Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 3

BELAKANGAN ini santer pemberitaan mengenai kasus pajak Google dan Facebook di

berbagai media nasional. Kedua raksasa ini berkelit dari kewajiban pajaknya di Indonesia
dengan alasan bahwa jenis usaha mereka bukan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dan tidak berkantor
pusat di Indonesia. Terlepas dari isu tersebut, lantas bagaimana ketentuan terkait pengenaan
wajib pajak luar negeri?

Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 atau yang
selanjutnya disebut PPh 26 adalah pajak yang mengatur kebijakan pajak yang berhubungan
dengan wajib pajak luar negeri. Kebijakan tersebut mencakup kegiatan transaksi seperti
royalty, gaji, dividen, dan lain-lain. Jadi singkatnya PPh 26 dikenakan atas penghasilan yang
berasal dari Indonesia yang diterima oleh wajib pajak luar negeri selain dari Bentuk Usaha
Tetap (BUT) di Indonesia. PPh 26 memiliki keterkaitan dengan PPh 21 dan PPh 23 karena
objek pajak yang sama.

Lalu apa saja kriteria wajib pajak luar negeri yang dimaksud?

• individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang dimaksud adalah
mereka yang bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12
bulan, dan perusahaan yang berdiri atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan
usahanya melalui BUT di Indonesia.

• individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang dimaksud adalah
mereka yang bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12
bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan
usaha melalui suatu BUT di Indonesia.

Ketentuan PPh 26

1. PPh 26 terutang dibayarkan pada akhir bulan atau akhir bulan terutangnya penghasilan,
tergantung yang mana terjadi lebih dahulu
2. Pemotong PPh 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh 26 sebanyak 3 (tiga) rangkap
dengan perincian:

• Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri


• Lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
• Lembar ketiga untuk arsip Pemotong
3. PPh 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya
setelah bulan saat terutangnya pajak.
4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar
kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Pemotongan PPh 26

Siapa sajakah pemotong PPh 26 ?

1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak dalam negeri
3. Penyelenggara Kegiatan
4. BUT
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia

Subjek Pajak Luar Negeri

Pada beberapa artikel sebelumnya telah dijelaskan sedikit mengenai subjek pajak. Subjek
pajak adalah orang pribadi atau badan yang ditetapkan sebagai subjek pajak sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku. Subjek pajak dibagi menjadi dua yakni subjek pajak dalam
negeri dan luar negeri. Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau bisa juga orang pribadi yang berada di Indonesia tetapi tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan (1 tahun) dan BUT yang tidak didirikan maupun
tidak bertempat kedudukan di Indonesia namun menjalankan usahanya di Indonesia. Subjek
pajak luar negeri memilki ketentuan sebagai berikut:

• Hanya dikenai pajak atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilannya di
Indonesia
• Tidak menyampaikan SPT PPh karena sudah dilakukan pemotongan pajak bersifat final
Tarif PPh 26

I. 20% x penghasilan bruto atau Tax Treaty (P3B)

Penghasilan yang dibayarkan berupa:

• Deviden
• Bunga (Premium, Diskonto dan Imbalan jaminan pengembalian hutang)
• Royalty
• Sewa
• Penghasilan penggunaan harta
• Imbalan sehubungan dengan jasa pekerjaan dan kegiatan
• Hadiah & penghargaan
• Pensiun & pembayaran berkala lainnya
• keuntungan karena pembebasan utang.

II. 20% x perkiraan neto Perkiraan Neto = 25% x harga jual Sehingga tarif efektif: 20% x
25% x harga jual = 5% x harga jual Bersifat final, diharapkan dari:

Penghasilan dari penjualan atau dalam bentuk pengalihan harta di Indonesia, yang diperoleh
WP Luar Negeri. Harta yang dimaksud berupa: perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam
tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/ atau pesawat terbang
ringan. Dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 adalah: WP Objek Pajak Luar Negeri yang
memperoleh penghasilan tidak melebihi Rp 10Juta untuk setiap jenis transaksi.

III. 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto:


1. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
2. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham seperti yang dimaksud dalam Pasal
18 ayat (3c)
IV. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia
dengan negara pihak pada persetujuan dengan menunjukkan Surat Keterangan Domisili
• Tarif PPh Pasal 26 bersifat Final.

Pengecualian PPh 26

1. Bentuk Usaha Tetap.

Bentuk Usaha Tetap atau BUT dikecualikan dari pemotongan PPh 26 jika PKP sudah
dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT

2. Badan-badan Internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan

You might also like