Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 12

Makalah

BENTUK-BENTUK HADITS

DI
S
U
S
U
N

Oleh:

Nama : RAHMA
Nim : 112023022

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


STAIN TEUNGKU DIRUNDENG
MEULABOH
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. karena atas berkat, rahmat dan
karunia-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini yang
berjudul “Bentuk-bentuk Hadits”. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW., kepada keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Makalah ini disusun sebagai tugas presentasi dan pemenuhan kebutuhan bagi
para mahasiswa/i dalam proses pembelajaran. Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan kelemahan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan pada penulisan-penulisan
berikutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi setiap pembacanya.

Meulaboh, 30 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Tujuan.....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................2
A. Pengertian Hadits....................................................................................2
B. Bentuk - Bentuk Hadits...........................................................................3
1. Hadits Qouli.....................................................................................3
2. Hadits Fi’li.......................................................................................4
3. Hadits Taqriri...................................................................................4
4. Hadits Hammi..................................................................................6
5. Hadits Ahwali..................................................................................7
BAB III PENUTUP..........................................................................................................8
A. Kesimpulan.............................................................................................8
B. Saran........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hadis merupakan salah satu dasar pengambilan hukum Islam setelah alQuran.
Sebab hadis mempunyai posisi sebagai penjelas terhadap makna yang dikandung oleh
teks suci tersebut. Apalagi, banyak terdapat ayat-ayat yang masih global dan tidak jelas
Maknanya sehingga seringkali seorang mufassir memakai hadis untuk mempermudah
pemahamannya.
Seiring dengan perkembangan ulumul hadis, maka terdapat beberapa kalangan
yang serius sebagai pemerhati hadis. Hal ini tidak lain bertujuan untuk
mengklasifikasikan hadis dari aspek kualitas hadis baik ditinjau dari segi matan hadis
maupun sanad hadis. Sehingga dapat ditemukan hadis-hadis yang layak sebagai hujjah
dan hadis yang tidak layak sebagai hujjah.
Posisi hadis sebagai sumber hukum. Tidak lain karena adanya kesesuaian antara
hadis dengan teks suci yang ditranmisikan kepada Nabi Muhammad. Bisa juga
dikatakan bahwa hadis merupakan wahyu Tuhan yang tidak dikodifikasikan dalam
bentuk kitab sebab lebih banyak hasil dari proses berpikirnya Nabi dan hasil karya
Nabi. Akan tetapi bukan berarti hadis adalah al-Quran.
Berbeda ketika kondisi umat islam pada masa Rasulullah tidak dapat begitu
mendapat kesulitan dalam memecahkan berbagai macam problematika yang berkaitan
dengan masalah agama, hal tersebut di karenakan setiap terjadi sesuatu yang
memerlukan hukum mereka langsung datang menemui rasulullah dan bertanya tentang
hukum dan sekaligus solusi terhadap masalah- masalah yang terjadi saat itu, Rasul pun
ketika itu langsung mendapatkan wahyu sebagai penjelas dan yurisprudensi terhadap
masalah tersebut.1

B. Tujuan

1. Untuk mngetahui pengertian hadits


2. Untuk mengetahui bentuk – bentuk hadits

1
Muhammad, Yusuf Musa Al- Madkhal Li Dirasat Al-Fiqhi Al- Islamy ( Bairut: Dar AlFikri Al- Araby, t.t ) 69

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits
Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat
atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan,
diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain. Hadits menurut
istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu ucapan,
perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai ucapan,
perbuatan, dan perkataan.

Secara etimologi, hadis adalah kata benda (isim) dari kata al-Tahdis yang berarti
pembicaraan. Kata hadits mempunyai beberapa arti; yaitu

1. “Jadid” (baru), sebagai lawan dari kata”qadim” (terdahulu). Dalam hal ini yang
dimaksud qadim adalah kitab Allah sedangkan yang dimaksud jadid adalah hadis
Nabi saw. Namun dalam rumusan lain mengatakan bahwa Al-Qur’an disebut wahyu
yang matluw karena dibacakan oleh Malaikat Jibril, sedangkan hadis adalah wahyu
yang ghair matluw sebab tidak dibacakan oleh malaikat Jibril. Nah, kalau keduanya
sama-sama wahyu, maka dikotomi, yang satu qadim dan lainnya jadid tidak perlu
ada2
2. “Qarib”, yang berarti dekat atau dalam waktu dekat belum lama,
3. “Khabar”, yang berarti warta berita yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada seseorang. Hadis selalu menggunakan ungkapan
‫ا‬EE‫ أخربن‬,‫دثنا‬EE‫ ح‬,‫ا و‬EE‫ )أنبأن‬megabarkan kepada kami, memberitahu kepada kami dan
menceritakan kepada kami. Dari makna terakhir inilah diambil perkataan “hadits
Rasulullah” yang jamaknya “ahadits.3

Sedangkan pengertian hadits secara terminologi, maka terjadi perbedaan antara


pendapat antara ahli hadits dengan ahli ushul. Ulama ahli hadits ada yang memberikan
pengertian hadis secara terbatas (sempit) dan ada yang memberikan pengertian secara
luas. Pengertian hadis secara terbatas diantaranya sebagaimana yang diberikan oleh
Mahmud Tahhan adalah:

‫ما أضيف إىل انليب صىل اهلل عليه وسلم من قول أو فعل أو تقرير أو صفة‬
2
Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 2003)
3
Shubhi al-Shalih, Ulum al-Hadis wa Musthalahuh, (Beirut, Dar al-‘Ilm li alMalayin, 1969)

2
“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan atau perbuatan
atau persetujuan atau sifat”4

Sedangkan pengertian hadis secara luas sebagaimana yang diberikan oleh


sebagian ulama seperti Ath Thiby berpendapat bahwa hadits itu tidak hanya meliputi
sabda Nabi, perbuatan dan taqrir beliau (hadis marfu’), juga meliputi sabda, perbuatan
dan taqrir para sahabat (hadis mauquf), serta dari tabi’in (hadis maqthu’).

Sedang menurut ahli ushul, hadits adalah:

‫اقواهل صىل اهلل عليه وسلم وافعاهل وتقاريره مما يتعلق به حكم بنا‬

Segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir nabi SAW yang bersangkut
paut dengan hukum”.

Dari pengertian yang diberikan oleh ahli ushul fiqih di atas, berarti informasi
tentang kehidupan Nabi ketika masih kecil, kebiasaan, kesukaan makan dan pakaian
yang tidak ada relevansinya dengan hukum, maka tidak disebut sebagai hadis.

B. Bentuk - Bentuk Hadits


1. Hadits Qouli

Hadits qouli adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan
kepada Nabi SAW. Dengan kata lain, hadits qouli adalah hadits berupa perkataan
Nabi SAW yang berisi berbagai tuntunan dan petunjuk syara’, peristiwa, dan kisah,
baik yang berkaitan dengan aspek akidah, syariat, ataupun akhlak.
Contoh Hadits Qouli
Diantara contoh hadits qouli adalah hadis yang berkaitan tentang kecaman Rasul
kepada orangorang yang mencoba memalsukan hadis-hadis yang berasal dari
Rasulullah SAW.
Dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Barangsiapa berdusta atas namaku maka hendaklah dia menempati
tempat duduknya dari neraka.” (HR. Muslim No. 4)

‫انما األعمال بانليات وإنما للك امرئ مانوي‬


4
Mahmud al-Tahhan, Taysir Mushthalah al-hadis, (Beirut : Dar al-Tsaqafah al-islamiyah, tth.), 15

3
“Sesungguhnya keberadaan amal-amal itu tergantung niatnya. Dan seseorang
hanyalah akan mendapatkan sesuatu sesuai niatnya.”
Menurut rangkingnya, hadist qauli menempati urutan pertama dari bentuk-
bentuk hadist lainnya. Urutan ini menunjukkan kualitas hadits qouli menempati
kualitas pertama, diatas hadits fi’li dan taqriri.

2. Hadits Fi’li

Pengertian hadits fi’li adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Dalam hadits fi’li tersebut terdapat berita tentang perbuatan Nabi
Muhammad SAW, yang menjadi anutan perilaku para sahabat pada saat itu dan
menjadi keharusan bagi seluruh umat Islam untuk mengikutinya. Hadits yang
termasuk kategori ini diantaranya adalah hadis-hadis yang di dalamnya terdapat kata-
kata kanayaksimu atau ra’atul ra’aina.
Yang dimaksud hadits fi’li adalah segala perbuatan Nabi SAW. yang menjadi
anutan perilaku para, sahabat pada saat itu, dan menjadi keharusan bagi semua umat
Islam untuk mengikutinya, seperti praktek wudlu, praktek salat lima waktu dengan
sikap-sikap dan rukun-rukunnya, praktek manasik haji, cara, memberikan keputusan
berdasarkan sumpah dan saksi, dan lain-lain.
Contoh Hadits Fi’li
Telah menceritakan kepada kami [Musa bin Isma’il], telah menceritakan kepada
kami [Hammad] dari [Ayyub] dari [Abu Qilabah] dari [Abdullah bin Yazid Al
Khathmi] dari [Aisyah], ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memberikan pembagian dan berbuat adil dalam membagi, dan beliau berkata: “Ya
Allah, inilah pembagianku yang aku mampu, maka janganlah Engkau cela aku pada
sesuatu yang Engkau mampu dan tidak aku mampu.” Abu Daud berkata; yaitu hati.
(HR. Abu Daud No. 1882)

3. Hadits Taqriri

Hadits taqriri adalah hadits berupa ketetapan Nabi Muhammad SAW terhadap
apa yang datang atau dilakukan oleh para sahabatnya. Nabi Muhammad SAW
membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya,
tanpa memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau

4
mempermasalahkannya. Sikap Nabi yang demikian tersebut dijadikan dasar oleh
para sahabat sebagai dalil taqriri, yang dapat dijadikan hujah atau memiliki kekuatan
hukum untuk menetapkan suatu kepastian Syara’.
Hadits Taqriri adalah hadits yang berupa, ketetapan Nabi SAW. terhadap apa
yang datang atau yang dikemukakan oleh para sahabatnya dan Nabi SAW
membiarkan atau mendiamkan perbuatan tersebut, tanpa, membedakan penegasan
apakah beliau membenarkan atau mempersalahkannya. Yang bersumber dari sahabat
yang mendapat pengakuan dan persetujuan dari Nabi SAW itu dianggap bersumber
dari beliau. Misalnya, riwayat yang ditakhfi oleh Abu Dawud dan An Nasa’i dari
Abu Said al Khudry ra. Bahwasanya ada dua perang yang keluar rumah untuk
bepergian tanpa memiliki persediaan air. Lalu, tibalah waktu shalat. Kemudian
keduanya bertayamum dengan debu yang baik, lalu melakukan shalat. Beberapa, saat
kemudian keduanya mendapatkan air, masih dalam waktu shalat tersebut. Yang satu
mengulang wudlu dan shalatnya, sedang yang lain tidak. Kemudian keduanya datang
menghadap Nabi SAW melaporkan perihal keduanya lalu kepada yang tidak
mengulang, beliau bersabda: “Engkau telah mengerjakan sunnah (ku). Dan kepada
yang mengulang, beliau bersabda: “Engkau mendapatkan pahala dua kali lipat.”
Contoh Hadits Taqriri
Diantara contoh hadis taqriri adalah sikap Rasulullah SAW yang membiarkan
para sahabat dalam menafsirkan sabdanya tentang shalat pada suatu peperangan,
yaitu sebagai berikut.
Dari Ibnu ‘Umar radliallahu ‘anhuma, ia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda ketika perang al-Ahzab: “Janganlah seseorang melaksanakan
shalat ‘Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah.” Setelah berangkat,
sebagian dari pasukan melaksanakan shalat ‘Ashar di perjalanan sementara sebagian
yang lain berkata; “Kami tidak akan shalat kecuali setelah sampai di perkampungan
itu.” Sebagian yang lain beralasan; “Justru kita harus shalat, karena maksud beliau
bukan seperti itu.” Setelah kejadian ini diberitahukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, beliau tidak menyalahkan satu pihakpun.” (HR. Al-Bukhari No.3810)
Sebagian sahabat memahami larangan itu berdasarkan pada hakikat perintah
tersebut sehingga mereka terlambat dalam melaksanakan shalat Ashar. Segolongan
sahabat lainnya memahami perintah tersebut untuk segera menuju Bani Quraidhah
dan serius dalam peperangan dan perjalanannya sehingga dapat shalat tepat pada

5
waktunya. Sikap para sahabat ini dibiarkan oleh Nabi Muhammad SAW tanpa ada
yang disalahkan atau diingkarinya.

4. Hadits Hammi

Hadits Hammi adalah hadits yang berupa keinginan atau hasrat Nabi SAW yang
belum terealisasikan. Walaupun hal ini baru rencana dan belum dilakukan oleh Nabi,
para ulama memasukkannya pada hadis, karena Nabi tidak merencanakan sesuatu
kecuali yang benar dan dicintai dalam agama, dituntut dalam syari’at Islam dan
beliau diutus untuk menjelaskan syariat Islam. Contoh hadis hammi seperti halnya
hasrat berpuasa tanggal 9 Asyura yang belum sempat dijalankan oleh Nabi SAW
karena beliau wafat sebelum datang bulan Asyura tahun berikutnya, mengambil
sepertiga dari hasil kebun madinah untuk kemaslahatan perang al-Ahzab, dan lain-
lain.5
Hadits hammi adalah hadis yang berupa keinginan atau hasrat Nabi Muhammad
SAW yang belum terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 ‘Asyura.
Contoh Hadits Hammi
Telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Daud Al Mahri], telah
menceritakan kepada kami [Ibnu Wahb], telah mengabarkan kepadaku [Yahya bin
Ayyub], bahwa [Isma’il bin Umayyah Al Qurasyi] telah menceritakan kepadanya
bahwa ia telah mendengar [Abu Ghatafan] berkata; saya mendengar [Abdullah bin
Abbas] ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura ia
berkata; dan beliau memerintahkan kami agar berpuasa pada hari tersebut. Para
sahabat kertanya; wahai Rasulullah, itu adalah hari dimana orang-orang yahudi dan
nashrani mengagungkannya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Apabila tahun depan maka kita akan berpuasa pada hari kesembilan.”
Kemudian belum datang tahun depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah
meninggal dunia. (HR. Abu Dawud No. 2089).
Nabi Muhammad SAW belum sempat merealisasikan hasratnya ini karena
beliau wafat sebelum datang bulan ‘Asyura tahun berikutnya. Menurut para ulama,
seperti Asy-Syafi’i dan para pengikutnya, menjalankan hadits hammi ini
disunnahkan, sebagaimana menjalankan sunnahsunnah lainnya.

5
M. Ibrahim al-Hafnawi, Dirasat Ushuliyah fi al-Sunnah al-Nabawiyah, (Cairo : Dar al-Wafa, 1991), 15-16.

6
5. Hadits Ahwali

Yang dimaksud dengan hadits ahwali ialah yang berupa hal ihwal Nabi SAW
yang tidak temasuk ke dalam kategori ke empat hadits di atas. Ulama hadits
menerangkan bahwa yang termasuk “hal ihwal”, ialah segala pemberitaan tentang
Nabi SAW, seperti yang berkaitan dengan sifat-sifat kepribadiannya/perangainya
(khuluqiyyah), keadaan fisiknya (khalqiyah), karakteristik, sejarah kelahiran, dan
kebiasaan-kebiasaanya.
Hadits ahwali adalah hadis yang berupa hal ikhwal Nabi Muhammad SAW yang
tidak termasuk ke dalam kategori ini adalah hadits-hadits yang menyangkut sifat-
sifat dan kepribadian, serta keadaan fasik Nabi SAW.
Contoh Hadits Ahwali
Sifat Nabi Muhammad SAW diceritakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Annas bin Malik, sebagai berikut.
Rasulullah adalah manusia yang terbaik akhlaknya (HR. Muslim) Tentang
kedaan fisik Rasulullah SAW dijelaskan dalam hadits berikut
Telah menceritakan kepada saya [Muhammad]. Dia adalah Ibnu Salam telah
mengabarkan kepada kami [Abu Khalid Al Ahmar] telah mengabarkan kepada kami
dari [Humaid] berkata; Aku bertanya kepada [Anas radliallahu ‘anhu] tentang shaum
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia berkata: “Tidaklah aku ingin melihat Beliau
berpuasa dalam suatu bulan kecuali aku pasti melihatnya, begitu juga tidaklah aku
ingin melihat beliau tidak berpuasa, pasti aku juga bisa melihatnya. Dan saat Beliau
berdiri shalat malam melainkan aku melihatnya begitu juga bila Beliau tidur
melainkan aku juga pernah melihatnya. Dan belum pernah aku menyentuh sutera
campuran ataupun sutera halus yang melebihi halusnya telapak tangan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan belum pernah pula aku mencium bau wewangian
minyak kasturi dan wewangian lain yang lebih harum dari keharuman (badan)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR. Bukhari No. 1837)

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadis adalah semua yang dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, baik perkataan,
perbuatan, persetujuam dan sifat baginda, juga yang dinisbahkan kepada Sahabat dan
Tabi’in. Unsur – unsur hadits adalah sanad dan matan. Sanad, secara bahasa artinya
sandaran. Secara istilah silsilah orang – orang yang meriwayatkan hadist. Matan, secara
istilah adalah lafadz – lafadz hadits (kandungan atau isi hadits) yang memiliki makna
tertentu.

B. Saran
Menyadari bahwa saya masih jauh dari kata sempurna, kedepannya kami akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber –
sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Untuk saran
bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap
kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.

8
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, A. (2016). Pengantar Studi Al-Quran.

Hamid, A. (2017). Globalisasi dan Tantangan Dakwah. Kordinat: Jurnal Komunikasi


antar Perguruan Tinggi Agama Islam, 16(1) .

Hamid, A. (2016). Dakwah dalam Perspektif Paradigma Tradisionalisme dan


Reformisme. Kordinat: Jurnal Komunikasi antar Perguruan Tinggi Agama
Islam, 15(1).

M. Ibrahim al-Hafnawi, Dirasat Ushuliyah fi al-Sunnah alNabawiyah, (Cairo : Dar al-


Wafa, 1991)

Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta : Tiara Wacana
Yogya, 2003)

Mahmud al-Thohhan, Dasar-Dasar Ilmu Takhrij dan Studi Sanad, (Semarang : Dina
Utama, 1983)

Shubhi al-Shalih, Ulum al-Hadis wa Musthalahuh, (Beirut, Dar al-‘Ilm li al-Malayin,


1969)

You might also like