Professional Documents
Culture Documents
Application of Sexing Technology in The Artificial Insemination Program and Cow Calf Operation
Application of Sexing Technology in The Artificial Insemination Program and Cow Calf Operation
'Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jl . Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor 16151
2Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari, Kotak Pos 8 Singosari, Malang 65153
ABSTRAK
Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan produksi sapi di dalam negeri, khususnya untuk mendorong usaha cow-calf
operation, perlu aplikasi teknologi inovatif seperti sexing spermatozoa . Teknologi ini sangat relevan dengan program inseminasi
buatan yang saat ini merupakan salah satu program andalan untuk meningkatkan mutu genetik sapi di Indonesia . Balai Besar
Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari telah mampu memproduksi ribuan straw dan mengkomersialisasikan inovasi ini, dengan
basil yang cukup baik . Kualitas semen beku basil sexing ternyata masih sangat bagus, dengan tingkat motilitas lebih dari 40%.
Sampai dengan bulan Agustus 2006 telah lahir pedet jantan sapi potong basil IB yang menggunakan semen beku Y sebanyak
33 ekor dari kelahiran 47 ekor (70,21%) dan 29 ekor pedet betina sapi perah basil lB yang menggunakan semen beku X dari 30
kelahiran (96,66%) sesuai program. Dari data yang tercatat dengan baik telah diketahui bahwa fertilitas semen beku sexing
adalah S/C = 1,71 dan CR = 56,45% . Angka-angka tersebut setara dengan keberhasilan IB dengan semen beku yang tidak di
sexing.
ABSTRACT
In order to enhance cattle productivity and production, especially to support the cow calf operation, it is a need to have an
application on innovative technology, such as spermatozoa sexing . Technology is more relevant nowadays due to the one of
priority program in artificial insemination to increase genetic quality of cattle in Indonesia . Artificial Insemination Institute in
Singosari had produced and commercialized thousands of straw with good results . The quality of frozen semen from those sexing
sperm was very good, indicated with more than 40% rate of motility . By August 2006, 33 male calves out of 47 animals from the
Y frozen semen (70 .2 1%) and 29 female calves out of 30 animals from the X frozen semen (96.66%) . The results shown that S/C
reached 1 .71 and CR for 56.45% for its sexing frozen semen, which means these results are equal to the success of artificial
program with unsexing frozen semen .
Key words : Sexing technology, cow calf operation, artificial insemination
171
KUSUMA DIWYANTO dan HERLIANTIEN: Aplikasi Teknologi InovatifSexing dalam Program Inseminasi Buatan dan Usaha Cow-Calf Operation
yang berarti pada tahun 2010 ketergantungan pada program IB dan aplikasi teknologi inovatif. Dalam hal
impor daging dan sapi bakalan harus berkurang secara ini akan dibahas tentang perkembangan program yang
signifikan. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa telah dilakukan, serta kemajuan teknologi sexing dan
saat ini impor daging dan sapi bakalan justru cenderung peluang untuk mengakselerasi aphkasinya, terkait
terus meningkat (TRiKESOwo, 2004). Bahkan sebagian dengan pelaksanaan program IB . Pembahasan juga
besar impor daging adalah berupa jeroan (offal) yang akan dikaitkan dengan beberapa teknologi inovatif
tidak terjamin ASUH (aman, sehat, utuh dan halal). yang layak dikembangkan dalam suatu usaha CCO
Pemerintah saat ini telah berupaya untuk untuk menghasilkan bakalan dan replacement .
meningkatkan populasi dan produktivitas sapi, agar
produksi daging di dalam negeri meningkat, antara lain
melalui program inseminasi buatan (IB) . Dari data BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN
yang ada, dalam beberapa tahun terakhir im produksi
daging terdapat kecenderungan terus meningkat, Kecenderungan peningkatan impor sapi, daging
namun populasi ternak relatif tetap atau stagnan . Hal maupun jeroan dalam beberapa tahun terakhir ini
ini kemungkinan disebabkan karena impor sapi bakalan (Gambar 1, 2), hams dikurangi secara signifikan agar
yang masih tetap tinggi, dan dibarengi dengan swasembada daging di dalam negeri dapat segera
pengurasan atau pemotongan ternak lokal secara diwujudkan. Saat ini produksi daging cenderung terus
berlebihan. Bila dilihat struktur populasi yang ada, meningkat (label 1) namun popnlaci ternak justru
masih ada peluang untuk meningkatkan produktivitas cenderung tetap atau stagnan (label 2). Fenomena di
dan produksi sapi, melalui aplikasi teknologi inovatif atas mengindikasikan bahwa peningkatan konsumsi dan
dalam program IB, yang diikuti dengan perbaikan produksi daging sangat bergantung pada impor . Oleh
manajemen pakan, kesehatan dan sistem perkandangan . karenanya, perlu terns diupayakan untuk meningkatkan
Makalah ini akan mengungkapkan perkembangan produktivitas dan produksi temak sapi dengan struktur
usaha dan industri peternakan sapi, terutama usaha populasi yang caat ini belum ideal (label 3), melalui
cow-calf operation (CCOY yang dikaitkan dengan aplikasi teknologi inovatif seperti bioteknologi.
500000
428077
428486
450000
0 c
388974 374741
400000 c
350000
296723
E 288922
300000 c c
k
0 2?R42l
250000
r
200000
157338
150000
118034
100000
1
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Tahun
172
WARTAZOA Vol. 16No. 4 Th. 2006
Tahun
Jenis Pertumbuhan
2001 2002 2003 2004 2005
Sapipotong 11 .137 11 .298 10 .504 10 .533 10 .680 -0,98
Sapiperah 347 358 374 364 374 1,92
Kerbau 2 .333 2 .403 2 .459 2 .403 2 .428 1 .02
Kambing 12 .464 12 .549 12 .722 12 .781 13 .182 1,41
Domba 7 .401 7 .641 7.811 8 .075 8 .307 2,92
173
KUSUMA DIWYANTO dan HERLIANT[EN : Aplikasi Teknologi InovatifSexing dalam Program Inseminasi Buatan dan Usaha Cow-Calf Operation
Tabel 3. Struktur populasi sapi potong nasional serta (d) bioteknologi yang berkaitan dengan bidang
veteriner (CUNNINGHAM, 1999) .
Populasi sapi potong Ekor
Dalam upaya peningkatan populasi, produktivitas
Dewasa 54,30 5 .703 .742 dan produksi daging sapi untuk mewujudkan
Jantan 18,43 1 .051 .200 kecukupan daging 2010, terbuka kemungkinan aplikasi
teknologi inovatif sexing spermatozoa dan bioteknologi
Betina 81,57 4 .652 .542
lain yang berkaitan dengan program IB dan usaha cow-
Muda 26,50 2 .783 .594
calf operation.
Jantan 26,14 1 .562 .710
1 74
WARTAZOA Vol. 16 ANo. 4 Th. 2006
program IB dilakukan secara meluas yang kadang- rendah, dan kualitas spermatozoa yang dihasilkan tidak
kadang tidak didukung oleh tenaga, pengetahuan dan memenuhi syarat untuk kegiatan IB . Juga terdapat
sarana/prasarana yang memadai. Penyempurnaan kecenderungan bahwa sapi betina silangan yang
program IB di Indonesia yang saat ini sedang dan akan mempunyai persentase darah Bos taurus lebih dari 50%
dilakukan harus dikerjakan dengan balk terutama menunjukkan tingkat reproduktivitas yang kurang
dalam aspek pemilihan breed (bangsa), dan penetapan optimal, terutama yang pemeliharaannya tidak balk .
elite bull atau pejantan sebagai donor melalui kegiatan Bila dibandingkan dengan sapi lokal, jarak beranak
recording, performance test dan progeny testing. Selain (calving interval) sapi silangan dengan Bos taurus
itu perlu diupayakan tindakan untuk menghindari sekitar 18 - 24 bulan atau lebih, sementara sapi lokal
terjadinya depresi akibat inbreeding serta hal-hal lain hanya sekitar 12 bulan (HARDJOSUBROTO, 2006) .
yang berkaitan dengan pelaksanaan IB itu sendiri . Sexing Embrio dan Spermatozoa :-- Sexing
Secara teknis keberhasilan IB sedikitnya embrio merupakan teknologi yang sudah banyak
dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu : (i) kualitas dilakukan di laboratorium reproduksi untuk keperluan
sperma setelah dibekukan dan thawing kembali, pengembangan iptek maupun keperluan praktis (BREM,
termasuk di dalamnya pemeliharaan dan penanganan 1995 ; HASLER, 1995) . Teknik ini dapat dilakukan
semen beku, (ii) kualitas atau kondisi resipien, terkait dengan mengekstraksi satu sel/blastomer dari morula
dengan manajemen, pakan dan kesehatan, (iii) dengan menggunakan PCR (Polymerase Chain
ketepatan deteksi estrus, dan (iv) keterampilan Reaction) . Morula tersebut kemudian dikultur kembali
inseminator yang secara keseluruhan saling berkaitan sampai menjadi blastosist . Dengan menggunakan
untuk keberhasilan suatu program IB . Sedangkan faktor metode ini kebenarannya dapat mencapai 99% seperti
lain yang perlu mendapat perhatian adalah yang telah dilaporkan oleh KIRPATRICK dan MONSON
kemungkinan terjadinya kelainan genetik sebagai (1993) dimana telah disexing sebanyak 40 in vitro
akibat persilangan, serta kemungkinan adanya genotype biopsied embryos lalu dikultur kembali kemudian 18
environment interaction (GEI) atau interaksi faktor embrio yang telah di-biopsy telah ditransfer pada
lingkungan dengan genotipa'temak basil persilangan. resipien dan 12 ekor telah berhasil bunting .
Dari laporan yang disampaikan dalam berbagai seminar Sementara itu beberapa peneliti lain telah
atau rapat kerja diketahui bahwa service per conception melakukan sexing spermatozoa, yaitu pemisahan
(S/C) program IB pada sapi potong maupun sapi perah spermatozoa yang mengandung khromosom X dan Y,
berkisar antara 1,5 sampai lebih dari 4 . dengan cara sedimentasi, sentrifugasi, elektrophoresis,
Keberhasilan IB untuk menghasilkan seekor pedet dan penggunaan antigen . Teknik ini diharapkan akan
(F1) saat ini cukup bervariasi, tetapi untuk beberapa mampu mengakselerasi keberhasilan program 1B,
kawasan telah berhasil dengan baik (SETIADI et al ., karena peternak dapat menentukan 'jenis kelamin anak
1997 ; SITEPU et al., 1997 ; SIREGAR et al., 1997). yang akan dihasilkan. Seandainya diperlukan temak
Namun pada kenyataannya, aplikasi IB di Indonesia pengganti (replacement) pada peternakan sapi perah,
hampir tidak ada kaitannya dengan peningkatan mutu dapat diharapkan akan dicapai dalam waktu yang
genetik. IB pada sapi potong hampir identik dengan relatif singkat dengan memanfaatkan spermatozoa yang
pelaksanaan pembentukan terminal cross, walau mengandung kromosom X . Sebaliknya, bila akan
sebagian mirip program up grading sapi lokal dengan deproduksi terminal cross sebagai sapi bakalan dapat
sapi Bos taurus, terutama Simmental atau Limousin . memanfaatkan spermatozoa yang mengandung
Hampir tidak ada program breeding (breeding strategy) kromosom Y .
yang disepakati, karena pelaksanaan 1B dilakukan Dalam review DIWYANTO (2005) disampaikan
hanya mengejar target service per conception (S/C) bahwa ternyata teknologi tersebut belum sepenuhnya
atau conception rate (CR) . efektif karena spermatozoa yang telah mengalami
Anak jantan hasil IB (persilangan dengan sapi proses demikian, kemampuannya untuk memfertilisasi
Eropa atau Bos taurus), menunjukkan penampilan yang sel telur menjadi menurun/berkurang . Di Amerika, kini
sangat baik antara lain bobot badan dan telah dilakukan sorting sperma dengan alat flow
pertumbuhannya . Sebagai sapi bakalan, sapi basil IB cytometry . Walaupun sorting telah berhasil 90% benar
sangat disukai petemak, karena harga jualnya yang namun fertilitasnya menurun . Dengan alat ini ribuan
sangat tinggi . Akan tetapi keberhasilan IB untuk sperma dapat di sorting per detik tetapi bila digunakan
meningkatkan mutu genetik sapi (produktivitas) sampai untuk program IB maka akan menurunkan angka
saat ini belum ada laporan yang lengkap. Kinerja atau konsepsi .
performans reproduksi sapi hasil IB (persilangan) Hasil review serupa oleh HERLIANTIEN (2006)
praktis belum banyak dilakukan evaluasinya . Dalam menunjukkan bahwa di beberapa negara maju seperti di
kontes temak Pekan Petemakan Unggulan Nasional Amerika Serikat, Switzerland dan Polandia yang
(PPUN) 2005, terindikasi bahwa sapi jantan hash melakukan IB menggunakan semen beku sexing
silangan menunjukkan tingkat libido yang sangat dengan menggunakan alat modem yaitu flow
1 75
KUSUMA DIWYANTO dan HERLIANTIEN : Aplikasi Teknologi InovatifSexing dalam Program Inseminasi Bualan dan Usaha Cow-CalfOperation
cytometer, belum menunjukkan hasil yang optimal . yang diseparasi selanjutnya dilakukan pengujian dan
Di Colorado State University, keberhasilan kelahiran apabila kualitasnya bagus, maka semen segera diproses
pedet betina hasil IB menggunakan semen sexing lebih lanjut dengan suatu teknik tertentu untuk
dengan dosis rendah yang dipisahkan menggunakan sel dibekukan .
sorting (flow sorted) pada kondisi cair, beku dan Semen beku basil sexing sebelum didistribusikan
kontrol berturut-turut adalah 100%, 94% dan 56% dari diuji apakah semen beku tersebut memenuhi standar
11, 18 dan 27 betina bunting . Sementara itu angka minimal kualitas semen beku sesuai SNI Semen Beku
kebuntingan menggunakan semen sexing yang di-IB 01-4869,1-1998 yaitu memiliki motilitas minimal
pada uterus menunjukkan bahwa terdapat calon pedet setelah thawing (PTM) 40% dan jumlah spermatozoa
jantan 95% sedangkan kontrol 53%. Sementara THUNE per dosis ministraw minimal 25 juta sel . Sampai saat
et al. (2004) dalam HERLIANTIEN (2006) melaporkan ini masih terus dilakukan monitoring terhadap hasil IB
bahwa angka kebuntingan hanya mencapai 33,3%, dengan semen beku basil sexing, dan diharapkan akan
walaupun persentase kelahiran pedet betina sesuai diperoleh informasi yang lebih banyak sehingga akan
harapan adalah 85,3% . Sedangkan dalam review meningkatkan akurasi sekaligus untuk mendapat
Herliantien tersebut, BOCHENECK et al. (2005) umpan balik dari aplikasi teknologi inovatif ini . Secara
menyatakan bahwa di Polandia telah lahir pedet betina laboratoris saat ini juga sedang dilakukan kegiatan
100% yang di-IB menggunakan semen beku sexing, IVM/IVF (pembuatan bayi tabung) dengan
namun dengan angka kebuntingan hanya 22,22 - memanfaatkan sel telur (oocyie) yang dikoleksi dari
84,21%. rumah potong hewan yang dibuahi dengan sexed
DIWYANTO (2005) menyatakan bahwa prospek sperm . Zygote yang dihasilkan selanjutnya akan di-
penggunaan sistem ini secara komersial masih jauh dari sexing dengan berbagai metode, antara lain dengan
sempurna, untuk itu penelitian di bidang ini perlu terus karyotiping, pengujian DNA atau seperti yang
dilakukan . Selanjutnya, dinyatakan bahwa dalam disarankan KIRPATRICK dan MONSON (1993). Kegiatan
program IVF penggunaan sorting sperma dapat ini diharapkan secara cepat akan menambah informasi
dilakukan . Dengan menggunakan single sorting sperm tingkat keberhasilan sexing spermatozoa melalui
injection dapat dibuat embrio yang telah diidentifikasi analisa sampel embrio yang dihasilkan . Keberhasilan
jenis kelaminnya . Penggunaan semen beku yang telah sexing kemungkinan dapat dimanfaatkan dalam
di-thawing kemudian di-sorting dan diinjeksikan ke aplikasi IVM/IVF lebih luas, untuk mengakselerasi
dalam sel telur yang telah dimaturasi sebelumnya hasil beberapa pakar bioteknologi ( LoHIUS, 1995 ;
mungkin akan berguna dalam membuat embrio secara RUTLEDGE, 1995) .
in vitro pada masa yang akan datang . Saat ini produksi semen beku sexing di BBIB
Saat ini, kegiatan sexing spermatozoa di Indonesia Singosari dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
sudah banyak dilakukan, antara lain di Balitnak, konsumen, baik secara subsidi ataupun peran aktif
Universitas Brawijaya dan LIPI . Hasil yang dicapai daerah melalui pembelian langsung ke BBIB Singosari
dalam skala laboratorium dan uji coba menunjukkan (Tabel 4) . Harga yang ditawarkan oleh BBIB relatif
basil yang masih variatif, walaupun dalam skala sangat murah (US S 3/straw) sehingga dapat terjangkau
terbatas sudah ada upaya untuk melakukan oleh petani temak, dan hasil kelahiran pedet sesuai
komersialisasi . Namun Herliantien dan staf dari Balai harapan yang memuaskan . Sampai dengan bulan
Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari telah Agustus 2006 telah lahir pedet jantan sapi potong hasil
membuat terobosan dengan melakukan komersialisasi IB yang menggunakan semen beku Y sebanyak 33 ekor
sexed sperm dalam jumlah yang cukup besar (BBIB, dari 47 kelahiran (70,21%) dan 29 ekor pedet betina
2006a ; b) . Hasil yang dicapai BBIB ini temyata telah sapi perah hasil IB yang menggunakan semen beku X
membuat kagum pakar dari Jepang dan Australia, serta dari 30 kelahiran (96,66%) sesuai program .
memperoleh apresiasi dari berbagai kalangan termasuk Keberhasilan yang diperoleh ini sangat
Komisi Nasional Bioetika dan Presiden RI Bapak menggembirakan bila dibandingkan dengan
Susilo Bambang Yudhoyono . keberhasilan selama ini yang dilakukan di negara-
Metode yang dilakukan BBIB adalah dengan negara maju dengan alat yang sangat modern .
melakukan separasi spermatozoa pada semen hasil Dari data yang tercatat dengan baik telah
penampungan yang memiliki kualitas standar . Semen diketahui bahwa fertilitas semen beku sexing adalah
diseparasi dengan menggunakan suatu metode S/C = 1,71 dan CR = 56,45% . Angka-angka tersebut
sebagaimana telah dilaporkan oleh KANEKO (1983) setara dengan keberhasilan IB dengan semen beku
dalam SUSILOWATI (2000), dapat menghasilkan tingkat yang tidak di sexing. Selama kurun waktu 2004 - 2006
pemisahan 73,1 dan 83,1% serta motilitas spermatozoa semen beku sexing telah didistribusikan ke Propinsi
yang masih tinggi . Pemilihan metode pemisahan Jawa Timur, Bengkulu, Sumatera Barat, Jawa Barat,
spermatozoa didasarkan atas pertimbangan teknis dan Kalimantan Selatan, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat .
non teknis di laboratorium BBIB Singosari . Semen Produksi semen beku sexing tersebut dapat
1 76
WARTAZOA Vol. 16 No. 4 Th . 2006
direalisasikan bukan berasal dari anggaran pemerintah mempunyai jumlah kromosom yang tidak seimbang,
pusat (APBN), namun dilaksanakan secara swadana yaitu (2n ± 1 = 49), yang biasanya fertilitasnya
serta melalui kerjasama operasional dengan beberapa terganggu ; (ii) Perbedaan bentuk kromosom pada
pemerintah daerah (Jawa Timur), koperasi (GKSI dan otosom maupun ukuran kromosom-sex antara kedua
beberapa KUD) dan swasta (Larrisa) . tetua (kerbau lokal dan Murrah) akan menghasilkan
Sebagian besar produksi semen beku hasil sexing keturunan (Fl) yang tidak subur ; (iii) Sterilitas
sampai dengan Desember 2005 diberikan kepada mungkin juga dapat diakibatkan karena pada proses
daerah secara subsidi yaitu sebanyak 1 .549 dosis . spermatogenesis tidak berjalan normal, seperti yang
Sementara itu, sebanyak 1 .148 dosis telah dilakukan terjadi pada FI hasil persilangan antara sapi Bali
penjualan sesuai dengan permintaan masing-masing (murni) dengan Bos taurus, karena kromosom X pada
daerah/instansi/perusahaan dengan nilai penjualan sapi Bali memiliki suatu spindel; (iv) Terjadi
mencapai USD 4 .662 . translokasi kromosom pada proses segregasi terutama
pada ternak hasil silangan (misal : Robertsonian
translocation 1/29) pada sapi Swedish Red dan White,
PERSILANGAN DAN PRODUKTIVITAS
sehingga akan terjadi kondisi jumlah kromosom yang
TERNAK
tidak seimbang ; serta (v) Kemungkinan adanya
perbedaan sekunder lain seperti pada kejadian
Peningkatan populasi, produktivitas dan produksi persilangan sapi Bali dengan Bos taurus, akibat
daging di dalam negeri harus terus ditingkatkan, bila
genotipa penyusun haemoglobin yang berbeda yaitu
target kecukupan daging 2010 akan diwujudkan secara Hb, HbA dan HbX .
berkesinambungan . Salah satu program yang saat ini
Namun terdapat kemungkinan penurunan fertilitas
diandalkan pemerintah adalah melakukan persilangan
tersebut disebabkan oleh posisi skrotum Fl terlalu
melalui program IB . Namun ternyata sapi silangan
dekat dengan badan . Hal ini menyebabkan proses
hasil IB dengan pejantan jenis Bos taurus menunjukkan spermatogenesis tidak berjalan dengan baik karena
angka S/C yang kurang baik, calving interval yang
temperatur testis terlalu panas, yang berakibat ternak
panjang, bahkan sampai timbul kekhawatiran terjadinya
tidak subur. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
sterilitas (HARDJOSUBROTO, 2006). Penyebab utama
ukuran lingkar skrotum ternak silangan (Fl), karena
kejadian ini kemungkinan oleh faktor manajemen dan
terdapat korelasi antara lingkar skrotum dengan
faktor genetik, serta interaksi keduanya .
fertilitas. Parameter lingkar skrotum ini ternyata
Penurunan daya reproduksi atau sterilitas ternak
mempunyai nilai heritabilitas yang cukup tinggi, serta
silangan yang diakibatkan oleh faktor genetik dapat menunjukkan korelasi genetik dan fenotipik positif
disebabkan oleh beberapa hal (HARDJOSUBROTO,
dengan motilitas dan daya hidup spermatozoa
2006), antara lain : (i) Perbedaan jumlah kromosom,
(DIwYANTO, 1989) .
seperti halnya pada perkawinan antara kerbau lokal
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut ada
(rawa) dengan jumlah kromosom (2n = 48) dengan
kemungkinan bahwa program IB (persilangan antara
kerbau Murrah (sungai) dengan jumlah kromosom
ternak lokal dengan Bos taurus) di Indonesia secara
(2n = 50) . Keturunan (Fl) hasil persilangan ini akan
1 77
KUSUMA DIWYANTO dan HERLIANTIEN : Aplikasi Teknologi InovatifSexing dalam Program Inseminast Buatan dan Usaha Cow-Calf Operation
tidak sengaja telah menyebabkan penurunan daya sebagai replacement atau breeding stock. Ternak ini
reproduksi . Hal ini terindikasi dengan kecenderungan kemudian dapat disebarkan atau dikembangkan sebagai
S/C yang semakin tinggi, CR yang rendah, serta induk untuk dipersilangkan dengan Simmental,
calving interval yang relatif sangat panjang . Kombinasi Limousin atau Brahman, sebagai terminal cross . Dalam
faktor genetik dan tingkat manajemen yang belum hal ini, 113 dengan spermatozoa Y dapat diaplikasikan,
optimal (terutama pakan dan kesehatan), merupakan sehingga akan diperoleh bakalan yang berkualitas.
tantangan tersendiri yang harus segera diperbaiki, kalau Keuntungan dari cara ini adalah, sapi lokal sebagai
produktivitas temak akan ditingkatkan . Oleh karena itu induk mempunyai ukuran yang relatif kecil dan
perlu segera ditetapkan, apakah persilangan melalui mempunyai daya adaptasi yang sangat balk. Dengan
program IB akan ditujukan untuk menghasilkan demikian, biaya pakan dan tatalaksana pemeliharaannya
terminal cross, ternak komposit, up grading, atau lebih murah dan mudah .
kombinasinya . Sementara itu, aplikasi IB dengan spermatozoa X
dapat dikembangkan secara luas pada sapi perah,
sehingga akan diperoleh induk dalam jumlah yang
SEXING DALAM USAHA COW-CALF
banyak. Teknologi inovatif ini sangat layak
OPERATION
diaplikasikan pada sapi perah, karena harga jual semen
beku yang relatif murah (Rp . 30 .000), walau lebih
Saat ini sekitar 99% usaha cow-calf operation
mahal dibanding semen beku yang tidak di-sexing
(CCO) dilakukan oleh peternak secara tradisional, baik (Rp. 6 .000) .
yang terintegrasi dalam suatu sistem usahatani maupun
yang dikembangkan secara ekstensif. Hampir tidak ada
investor yang tertarik untuk melakukan usaha CCO, KESIMPULAN
karena margin usaha ini sangat kecil, membutuhkan
investasi besar dalam jangka panjang, serta mempunyai Permintaan produk petemakan memasuki abad 21
resiko sangat tinggi, termasuk aspek non-teknis seperti diduga akan terus meningkat seiring dengan
pencurian . Kawasan padat ternak yang memberi pertambahan penduduk dan perbaikan ekonomi
sumbangan produksi sangat signifikan adalah Jawa masyarakat. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu
Timur, Jawa Tengah dan DIY, Bali, NTB dan NTT, upaya yang komprehensif dan terencana dengan balk,
serta beberapa kawasan di Sulawesi dan Sumatera . antara lain melalui peningkatan produktivitas ternak di
Sementara kegiatan IB dengan semen beku yang dalam negeri . Perbaikan mutu genetik ternak dan
berasal dari Bos taurus berkembang pesat di Jawa penyediaan lingkungan yang mendukung seperti
Timur, Jawa Tengah, DIY, Sumatera Barat, serta di perbaikan pakan dan jaminan kesehatan, merupakan
beberapa kawasan Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan prasyarat untuk meningkatkan produktivitas ternak .
NTB . Bioteknologi diharapkan mampu memberi alternatif
Sapi silangan basil IB biasanya mempunyai dalam meningkatkan produktivitas ternak yang secara
ukuran tubuh besar, dan relatif lebih sensitif terhadap teknis mudah, secara ekonomis layak, dapat diterima
cekaman panas, kurang mampu mencerna pakan lokal masyarakat, serta tidak mengganggu kelestarian
yang berkualitas rendah, serta kurang tahan terhadap Iingkungan .
serangan berbagai penyakit, termasuk endo dan ekto- Dalam upaya meningkatkan produktivitas sapi
parasit. Sebagian besar peternak di kawasan tersebut agar populasi dan produksi daging dapat merespon
biasanya tidak mampu menyediakan pakan berkualitas permintaan yang terus meningkat, program IB secara
dalam jumlah cukup untuk tujuan CCO karena alasan selektif dapat diakselerasi dengan memanfaatkan
ekonomi, apalagi pada musim kemarau yang panjang. teknologi inovatif sexing sperma . Langkah ini harus
Kondisi ini jelas akan menyebabkan produktivitas sapi dibarengi dengan penetapan breeding strategy atau
silangan menurun dengan sangat tajam, di samping pola breeding, agar IB dapat berjalan lebih efektif
karena adanya faktor genetik dan interaksinya . Oleh sekaligus dapat menyiasati kemungkinan timbulnya
karena itu, program IB (persilangan) dalam usaha CCO dampak negatif karena faktor genetik . Pemanfaatan
harus dilakukan hanya pada kawasan yang mampu spermatozoa X dapat dilakukan secara luas, dengan
menyediakan pakan secara mudah, murah dan harapan untuk menambah ternak produktif. Sebaliknya
berkelanjutan . penggunaan spermatozoa Y perlu suatu perencanaan
Keberhasilan sexing spermatozoa yang telah yang lebih matang, agar replacement dapat tetap
dilakukan BBIB Singosari mungkin dapat terjaga . Kajian mendalam untuk meningkatkan akurasi
dipertimbangan untuk mengatasi masalah ini . Untuk sexing tetap perlu dilakukan, terkait dengan masih
sapi lokal yang dipelihara masyarakat secara ekstensif kecilnya sampel dalam data yang tersedia. Oleh
dengan pendekatan low input, dapat memanfaatkan karenanya diperlukan dukungan semua pihak agar
spermatozoa X dari pejantan unggul (elite bull) sejenis, teknologi inovatif ini dapat lebih akurat, bermanfaat
sehingga diperoleh anak betina yang lebih banyak
1 78
WART4ZOA Vol. 16,V0. 4 Th . 2006
dan berdayaguna, khususnya untuk usaha CCO HASLER, J .F . 1995 . Production, freezing and transfer of bovine
menghasilkan sapi bakalan yang lebih kompetitif. IVF embryos and subsequent calving results.
Theriogenology 43 : 141 - 152 .
BALAI BESAR INSEMINASI BIJATAN (BBIB) SINGOSARI . 2006h . KIRPATRICK . B .W . and R.L. MONSON . 1993 . Sensitive sex
Inovasi Bioteknologi 'Sexing Sperma' pada Sapi determination assay applicable to bovine embryos
Potong dan Perah. Disampaikan pada pertemuan derived from IVM and IVF . J . Reprod . Fertil . 98 :335 -
Komisi Bioetika Nasional di Jakarta, 6 September 340 .
2006 .
Lonlus . M .M . 1995 . Potential benefits of bovine embryo-
BREM . 1995 . Splitting and Sexing of bovine embryo . FAO manipulation technologies to genetic improvements
Animal Production and Health Division . Biotechnology programs . Theriogenology 43 : 51 - 60 .
for livestock production . pp. 71 -78 .
PANG, T. 1990 . Biotechnology, dreams, relatives and
CUNNINGHAM . E .P . 1999. Recent Developments in implacation for the third world . Test of inagural lecture
Biotecnology as The Related to Animal Genetic delevered at the University of Malaya Upon acceptance
Resources for Food and Agricultural . Commision on of the chair of the biochemical science . Institute of
Genetic Resources for Food and Agriculture. Advance Studies .
DELGADO . C . . M . ROSEGRANT, 11 . STEINFELD, S . Dim and C . RUTLEDGE, J .J . 1995 . Aplication on in vitro cattle embryo
COURBOIS . 1999 . Livestock to 2020. The Next Food production on milk and beef production in The
Revolution . International Food Policy Research Republic of Indonesia. AARD .
Institute . Washington . USA .
SETIADI, B ., SUBANDRIYO, D . PRIYANTO, T. SAFRIATI, N .K .
DEPARTEMEN PERTANIAN. 2003 . Sensus Pertanian 2003 . WARDHANI, SOEPENO, DAROJAT dan NUGROHO . 1997 .
Pengkajian Pemanfaatan Teknologi Inseminasi Buatan
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2005 . Statistik
(1B) dalam Usaha Peningkatan Populasi dan
Peternakan 2005 .
Produktivitas Sapi Potong Nasional di Daerah
DIWYANTO, K . 1989 . Genetic and Phenotypic Parameters Istimewa Yogjakarta. Puslitbang Peternakan, Bogor.
Associated with Body Weight, Scrotal
SIREGAR, A .R., P . SITUMORANG, M . BOER, G . MUKTI,
Circumference, Seminal Characteristics and Pelvic
J . BESTARI dan M . PURBA . 1997 . Pengkajian
Measurements in Yearling Beef Cattle. A
Pemanfaatan Teknologi Inseminasi Buatan (1B) dalam
Dissertation. University of Missouri Columbia, USA.
Usaha Peningkatan Populasi dan Produktivitas Sapi
196 p .
Potong Nasional di Propinsi Sumatra Barat . Puslitbang
DIwYANTO, K . 2005 . Perkembangan Bioteknologi Peternakan Peternakan, Bogor.
di Indonesia dan Kaitannya dengan Bioetika .
SITEPU, P ., R . DHARSANA, I .P. GEDE, SOERIPTO, I-K. SUTAMA,
Disampaikan pada Forum Komisi Bioetika Nasional,
T .D. CHANIAGO, NuRcAHYO, TJAHJOWIYOSO, I
LIPI-Jakarta, Desember 2005 .
ROHIMAT, B . BAKRIE . SUKANDAR dan T . ASRIL . 1997 .
DIWYANTO, K. dan B . SETIADI . 2000 . Antisipasi Protokol Pengkajian Pemanfaatan Teknologi Inseminasi Buatan
Cartagena mengenai Keamanan Hayati dan Program (113) dalam Usaha Peningkatan Populasi dan
Konservasi dan Pemanfaatan Plasma Nutfah di Produktivitas Sapi Potong Nasional di Propinsi
Daerah . Disampaikan pada Raker II Badan Litbang Lampung. Puslitbang Peternakan. Bogor.
Pertanian . Jakarta, 26 - 27 Oktober 2000 .
SITORUS, P . 1973 . Penggunaan semen beku import pada sapi
DIwYANTO, K . dan SUBANDRIYO . 1995 . Dampak bioteknologi perah di Kotamadya Bogor dan sekitarnya . Bull . LPP.
terhadap peningkatan mutu genetik ternak . Pros . 13 : 25 - 32.
Lokakarya Nasional Pertama Bioteknologi
SUSILOWATI, T. 2000 . Analisa Membran Spermatozoa Sapi
Peternakan. Deptan dan Kantor Menristek .
Hasil Filtrasi Sephadex dan Sentrifugasi Gradien
DIWYANTO, K ., SUPAR dan E . TRIWULANNINGSIH . 1999 . Percoll pada Proses Seleksi Jenis Kelamin . Disertasi.
Perkembangan Bioteknologi Peternakan dan Prospek Program Pascasarjana Universitas Airlangga,
Penerapannya di Indonesia . Ekpose Penelitian Surabaya.
Bioteknologi Pertanian. Departemen Pertanian .
Jakarta- 31 Agustus - 1 September 1999.
1 79
KUSUMA DIWYANTO dan HERLIANTIEN : Aplikasi Teknologi lnovatifSexing dalam Program Inseminasi Buatan dan Usaha Coin -
CalfOperation
THIBIER, M. 1998. The 1997 statistics on the world embryo TRIKESOwo, N . 2004 . Peluang dan kendala pengembangan
transfer industry . Embryo Transfer Newsletter. 16(4) : agribisnis peternakan sapi . Makalah disampaikan
17-20 . pada acara Lokakarya Peranan Road Map dalam
Membantu Penyusunan Program Pembangunan
Peternakan yang Berkelanjutan Menuju Tahun 2020 .
Puslitbang Peternakan, Bogor .
1 80