C)

Gambar 6. Hubungan suhu pemasakan metode sous vide dengan kadar air
pepes ikan tongkol

Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap kadar air pepes
ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa waktu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap

kadar air pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide terhadap
kadar air pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi antara suhu

dan waktu pemasakan metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap kadar air pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Abu

Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap kadar abu pepes
ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa suhu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap

kadar abu pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap kadar abu pepes
ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa waktu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap

kadar abu pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide terhadap
kadar abu pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi antara suhu

dan waktu pemasakan metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap kadar abu pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Protein

Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap kadar protein pepes
ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa suhu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

kadar protein pepes ikan tongkol. Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide

terhadap kadar protein pepes ikan tongkol dapat dilihat pada Tabel 11, dimana

terjadi peningkatan kadar protein seiring dengan peningkatan suhu.

Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap
kadar protein pepes ikan tongkol
LSR Suhu Rataan Notasi
Jarak
0,05 0,01 (°C) (%) 0,05 0,01
- - - S1 = 60 23,5408 c C
2 1,0581 1,4498 S2 = 65 25,2933 b B
3 1,1101 1,5122 S3 = 70 27,3526 a A
Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf
kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Tabel 11 menunjukkan bahwa kadar protein pepes ikan tongkol tertinggi

terdapat pada suhu pemasakan 70°C yaitu sebesar 27,3526% dan terendah pada

suhu pemasakan 60°C yaitu sebesar 23,5408%, sedangkan ikan tongkol segar

memiliki kandungan protein sebesar 22,5980%. Menurut Sundari dkk. (2015),

peningkatan suhu pemasakan akan menyebabkan penurunan kadar air yang

semakin tinggi. Berkurangnya kadar air pepes ikan disebabkan karena keluarnya

cairan jaringan sehingga dapat meningkatkan persentase komponen-komponen

lainnya yang terkandung di dalam suatu bahan pangan. Keluarnya air bebas dari

bahan disebabkan oleh denaturasi protein selama proses pemanasan yang

menyebabkan pelemahan dinding sel serabut otot daging (Masyitah, dkk., 2016).

Yuarni dkk. (2015) menyatakan dalam penelitian bahwa semakin tinggi

kadar air ikan lele asin maka semakin rendah pula kadar proteinnya, dimana

penurunan kadar air dalam suatu bahan dapat meningkatkan konsentrasi komponen-

komponen lain seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Hal ini terjadi

dikarenakan selama proses pemanasan berlangsung, molekul-molekul air yang

awalnya terikat menjadi terlepas seiring dengan berlangsungnya proses pemasakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

yang menyebabkan cairan jaringan dapat keluar dari dalam ikan. Penurunan kadar

air tidak disebabkan karena menguapnya air dari dalam bahan, melainkan

disebabkan karena keluarnya cairan jaringan dari bahan tersebut.

Grafik pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap kadar protein

pepes ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 7.

28

27
ŷ = 0,3812S + 0,6187 27,3526
r = 0,9989
Kadar protein (%)

26

25,2933
25

24
23,5408
23

22
0
58 60 63 65 68 70
Suhu pemasakan (°C)

Gambar 7. Hubungan suhu pemasakan metode sous vide dengan kadar protein
pepes ikan tongkol

Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap kadar protein pepes
ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa waktu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap

kadar protein pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide terhadap
kadar protein pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara suhu

dan waktu pemasakan metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap kadar protein pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak

dilanjutkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Kadar Lemak

Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap kadar lemak pepes
ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa suhu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

kadar lemak pepes ikan tongkol yang dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap
kadar lemak pepes ikan tongkol
LSR Suhu Rataan Notasi
Jarak
0,05 0,01 (°C) (%) 0,05 0,01
- - - S1 = 60 6,9207 a A
2 0,3449 0,4726 S2 = 65 5,6639 b B
3 0,3619 0,4930 S3 = 70 4,5328 c C
Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf
kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Tabel 12 menunjukkan bahwa kadar lemak pepes ikan tongkol tertinggi

terdapat pada suhu pemasakan 60°C yaitu sebesar 6,9207% dan terendah pada suhu

pemasakan 70°C yaitu sebesar 4,5328%, sedangkan ikan tongkol segar memiliki

kadar lemak sebesar 7,3480%. Menurut Dhanapal dkk. (2012), menurunnya kadar

lemak bahan pangan selama proses pemasakan disebabkan karena perubahan wujud

lemak. Lemak yang tadinya berwujud padat berubah menjadi cair akibat proses

pemanasan, sehingga lemak cair keluar dari dalam suatu bahan pangan. Proses

pemanasan dapat mempercepat gerakan molekul lemak sehingga menyebabkan

pelebaran jarak antara molekul lemak tersebut yang mengakibatkan lemak semakin

mudah keluar dari dalam bahan (Winarno, 1997).

Peningkatan suhu pemasakan juga menyebabkan kerusakan pada lemak, hal

ini didukung dengan literatur Palupi dkk. (2007) yang menyatakan bahwa tingkat

kerusakan lemak disebabkan oleh faktor suhu pemasakan serta waktu pengolahan.

Jenis kerusakan lemak yang mungkin terjadi merupakan kerusakan hidrolitik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

dikarenakan dalam proses pemasakan minyak pada bahan tidak ada kontak dengan

oksigen dikarenakan penggunaan pengemasan vakum.

Grafik pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap kadar lemak

pepes ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 8.

7,0
6,9207

6,5 ŷ = -0,238S - 9,815


r = -0,9995
Kadar lemak (%)

6,0
5,6639
5,5

5,0
4,5328
4,5

4,0
0
58 60 63 65 68 70
Suhu pemasakan (°C)

Gambar 8. Hubungan suhu pemasakan metode sous vide dengan kadar lemak
pepes ikan tongkol

Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap kadar lemak pepes
ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa waktu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap

kadar lemak pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide terhadap
kadar lemak pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi antara suhu

dan waktu pemasakan metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap kadar lemak pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak

dilanjutkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Total Mikroba

Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap total mikroba pepes
ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa suhu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

total mikroba pepes ikan tongkol yang dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap
total mikroba pepes ikan tongkol
LSR Suhu Rataan Notasi
Jarak
0,05 0,01 (°C) (Log CFU/g) 0,05 0,01
- - - S1 = 60 4,7819 a A
2 0,0819 0,1122 S2 = 65 4,6846 b AB
3 0,0859 0,1171 S3 = 70 4,6228 b B
Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf
kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Tabel 13 menunjukkan bahwa total mikroba pepes ikan tongkol tertinggi

terdapat pada suhu pemasakan 60°C yaitu sebesar 6,1 x 104 CFU/g dan terendah

pada suhu pemasakan 70°C yaitu sebesar 4,2 x 104 CFU/g. Peningkatan suhu

pemasakan menurunkan total mikroba pada pepes ikan tongkol, hal ini sesuai

dengan Maldonado dkk. (2008) yang menyatakan bahwa laju penurunan total

mikroorganisme akan meningkat apabila suhu pemanasan ditingkatkan. Namun ada

beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan panas mikroba, diantaranya adalah

air, lemak, garam, karbohidrat, pH, protein, umur dan jumlah mikroba awal, faktor

pertumbuhan, faktor ultrasonik, penghambat pertumbuhan, serta waktu dan suhu

(Jay, 2000). Peningkatan suhu pemasakan menyebabkan protein pada sel bakteri

terdenaturasi sehingga pada tingkatan yang lebih lanjut akan membunuh bakteri.

Grafik pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap total mikroba

pepes ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

4,80
4,7819
ŷ = -0,015S + 5,730
4,75 r = -0,9915

Total mikroba (CFU/g)


4,70 4,6846

4,65
4,6228

4,60

4,55
0
58 60 63 65 68 70
Suhu pemasakan (°C)

Gambar 9. Hubungan suhu pemasakan metode sous vide dengan total mikroba
pepes ikan tongkol

Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap total mikroba pepes
ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa waktu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap total

mikroba pepes ikan tongkol yang dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Uji LSR efek utama pengaruh waktu pemasakan metode sous vide
terhadap total mikroba pepes ikan tongkol
LSR Waktu Rataan Notasi
Jarak (Log CFU/g)
0,05 0,01 (menit) 0,05 0,01
- - - W1 = 40 4,7590 a A
2 0,0819 0,1122 W2 = 80 4,7201 a AB
3 0,0859 0,1171 W3 = 120 4,6103 b B
Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf
kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Tabel 14 menunjukkan bahwa total mikroba pepes ikan tongkol tertinggi

terdapat pada waktu pemasakan selama 40 menit yaitu sebesar 5,7 x 104 CFU/g

dan terendah pada waktu pemasakan selama 120 menit yaitu sebesar

4,1 x 104 CFU/g. Penurunan total mikroba disebabkan karena menurunnya daya

tahan sel bakteri seiring dengan semakin lama waktu pemasakan. Daya tahan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

menurun terhadap panas akan menyebabkan mikroorganisme tersebut mati

(Tapotubun, dkk., 2008). Grafik pengaruh waktu pemasakan metode sous vide

terhadap total mikroba pepes ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 10.

4,80

ŷ = -0,001W + 4,845
Total mikroba (Log CFU/g)

4,75 4,7590 r = -0,9638

4,70
4,7201

4,65

4,6103
4,60

4,55
0
20 40 60 80 100 120
Waktu pemasakan (menit)

Gambar 10. Hubungan waktu pemasakan metode sous vide dengan total mikroba
pepes ikan tongkol

Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide terhadap
total mikroba pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa interaksi antara suhu

dan waktu pemasakan metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap total mikroba pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak

dilanjutkan.

Tekstur (Penetrometer)

Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap nilai tekstur


(penetrometer) pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa suhu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

nilai tekstur (penetrometer) pepes ikan tongkol yang dapat dilihat pada Tabel 15.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Tabel 15. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap
nilai tekstur (penetrometer) pepes ikan tongkol
LSR Suhu Rataan Notasi
Jarak
0,05 0,01 (°C) (g/mm²) 0,05 0,01
- - - S1 = 60 0,2156 c C
2 0,0116 0,0158 S2 = 65 0,3269 b B
3 0,0121 0,0165 S3 = 70 0,4080 a A
Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf
kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Tabel 15 menunjukkan bahwa nilai tekstur (penetrometer) pepes ikan

tongkol tertinggi terdapat pada suhu pemasakan 70°C yaitu sebesar 0,4080 g/mm²

dan terendah pada suhu pemasakan 60°C yaitu sebesar 0,2156 g/mm², sedangkan

ikan tongkol segar memiliki nilai tekstur (penetrometer) sebesar 0,0974 g/mm².

Peningkatan tekstur terjadi seiring dengan peningkatan suhu pemasakan, hal ini

disebabkan karena peningkatan suhu pemasakan menyebabkan terjadinya

koagulasi yang bertingkat pada protein. Hal ini sesuai dengan literatur Liu (2008)

yang menyatakan bahwa suhu koagulasi yang tinggi mengakibatkan terjadinya

koagulasi secara cepat dan ikatan protein yang semakin merapat sehingga

menurunkan kemampuannya mengikat air. Pernyataan dari literatur Liu dikuatkan

dengan terjadinya penurunan kadar air pepes ikan tongkol seiring dengan

peningkatan suhu pemasakan.

Selain itu, faktor yang dapat mempengaruhi perubahan tekstur ikan adalah

perubahan kimiawi, dimana semakin lembut tekstur ikan maka semakin dalam

penetrasi jarum penetrometer meskipun dengan beban yang sama yang ditandai

dengan meningkatnya nilai tekstur (g/mm2). Ikan tongkol segar memiliki nilai

tekstur 0,0974 (g/mm2) sedangkan tekstur ikan bandeng pada fase postrigor

memiliki nilai 1,3000 (g/mm2) (Sagala, 2011). Air yang terkandung dalam bahan

banyak mempengaruhi nilai tekstur dari suatu bahan pangan (Fellows, 2000),

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

dimana semakin tinggi kadar air bahan maka semakin rendah pula nilai tekstur dari

bahan tersebut.

Grafik pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap nilai tekstur

(penetrometer) pepes ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 11.

0,45
0,4080
Nilai tekstur penetrometer (g/mm²)

0,39 ŷ = 0,019S - 0,934


r = 0,9955
0,3269
0,33

0,27
0,2156
0,21

0,15
0
58 60 63 65 68 70
Suhu pemasakan (°C)

Gambar 11. Hubungan suhu pemasakan metode sous vide dengan tekstur
pepes ikan tongkol

Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai tekstur


(penetrometer) pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa waktu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

nilai tekstur (penetrometer) pepes ikan tongkol yang dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Uji LSR efek utama pengaruh waktu pemasakan metode sous vide
terhadap nilai tekstur (penetrometer) pepes ikan tongkol
LSR Rataan Notasi
Jarak Waktu (menit)
0,05 0,01 (g/mm²) 0,05 0,01
- - - W1 = 40 0,2749 c C
2 0,0116 0,0158 W2 = 80 0,3200 b B
3 0,0121 0,0165 W3 = 120 0,3557 a A
Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf
kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Tabel 16 menunjukkan bahwa nilai tekstur (penetrometer) pepes ikan

tongkol tertinggi terdapat pada waktu pemasakan selama 120 menit yaitu sebesar

0,3557 g/mm² dan terendah pada waktu pemasakan selama 40 menit yaitu sebesar

0,2749 g/mm². Jamhari dkk. (2007) menyatakan dalam penelitiannya dimana

peningkatan lamanya waktu pemasakan meningkatkan nilai tekstur daging, dimana

pengaruhnya akan meningkat apabila dikombinasikan dengan peningkatan suhu

pemasakan. Grafik pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai

tekstur (penetrometer) pepes ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 12.

0,38
0,3557
Nilai tekstur penetrometer (g/mm²)

ŷ = 0,001W + 0,236
0,35 r = 0,9975

0,3200
0,32

0,29 0,2749

0,26

0,23
0
20 40 60 80 100 120
Waktu pemasakan (menit)

Gambar 12. Hubungan waktu pemasakan metode sous vide dengan nilai tekstur
pepes ikan tongkol

Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide terhadap
nilai tekstur (penetrometer) pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa interaksi suhu dan

waktu pemasakan metode sous vide memberikan pengaruh berbeda sangat nyata

(P<0,01) terhadap nilai tekstur (penetrometer) pepes ikan tongkol yang dapat dilihat

pada Tabel 17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Tabel 17. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan
metode sous vide terhadap nilai tekstur (penetrometer) pepes ikan
tongkol
LSR Notasi
Jarak Metode Rataan
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - S1W1 0,1541 g F
2 0,0116 0,0159 S1W2 0,2287 f E
3 0,0122 0,0166 S1W3 0,2639 e D
4 0,0125 0,0170 S2W1 0,2772 d D
5 0,0128 0,0173 S2W2 0,3162 c C
6 0,0129 0,0176 S2W3 0,3875 b B
7 0,0131 0,0178 S3W1 0,3933 b B
8 0,0132 0,0179 S3W2 0,4151 a A
9 0,0133 0,0181 S3W3 0,4156 a A
Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf
kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai tekstur (penetrometer) pepes ikan

tongkol tertinggi terdapat pada suhu pemasakan 70°C dan waktu pemasakan selama

120 menit yaitu sebesar 0,4156 g/mm² sedangkan yang terendah terdapat pada suhu

pemasakan 60°C dan waktu pemasakan selama 40 menit yaitu sebesar 0,1541

g/mm². Peningkatan tekstur pepes ikan tongkol menjadi semakin keras disebabkan

oleh koagulasi protein akibat terjadinya denaturasi protein ikan selama proses

pemanasan berlangsung. Hal ini sesuai dengan literatur DeMan (1997) yang

menyatakan bahwa pemanasan pada suhu 55-75°C mendenaturasi sejumlah besar

protein. Terjadinya denaturasi protein berlangsung secara bertingkat dimulai dari

suhu terendah (60°C) dan waktu tersingkat (40 menit) hingga mencapai suhu

tertinggi (70°C) dan waktu terlama (120 menit). Denaturasi protein juga

menyebabkan susunan tiga dimensi molekul protein menjadi menjadi berubah dan

membentuk struktur acak. Selain denaturasi protein, peningkatan nilai tekstur

terjadi seiring dengan peningkatan suhu dan waktu pemasakan terjadi akibat dari

turunnya kadar air dari bahan dimana air atau cairan jaringan bahan keluar sehingga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

menyebabkan susunan jaringan bahan menjadi lebih kompak dan padat sehingga

menghasilkan tekstur pepes ikan tongkol yang lebih padat dan keras (firm). Struktur

bahan yang padat ini mempersulit penetrometer menembus bahan sehingga

meningkatkan pengukuran nilai teksturnya.

Grafik pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide

terhadap nilai tekstur (penetrometer) pepes ikan tongkol dapat dilihat pada

Gambar 13.

0,45
S1 = 60 °C
S2 = 65 °C
Tekstur penetrometer (g/mm²)

S3 = 70 °C
0,30

0,15
ŷ = 0,003W + 0,035 ; r = 0,9995
ŷ = 0,002W + 0,133 ; r = 0,998999
ŷ = 0,0019W + 0,2040 ; r = 0,94
0,00
0 40 80 120
Waktu pemasakan (menit)

Gambar 13. Hubungan suhu dan waktu pemasakan metode sous vide dengan
tekstur pepes ikan tongkol

Hedonik Warna

Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik warna
pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa suhu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai

hedonik warna pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik warna
pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa waktu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai

hedonik warna pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide terhadap
nilai hedonik warna pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa interaksi antara suhu

dan waktu pemasakan metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap nilai hedonik warna pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak

dilanjutkan.

Hedonik Aroma

Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik aroma
pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa suhu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai

hedonik aroma pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik aroma
pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa waktu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai

hedonik aroma pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide terhadap
nilai hedonik aroma pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa interaksi antara suhu

dan waktu pemasakan metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

(P>0,05) terhadap nilai hedonik aroma pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak

dilanjutkan.

Hedonik Rasa

Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik rasa pepes
ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa suhu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai

hedonik rasa pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik rasa
pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa waktu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai

hedonik rasa pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide terhadap
nilai hedonik rasa pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa interaksi antara suhu

dan waktu pemasakan metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap nilai hedonik rasa pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak

dilanjutkan.

Hedonik Tekstur

Pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik tekstur
pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa suhu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

nilai hedonik tekstur pepes ikan tongkol yang dapat dilihat pada Tabel 18.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

Tabel 18. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap
nilai hedonik tekstur pepes ikan tongkol
LSR Suhu Rataan Notasi
Jarak
0,05 0,01 (°C) 0,05 0,01
- - - S1 = 60 3,7037 c C
2 0,0554 0,0759 S2 = 65 3,7852 b B
3 0,0581 0,0792 S3 = 70 3,8741 a A
Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf
kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Tabel 18 menunjukkan bahwa nilai hedonik tekstur pepes ikan tongkol

tertinggi terdapat pada suhu pemasakan 70°C yaitu sebesar 3,8741 dan terendah

pada suhu pemasakan 60°C yaitu sebesar 3,7037. Peningkatan kesukaan panelis

terhadap tekstur pepes ikan tongkol meningkat seiring dengan meningkatnya

kekerasannya (firmness) dimana hal ini sejalan dengan literatur Rahael dkk. (2014),

dimana dalam penelitiannya terjadi peningkatan kesukaan panelis seiring dengan

peningkatan tekstur (firmness) dari produk ikan asap.

Terjadinya peningkatan tekstur diduga disebabkan karena peningkatan

persentase protein dimana kadar protein yang tinggi dapat membentuk struktur

ikatan-ikatan yang lebih padat. Oleh karena itu peningkatan tekstur sangat

berhubungan dengan penurunan kadar air yang meningkatkan kadar protein ikan.

Hal ini sesuai dengan penelitian Hasan dan Edison (2007) yang menyatakan

penurunan kadar air akan meningkatkan kadar protein, sehingga akan berpengaruh

besar terhadap tekstur produk pepes ikan tongkol. Penurunan kadar air sendiri

sangat dipengaruhi oleh metode pengolahan, seperti metode pemanasan, suhu

pemanasan, waktu pemanasan, adanya bahan tambahan, serta bahan pengemas

yang digunakan.

Grafik pengaruh suhu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik

tekstur pepes ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 14.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

3,90

ŷ = 0,017S + 2,680
3,85 r = 0,9995 3,8741

Nilai hedonik tekstur


3,80

3,7852
3,75

3,70 3,7037

3,65
0
58 60 63 65 68 70
Suhu pemasakan (°C)

Gambar 14. Hubungan suhu pemasakan metode sous vide dengan nilai hedonik
tekstur pepes ikan tongkol

Pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik tekstur
pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa waktu pemasakan

metode sous vide memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

nilai hedonik tekstur pepes ikan tongkol yang dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Uji LSR efek utama pengaruh waktu pemasakan metode sous vide
terhadap nilai hedonik tekstur pepes ikan tongkol
LSR Notasi
Jarak Waktu (menit) Rataan
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - W1 = 40 3,5333 c C
2 0,0554 0,0759 W2 = 80 3,8296 b B
3 0,0581 0,0792 W3 = 120 4,0000 a A
Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf
kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Tabel 19 menunjukkan bahwa nilai hedonik tekstur pepes ikan tongkol

tertinggi terdapat pada waktu pemasakan selama 120 menit yaitu sebesar 4,000 dan

terendah pada waktu pemasakan 40 menit yaitu sebesar 3,5333. Peningkatan

kesukaan panelis terhadap pepes ikan tongkol seiring dengan meningkatnya waktu

pemasakan dikarenakan semakin lama proses pemasakan maka menghasilkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

tekstur pepes ikan tongkol yang lebih keras (firm). Menurut Soeparno (2009),

keempukan daging dipengaruhi oleh faktor postmortem yang salah satunya adalah

proses pemasakan. Grafik pengaruh waktu pemasakan metode sous vide terhadap

nilai hedonik tekstur pepes ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 15.

4,00
4,0000
ŷ = 0,005W + 3,320
3,90 r = 0,9879
Nilai hedonik tekstur

3,80 3,8296

3,70

3,60
3,5333
3,50

3,40
0
20 40 60 80 100 120
Waktu pemasakan (menit)

Gambar 15. Hubungan waktu pemasakan metode sous vide dengan nilai hedonik
tekstur pepes ikan tongkol

Pengaruh interaksi suhu dan waktu pemasakan metode sous vide terhadap
nilai hedonik tekstur pepes ikan tongkol

Daftar sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa interaksi antara suhu

dan waktu pemasakan metode sous vide memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap nilai hedonik tekstur pepes ikan tongkol sehingga uji LSR tidak

dilanjutkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Suhu pemasakan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap kadar air, kadar protein, kadar lemak, total mikroba, nilai tekstur,

dan nilai hedonik tekstur. Suhu pemasakan juga memberikan pengaruh

berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu, nilai hedonik warna, nilai

hedonik aroma, dan nilai hedonik rasa.

2. Waktu pemasakan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap total mikroba, nilai tekstur, dan nilai hedonik tekstur. Waktu

pemasakan juga memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)

terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, nilai hedonik

warna, nilai hedonik aroma, dan nilai hedonik rasa.

3. Interaksi suhu pemasakan dan waktu pemasakan memberikan pengaruh

berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai tekstur. Namun memberikan

pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap karakteristik lain.

4. Dari hasil penelitian yang dilakukan, pembuatan pepes ikan tongkol dengan

metode sous vide yang bermutu baik disarankan menggunakan suhu

pemasakan 70°C dan waktu pemasakan 120 menit ditinjau dari nilai protein

tertinggi, serta nilai hedonik tekstur yang paling disukai oleh panelis.

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui metode pengawetan yang

sesuai untuk produk pepes ikan tongkol yang dimasak dengan metode sous

vide.

2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui suhu penyimpanan pepes

ikan tongkol yang dimasak dengan metode sous vide.

3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui lama penyimpanan pepes

ikan tongkol yang dimasak dengan metode sous vide.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

DAFTAR PUSTAKA

Ainsworth, M. 2013. It All Started with 12.000 Francs. A Brief History of Sous
Vide. The Prochef Journal 20:11.

Amazingfoodmadeeasy, 2017. How long does it take a sous vide machine to heat
up. http://www.amazingfoodmadeeasy.com. diakses 12 Agustus 2017.

Angelista, R. H. E. 2016. Penetapan kadar kapsaisin dan uji aktivitas antioksidan


fraksi toluen-etil asetat buah cabai rawit (Capsicum frutescens L.) dengan
metode 2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil (DPPH).Skripsi. Fakultas Farmasi.
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Astawan, M. 2016. Sehat dengan Rempah dan Bumbu Dapur. PT Gramedia,


Jakarta.

AOAC. 1995. Official Method and Analysis Of The Association Of The Official
analytical chemist. 11th Edition. Washington D.C.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis 16th edition. Association of Official


Analytical International. Maryland, USA.

Ayustaningwarno, F, G. Retnaningrum, I. Safitri, N. Anggraheni, F. Suhardinata,


C. Umami, dan M. S. W. Rejeki. 2015. Aplikasi Pengolahan Pangan.
Deepublish, Yogyakarta.

Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2006. Ikan Beku. Bagian I : Spesisikasi SNI :
SNI 01-4110.1-2006. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Bahar, H. 2006. Sumber Daya Perikanan Indonesia. Galia Indonesia, Jakarta.

Baldwin, D. E. 2009. A Practical Guide to Sous Vide Cooking.


http://www.douglasbaldwin.com/sous-vide.html. diakses 12 Agustus 2017.

Baldwin, D. E. 2010. A Practical Guide to Sous Vide Cooking.


http://www.douglasbaldwin.com/sous-vide.html. diakses 12 Agustus 2017.

BC Center for Desease Control. 2016. Guidelines for restaurant sous vide cooking
safety in British Columbia. http://www.bccdc.ca. diakses 5 Agustus 2017.

Bowen, D. 2006. Chefs Wait for Rules on Sous Vide, as Experts Question Some
Uses. The New York Times, New York.

Chinnamma, G. 1975. Fish Technology. Journal of Central Institute of Fisheries


Technology. 12(1): 12-70.

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

Church, I. J. dan A. L. Parsons, 2000. The Sensory Quality of Chicken and Potato
Products Prepared Using Cook-Chill and Sous Vide Methods. International
Journal of Food Science and Technology (35):155-162.

Collete, B. B. dan C. E. Nauen. 1983. Scombrids of the world: an introdoction and


illustrated catalogue of tunas, mackerel, bonetos, and related species
unknown to date. Species catalogue 2, hal. 287.

Creed, P. G. dan W. Reeve. 1998. Principles and Applications of Sous Vide


Processed Foods. in Sous Vide and Cook–Chill Processing for the Food
Industry. Aspen Publications, Gaithersburg.

DeMan, J. M. 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan M.


Muljohardjo. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Dhanapal, K., G. V. S. Reddy, B. B. Naik, G. Venkateswarlu, A. D. Reddy, dan S.


Basu. 2012. Effect of Cooking on Physical, Biochemical, Bacteriological
Characteristics and Fatty Acid Profile of Tilapia (Oreochromis
Mossambicus) Fish Steaks. Archives of Applied Science Research.
4(2): 1142-1149

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP).


2006. Teknologi Pengolahan Fillet Ikan. Satker Direktorat Pengolahan
Hasil, Jakarta.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

FDA. 2011. Fish and Fishery Products Hazards and Controls Guidance, 4th ed.
Tech. Rep., U.S. Department of Health and Human Services.

Fellows, P. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practice. Ellis


Horword, New York.

Francois, J. 2013. Sous Vide Cooking a Blog About Cooking with Low
Temperatures. www.sousvidecooking.org. diakses 2 September 2017.

Fran, S. dan J. Akbar. 2013. Pengaruh Perbedaan Tingkat Protein dan Rasio Protein
Pakan terhadap Pertumbuhan Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis). Fish
Scientiae. 3(5): 56-63.

Giovedi, K. 2016. Penetapan kadar kapsaisin dan uji aktivitas antioksidan fraksi
toluen-etil asetat buah cabai merah (Capsicum annum L.) dengan metode
2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil (DPPH). Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

Gonzalez-Fandos E, M. C.Garcia-Linaces, A. Villarino-Rodriguez, M. T. Garcia-


Arias, dan M. C. Garcia-Fernandez. 2004. Valuation of microbiological
safety and sensory quality of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss)
processed by the sous vide method. Food microbiology 21(2): 193–201.

Gould, G. W. 1999. Sous Vide Food: Conclusion of an ECFF Botulinum Working


Party. Food Control (10): 47-51.

Hafiludin. 2011. Karakteristik proksimat dan kandungan senyawa kimia daging


putih dan daging merah ikan tongkol (Euthynnus affinis). ISSN: 1907-9931.
Jurnal Kelautan. 4(1): 1-10.

Hambali, E., A. Suryani, dan R. Mira. 2005. Membuat Aneka Bumbu Instan Pasta.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Hariana. 2013. 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hasan, B. dan Edison. 2007. Karakteristik Kimia dan Sensoris Fillet Asap yang
dibuat dari Ikan Patin (Pangasius Hypophthalmus) dari Berbagai Ukuran.

Herbie, T. 2015. Kitab Tanaman Berkhasiat Obat. Octopus Publishing House,


Yogyakarta.

Heryani, H. 2007. Pengaruh presentase ragi yang digunakan dalam pembuatan


pepes ikan mas terhadap kualitas pepes ikan mas. Panorama Nusantara Edisi
III.

Hidayah, Z. 2015. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Yayasan Pustaka Obor.


Indonesia, Jakarta.

Hidayati, D., D. E. A. Aunorohim, dan F. D. Hasnitha. 2008. Studi kandungan DDT


(Dichloro Diphenyl Tricholoethane) pada Kerang hijau (Pernaviridis L.) di
Perairan Pantai Timur Surabaya dan Pantai Rongkang Kwanyar Madura,
Surabaya.

Hirasa, K. dan M. Takemasa. 1998. Spice Science and Technology. Marcel Dekker,
USA.

Ibriani. 2012. Uji aktivitas antimikroba ekstrak bawang merah (Allium cepa L.)
secara KLT-Bioautografi. Skripsi. Fakutas Ilmu Kesehatan. Universitas
Negeri Islam Alauddin, Makassar.

Indian Ocean Tuna Commission. 2013. Identifikasi Jenis Tuna dan Sejenisnya di
Samudera Hindia. www.iotc.org. diakses pada 10 Oktober 2017.

Istriyani, Y.Y. 2011. Pengujian kualitas minyak kemiri dengan mengukur putaran
optik menggunakan polarimeter. Tugas Akhir. Program Studi Diploma III

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

Teknik Kimia, Program Diploma Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro,


Semarang

Jamhari, E. Suryanto, dan Rusman. 2007. Pengaruh Temperatur dan Lama


Pemasakan terhadap Keempukan dan Kandungan Kolagen Daging Sapi.
Buletin Peternakan. 31(2): 94-100.

Jay, J. M. 1996. Modern Food Microbiology. 4th Edition. D Von Nostrand


Company, New York.

Jay, J. M. 2000. Modern Food Microbiology. 6th Edition. Aspen Publishers, Inc.,
Maryland.

Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit


Universitas Indonesia. Jakarta.

Khomsan, A. 2006. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Grasindo,
Jakarta.

Liu, K. 2008. Food Use of Whole Soybeans. In Johnson LA, White PJ, Galloway
R (Eds). Soybeans Chemistry, Production, Processing, and Utilization.
AOCS Press, Urbana.

Logsdon, J. 2010. Beginning Sous Vide. Low Temperatures Recipes and


Techniques for Getting Started at Home. Cookingsousvide.com, USA.

Manalu, M. B. F. 2009. Memperkenalkan Naniura Makanan Khas Batak Sebagai


Hidangan Appetizer. Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, Jakarta. Edisi
VII.

Maghfiroh, I. 2000. Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat terhadap Karakteristik


Nugget Ikan Patin (Pangasius hypothalamus). Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Maghfiroh, K., I. Mangisah, dan V. D. Y. B. Ismadi. 2012. Pengaruh Penambahan


Sari Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) dalam Ransum terhadap Kecernaan
Protein Kasar dan Retensi Nitrogen pada Itik Magelang Jantan. 1(1): 669-
683.

Maldonado, M. C., C. Belfiore, dan A. R. Navarro. 2008. Temperature, Soluble


Solids and pH Effects on Alicyclobacillus acidoterrestris Viability in Lemon
Juice Concentrate. Journal Ind Microbiotechnology. 35(1): 141-144.

Masyitah, I. I. Arief, dan T. Suryati. 2016. Kandungan Gizi dan Organoleptik Sie
Reuboh dengan Penambahan Cuka Aren dan Daun Jeruk Purut (Citrus
Histrix) pada Konsentrasi yang Berbeda. Jurnal Ilmu Produksi dan
Teknologi Hasil Peternakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

Mentang, M., M. Maita, H. Ushio, dan T. Oshima. 2011. Efficacy of Silkworm


(Bombyx mori L.) Chrysalis Oil as a lipid source in adult Wistar rats. Food
Chemistry. 127(2): 899-904.

Muchtadi, T. R. dan F. Ayustaningwarno. 2010. Teknologi Proses Pengolahan


Pangan. Alfabeta, Bandung.

Nawangsih, A. A., H. P. Imdad, dan A. Wahyudi. 2001. Cabai Hot Beauty. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Nilasari, O. W., W. H. Susanto, J. M. Maligan. 2017. Pengaruh Suhu dan Lama


Pemasakan terhadap Karakteristik Lempok Labu Kuning (Waluh). Jurnal
Pangan dan Agroindustri. 5(3): 15-26.

NPCS Board of Consultans & Engineers. 2015. The Complete Book on Onion &
Garlic Cultivation with Processing (Production of Onion Paste, Flakes,
Powder & Garlic Paste, Powder, Flakes, Oil). Asia Pacific Business Press,
India.

Nurhasanah, S., D. Kusrini, dan E. Fachriah. 2017. Isolasi, identifikasi dan uji
antioksidan asam fenolat dari rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata
K. Schum.) Makalah Paralel. ISBN: 978-602-73159-8.

Ong, H. C. 2008. Rempah-ratus; khasiat makanan dan ubatan. Utusan Publications


& Distributor Sdn Bhd, Kuala Lumpur, Malaysia.

Palupi, N. S., F. R. Zakaria, dan E. Prangdimurti. 2007. Pengaruh Pengolahan


terhadap Nilai Gizi Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pranata, M. dan Narit. 2008. 505 Masakan Nusantara Favorit. Transmedia Pustaka,
Jakarta.

Pratama, R. I., M. Y. Awaluddin, dan S. Ishmayana. 2011. Analisis Komposisi


Asam Lemak yang Terkandung dalam Ikan Tongkol, Layur, dan Tenggiri
dari Pameungpeuk, Garut. Jurnal Aquatika. Universitas Padjadjaran.
2(2): 1-10.

Rahael, K. P., S. Berhimpon, dan F. Mentang. 2014. Karakteristik Organoleptik


Tekstur Stik Ikan Asap yang dicoating dengan Penambahan Miofibril dan
Kolagen Ikan Situhuk Hitam (Makaira indica). Jurnal Pascasarjana
Universitas Sam Ratulangi, Manado. 1(1): 1-12.

Rahayu, W. P. 1998. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik Fakultas


Teknologi Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

Redaksi Agromedia, 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Redaksi Agromedia,


Jakarta.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta,
Bogor.

Sagala, A. S. 2011. Analisis Kemunduran Mutu Daging dan Mata Ikan Bandeng
(Chanos chanos) Melalui Pengamatan Histologis. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sanger, G. 2010. Oksidasi lemak ikan tongkol (Auxis thazard) asap yang direndam
dalam larutan ekstrak daun sirih. Jurnal Jurusan Pengolahan Hasil
Perikanan. Universitas Sam Ratulangi. Manado. 2(5): 870-873.

Sitorus, A. 2001. Aplikasi Enzim Bromelin dari Larutan Ekstrak Nanas pada Proses
Pengempukan Daging Kambing Betina Tua. Skripsi. IPB-Press, Bogor.

SNI. 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan. SNI 7388:2009.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Pusat Pengembangan Teknologi


Pangan. IPB, Bogor.

Soekarto, S. T. dan M. Hubeis. 1992. Petunjuk Laboratorium Metode Penelitian


Inderawi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Soraya, C., Sunnati, dan V. Maulina. 2016. Efek antibakteri ekstrak batang serai
(Cymbogoncitratus) terhadapa pertumbuhan enterococcus faecalis. Jurnal
Cakradonya Dent. 8(2): 69-78.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Sundari, D., Almasyhuri, dan A. Lamid. 2015. Pengaruh Proses Pemasakan


terhadap Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Media
Litbangkes. 25(4): 235-242.

Suwamba, K. 2008. Proses Pemindangan dengan Mempergunakan Garam dengan


Konsentrasi yang Berbeda. Denpasar.

Suyanti. 2014. Membuat Aneka Olahan Cabai. Penebar Swadaya, Depok

Suzuki, T. 1981. Fish Krill Protein Processing Technology. Applied Science


Publisher Limited, London.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

Tapotubun, A. M., E. M. Nanlohy, dan J. M. Louhenapessy. 2008. Efek Waktu


Pemanasan terhadap Mutu Presto Beberapa Jenis Ikan. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Ambon.

Tarwotjo, 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Grasindo, Jakarta.

Teranishi, R., E. L. Wick, dan I. Hornstein, 1999. Flavour Chemistry. ThirtyYears


of Progress. Kluwer Academic/Plenum Publisher, New York.

Tresnawati, T. 2012. Menu Serba Pepes. Rumah Ide, Malang.

Tim Dapur Demedia. 2008. Aneka Sambal Nusantara. Demedia, Jakarta.

Warnaini, C. 2013. Uji efektivitas ekstrak kunyit sebagai antibakteri terhadap


pertumbuhan bakteri Bacillus sp. dan shigella dysentrae secara in vitro.
Jurnal.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wong, M., 2000. Buku Resep Masakan Masakan Sederhana Indonesia & Malaysia.
Intimedia & Ladang Pustaka, Jakarta.

Yuarni, D., Kadirman, dan Jamaluddin. 2015. Laju perubahan kadar air, kadar
protein, dan uji organoleptik ikan lele asin menggunakan alat pengering
kabinet (Cabinet dryer) dengan suhu terkontrol. 1(1): 12-21.

Yuliani, R., P. Indrayudha, dan S. S. Rahmi. 2011. Aktivitas antibakteri minyak


atsiri daun jeruk purut (Cytrus hystrix) terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Jurnal Pharmacon. 12(2): 50-54.

Yuliati, M. 2012. Uji aktivitas antimikroba ekstrak daun salam (Syzygium


polyanthum (Wight) Walp.) terhadap beberapa mikroba patogen secara
KLT-Bioautografi. Skripsi. Fakutas Ilmu Kesehatan. Universitas Negeri
Islam Alauddin, Makassar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

Lampiran 1. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan waktu
pemasakan metode sous vide terhadap kadar air pepes ikan tongkol

Tabel data pengamatan kadar air (%) pepes ikan tongkol metode sous vide
Kombinasi Ulangan
Total Rataan
perlakuan 1 2 3
S1W1 72,60 71,47 73,92 217,98 72,661
S1W2 72,03 70,48 73,86 216,38 72,125
S1W3 71,59 70,81 72,38 214,78 71,594
S2W1 71,17 72,47 69,70 213,34 71,114
S2W2 70,83 69,83 70,17 210,83 70,276
S2W3 70,59 69,47 68,09 208,15 69,383
S3W1 70,43 68,86 69,75 209,04 69,679
S3W2 70,29 68,69 69,36 208,34 69,447
S3W3 69,57 69,04 68,37 206,98 68,992
Total 1905,82
Rataan 70,586

Tabel daftar sidik ragam kadar air pepes ikan tongkol metode sous vide
SK db JK KT F.Hitung F 0,05 F 0,01
Perlakuan 8 42,5196 5,3150 4,62 ** 2,51 3,71
W 2 6,0838 3,0419 2,64 tn 3,55 6,01
W lin 1 6,0713 6,0713 5,28 * 4,41 8,29
W kuad 1 0,0125 0,0125 0,01 tn 4,41 8,29
S 2 35,5866 17,7933 15,46 ** 3,55 6,01
S lin 1 34,1341 34,1341 29,66 ** 4,41 8,29
S kuad 1 1,4525 1,4525 1,26 tn 4,41 8,29
WxS 4 0,8492 0,2123 0,18 tn 2,93 4,58
Galat 18 20,7146 1,1508
Total 26 63,2342
Keterangan :
FK = 134524
KK = 1,5198%
** = sangat nyata
* = nyata
tn = tidak nyata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

Lampiran 2. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan waktu
pemasakan metode sous vide terhadap kadar abu pepes ikan tongkol

Data pengamatan kadar abu (%) pepes ikan tongkol metode sous vide
Kombinasi Ulangan
Total Rataan
perlakuan 1 2 3
S1W1 1,43 1,47 1,43 4,33 1,443
S1W2 1,46 1,43 1,44 4,32 1,441
S1W3 1,47 1,43 1,46 4,36 1,455
S2W1 1,45 1,48 1,43 4,36 1,452
S2W2 1,46 1,47 1,43 4,36 1,453
S2W3 1,46 1,45 1,48 4,40 1,467
S3W1 1,48 1,46 1,47 4,40 1,468
S3W2 1,51 1,46 1,48 4,46 1,487
S3W3 1,48 1,50 1,49 4,47 1,490
Total 39,46
Rataan 1,462

Tabel daftar sidik ragam kadar abu pepes ikan tongkol metode sous vide
SK db JK KT F.Hitung F 0,05 F 0,01
Perlakuan 8 0,0074 0,0009 2,51 tn 2,51 3,71
W 2 0,0012 0,0006 1,65 tn 3,55 6,01
W lin 1 0,0012 0,0012 3,23 tn 4,41 8,29
-5 -5
W kuad 1 2,8x10 2,8x10 0,08 tn 4,41 8,29
S 2 0,0058 0,0029 7,84 ** 3,55 6,01
S lin 1 0,0055 0,0055 14,91 ** 4,41 8,29
S kuad 1 0,00028 0,00028 0,77 tn 4,41 8,29
WxS 4 0,0004 0,0001 0,27 tn 2,93 4,58
Galat 18 0,0066 0,0004
Total 26 0,0140
Keterangan :
FK = 57,68360429
KK = 1,3113%
** = sangat nyata
tn = tidak nyata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

Lampiran 3. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan waktu
pemasakan metode sous vide terhadap kadar protein pepes ikan
tongkol

Data pengamatan protein (%) pepes ikan tongkol metode sous vide
Kombinasi Ulangan
Total Rataan
perlakuan 1 2 3
S1W1 24,05 23,50 22,84 70,40 23,466
S1W2 23,44 23,53 23,47 70,43 23,478
S1W3 22,77 23,35 24,92 71,03 23,678
S2W1 25,78 24,36 25,09 75,24 25,080
S2W2 24,70 24,74 26,41 75,85 25,284
S2W3 25,35 23,67 27,53 76,55 25,517
S3W1 25,59 27,35 28,24 81,18 27,060
S3W2 27,03 27,97 26,52 81,52 27,172
S3W3 28,45 26,62 28,41 83,48 27,826
Total 685,68
Rataan 25,396

Tabel daftar sidik ragam protein pepes ikan tongkol metode sous vide
SK db JK KT F.Hitung F 0,5 F 0,1
Perlakuan 8 66,9236 8,3654 7,33 ** 2,51 3,71
W 2 1,0961 0,5481 0,48 tn 3,55 6,01
W lin 1 1,0006 1,0006 0,88 tn 4,41 8,29
W kuad 1 0,0955 0,0955 0,08 tn 4,41 8,29
S 2 65,5262 32,7631 28,70 ** 3,55 6,01
S lin 1 65,3852 65,3852 57,28 ** 4,41 8,29
S kuad 1 0,1410 0,1410 0,12 tn 4,41 8,29
WxS 4 0,3012 0,0753 0,07 tn 2,93 4,58
Galat 18 20,5468 1,1415
Total 26 87,4704
Keterangan :
FK = 17413,22905
KK = 4,2071%
** = sangat nyata
tn = tidak nyata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

Lampiran 4. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan waktu
pemasakan metode sous vide terhadap kadar lemak pepes ikan tongkol

Data pengamatan kadar lemak (%) pepes ikan tongkol metode sous vide
Kombinasi Ulangan
Total Rataan
perlakuan 1 2 3
S1W1 7,16 6,60 6,68 20,44 6,813
S1W2 6,83 6,88 7,07 20,78 6,927
S1W3 7,13 6,52 7,42 21,07 7,022
S2W1 5,34 5,34 5,37 16,06 5,353
S2W2 5,39 6,38 5,64 17,41 5,804
S2W3 5,67 6,36 5,48 17,50 5,834
S3W1 4,80 4,19 4,23 13,22 4,407
S3W2 4,19 4,45 4,88 13,52 4,505
S3W3 4,43 4,87 4,76 14,06 4,686
Total 154,06
Rataan 5,706

Tabel daftar sidik ragam kadar lemak pepes ikan tongkol metode sous vide
SK db JK KT F.Hitung F 0,05 F 0,01
Perlakuan 8 26,3058 3,2882 27,12 ** 2,51 3,71
W 2 0,4908 0,2454 2,02 tn 3,55 6,01
W lin 1 0,4696 0,4696 3,87 tn 4,41 8,29
W kuad 1 0,0212 0,0212 0,17 tn 4,41 8,29
S 2 25,6841 12,8420 105,91 ** 3,55 6,01
S lin 1 25,6604 25,6604 211,63 ** 4,41 8,29
S kuad 1 0,0237 0,0237 0,20 tn 4,41 8,29
WxS 4 0,1310 0,0328 0,27 tn 2,93 4,58
Galat 18 2,1826 0,1213
Total 26
Keterangan :
FK = 879,0212
KK = 6,1028%
** = sangat nyata
tn = tidak nyata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

Lampiran 5. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan waktu
pemasakan metode sous vide terhadap total mikroba pepes ikan
tongkol

Data pengamatan total mikroba (Log CFU/g) pepes ikan tongkol metode sous vide
Kombinasi Ulangan
Total Rataan
perlakuan 1 2 3
S1W1 4,90 4,78 4,78 14,46 4,820
S1W2 4,70 4,78 4,85 14,32 4,774
S1W3 4,70 4,78 4,78 14,26 4,752
S2W1 4,70 4,78 4,85 14,32 4,774
S2W2 4,78 4,60 4,78 14,16 4,719
S2W3 4,60 4,48 4,60 13,68 4,560
S3W1 4,60 4,60 4,85 14,05 4,683
S3W2 4,70 4,60 4,70 14,00 4,667
S3W3 4,48 4,60 4,48 13,56 4,519
Total 126,80
Rataan 4,696

Tabel daftar sidik ragam total mikroba pepes ikan tongkol metode sous vide
SK db JK KT F.Hitung F 0,05 F 0,01
Perlakuan 8 0,2460 0,0307 4,50 ** 2,51 3,71
W 2 0,1070 0,0535 7,82 ** 3,55 6,01
W lin 1 0,0995 0,0995 14,54 ** 4,41 8,29
W kuad 1 0,0075 0,0075 1,10 tn 4,41 8,29
S 2 0,1157 0,0579 8,46 ** 3,55 6,01
S lin 1 0,1138 0,1138 16,64 ** 4,41 8,29
S kuad 1 0,0019 0,0019 0,28 tn 4,41 8,29
WxS 4 0,0233 0,0058 0,85 tn 2,93 4,58
Galat 18 0,1231 0,0068
Total 26 0,3691
Keterangan :
FK = 595,53
KK = 1,7610%
** = sangat nyata
tn = tidak nyata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

Lampiran 6. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan waktu
pemasakan metode sous vide terhadap nilai tekstur (penetrometer)
pepes ikan tongkol

Data pengamatan tekstur (g/mm²) pepes ikan tongkol metode sous vide
Kombinasi Ulangan
Total Rataan
perlakuan 1 2 3
S1W1 0,15 0,15 0,16 0,46 0,154
S1W2 0,23 0,23 0,23 0,69 0,229
S1W3 0,25 0,27 0,27 0,79 0,264
S2W1 0,28 0,27 0,29 0,83 0,277
S2W2 0,30 0,32 0,32 0,95 0,316
S2W3 0,37 0,40 0,39 1,16 0,387
S3W1 0,38 0,41 0,38 1,18 0,393
S3W2 0,42 0,41 0,41 1,25 0,415
S3W3 0,40 0,44 0,41 1,25 0,416
Total 8,55
Rataan 0,317

Tabel daftar sidik ragam tekstur pepes ikan tongkol metode sous vide
SK db JK KT F.Hitung F 0,05 F 0,01
Perlakuan 8 0,2066 0,0258 189,62 ** 2,51 3,71
W 2 0,0295 0,0148 108,39 ** 3,55 6,01
W lin 1 0,0294 0,0294 215,79 ** 4,41 8,29
W kuad 1 0,0001 0,0001 0,98 tn 4,41 8,29
S 2 0,1680 0,0840 616,75 ** 3,55 6,01
S lin 1 0,1667 0,1667 1223,40 ** 4,41 8,29
S kuad 1 0,0014 0,0014 10,10 ** 4,41 8,29
WxS 4 0,0091 0,0023 16,66 ** 2,93 4,58
Galat 18 0,0025 0,0001
Total 26 0,2091
Keterangan :
FK = 2,710607488
KK = 3,6836%
** = sangat nyata
tn = tidak nyata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

Lampiran 7. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan waktu
pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik warna pepes ikan
tongkol

Data pengamatan hedonik warna pepes ikan tongkol metode sous vide
Kombinasi Ulangan
Total Rataan
perlakuan 1 2 3
S1W1 3,47 3,87 4,33 11,67 3,889
S1W2 3,80 3,47 3,93 11,20 3,733
S1W3 3,80 3,87 4,00 11,67 3,889
S2W1 3,73 3,47 4,13 11,33 3,778
S2W2 3,73 3,93 4,20 11,87 3,956
S2W3 3,67 4,00 3,93 11,60 3,867
S3W1 3,87 3,60 3,80 11,27 3,756
S3W2 3,47 3,87 3,87 11,20 3,733
S3W3 3,87 3,80 4,27 11,93 3,978
Total 103,73
Rataan 3,842

Tabel daftar sidik ragam hedonik warna pepes ikan tongkol metode sous vide
SK db JK KT F.Hitung F 0,05 F 0,01
Perlakuan 8 0,2147 0,0268 0,41 tn 2,51 3,71
W 2 0,0645 0,0323 0,49 tn 3,55 6,01
W lin 1 0,0484 0,0484 0,74 tn 4,41 8,29
W kuad 1 0,0161 0,0161 0,25 tn 4,41 8,29
S 2 0,0092 0,0046 0,07 tn 3,55 6,01
S lin 1 0,0010 0,0010 0,02 tn 4,41 8,29
S kuad 1 0,0082 0,0082 0,13 tn 4,41 8,29
WxS 4 0,1409 0,0352 0,54 tn 2,93 4,58
Galat 18 1,1822 0,0657
Total 26 1,3969
Keterangan :
FK = 398,5409
KK = 6,6705%
tn = tidak nyata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

Lampiran 8. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan waktu
pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik aroma pepes ikan
tongkol

Data pengamatan hedonik aroma pepes ikan tongkol metode sous vide
Kombinasi Ulangan
Total Rataan
perlakuan 1 2 3
S1W1 3,80 3,67 4,27 11,73 3,911
S1W2 3,93 3,60 4,20 11,73 3,911
S1W3 3,60 3,80 3,73 11,13 3,711
S2W1 3,73 3,87 4,13 11,73 3,911
S2W2 3,87 4,07 4,00 11,93 3,978
S2W3 3,73 4,00 3,93 11,67 3,889
S3W1 4,00 3,67 4,13 11,80 3,933
S3W2 3,87 4,07 4,13 12,07 4,022
S3W3 4,07 3,93 3,93 11,93 3,978
Total 105,73
Rataan 3,916

Tabel daftar sidik ragam hedonik aroma pepes ikan tongkol metode sous vide
SK db JK KT F.Hitung F 0,05 F 0,01
Perlakuan 8 0,1860 0,0233 0,59 tn 2,51 3,71
W 2 0,0556 0,0278 0,71 tn 3,55 6,01
W lin 1 0,0158 0,0158 0,40 tn 4,41 8,29
W kuad 1 0,0398 0,0398 1,01 tn 4,41 8,29
S 2 0,0813 0,0407 1,03 tn 3,55 6,01
S lin 1 0,0800 0,0800 2,03 tn 4,41 8,29
S kuad 1 0,0013 0,0013 0,03 tn 4,41 8,29
WxS 4 0,0491 0,0123 0,31 tn 2,93 4,58
Galat 18 0,7081 0,0393
Total 26 0,8942
Keterangan :
FK = 414,0570
KK = 5,0650%
tn = tidak nyata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Lampiran 9. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan waktu
pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik rasa pepes ikan
tongkol

Data pengamatan hedonik rasa pepes ikan tongkol metode sous vide
Kombinasi Ulangan
Total Rataan
perlakuan 1 2 3
S1W1 3,13 3,27 3,93 10,33 3,444
S1W2 3,67 3,60 4,13 11,40 3,800
S1W3 3,60 3,60 3,67 10,87 3,622
S2W1 3,60 3,60 4,07 11,27 3,756
S2W2 3,87 4,00 3,80 11,67 3,889
S2W3 3,73 4,20 3,80 11,73 3,911
S3W1 4,07 3,67 3,73 11,47 3,822
S3W2 3,73 4,07 3,73 11,53 3,844
S3W3 3,67 4,00 3,87 11,53 3,844
Total 101,80
Rataan 3,770

Tabel daftar sidik ragam hedonik rasa pepes ikan tongkol metode sous vide
SK db JK KT F.Hitung F 0,05 F 0,01
Perlakuan 8 0,5304 0,0663 1,13 tn 2,51 3,71
W 2 0,1373 0,0686 1,17 tn 3,55 6,01
W lin 1 0,0632 0,0632 1,08 tn 4,41 8,29
W kuad 1 0,0741 0,0741 1,26 tn 4,41 8,29
S 2 0,2973 0,1486 2,54 tn 3,55 6,01
S lin 1 0,2077 0,2077 3,54 tn 4,41 8,29
S kuad 1 0,0896 0,0896 1,53 tn 4,41 8,29
WxS 4 0,0958 0,0240 0,41 tn 2,93 4,58
Galat 18 1,0548 0,0586
Total 26 1,5852
Keterangan :
FK = 383,3287
KK = 6,4205%
tn = tidak nyata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

Lampiran 10. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh suhu dan waktu
pemasakan metode sous vide terhadap nilai hedonik tekstur pepes
ikan tongkol

Data pengamatan nilai hedonik tekstur pepes ikan tongkol metode sous vide
Kombinasi Ulangan
Total Rataan
perlakuan 1 2 3
S1W1 3,27 3,40 3,53 10,20 3,400
S1W2 3,73 3,80 3,80 11,33 3,778
S1W3 3,93 3,93 3,93 11,80 3,933
S2W1 3,53 3,53 3,60 10,67 3,556
S2W2 3,80 3,80 3,87 11,47 3,822
S2W3 3,93 4,00 4,00 11,93 3,978
S3W1 3,60 3,67 3,67 10,93 3,644
S3W2 3,87 3,87 3,93 11,67 3,889
S3W3 4,07 4,07 4,13 12,27 4,089
Total 102,27
Rataan 3,788

Tabel daftar sidik ragam nilai hedonik tekstur pepes ikan tongkol metode sous vide
SK db JK KT F.Hitung F 0,05 F 0,01
Perlakuan 8 1,1529 0,1441 46,08 ** 2,51 3,71
W 2 1,0038 0,5019 160,47 ** 3,55 6,01
W lin 1 0,9800 0,9800 313,34 ** 4,41 8,29
W kuad 1 0,0238 0,0238 7,61 * 4,41 8,29
S 2 0,1307 0,0653 20,89 ** 3,55 6,01
S lin 1 0,1306 0,1306 41,76 ** 4,41 8,29
S kuad 1 0,0001 0,0001 0,03 tn 4,41 8,29
WxS 4 0,0184 0,0046 1,47 tn 2,93 4,58
Galat 18 0,0563 0,0031
Total 26 1,2092
Keterangan
FK = 387,3508
KK = 1,4765%
** = sangat nyata
* = nyata
tn = tidak nyata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

Lampiran 11. Gambar berbagai produk pepes ikan tongkol yang dimasak dengan
metode sous vide

Gambar berbagai produk pepes ikan tongkol metode sous vide

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

You might also like