Artikel Psikologi Perkembangan

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 16

1

FASE PUBERTAS PADA REMAJA PENGURUS MASJID PESANTREN


DARUSSALAM CIAMIS
Hafizh Andriyana
Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah
(hafizh2153@gmail.com)

Abstrack
According to Robert Nuttin, the religious urge is one of the impulses that exist in humans, which
demands to be fulfilled so that the human person gets satisfaction and peace, besides that religious
encouragement is also a human need that grows from a combination of various causal factors originating
from religious feelings. That environmental factors, especially parents, play a very important role in
influencing the development of children's religious nature. This factor is referred to as the religious nature
possessed by all humans which is God's gift to his servants so that they have a clear purpose in life, namely
to live in accordance with the purpose of human creation itself, namely to worship (worship) Allah.
According to Hurlock, the family is a "training center" for the inculcation of values, the development
of nature or religious spirit, should coincide with the development of his personality, that is, from birth even
more than that since in the womb.” The role of the family is related to the efforts of parents in instilling
religious values in children, the process of which takes place during the pre-natal (in the womb) and post-
natal period. That their mental disorders are influenced by the emotional state or attitude of their parents
(especially mothers) when they are in the womb. The community environment is one of the factors in
developing religious character, because in it is a social interaction between fellow human beings and others
so that there is a need for a good community environment relationship. Syamsu Yusuf noted in his book
entitled Psychology of Learning Religion that: "What is meant by the community environment here is a
situation or condition of social interaction that potentially influences the development of religious nature or
individual religious awareness. People whose lives are far from religion, will feel weak and lose their grip
when they get trials and this can affect changes in religious attitudes in them.

Key Word: Religion, Insaniyyah, pre-birth, post-birth, religious character

Abstrak
Menurut Robert Nuttin, dorongan beragama merupakan salah satu dorongan yang ada dalam diri
manusia, yang menuntut untuk dipenuhi sehingga pribadi manusia mendapat kepuasan dan ketenangan,
selain itu dorongan beragama juga merupakan kebutuhan insaniyah yang tumbuhnya dari gabungan
berbagai faktor penyebab yang bersumber dari rasa keagamaan. Bahwa faktor lingkungan terutama orang tua
sangat berperan dalam mempengaruhi perkembangan fitrah keberagamaan anak. 1 Faktor ini disebut sebagai
fitrah beragama yang dimiliki oleh semua manusia yang merupakan pemberian Tuhan untuk hambanya agar
mempunyai tujuan hidup yang jelas yaitu hidup yang sesuai dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri
yakni menyembah (beribadah) kepada Allah.
Menurut Hurlock, keluarga merupakan “Pusat pelatihan” bagi penanaman nilai-nilai, perkembangan
fitrah atau jiwa beragama, seyogyanya bersamaan dengan perkembangan kepribadiannya, yaitu sejak lahir
bahkan lebih dari itu sejak dalam kandungan” 2 Peranan keluarga ini terkait dengan upaya-upaya orang tua
dalam menanamkan nilai-nilai agama pada anak, yang prosesnya berlangsung pada masa pra lahir (dalam
kandungan) dan pasca lahir. Bahwa gangguan jiwa mereka dipengaruhi oleh keadaan emosi atau sikap
orang tua (terutama ibu) pada masa mereka berada dalam kandungan. Lingkungan masyarakat menjadi salah
satu faktor dalam mengembangkan karakter religius, karena di dalamnya merupakan suatu interaksi sosial
antara sesama manusia itu dengan yang lainnya sehingga perlu adanya suatu hubungan lingkungan
masyarakat yang baik. Dicatat oleh Syamsu Yusuf dalam bukunya yang berjudul Psikologi Belajar Agama
1
Syamsu Yusuf LN. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 136.
2
Syamsu Yusuf LN. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 138.
2

bahwa: “Yang dimaksud lingkungan masyarakat disini adalah situasi atau kondisi interaksi sosial yang
secara potensional berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama atau kesadaran beragama individu.
Orang yang hidupnya jauh dari agama, dirinya akan merasa lemah dan kehilangan pegangan ketika
mendapatkan cobaan dan hal ini dapat berpengaruh terhadap perubahan sikap keagamaan pada dirinya.
Kata Kunci: Keagamaan, Insaniyyah, masa pra lahir, pasca lahir, karakter religius

dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia


remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah.5
PENDAHULUAN
Masa remaja adalah masa peralihan atau masa
Setiap fase usia memiliki karakteristik khusus transisi dari anak menuju masa dewasa. Pada
yang membedakannya dari fase-fase pertumbuhan masa ini begitu pesat mengalami pertumbuhan
yang lain. Demikian pula dengan fase remaja, dan perkembangan, baik itu fisik maupun mental.
memiliki ciri-ciri yang berbeda dan karakteristik Sehingga dapat dikelompokkan remaja terbagi
yang berbeda pula dari fase kanak-kanak, dewasa dalam tahapan berikut ini:6 1. Pra Remaja (11 atau
dan tua. Selain itu, setiap fase memiliki 12-13 atau 14 tahun) Pra remaja ini mempunyai
kondisi-kondisi dan tuntutan-tuntutan yang khas masa yang sangat pendek, kurang lebih hanya satu
bagi masing-masing individu. Oleh karena itu, tahun; untuk laki-laki usia 12-13 tahun atau 14
kemampuan individu untuk bersikap dan tahun. Dikatakan juga fase ini adalah fase negatif,
bertindak dalam menghadapi satu keadaan karena terlihat tingkah laku yang cenderung
berbeda dari fase satu ke fase yang lain. Hal negatif. Fase yang sukar untuk hubungan
ini tampak jelas ketika seseorang komunikasi antara anak dengan orang tua.
mengekspresikan emosi emosinya. 3
Perkembangan fungsi-fungsi tubuh juga
Seperti bagaimana melepaskan stress dengan terganggu karena mengalami perubahan-
cara yang sesuai, mengungkapkan kemarahan perubahan termasuk perubahan hormonal yang
dengan kata-kata ketimbang tindakan negatif, dapat menyebabkan perubahan suasana hati yang
mengatasi situasi sulit atau berbahaya dengan tak terduga. Remaja menunjukkan peningkatan
tenang, mengatasi situasi yang sedih dengan cara reflektivenes tentang diri mereka yang berubah
yang tepat, menangani situasi mengejutkan dan meningkat berkenaan dengan apa yang orang
dengan kontrol menunjukkan kesukaan, kasih pikirkan tentang mereka. Seperti pertanyaan: Apa
sayang, cinta terhadap orang lain dan lain yang mereka pikirkan tentang aku ? Mengapa
sebagianya.4 mereka menatapku? Bagaimana tampilan rambut
aku? Apakah aku salah satu anak “keren”? dan
Pertumbuhan terjadi serentak dengan lain lain.
perkembangan fisik, sosial, kognitif, bahasa,
dan kreatif. Namun, respon yang terjadi dari Pada fase remaja awal (13 atau 14 tahun-17
setiap fase perkembangan mengalami perubahan tahun), perubahan-perubahan terjadi sangat pesat
pada anak sejalan dengan berlangsungnya waktu dan mencapai puncaknya. Ketidakseimbangan
karena kedewasaannya, lingkungan, reaksi emosional dan ketidakstabilan dalam banyak hal
orang lain disekitarnya, atau pembimbingan dari terdapat pada usia ini. Ia mencari identitas diri
orangtua. karena masa ini, statusnya tidak jelas. Pola-pola
hubungan sosial mulai berubah. Menyerupai
Menurut WHO, remaja adalah penduduk orang dewasa muda, remaja sering merasa berhak
dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut untuk membuat keputusan sendiri. Pada masa
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan
2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia identitas sangat menonjol, pemikiran semakin
10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan logis, abstrak dan idealistis dan semakin banyak
waktu diluangkan diluar keluarga.7
3
Sayyid Muhammad Az-Za’Balawi, Pendidikan Remaja
antara Islam dan Ilmu Jiwa, (Jakarta, Gema Insani,
2007), h. 7. 5
www.depkes.go.id
4
JaniceJ. Beaty, Observasi Anak Usia Dini, (Jakarta: 6
Alex Sobur, Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah,
Kencana Prenadamedia, 2013), Ed. 7, h. 91 (Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2003), h.134.
3

Sedangkan remaja lanjut (17-20 atau 21 maupun perbuatan bagi pelaksanaan kegiatan
tahun) dirinya ingin menjadi pusat perhatian; ia tersebut. Dalam melaksanakan implementasi
ingin menonjolkan dirinya; caranya lain dengan Kegiatan Remaja Masjid, tentunya ada beberapa
remaja awal. Ia idealis, mempunyai cita-cita hal yang harus diperhatikan antara lain:
tinggi, bersemangat dan mempunyai energi yang
1. Pelaksanaan Kegiatan Remaja Masjid
besar. Ia berusaha memantapkana identitas diri,
dan ingin mencapai ketidaktergantungan Remaja Masjid merupakan kegiatan
emosional. Ada perubahan fisik yang terjadi pada Ekstrakulikuler keagamaan yang mampu
fase remaja yang begitu cepat, misalnya digunakan sebagai wadah untuk meningkatkan
perubahan pada karakteristik seksual seperti karakter religius siswa, melalui kegiatan-kegiatan
pembesaran buah dada, perkembangan pinggang keagamaan didalamnya yang telah
untuk anak perempuan sedangkan anak laki-laki diselenggarakan. Menurut Piet A. Sahertian,
tumbuhnya kumis, jenggot serta perubahan suara ”Kegiatan ekstrakulikuler adalah kegiatan diluar
yang semakin dalam. Perubahan mentalpun jam pelajaran biasa (termasuk pada waktu libur)
mengalami perkembangan. Pada fase ini yang dilakukan disekolah ataupun di luar sekolah
pencapaian identitas diri sangat menonjol, dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan
pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis, siswa mengenai hubungan antara berbagai mata
dan semakin banyak waktu diluangkan di luar pelajaran, menyalurkan bakat dan minat serta
keluarga.8 Selanjutnya, perkembangan tersebut melengkapi upaya pembinaan manusia
diatas disebut fase pubertas (puberty) yaitu suatu seutuhnya.11
periode dimana kematangan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kegiatan
KAJIAN LITERATURE DAN ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan yang
PENGEMBANGAN HIPOTESIS pelaksanaannya di luar jam pelajaran dengan
maksud mengisi waktu luang siswa dengan hal-
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
hal positif yang bertujuan agar siswa mampu
implementasi mengandung arti penerapan. 9
memperluas wawasannya, mengembangkan
Menurut Oemar Hamamik penulis buku yang
kemampuan dan ketrampilan melalui jenis-jenis
berjudul DasarDasar Pengembangan Kurikulum,
kegiatan ekstrakulikuler yang sesuai dengan minat
mengungkapkan bahwa “Implementasi
dan bakatnya.
merupakan suatu penerapan ide, konsep,
kebijakan, atau inovasi dalam bentuk tindakan 2. Metode Pelaksanaan Kegiatan Remaja
praktis sehingga memberikan dampak, baik Masjid Dalam Membentuk Karakter
perubahan pengetahuan, ketrampilan, maupun Religius
nilai dan sikap.10
Metode yang dapat digunakan dalam
Dengan demikian implementasi adalah Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan juga
suatu kegiatan penerapan ide maupun gagasan dalam kegiatan ekstrakuliskuler keagamaan ada
dalam bentuk tindakan ataupun kegiatan, sehingga beberapa metode diantaranya, yaitu:12
memberikan perubahan baik dari segi pemikiran
a. Metode Ceramah, yaitu sebuah bentuk
7
Teressa M. Mc Devitt, Jeanes Ellis Omrod, Child interaksi edukatif melalui penerangan dan
Development and Education, (Colombos Ohio, Merril penuturan secara lisan oleh guru terhadap
Prentice Hall,2002), h. 17. sekelompok murid.
8
John W Santrock, Life Span Development,
Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002),
Ed.5 Jilid 1, h. 23
9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus 11
Piet A. Sahertian, Dimensi-Dimensi Administrasi
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, Pendidikan Di Sekolah , (Surabaya: Usaha Nasional,
1989), HLM.327. 1994), hal. 132
10
Oemar Hamamik, Dasar-Dasar Pengembangan 12
Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi
Kurikulum,(Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007), Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Malang:UIN
hlm.237. Press dan UM Press, 2004), hal. 61-76.
4

b. Metode Tanya Jawab, yaitu cara mudah hal ini karena banyak faktor yang
penyampaian pelajaran dengan jalan guru mendukung maupun menghambat program
mengajukan pertanyaan dan murid memberikan tersebut:
jawaban, atau sebaliknya. Metode ini
Adapun faktor pendukung program
dimaksudkan untuk mengenalkan pengetahuan,
kegiatan remaja masjid adalah sebagai berikut:
fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan, dan
merangsang minat dan perhatian murid. a. Tersedianya sarana prasarana yang
memadai.
c. Metode Diskusi, yaitu metode di dalam
mempelajari atau meyampaikan bahan pelajaran b. Memiliki manajemen pengelolaan yang
dengan jalan mendiskusikannya sehingga baik.
menimbulkan pengertian dan pemahaman.
Metode ini dimaksudkan untuk merangsang murid c. Adanya semangat pada diri siswa.
berpikir dan mengemukakan pendapat serta ikut d. Adanya tanggung jawab.
memberikan sumbangan pemikiran dalam satu
masalah bersama. Sedangkan faktor penghambat dari
program kegiatan Remaja Masjid adalah:
d. Metode Latihan Siap, yaitu metode
interaksi edukatif yang dilaksanakan dengan jalan a. Sarana prasarana yang kurang
melatih murid terhadap bahan-bahan yang memadai.
diberikan, penggunaannya biasanya pada bahan-
b. Dalam pengelolaan kegiatan cenderung
bahan pelajaran yang bersifat motoris dan
kurang terkoordinir.
ketrampilan.
c. Siswa kurang responsive dalam
e. Metode Demonstrasi dan Eksperimen, yaitu
mengikuti kegiatan.
metode mengajar dimana guru atau orang lain
yang sengaja diminta atau murid sendiri d. Tidak adanya kerjasama yang baik dari
memperlihatkan pada seluruh murid tentang suatu kepala sekola, guru dan para siswa sendiri.
proses atau suatu kaifiyyah melakukan sesuatu.
e. Kurang adanya taggung jawab.13
f. Metode Pemecahan Masalah (Problem
Solving), yaitu metode menyampaikan bahan METODE
pelajaran dengan mengajak dan memotivasi murid Rumusan Masalah:
untuk memecahkan masalah dalam kaitannya
dengan kegiatan belajar mengajar. 1. Apa Faktor pendukung perkembangan
karakter religious?
g. Metode Mengingat, yaitu metode yang 2. Apa Faktor pengahambat perkembangan
digunakan untuk mengingat kembali sesuatu yang karakter religious?
pernah dibaca dan dipelajari secara benar seperti 3. Apa aspek-aspek nilai religius dari remaja
apa adanya. masjid Pondok Pesantren Darussalam
h. Metode Studi Kasus, yaitu metode yang Ciamis?
digunakan untuk mencari dan memecahkan 4. Bagaimana nilai-nilai ilahiyyahnya
maslah sehingga memberikan pengalaman dalam remaja masjid Pondok Pesantren
pengambilan keputusan dan merangsang Darussalam Ciamis?
koseptualisasi yang didasarkan pada kasus 5. Bagaimana nilai-nilai insaniyyahnya
individu maupun kelompok. remaja masjid Pondok Pesantren
Darussalam Ciamis?
3. Faktor pendukung dan penghambat
pelaksanaan Kegiatan Remaja Masjid Jenis Penelitian

Dalam pengembangan dan pelaksanaan


13
program ekstrakulikuler keagamaan tentu tidaklah Tap MPR RI dan GBHN 1998-2003, (Surabaya: Bina
Pustaka Tama, 1993), hal., 136.
5

Jenis penelitian yang digunakan adalah Segala sesuatu perlu dikembangkan


metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang
mendefisinikan metodologi kualitatif sebagai serba tidak pasti dan tidak jelas, tidak ada pilihan
prosedur penelitian yang menghasilkan data lain dan hanya penelitian itu sendiri sebagai alat
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari satu-satunya yang dapat mencapainya.
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Dalam penelitian kualitatif intsrumen
Menurut keduanya, pendekatan dengan metode
utamanya adalah peneliti sendiri, namun
kualitatif diarahkan pada latar dan individu
selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas,
tersebut secara utuh (holistic).14
maka kemungkinan akan dikembangkan
Diantara alasan pengambilan metode intsrumen penelitian sederhana yang diharapkan
penelitian kualitatif ini adalah karena penelitian dapat melengkapi data dan membandingkan
ini mencoba mengungkap fenomena yang dengan data yang telah ditemukan melalui
berkenaan perilaku seseorang Remaja Masjid. observasi dan wawancara.15
Selain itu, metode ini sesuai bila peneliti hendak
Sumber Data
mendapatkan wawasan tentang yang baru sedikit
diketahui. Alasan berikutnya, karena metode Data dapat diartikan sebagai fakta atau
kualitatif dapat memberikan rincian yang keterangan-keterangan yang akan diolah dalam
konpleks tentang fenomena yang sulit kegiatan penelitian.16 Menurut sumber datanya,
diungkapkan oleh metode kuantitatif. data penelitian dapat digolongkan sebagai data
primer dan data skunder. Data primer atau data
Secara umum penelitian ini termasuk juga
tangan pertama, adalah data yang diperoleh
dalam jenis penelitian lapangan (field Research),
langsung dari subjek penelitian dengan
yaitu penulisan langsung ke lapangan atau
mengenakan alat pengukuran atau alat
keobjek penelitian untuk mengetahui secara
pengambilan data langsung pada subjek sebagai
langsung perilaku Remaja Masjid di Pesantren
sumber informasi yang dicari. Data skunder atau
Darussalam Ciamis.
data tangan ke dua, yaitu data yang diperoleh
Instrumen Penelitian lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh
peneliti dari subjek penelitiannya.17
Pada penelitian kualitatif ini intsrumen
penelitiannya adalah manusia (peneliti itu a. Data primer, dalam penelitian ini
sendiri). Peneliti pada penelitian kualitatif disebut berupa data pokok yang dijadikan sebagai objek
human instrument. Human instrument berfungsi kajian, yaitu berupa data dari lapangan, hasil
menetapkan fokus penelitian, memilih informan wawancara dengan para Remaja Masjid.
sebagai sumber data, melakukan pengumpulan
b. Data Skunder, dalam penelitian ini
data, menilai kualitas data, analisis data,
berupa data-data pendukung lainnya, baik berupa
menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas
buku-buku, software, maupun internet.
temuannya.
Teknik Pengumpulan Data
Menurut Nasution dalam bukunya
Sugiyono bahwa, dalam penelitian kualitatif tidak Menurut Arikunto dalam bukunya
ada pilihan lain daripada menjadikan manusia 45 Hardiansyah, teknik pengumpulan data yaitu cara
sebagai intsrumen penelitian utama. Alasannya memperoleh data dalam melakukan kegiatan
ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai penelitian. Menurut Herdiansyah penelitian
bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, kualitatif dikenal beberapa teknik pengumpulan
prosedur peneltian, hipotesa yang digunakan, data yang umum digunakan. Beberpa teknik
bahkan hasil yang diharapkan itu semuanya tidak
15
dapat ditentukan secara pasti dan jelas 4 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
sebelumnya. dan R&D, (Bnadung: Alfabeta, 2011), h. 223-224
16
Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitin Praktis …, h. 80
14
Lexy J.M. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT 17
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta:
Remaja Posdakarya Offset, 2013), h. 4. Pustaka Pelajar, 2014), h. 91
6

tersebut, antara lain wawancara, observasi, studi Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
dokumentasi dan focus grup discussion. Namun kegiatan wawancara pertama kepada ketua remaja
pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik masjid, sebab beliau yang selalu mengamati dan
obsevasi berperan serta wawancara.18 berinteraksi dengan remaja masjid lainnya.
Kedua, kepada para pengurus remaja masjid,
Penggunaan teknik di atas dirasa sangat
sebab dari pengurus ini yang menjadi
cocok bagi penelitian untuk memperoleh
penyambung lidah. Ketiga, kepada anggota
pandangan yang holistic (menyeluruh). Karena
remaja masjid, karena banyaknya anggota maka
dapat memahamai konteks data dalam
kami membatasi pada anggota yang mempunyai
keseluruahan lapangan dan situasi. Dengan teknik
latarbelakang pendidikan, peranannya di
observasi, peneliti akan menemukan hal-hal yang
lingkungan tempat tinggal mereka, dan terhadap
sedianya tidak akan terungkapkan oleh informan
masanya mengikuti komunitas remaja masjid.
dalam wawancara karena adanya keinginan untuk
menutupi, karena dapat merugikan nama lembaga. Selain itu, wawancara pada penelitian in
Dan teknik wawancara digunakan untuk dilakukan dengan dua cara, yakni:
mengumpulkan data dan informasi. Karena
1) Wawancara tidak terencana, yakni
dengan wawancara, peneliti dapat menggali apa
peneliti melakukan wawancara secara
saja yang diketahui dan dialami subjek yang
informal dan spontan dengan subjek
diteliti.19
penelitian.
a. Observasi 2) Wawancara terencana, yaitu peneliti
melakukan wawancara dengan subjek
Menurut Cartwright dalam bukunya
penelitian sesuai bahan pertanyaan yang
Herdiansyah, observasi adalah suatu proses
telah disiapkan oleh peneliti.
melihat, mengamati dan mencermati serta
merekam perilaku secara sistematis untuk suatu Teknik Analisis Data Penelitian
tujuan tertentu. Observasi adalah suatu kegiatan
Analisis data dilakukan secara kualitatif,
mencari data yang digunakan untuk memberikan
yaitu data yang berupa suatu kalimat atau
suatu kesimpulan atau diagnose.20 Objek dari
penyataan yang diinterpretasikan untuk
pengamatan ini adalah perilaku Perilaku Remaja
mengetahui makna serta untuk memahami
Masjid di Pondok Pesantren Darussalam
keterkaitan dengan permasalahan yang sedang
Kabupaten Ciamis, mulai dari faktor, latar
diteliti. Analisis data dalam penelitian kualitatif
belakang dan perilaku dalam kehidupan sosiologi
dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan,
keagamaan. Pengamatan dilakukan dengan cara
selama di lapangan dan setelah selesai di
observasi partisipasi yaitu observasi berinteraksi
lapanagan.
dengan observiewer (para remaja masjid).
Menurut Nasution dalam bukunya
b. Wawancara
Sugiyono, analisis telah mulai sejak merumuskan
Menurut Maleong dalam buku Hardiansyah dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke
menyatakan bahwa wawancara adalah percakapan lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan
dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua hasil penelitian.
pihak yaitu pewancara (yang mengajukan
Menurut Miles dan Huberman dalam
pertanyaan) dan narasumber (yang memberikan
bukunya Sugiono, kegiatan dalam analisis data
jawaban atas pertanyaan tersebut).21
dalam penelitian ini, yakni:
18
Herdiansyah, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: PT. a. Kegiatan reduksi data (data reduction).
Ghlia Indonesia, 2010), h. 131 Pada tahap ini peneliti memilih hal-hal yang
19
M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metodologi pokok dari data yang didapat dari lapangan,
Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
merangkum, memfokuskan pada hal-hal yang
2012), h.199.
20
Herdiansyah, Metodelogi Penelitian…, h. 131 penting dan dicari tema dan polanya. Proses
21
Ibid., h. 118 reduksi ini dilakukan secara bertahap, selama dan
7

setelah pengumpulan data sampai laporan hasil. a. Faktor pendukung perkembangan karakter
Penulis memilah-milah data penting yang religius.
berkaitan dengan focus penelitian dan membuat
1) Faktor yang berasal dari dalam diri
kerangka penyajiannya.
(internal) meliputi:
b. Penyajian data (data display). Setelah
a) Kebutuhan manusia terhadap agama.
mereduksi data, maka langkah selanjutnya adalah
Menurut Robert Nuttin, dorongan beragama
mendisplay data. Di dalam kegiatan ini, penulis
merupakan salah satu dorongan yang ada dalam
menusun kembali data berdasarkan klasifikasi dan
diri manusia, yang menuntut untuk dipenuhi
masing-masing topic kemudian dipisahkan,
sehingga pribadi manusia mendapat kepuasan dan
kemudian topic yang sama disimpan dalam satu
ketenangan, selain itu dorongan beragama juga
tempat, masing-masing tempat dan diberi tanda,
merupakan kebutuhan insaniyah yang tumbuhnya
hal ini untuk memudahkan dalam penggunaan dan
dari gabungan berbagai faktor penyebab yang
agar tidak terjadi kekeliruan.
bersumber dari rasa keagamaan.
c. Data yang dikelompokkan pada
b) Adanya dorongan dalam diri manusia
kegiatan kedua kemudian diteliti kembali dengan
untuk taat, patuh dan mengabdi kepada Allah
cermat, dilihat mana yang telah lengkap dan data
SWT. Manusia memiliki unsur batin yang
yang belum lengkap yang masih memerlukan data
cenderung mendorongnya kepada zat yang ghaib,
tambahan, dan kegiatan ini dilakukan pada saat
selain itu manusia memiliki potensi beragama
kegiatan berlangsung.
yaitu berupa kecenderungan untuk bertauhid.23
d. Setelah data dianggap cukup dan telah
c) Pembawaan Fitrah beragama
sampai pada titik jenuh atau telah memperoleh
merupakan disposisi atau kemampuan dasar yang
kesesaian, maka kegiatan yang selanjutnya yaitu
mengandung kemungkinan atau peluang untuk
menyusun laporan hingga pada akhir pembuatan
berkembang. Namun mengenai arah kualitas
kesimpulan.22
perkembangan agama pada anak bergantung
Analisis data dalam penelitian kualitatif kepada proses pendidikan yang diterimanya.
ini menggunakan metode induktif. Penelitian ini
Hal ini sebagaimana yang telah
tidak menguji hopetesis (akan tetapi hipotesi kerja
dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW:
hanya digunakan sebagai pedoman) tetapi lebih
merupakan penyusunan abtraksi berdasarkan data Artinya : “Setiap anak yang dilahirkan
yang dikumpulkan. Analisis dilakukan lebih dalam keadaan fitrah hanya karena orang tuanya,
intensif setelah semua data yang diperoleh di anak itu menjadi yahudi, nasrani dan majusi”.
lapangan sudah memedahi dan dianggap cukup,
untuk diolah dan disusun menjadi hasil penelitian Bahwa faktor lingkungan terutama orang
sampai dengan tahap akhir yakni kesimpulan tua sangat berperan dalam mempengaruhi
penelitian. perkembangan fitrah keberagamaan anak. Jiwa
beragama atau kesadaran beragama merajuk
HASIL DAN PEMBAHASAN kepada aspek rohaniyah individu yang berkaitan
dengan keimanan kepada Allah yang direfleksikan
Hasil
ke dalam peribadatan kepada-Nya, baik yang
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karakter bersifat habluminallah maupun hablunminannas.24
Religius
Faktor ini disebut sebagai fitrah beragama
Pengembangan karakter religius yang dimiliki oleh semua manusia yag merupakan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor
pendukung maupun penghambat. 23
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), hal. 94-95
24
Syamsu Yusuf LN. Psikologi Perkembangan Anak dan
22
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal.
dan R&D…, h. 245-252 136.
8

pemberian Tuhan untuk hambanya agar Kebiasaan, dan perilaku-perilaku keagamaan pada
mempunyai tujuan hidup yang jelas yaitu hidup diri orang tua itu sendiri.26
yang sesuai dengan tujuan penciptaan manusia itu
b) Lingkungan Sekolah Lingkungan
sendiri yakni menyembah (beribadah) kepada
sekolah turut serta memberi pengaruh dalam
Allah. Melalui fitrah tujuan inilah manusia
perkembangan dan pembentukan sikap
menganut agama yang kemudian diaktualisasikan
keberagamaan seorang. Pengaruh itu terjadi antara
dalam kehidupan dengan muncul dari karakter
lain: kurikulum dan anak, yaitu hubungan
religiusnya.
interaksi yang terjadi antara kurikulum dengan
2) Faktor Eksternal (dari luar) meliputi: materi yang dipelajari murid, hubungan guru
dengan murid, yaitu bagaimana seseorang guru
a) Lingkungan Keluarga. Kehidupan
bersikap terhadap muridnya atau sebaliknya yang
keluarga menjadi fase sosialisasi pertama bagi
terjadi selama disekolah baik di dalam kelas
pembentuk sikap keberagamaan seseorang karena
maupun di luar kelas dan hubungan antara anak,
merupakan gambaran kehidupam sebelum
yaitu hubungan murid dengan sesama temannya.
mengenal kehidupan luar. Peran orang tua sangat
penting dalam mengembangkan kehidupan c) Lingkungan Masyarakat Lingkungan
spiritual pada karakter religius anak. masyarakat menjadi salah satu faktor dalam
mengembangkan karakter religius, karena di
Sebagaimana dicatat oleh Syamsu Yusuf
dalamnya merupakan suatu interaksi sosial antara
dalam bukunya yang berjudul Psikologi
sesama manusia itu dengan yang lainnya sehingga
Perkembangan Anak dan Remaja bahwa:
perlu adanya suatu hubungan lingkungan
“Keluarga merupakan lingkungan pertama dan
masyarakat yang baik.
utama bagi anak sangatlah dominan. Dalam hal
ini, orang tua mempunyai peranan yang sangat Dicatat oleh Syamsu Yusuf dalam
penting dalam menumbuhkan fitrah beragama bukunya yang berjudul Psikologi Belajar Agama
kepada anak. Menurut Hurlock, keluarga bahwa:
merupakan “training centre” bagi penanaman
“Yang dimaksud lingkungan masyarakat
nilai-nilai, perkembangan fitrah atau jiwa
disini adalah situasi atau kondisi interaksi sosial
beragama, seyogyanya bersamaan dengan
yang secara potensional berpengaruh terhadap
perkembangan kepribadiannya, yaitu sejak lahir
perkembangan fitrah beragama atau kesadaran
bahkan lebih dari itu sejak dalam kandungan.”25
beragama individu. dalam masyarakat, anak atau
Peranan keluarga ini terkait dengan remaja melakukan interaksi sosial dengan teman
upaya-upaya orang tua dalam menanamkan nilai- sebayanya (peer group) atau anggota masyarakat
nilai agama pada anak, yang prosesnya lainnya. Apa nilai teman sepergaulan itu
berlangsung pada masa pra lahir (dalam menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-
kandungan) dan pasca lahir. nilai agama (berakhlak mulia), maka anak
cenderung berakhlak mulia. Namun apabila
Pentingnya penanaman nilai agama pada
sebaliknya yaitu perilaku teman sepergaulannya
masa pra lahir, didasarkan kepada pengamatan
itu menunjukkan kebrobokan moral, maka anak
para ahli psikologi terhadap orang-orang
cenderung akan terpengaruh untuk berperilaku
mengalami gangguan jiwa. Bahwa gangguan jiwa
seperti temannya tersebut. Hal ini terjadi, apabila
mereka dipengaruhi oleh keadaan emosi atau
anak kurang mendapat bimbingan agama dari
sikap orang tua (terutama ibu) pada masa mereka
orang tuanya.”27
berada dalam kandungan. Upaya orang tua
mengembangkan jiwa beragama anak pada masa
26
kandungan dilakukan secara tidak langsung, Syamsu Yususf LN, Psikologi BelajarAgama:
karena kegiatannya bersifat pengembangan sikap. Perspektif Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Pustaka
Bani Quraisy, 2005), hal. 35
25
Syamsu Yusuf LN. Psikologi Perkembangan Anak dan 27
Syamsu Yususf LN, Psikologi BelajarAgama:
Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. Perspektif Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Pustaka
138. Bani Quraisy, 2005), hal. 42.
9

Mengenai dominannya pengaruh Dari faktor pemghambat karakter religius


kelompok teman sebaya, menurut Hurlock yaitu tempramen, ganguan jiwa, konflik dan
sebagaimana dicatat oleh Syamsu Yusuf dalam keraguan, jauh dari tuhan, kurangnya kesadaran
bukunya berjudul Psikologi Belajar Agama diri sediri akan mempengaruhi sikap terhadap
bahwa: “standar atau aturan-aturan kelompok agama.
bermain memberikan pengaruh kepada pandangan
Aspek-Aspek Nilai Religius
moral dan tingkah laku para anggotanya”.28
Landasan religius dalam pendidikan
b. Faktor pengahambat perkembangan karakter
merupakan dasar yang bersumber dari agama.
religius:
Tujuan dari landasan religius dalam pendidikan
Menurut Jalaluddin, ada beberapa faktor adalah seluruh proses dan hasil dari pendidikan
pengahambat perkembangan karakter religius, dapat mempunyai manfaat dan makna hakiki.
yaitu: Agama memberikan dan mengarahkan fitrah
manusia memenuhi kebutuhan batin, menuntun
a) Tempramen adalah salah satu unsur
kepada kebahagiaan dan menunjukkan kebenaran.
yang membentuk kepribadian manusia dan dapat
Seperti yang ditetapkan pada Al-Qur’an surat Al-
tercermin dari kehidupan kejiwaannya.
Alaq ayat 1-5 :
b) Ganguan jiwa. Orang yang mengalami
Artinya : “Bacalah dengan (menyebut)
gangguan jiwa akan menunjukkan kelainan dalam
nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah
sikap dan tingkah lakunya.
menciptakan manusia dari segumpal darah.
c) Konflik dan keraguan. Konflik Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
kejiwaan terjadi pada diri seseorang mengenai Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan
keagamaan mempengaruhi sikap keagamaannya, qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap yang tidak diketahuinya.” (Q.S.Al-Alaq ayat: 1-5)
agama seperti taat, fanatik atau anostik sampai
Dari ayat diatas memerintahkan manusia
pada ateis.
untuk melakukan pembacaan atau semua ciptaan
d) Jauh dari Tuhan. Orang yang hidupnya Tuhan dengan berdasarkan ketauhidan.
jauh dari agama, dirinya akan merasa lemah dan Pendidikan agama dan pendidikan karakter adalah
kehilangan pegangan ketika mendapatkan cobaan dua hal yang saling berhubungan.
dan hal ini dapat berpengaruh terhadap perubahan
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam
sikap keagamaan pada dirinya.
pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasikan
e) Kurangnya kesadaran diri sediri akan berasal dari empat sumber yaitu, agama,
mempengaruhi sikap terhadap agama. Pendidikan pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
agama yang diterima akan mempengaruhi nasional. Agama menjadi sumber kehidupan
karakter.29 individu, masyarakat, dan bangsa yang selalu
didasari pada ajaran agama dan kepercayaanya.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat Menurut Zayadi dalam bukunya yang berjudul
disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi Desain Pendidikan Karakter sumber nilai yang
karakter religius ada 2 faktor yaitu penghambat berlaku dalam kehidupan manusia digolongkan
dan pendukung. Dari faktor pendukung ada faktor menjadi dua macam, yaitu:
internal yaitu kebutuhan manusia terhadap agama,
adanya dorongan dalam diri manusia untuk taat, a. Nilai Ilahiyah Nilai ilahiyah adalah nilai yang
patuh dan mengabdi kepada Allah SWT dan berhubungan dengan ketuhanan atau habul
pembawaan anak, sedangkan faktor eksternal minallah, dimana inti dari ketuhanan adalah
yaitu keluarga, sekolah dan lingkungan. keagamaan. Kegiatan menanamkan nilai
keagamaan menjadi inti kegiatan pendidikan.
28
Ibid., hal, 42 Nilai-nilai yang paling mendasar adalah:
29
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), hal. 119-120.
10

a) Iman, yaitu sikap batin yang penuh h) Insyirah, yaitu lapang dada.
kepercayaan kepada Allah.
i) Amanah, yaitu bisa dipercaya.
b) Islam, yaitu sebagai kelanjutan dari
j) Iffah atau ta’afuf, yaitu sikap penuh
iman, maka sikap pasrah kepadaNya dengan
harga diri, tetapi tidak sombong tetap rendah hati.
meyakini bahwa apapun yang datang dari Allah
mengandung hikmah kebaikan dan pasrah kepada k) Qawamiyah, yaitu sikap tidak boros.
Allah.
l) Al-Munfikun, yaitu sikap kaum
c) Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam- beriman yang memiliki kesediaan yang besar
dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau menolong sesama manusia.30
berada bersama kita dimanapun kita berada.
Dari beberapa nilai-nilai religius di atas
d) Taqwa, yaitu sikap menjalankan dapat dipahami bahwa nilai religius adalah nilai-
perintah dan menjauhi larangan Allah. nilai kehidupan yang mencerminkan tumbuh
kembangnya kehidupan beragama yang terdiri
e) Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah
dari tiga unsur yaitu aqidah, ibadah, dan akhlak
laku dan perbuatan tanpa pamrih, semata-mata
yang menjadi pedoman perilaku manusia sesuai
mengharapkan ridho dari Allah.
dengan aturan-aturan Ilahi untuk mencapai
f) Tawakal, yaitu sikap yang senantiasa kesejahteraan serta kebahagiaan hidup di dunia
bersandar kepada Allah, dengan penuh harapan dan akhirat.31
kepada Allah.
PEMBAHASAN
g) Syukur, yaitu sikap dengan penuh rasa
Remaja Masjid, merupakan terminologi
terimakasih dan penghargaan atas nikmat dan
yang lahir dari budaya verbal masyarakat yang
karunia yang telah diberikan oleh Allah.
digunakan untuk menyebut sekelompok remaja
h) Sabar, yaitu sikap batin yang tumbuh atau pemuda yang berkumpul di masjid dan
karena kesadaran akan asal dan tujuan hidup yaitu melakukan aktivitas yang ditujukan untuk
Allah. memakmurkan masjid.
b. Nilai Insaniyah Nilai insaniyah adalah nilai Remaja masjid tidak terbentuk secara
yang berhubungan dengan sesama manusia atau manajerial atau tersengaja oleh sistem
habul minanas yang berisi budi pekerti. Berikut pengelolaan masjid tetapi lebih banyak
adalah nilai yang tercantum dalam nilai insaniyah: dipengaruhi faktor sosial jamaah masjid tersebut,
dimana keutuhan terhadap dinamika masjid
a) Silatuhrahim, yaitu pertalian rasa cinta
sebagai salah satu elemen masyarakat
kasih antara sesama manusia.
mengharuskan adanya kelompok dinamisatpor
b) Al-Ukhuwah, yaitu semangat yang mampu membangun kesan bahwa masjid
persaudaraan. menjadi pusat aktivitas, maka proses sosial
mereka mengakibatkan lahirnya institute Remaja
c) Al-Musawah, yaitu pandangan bahwa Masjid sehingga terbentuknya Remaja Masjid
harkat dan martabat semua manusia adalah sama. lebih disebabkan oleh keinginan masyarakat atau
d) Al-Adalah, yaitu wawasan yang jama’ah untuk memiliki wadah atau organisasi
seimbang. kemasyarakatan yang menjadi sarana bagi para
remaja dan pemuda untuk berlatih menjadi warga
e) Husnu Dzan, yaitu berbaik sangka masyarakat yang baik.
kepada sesama manusia.
f) Tawadhu’, yaitu sikap rendah hati. 30
Zayadi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta:
g) Al-Wafa, yaitu tepat janji. Kencana Pramedia Group, 2001), hal. 73.
31
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di
Sekolah, (UIN-Maliki Press: 2009), hal. 69.
11

Panut Panuju dkk. Mengemukakan dalam yang mereka tawarkan menarik perhatian, dan
bukunya yang berjudul “Psiokologi Remaja” diperkenalkan dengan luas, mereka bisa mengajak
bahwa: Agama atau religi merupakan bagian yang teman mereka mendatangi masjid, mengikuti
cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang kegiatan-kegiatan di masjid dan bahkan mengajak
berpendapat bahwa moral dan religi dapat mereka untuk menjadi anggota masjid.
mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak
Kiprah remaja masjid akan dirasakan
pada usia remaja kepada masyarakat atau
manfaat dan hasilnya manakala mereka
bertentangan dengan norma-norma agama. Disisi
bersungguh-sungguh dan aktif dalam melakukan
lain tidak adanya moral dan religi ini seringkali
berbagai kegiatan, baik di masjid maupun di
dituding sebagai penyebab meningkatnya
dalam masyarakat.33
kenakalan remaja di kalangan masyarakat. 32
Pengertian Karakter Religius Karakter
Penanaman nilai-nilai religius kepada
religius, dari dua suku yang berbeda, yaitu
remaja ini dapat dijalankan dalam suatu organisasi
karakter dan religius. Walaupun kata ini
yang dilaksanakan oleh remaja yang berdakwah di
kelihatannya berbeda namun sangat
masjid, yaitu organisasi yang biasa di kenal
mempengaruhi tingkah laku seseorang dari agama
dengan sebutan Remaja Masjid.
yang dianutnya. Religius adalah bagian dari
Dari beberapa pengertian di atas maka karakter, sebab terdapat 18 nilai karakter yang
dapat diambil kesimpulan remaja masjid adalah diantaranya yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin,
perkumpulan remaja yang melakukan ativitas kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa
sosial dan ibadah di lingkungan masjid. Dengan ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
adanya kegiatan Remaja Masjid maka para remaja menghargai prestasi, cinta damai, gemar
akan berkumpul dalam suatu komunitas yang membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,
menjaga norma-norma agama dan sosial. tanggung jawab. Bahwasannya melalui karakter
Sehingga perilaku remaja yang berkumpul dalam tersebut, diharapkan dapat menjiwai nilai-nilai
suatu komunitas tersebut akan membentuk lain yang dikembangkan dalam lingkungan
karakter religius yang baik dan berlaku sosial di sekolah dan madrasah serta dapat dihasilkan
masyarakat. sosok manusia mempunyai karakter yang
berakhlak mulia.
Remaja masjid kini merupakan suatu
komunitas tersendiri di dalam masjid. Mereka Dalam bahasa arab karakter diartikan
adalah kader, yang juga berupaya membentengi (budi pekerti, tabiat atau watak). Kadang juga
para remaja agar tidak terjerumus ke dalam diartikan yang artinya lebih dekat dengan
tindakan kenakalan yang meresahkan orang personality (kepribadian).34
banyak. Kegiatan-kegiatan mereka bermanfaat
Dalam Kamus Bahasa Indonesia
tidak hanya untuk kepentingan mereka sendiri
sebagaimana dicatat oleh Dani Damayanti dalam
tetapi juga untuk kepentingan para remaja
bukunya yang berjudul Panduan Implementasi
umumnya dan masyarakat luas. Di dalam
Pendidikan Karakter di Sekolah menjelaskan,
masyarakat remaja masjid mempunyai khas,
bahwa:
berbeda dengan para remaja kebanyakan. Mereka
menyandang nama masjid, tempat suci, tempat ”Karakter adalah sifat atau budi pekerti
ibadah, rumah Allah. yang membedakan seseorang dari yang
lain, tabiat, watak. Dengan demikian,
Ketika para remaja menghadapi masalah
karakter adalah cara berpikir dan
tentang kenakalan remaja atau merosotnya nilai
berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
moral, remaja masjid dapat menunjukkan
individu untuk hidup dan bekerjasama,
kiprahnya melalui berbagai kegiatan keagamaan
yang diselenggarakan. Jika kegiatan-kegiatan 33
Ibid., hal. 157
34
Agus Zaenul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai
32
Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka dan Etika di Sekolah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
Cipta, 2004), hal. 114. 2012), hal. 20.
12

baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, Abdul Majid dalam bukunya yang
bangsa dan Negara. Individu yang berjudul Pendidikan Karakter Perspektif Islam,
berkarakter baik adalah individu yang menegaskan bahwa:
bisa membuat keputusan dan siap
Karakter berasal dari bahasa latin
mempertanggungjawabkan tiap akibat
“kharakter”, “kharassein”, “kharax”
dari keputusan yang ia buat.”35
dalam bahasa Inggris “character”, dan
Dengan demikian maka bahwa karakter Indonesia “karakter”, charassein yang
merupakan cara berpikir dan berperilaku yang berarti membuat tajam, membuat dalam.
menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan Karakter berarti tabiat, watak, sifat-sifat
bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang
masyarakat, bangsa maupun negara individu yang membedakan seseorang dengan yang
berkarakter baik adalah individu yang bisa lain.37
membuat keputusan dan siap
Pada hakikatnya karakter adalah sifat,
mempertanggungjawabkan setiap akibat dari
watak, akhlak dan budi pekerti, yang menjadi ciri
keputusan yang dibuatnya. Dicatat oleh Muchlas
khas bagi setiap individu, dan dapat membedakan
Samani dan Hariyanto dalam bukunya yang
seseorang dengan orang lain.
berjudul Konsep dan Model Pendidikan Karakter,
bahwa: Karakter akan membentuk motivasi, dan
pada saat yang sama dibentuk dengan metode dan
“Karakter dimaknai sebagai cara berpikir
proses yang bermartabat. Karakter bukan sekadar
dan berperilaku yang khas tiap individu
penampilan lahiriah, melainkan secara implicit
untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam
mengungkapkan hal-hal tersembunyi. Oleh
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
karenanya, orang mendefinisikan, kepedulian, dan
Negara. Individu yang berkarakter baik
tindakan berdasarkan nilai-nilai etika, meliputi
adalah idividu yang dapat membuat
aspek kognitif, emosional, dan perilaku dari
keputusan dan siap mempertanggung
kehidupan moral.38
jawabkan setiap akibat dari keputusannya.
Karakter dapat dianggap sebagai nilai- Menurut Hornby dan Parnwell sebagai
nilai perilaku manusia yang berhubungan dicatat oleh Abdul Majid dalam bukunya yang
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri berjudul Pendidikan Karakter Perpektif Islam,
sendiri, sesama manusia, lingkungan dan bahwa:
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan Karakter adalah kualitas mental atau
berdasarkan normanorma agama, hukum, moral, kekuatan moral, nama atau
tata karma, budaya, adat istiadat dan reputasi. Karakter adalah “ciri khas” yang
estetika. Karakter adalah perilaku yang dimiliki oleh suatu benda atau individu.
tampak dalam kehidupan sehari-hari baik Ciri khas tersebut adalah “asli” dan
dalam bersikap maupun dalam bertindak. mengakar pada kepribadian benda atau
Karaker tidak diwariskan, tetapi, sesuatu individu tersebut dan merupakan “mesin”
yang dibangun secara berkesinambungan pendorong bagaimana seseorang
hari demi hari melalui pikiran dan
perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan
demi tindakan.36

35
Deni Damayanti, Panduan Implementasi Pendidikan 37
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter
Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Araska, 2014), hal. Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
14. 2011), hal 11.
36
Muchlas Samani dan Hariyanto , Konsep dan Model 38
Deni Damayanti, Panduan Implementasi Pendidikan
Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Araska, 2014), hal.
Rosdakarya, 2003), hal. 41-42. 11-12.
13

bertindak, bersikap berujar, dan merespon akan tercermin dari tingkah laku yang ditampilkan
sesuatu.39 dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Karakter adalah ciri khas seseorang Pendidikan karakter adalah hal positif apa
tersebut melalui tindakan, sikap, dan saat saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada
mendorong sesuatu. Menurut Endah Sulisytowati karakter siswa yang diajarnya. Pendidikan
dalam bukunya yang berjudul Implementasi karakter adalah upaya sadar dan sugguh-sungguh
Kurikulum Pendidikan Karakter, bahwa: dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai
“Karakter dapat diartikan sebagai watak, tabiat, kepada siswanya. Pendidikan karakter telah
akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang
dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) mendukung pengembangan sosial, pengembangan
yang diyakininya dan digunakannya sebagai emosional dan pengembangan etika para siswa.41
landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap,
Setiap lembaga pendidikan tentunya tidak
dan bertindak”.40
sama dalam rangka cara penanaman pendidikan
Karakter adalah watak atau akhlak yang karakter. Penanaman pendidikan karakter oleh
menjadi keyakinan seseorang serta digunakan sekolah diharapkan mampu untuk membantu
untuk berpikir, bersikap dan bertindak untuk siswa mengembangkan nilai- nilai kepribadian
melakukan sesuatu, karena karakter adalah akar seperti kepedulian, kejujuran, kerajinan, keadilan,
dari tindakan seseorang. ketabahan, tanggung jawab, menghargai diri
sendiri dan orang lain, dan juga nilai-nilai agama,
Pendapat para pakar tentang karakter di
pendidikan karakter ini sangat penting untuk
atas, maka dapat dipahami bahwa karakter adalah
dilaksanakan, Hal ini dikarenakan semakin
akar dari semua tindakan seseorang baik itu
memudarnya karakter pada masyarakat, karakter
tindakan yang baik atau buruk. Orang yang
harus diberdayakan seoptimal mungkin agar masa
berkarakter adalah orang yang memiliki ciri khas
depan bangsa cerah dengan generasi muda yang
tertentu. Ciri khas tersebut adalah asli dan
memiliki jiwa sosial dan agama yang mantap dan
mengakar pada setiap keprbadian individu dan
tujuan dari pendidikan karakter dapat
merupakan pendorong sebagaimana individu
terealisasikan.
tersebut bertindak, bersikap, berujar, dan
merespon sesuatu. Pada dasarnya karakter itu Secara Etimologi, religius berasal dari
melekat pada diri individu yang erat hubungannya kata religion dari bahasa Inggris yang berarti
dengan perilaku individu tersebut. agama, religio/relegare dari bahasa latin yang
berarti akar kata/mengikat dan religie dari Bahasa
Jika seseorang memiliki karakter baik
Belanda.42 Yang selanjutnya muncul kata religius
yang kuat, maka orang tersebut akan senantiasa
berarti yang berhubungan dengan agama. Seperti
merasa aman dan tentram dalam hidupnya ia lebih
yang akan kita bahas berikut.
memilih untuk melakukan tindakan-tindakan yang
bermanfaat berhubungan dengan Tuhannya, “Religi adalah kepercayaan kepada
pribadinya, sesama manusia, lingkungan, Tuhan; kepercayaan akan adanya kekuatan
perkataan dan berdasarkan norma agama, hukum, adikodrati di atas manusia.”43 Sedangkan dalam
tata krama budaya adat istiadat. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dikutip oleh
individu yang berkarakter buruk maka ia lebih Muhaimin, dinyatakan bahwa “Religius berarti:
condong kepada perilaku yang bersifat merusak
41
yang pada akhirnya muncul perbuatan-perbuatan Muchlas Samani dan Hariyanto , Konsep dan Model
tercela yang tidak bermoral. Karakter seseorang Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003), hal. 43.
39
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter 42

Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Http://jalurilmu.blogspot.co.id/2011/10/religiusitas.ht


2011), hal. 11. ml, diakses Senin, 13 Maret 2019, pukul 08.30 WIB.
40
Endah Sulityowati, Implementasi Kurikulum 43
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar
Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: PT Citra Aji Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka,
Pratama, 20120), hal. 21. 2002), hal. 943.
14

bersifat religi atau keagamaan, atau yang Aplikasinya dalam PAUD, bahwa : “Religius
bersangkut paut dengan religi (keagamaan).”44 ialah sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
Menurut Asmaun Sahlan dalam bukunya
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,
yang berjudul Mewujudkan Budaya Religius di
dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.”48
Sekolah, bahwa: “religius menurut Islam adalah
menjalankan agama secara menyeluruh.”45 Selanjutnya dicatat oleh Muhaimin dalam
bukunya yang berjudul Paradigma Pendidikan
Selanjutnya menurut Ngainun Na’im
Islam : Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
dalam bukuya yang berjudul Character Building:
Islam di Sekolah, religius lebih tepat dikatakan
Optimalisasi Peran Pendidikan dalam
sebagai keberagamaan. Bahwa: “Keberagamaan
pengembangan Ilmu & Pembentukan Karakter
lebih melihat aspek yang ada di dalam lubuk hati
Bangsa, bahwa: “Religius adalah penghayatan dan
nurani pribadi, siap personal yang sedikit banyak
implementasi ajaran agama kehidupan sehari-
merupakan misteri bagi orang lain, karena
hari.”46 Hal ini serupa dicatat oleh M. Mahbubi
menapaskan intimasi jiwa, cita rasa yang
dalam bukunya yang berjudul Pendidikan
mencangkup totalitas ke dalam pribadi
Karakter: Implementasi Aswaja sebagai Nilai
manusia.”49 Namun demikian menurut apa yang
Pendidikan Karakter, bahwa : “Religius adalah
terpendam jauh dalam lubuk hati, akan tercermin
pikiran perkataan, tindakan seseorang yang
sikap, dan tindakannya sehari-hari, sehingga akan
diupayakan selalu berdasarkan nilai Ketuhanan.” 47
melekat pada dirinya. Seseorang bisa menilai
Teori akan nihil tanpa adanya suatu akhlak orang lain baik buruknya, secara umum
praktek, begitu pula praktek akan nihil jika tidak dapat dilihat dari cara orang lain berbicara,
berlandaskan suatu teori. Menjadi suatu keharusan bersikap, menyapa, serta bergaul dengan
suatu agama diimplementasikan dalam kehidupan lingkungan sekitarnya.
sehari-hari yang menjadikan bukti bahwa
Selanjutnya menurut Suparlan, Religius
pemahaman materi agama yang telah diterimanya.
sebagai salah satu nilai karakter sebagai sikap dan
Karena puncak pemahaman seseorang terhadap
perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
ilmunya terletak pada perilakunya. Dalam hal ini,
agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan
agama mencangkup totalitas tingkah laku manusia
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
dalam kehidupan sehari-hari yang dilandasi
pemeluk agama lain. Karakter religius ini sangat
dengan iman kepada Allah, sehingga seluruh
dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi
tingkah lakunya berlandaskan keimanan dan akan
perubahan zaman dan degradasi moral, dalam hal
membentuk karakter religius yang terbiasa dalam
ini siswa diharapkan mampu memiliki dan
pribadinya sehari-hari.
berperilaku dengan ukuran baik dan buruk yang
Menurut Muhammad Fadillah dan Lilif didasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama. 50
Mualifatu Khorida dalam bukunya yang berjudul
Dengan demikian maka religius adalah
Pendidikan Karakter Anak Usia Dni: Konsep &
sikap dan perilaku seseorang yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama kepercayaan yang
44
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam; Mengurai dianutnya, yang sudah melekat pada diri
Benang Kusut Dunia Pendidikan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006), hal. 106. 48
Muhammad Fadillah dan Lilif Mualifatu Khorida,
45
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius Di Pendidikan Karakter Anak Usia Dini: Konsep &
Sekolah (Pendidikan Karakter Berbasis Nilai & Etika di Aplikasinya Dalam PAUD, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
Sekolah), (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2012), hal. 20. 2013), hal. 190
46
Ngainun Na’im, Character Building: Optimalisasi 49
Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya
Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu & Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Pembentukan Karakter Bangsa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz- (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 288.
Media, 2012), hal.190 50
Suparlan. 2010. Pendidikan Karakter: Sedemikian
47
M. Mahbubi. Cet.1, Pendidikan Karakter: Pentingkah dan Apakah yang Harus Kita Lakukan.
Implementasi Aswaja Sebagai Nilai Pendidikan (Online), (http://www.suparlan.com), diakses Jum’at,
Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2012), hal. 44. 24 Pebruari 2019, pukul 09.15 WIB.
15

seseorang serta toleran dan hidup rukun dengan Oemar Hamamik, Dasar-Dasar Pengembangan
pemeluk agama lain, serta sebagai cerminan atas Kurikulum,(Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007),
hlm.237.
ketaatannya terhadap ajaran agama yang
Piet A. Sahertian, Dimensi-Dimensi Administrasi
dianutnya. Pendidikan Di Sekolah , (Surabaya: Usaha Nasional,
1994), hal. 132
Dari beberapa penjelasan di atas dapat
Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran
disimpulkan bahwa karakter religius adalah suatu Pendidikan Agama Islam, (Malang:UIN Press dan UM
penghayatan ajaran agama yang dianutnya dan Press, 2004), hal. 61-76.
telah melekat pada diri seseorang dan Tap MPR RI dan GBHN 1998-2003, (Surabaya: Bina
memunculkan sikap atau perilaku dalam Pustaka Tama, 1993), hal., 136.
kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap Lexy J.M. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT
Remaja Posdakarya Offset, 2013), h. 4.
maupun dalam bertindak yang dapat membedakan 4 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
dengan karakter orang lain. Bahwasannya dan R&D, (Bnadung: Alfabeta, 2011), h. 223-224
karakter religius ini dapat dibutuhkan siswa untuk Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitin Praktis …, h. 80
menghadapi moral Indonesia yang sudah menurun Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta:
saat ini. dengan adanya sifat religius maka siswa Pustaka Pelajar, 2014), h. 91
Herdiansyah, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: PT.
mengetahui mana perilaku yang baik dan buruk
Ghlia Indonesia, 2010), h. 131
dengan berdasarkan ketetapan agama. M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
KESIMPULAN 2012), h.199.
Keluarga merupakan “training centre” Herdiansyah, Metodelogi Penelitian…, h. 131
Ibid., h. 118
bagi penanaman nilai-nilai, perkembangan fitrah Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
atau jiwa beragama, seyogyanya bersamaan R&D…, h. 245-252
dengan perkembangan kepribadiannya, yaitu sejak Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja
lahir bahkan lebih dari itu sejak dalam kandungan. Grafindo Persada, 2004), hal. 94-95
Bahwa gangguan jiwa mereka dipengaruhi oleh Syamsu Yusuf LN. Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal.
keadaan emosi atau sikap orang tua (terutama ibu)
136.
pada masa mereka berada dalam kandungan. Syamsu Yusuf LN. Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal.
DAFTAR PUSTAKA 138.
Syamsu Yusuf LN. Psikologi Perkembangan Anak dan Syamsu Yususf LN, Psikologi BelajarAgama:
Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. Perspektif Pendidikan Agama Islam, (Bandung:
136. Pustaka Bani Quraisy, 2005), hal. 35
Syamsu Yusuf LN. Psikologi Perkembangan Anak dan Syamsu Yususf LN, Psikologi BelajarAgama:
Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. Perspektif Pendidikan Agama Islam, (Bandung:
138. Pustaka Bani Quraisy, 2005), hal. 42.
Sayyid Muhammad Az-Za’Balawi, Pendidikan Remaja Ibid., hal, 42
antara Islam dan Ilmu Jiwa, (Jakarta, Gema Insani, Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja
2007), h. 7. Grafindo Persada, 2004), hal. 119-120.
JaniceJ. Beaty, Observasi Anak Usia Dini, (Jakarta: Zayadi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kencana
Kencana Prenadamedia, 2013), Ed. 7, h. 91 Pramedia Group, 2001), hal. 73.
www.depkes.go.id Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di
Alex Sobur, Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah, Sekolah, (UIN-Maliki Press: 2009), hal. 69.
(Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2003), h.134. Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta,
Teressa M. Mc Devitt, Jeanes Ellis Omrod, Child 2004), hal. 114.
Development and Education, (Colombos Ohio, Merril Ibid., hal. 157
Prentice Hall,2002), h. 17. Agus Zaenul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai
John W Santrock, Life Span Development, dan Etika di Sekolah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002), 2012), hal. 20.
Ed.5 Jilid 1, h. 23 Deni Damayanti, Panduan Implementasi Pendidikan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Araska, 2014), hal.
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 14.
1989), HLM.327.
16

Muchlas Samani dan Hariyanto , Konsep dan Model


Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003), hal. 41-42.
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter
Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011), hal 11.
Deni Damayanti, Panduan Implementasi Pendidikan
Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Araska, 2014), hal.
11-12.
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter
Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011), hal. 11.
Endah Sulityowati, Implementasi Kurikulum
Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: PT Citra Aji
Pratama, 20120), hal. 21.
Muchlas Samani dan Hariyanto , Konsep dan Model
Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003), hal. 43.
Http://jalurilmu.blogspot.co.id/2011/10/
religiusitas.html, diakses Senin, 13 Maret 2019, pukul
08.30 WIB.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka,
2002), hal. 943.
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam; Mengurai
Benang Kusut Dunia Pendidikan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006), hal. 106.
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius Di
Sekolah (Pendidikan Karakter Berbasis Nilai & Etika
di Sekolah), (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2012), hal.
20.
Ngainun Na’im, Character Building: Optimalisasi
Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu &
Pembentukan Karakter Bangsa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz-
Media, 2012), hal.190
M. Mahbubi. Cet.1, Pendidikan Karakter:
Implementasi Aswaja Sebagai Nilai Pendidikan
Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2012), hal. 44.
Muhammad Fadillah dan Lilif Mualifatu Khorida,
Pendidikan Karakter Anak Usia Dini: Konsep &
Aplikasinya Dalam PAUD, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2013), hal. 190
Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya
Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 288.
Suparlan. 2010. Pendidikan Karakter: Sedemikian
Pentingkah dan Apakah yang Harus Kita Lakukan.
(Online), (http://www.suparlan.com), diakses Jum’at,
24 Pebruari 2019, pukul 09.15 WIB.

You might also like