Makalah Isue Isue Perkembangan Anak Usia Dini

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 22

MAKALAH

ISUE-ISUE PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 12
ALFIN KHAIRI (2285201018)
NAUFAL DEVARA (2285201065)
ADITIYA DALIMUNTHE (2285201074)
M. ERPAN RIZAL (2285201061)

DOSEN PENGAMPU : LUSSY MADANI, M.Pd

PRODI PENDIDIKAN S1 PENJASKESREK


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
TAHUN 2023

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi
pendidikan dalam profesi keguruan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki masih
kurang. Oleh kerena itu kami harapakan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bangkinang, 02 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 3
2.1 Pengertian Isu dan Problematika PAUD Kontemporer ....................................... 3
2.2 Isu PAUD Kontemporer ...................................................................................... 3
2.3 Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini .............................................................. 12
2.4 Problematika PAUD di Tengah Masyarakat ....................................................... 12
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 17
3.2 Saran .................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan adalah hak warga negara, tidak terkecuali pendidikan diusia dini merupakan
hak warga negara dalam mengembangkan potensinya sejak dini berdasarkan berbagai
penelitian bahwa usia dini merupakan pondasi terbaik dalam mengembangkan kehidupan
dimasa depan selain itu, pendidikkan diusia dini dapat mengoptimalkan kemampuan dasar
dalam menerima proses pendidikkan diusia berikutnya.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) sedang menjadi isu nasional di indonesia dewasa ini.
Percepatan dan perluasan layanan PAUD merupakan salah satu kebijakan strategis yang di
gulirkan kementrian pendidikan dan kebudayaan. Sejalan dengan kebijakan tersebut,
penambahan dan peningkatan kompetensi pendidikan PAUD menjadi tuntutan yang tidak
dapat di abaikan.
Program peningkatan mutu pendidik PAUD yang telah diberlakukan selama ini melalui
kegiatan kelompok, kerja guru taman kanak-kanak (KGTKK) pada gugus taman kanak-
kanak (TK) untuk PAUD jalur formal, sebagaimana telah dditetapkan Dirgen Dikdasmen
Depdikbud No. 086/C/Kep/U/1995 Tanggl 18 Mei 1995, yaitu: “Gugus TK merupakan
wadah kegiatan KGTKK dan Kelompok Kerja Kepala TK”.
Menarik untuk di perhatikan mengenai berkembangnya lembaga PAUD dalam berbagai
bentuk layanan PAUD seperti TK, Taman Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB),
dan Satuan PAUD Sejenis (SPS), menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran
masyarakaat tentang pentingnya pendidikan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak
sejak usia dini. Peningkatan minat masyarakat tersebut di ikuti dengan meningkat pula
kebutuhan pendidik (Guru TK/PAUD) yang berkualitas.
Dengan adanya peraturan pemerintah menjalakan program satu desa satu PAUD hal
menandakan bahwa pendidikan di mulai sejak dini itu sangatlah penting, dimana pada usia
0-6 Tahun di sebut masa keemasan (golden ages), masa ini masa di mana rangsangan dan
pendidikan sangat di butuhkan untuk membantu proses pertumbuhan dan perkembangan
anak. Pada bagian ini menyoroti beberapa isu kritis dan problematis dalam PAUD. di mana
isu merupakan suatu hal yang menjadi perbincangan (trending topic) yang bersifat
sementara. Sedangkan problematika itu sendiri merupakan permasalahan atau masalah yang
timbul di tengah PAUD. Untuk lebih jelasnya mengenai isu dan problematika PAUD
kontemporer akan dibahas pada bab selanjutnya.

1
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa yang di maksud dengan isu dan problematika PAUD kontemporer?
2) Apa saja yang menjadi isu PAUD kontemporer?
3) Mengapa pentingnya pendidikan PAUD?
4) Apa saja problematika PAUD di tengah masyarakat?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
“Konsep Dasar PAUD” selain itu untuk mengetahui tentang isu-isu dan problematika PAUD
kontemporer .

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Isu dan Problematika PAUD Kontemporer


Berdasarkan Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
berkaitan dengan pendidikan anak usia dini tertulis pada pasal 28 ayat satu yang
berbunyi “pendidikan anak usia dini di selenggarakan bagi anak sejak lahir sampai
dengan 6 tahun dan bukan merupakan peryaratan untuk mengikuti pendidikan dasar”.
Selanjutnya pada bab 1 pasal 1 ayat 14 di tegaskan bahwa pendidikan anak usia suatu
upaya pembinaan yang ditujukan pada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut (Depdiknas, USPN, 2014:4).
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaran pendidikan
yang menitik beratkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan
fisik koordinasi motorik halus dan kasar, kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan
emosi, kecerdasan spiritual) sosio emosional (sikap dan perilaku serta beragama),
bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang
dilalaui anak usia dini (http://id.wikipedia.urg/wiki/pendidikan).
Isu adalah suatu hal atau trending topic yang sedang di bicarakan saat ini yang
bersifat kekinian, atau sementara tetapi jika di respon dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan program PAUD di masa depan. Oleh karena itu merespon isu-isu kritis di
dalam PAUD menjadi hal yang sangat penting. Jadi dapat di simpulkan bahwa isu
PAUD kontemporer maksudnya membahas tentang pendidikan anak usia dini yang
sedang berkembang sekarang.
Problematika adalah permasalan-permasalahan yang terdapat di lembaga PAUD itu
sendiri yang mengarah baik dalam hal positif maupun negatif, dan pada dasarnya dngan
adanya problematika ilmu tentang PAUD akan berkembang.

2.2. Isu PAUD Kontemporer


Dalam perkembangannya, masyarakat telah menunjukkan kepedulian terhadap
masalah pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak usia dini untuk usia 0 sampai
dengan 6 tahun dengan berbagai jenis layanan sesuai dengan kondisi dan kemampuan
yang ada, baik dalam jalur pendidikan formal maupun non formal. Penyelenggaraan

3
PAUD jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK) Raudhatul Atfal
(RA) dan bentuk lain yang sederajat, yang menggunakan program untuk anak usia 4 –6
tahun. Sedangkan penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan nonforml berbentuk Taman
Penitipan Anak (TPA) dan bentuk lain yang sederajat, menggunakan program untuk anak
usia 0 – <2 tahun, 2 –<4 tahun, 4 – ≤6 tahun dan Program Pengauhan untuk anak usia 0 -
≤6 tahun; Kelompok Bermain (KB) danbentuk lain yang sederajat, menggunakan
program untuk anak usia 2 – <4 tahun dan 4 – 6 tahun. Penyelenggaraan PAUD sampai
saat ini belum memiliki standar yang dijadikan sebagai acuan minimal dalam
penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan formal, nonformal dan atau informal. Oleh
karena itu, untuk memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan anak, maka perlu disusun Standar PAUD.
Standar PAUD merupakan bagian integral dari Standar Nasional Pendidikan
sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan yang dirumuskan dengan mempertimbangkan
karakteristik penyelenggaraan PAUD. Standar PAUD terdiri atas empat kelompok, yaitu:
(1) Standar tingkat pencapaian perkembangan; (2) Standar pendidik dan tenaga
kependidikan; (3) Standarisi, proses, dan penilaian; dan (4) Standar sarana dan prasarana,
pengelolaan dan pembiayaan. Standar tingkat pencapaian perkembangan berisi kaidah
pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun. Tingkat perkembangan yang dicapai merupakan aktualisasi potensi semua aspek
perkembangan yang diharapkan dapat dicapai anak pada setiap tahap perkembangannya,
bukan merupakan suatu tingkat pencapaian kecakapan akademik. Standar pendidik
(guru, guru pendamping, dan pengasuh) dan tenaga kependidikan memuat kualifikasi dan
kompetensi yang dipersyaratkan Standar isi, proses, dan penilaian meliputi perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian program yang dilaksanakan secara terintegrasi terpadu sesuai
dengan kebutuhan anak. Standar sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan
mengatur persyaratan fasilitas, manajemen, dan pembiayaan agar dapat
menyelenggaakan PAUD dengan baik.
Adapun isu yang menjadi fokus pembahasan pada bagian ini adalah: a) dikotomi
PAUD dan TPQ, b) guru-guru PAUD yang di isi oleh ibu-ibu pengangguran, c)
kesenjangan hak dan kewajiban guru PAUD, d) wacana wajib belajar 12 tahun yang di
mulai dari TK/RA dan, e) merancang program PAUD di masa depan.

4
A. Dikotomi PAUD dan TPQ
Istilah ”otak” untuk menyebut kecerdasan anak yang di gunakan neurosains di
pahami secara sempit oleh kalangan praktisi pendidikan, khususnya praktisi PAUD.
Implikasinya, pengelolaan PAUD terutama TPA (0-2 tahun) dan KB (2-4 tahun) lebih
condong untuk berintegrasi dengan posyandu (POSPAUD) dari pada Taman
Pendidikan Al-Quran (TPQ). Padahal, posyandu hanya mengontrol kesehatan atau
jasmani anak, termasuk otak anak. TPQ telah mempunyai basis edukasi secara
memadai bahkan kurikulum yang telah ada di selaraskan dengan fitrah, potennsi,
maupun karakter anak, sehingga tumbuh kembang anak tidak sebatas fisik
sebagaimana dalam posyandu, melainkan sosial emosional, fisik motorik, dan lain
sebagainya.

B. Guru-Guru PAUD dan Ibu-Ibu Pengangguran


Integrasi PAUD (khususnya KB dan TPA) dengan posyandu (POSPAUD)
telah mengubah kesan dari lembaga edukasi yang seharusnya di bina oleh guru
profesional menjadi lembaga pengasuhan bahkan penitipan anak yang menuntut
seorang pengasuh, bukan pendidik. Akibatnya, guru-guru di lembaga PAUD di
dominasi oleh ibu-ibu rumah tangga pengangguran, khususnya ibu RT dan ibu RW
serta ibu Dukuh yang tidak mempunyai kompetensi sebagai pendidik profesional.
Fenomena ini berimplikasi pada pendirian PAUD di setiap desa oleh ibu-ibu PKK dan
gurunya adalah pendiri itu sendiri.
Pertumbuhan PAUD yang di pelopori oleh ibu-ibu pengangguran, termasuk
PKK di samping memenuhi tuntutan wanita karier mengandung bahaya besar bagi
masa depan anak bangsa karena mereka akan di asuh oleh orang-orang yang tidak
berkompeten sama sekali. Dalam sebuah hadits di sebutkan bahwa jika sebuah urusan
tidak di pegang oleh ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. Dalam konteks ini,
anak-anak mengalami goncangan psikologis yang sangat serius.
Bukan bermaksud membandingkan sistem pendidikan di negara sendiri
dengan negara lain sehingga terkesan anti NKRI, guru-guru PAUD di jepang
misalnya dan negara lain justru di pilih guru SDM yang berkualifikasi minimal S-3
(doktor). Selanjutnya, semakin senior jabatan guru, semakin rendah jenjang
pendidikan yang diampu. Dosen senior harus mengajar SMA, guru SMA senior harus
mengajar SMP, guru SMP senior harus mengajar SD. Artinya, guru PAUD di luar
indonesia jauh lebih “bermartabat” dari guru yang lain.

5
C. Kesenjangan Hak dan Kewajiban aguru PAUD
Implikasi lebih lanjut dari realitas guru PAUD diatas adalah kesenjangan hak
dann kewajiban antara guru PAUD dengan guru Non PAUD. Hak guru PAUD lebih
kecil dari guru non PAUD. Pasalnya, guru PAUD bukan sekedar mengajar atau
mendidik melainkan mengasuh, mengasah, dan mengasihi (asih, asuh, dan asah : 3A).
tugas ini jelas berbeda dengan guru non PAUD yang ketika dikelas atau disekolah
hanya menhgajar atau mendidik. Terlebih lagi, guru (ustaz) TPQ hampir tidak
mendapat haknya sebagai guru, meskipun memenuhi kompetensi yang khas. Artinya,
kewajiban beban kerja guru PAUD daan TPQ lebih besar tetapi haknya lebih kecil.
Akibatnya, guru PAUD sekedar “dari pada pengangguran”. Jika hal ini dibiarkan,
yang terjadi adalah banyaknya guru-guru PAUD yang hanya “pelarian” disisi lain,
biaya pendidikan di PAUD sngat mahal, jauh melebihi pendidikan dasar.
Akibatnya, justru banyak orangtua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya
dilembaga PAUD dan menunggun hingga usia 6 tahun kemudian masuk SD karena
gratis. Hal ini berimplikasi secara langsunng terhadap masa keemasan anak (golden
ages) yang secara otommatis terlewatkan. Jika hal ini dibiarkan, akan semakin banyak
anak yang menyia-nyiakan masa keemasannya.diluar negeri, gajih guru PAUD bisa
mencapai 2 kali lipat dari gajih pada umumnya. Hal ini sesuai engan sistem
pendidikan disana yang mensyaratkan guru PAUD sserendah-rendahnya
berkualifikasi S-3 atau Doktor. Meskipun demikian, dengan beban akademik guru-
guru PAUD di indonesia yang sedemikian berat perlu dipertimbangkan kesetaraan
dan keadilan hak dan kewajibannya.

D. Wajib Belajar 12 Tahun di Mulai dari TK/RA


Mengingat keterbatasan para akademisi, khususnya pada jenjang PAUD
terhadap temuan-temuan neurosains sehingga memoosisikan PAUD ssebatas lembaga
pengasuhhan anak maka ketika ada isu wajib belajar 12 tahun, wacana yang
berkembang adalah pendidikan SD/MI, SPM/MTs, dan SMA/MA/SMK gratis.
Wacana tentang PAUD tidak mampu mendekat, terlebih lagi masuk kedalam pusaran
arus isu tersebut. Pada hal, masa paling menentukan keberhasilan hidup manusia
justru pada 5 tahun pertama dalam kehidupannya, dan itu ada dilembaga PAUD
yyang sangat mahal dinegeri ini. Oleh karena itu, penelitian ini sekaligus

6
membberikan wacana lain bahwa program wajib belajar 12 tahun bisa ditarik
kebelakang, yakni dari PAUD, atau TK/RA hingga SD/MI, dan SMP/MTs.
Jika wacana ini dapat mempengaruhi penganbiilan kebijakan, implikasi, yang
akan ditimbulkan adalah biaya pendidikan PAUD dapat di bebaskan, gur PAUD
setara dengan guru-guru lain yang secara otomatis banyak guru PNS di PAUD dan
mendapat hak yang layak, guru(ustaz) TPQ akan mendapatkan haknya sebagai guru,
terpeliharanya masa keemasan anak sehingga potensinya dapat dioptimalkan.

E. Momentum Emas Membangun Karakter Bangsa Sejak Dini


Signmund Freud mengatakan “ the child is the father of the mean”, bahwa
masa dewasa seorang sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh masa kecilnya. Senada
dengan Freud, Hurlocke menyatakan bahwa kenakalan remaja bukan fenomena baru
dari masa remaja, melainkan suatun lanjutan dari pola perilaku asosiasi yang dimulai
pada, masa kanak-kanak. Sudah semenjak dari usia 2-3 tahun ada kemungkinan
mengenali hak yang kelak menjadi remaja nakal atau tidak( Hurlocke: 1993).
Pernyataan para psikolog tersebut diperkuat leh penelitian yang dilakukan
Universitas Otago di Dunedin New Zealand pada 1000 anak-anak selama 23 tahun
dari tahun 1972, dengan sampel anak usia 3 tahun. Anak-anak tersebut yang dimati
kepribadiannya secara longitudinal hingga usia 18, 21 dan 26 tahun. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang ketika uaia 3 tahun telah di diagnosa
sebagai uncontrolable toddelrs (anak yang sulit di atur, pemarah, pembangkang).
Ternyata ketika usia 18 tahun menjadi remaja yang bermasalah agresif dan memiliki
masalah dalam pergaulan. Pada usia 2 tahun mereka sulit membina hubungan sosial
dengan orang lain, dan sebagian terlibat dengan kegiatan kriminal. Sebaliknya anak-
anak yang awalnya well-adjusted toddlers, ternyata setelah dewassa menjadi orang-
orang yang berhasil dan sehat jiwannya.
Berdasarkan kasjian psikologis di atas, dapat di tegaskan bahwa waktu yang
paling tepat untuk di mulainya pendidikan karakter adalah usia dini, yakni pada
jenjang PAUD. Dalam konteks neurosains, hakikat pendidikan karakter adalah
mengubah prilaku. Prilaku manusia bersumber pada pola pikirnya (mindset). Pola
pikir manusia bertumpu pada otaknya. Ilmu yang mempelajarai otak adalah
neurosains. Oleh karena itu, pendidikan karakter dapat di jelaskan melalui mekanisme
kerja otak sebagaimana dalam neurosains.

7
Jika manusia berkarakter adalah insan kamil, sementara unsur-unsur insan
kami adalah jasmani. Rohani dan akal, atau Akil,Naf,Qolb-Ruh, maka neurosains
mengatakan bahwa manusia berkarakter adalah manusia yang mengoptimallisasi
ketiga fungsi otaknya (kanan, kiri dan tengah) seimbang. Oleh karena itu, pendidikan
karakter adalah pendidikan yang mampu mengoptimalisasi berbagai unsur tersebut
secara seimbang. Penyeimbangan itu berlangsung dalam PAUD melalui bermain,
bernyanyi, dan bercerita. Dengan pemanduan berbagai entitas insan kamil tersebut
pendidikan karakter dapat dikonstruksi dalam kerja otak yang secara embriologis atau
neuro-antropo-biologis di regulasi dalam sistem sinaps pada tingkat molekuler.
Artinya, susunan saraf dalam sistem sinaps pada tingkat molekuler yang meregulasi
prilaku anak dapat di ubah melalui berbagai gerak, beberapa di antarannya adalah
bermain, bernyayi, dan bercerita, bahkan ketiga kegiatan tersebut hanya efektif di
lembaga PAUD.

F. Program PAUD Masa Depan


1) Gerakan Gender dan Tuntutan Wanita Karier
Gerakan gender (kesetaraan antara hak laki-laki dengan perempuan) telah
berimplikasi pada perubahan pendidikan informal dan nonformal secara besar-
besaran. Gerakan ini di pelopori oleh kaum perempuan yang merasa tertindas oleh
sosio-kultur masyarakat tertentu, termasuk kaum laki-laki.
Dalam sosio-kultur masyarakat tertentu, perempuan identik dengan “sumur,
dapur dan kasur”. Di samping itu perempuan di kodratkan atas dua hal, yakni
mengandung dan menyusui. Implikasi dari dua kodrat atas perempuan ini adalah
pengasuhan anak. Artinya, karena perempuan adalah yang mengandung dan
menyusui anak, maka perempuanlah yang di pandang sebagai orang yang paling
,mampu mendidik anak. Gerakan gender berupaya untuk menjelaskan dan
mengklarifikasi antara peran secara sosio kultur terhadap perempuan (sumur, dapur
dan kasur) dan kodratnya sebagai perempuan (mengandung dan menyusui).
Artinya, berbeda antara sosio-kultur dengan kodrat.
Implikasinya dalam pendidikan anak adalah tugas utama pendidikan anak
tidak boleh di bebankan kepada perempuan semata. Artinya, laki-laki mendapat
hak yang sama atas pengasuhan anak. Adapun mengandung dan menyusui adalah
kodrat yang di terima secara sukarela. Gerakan gender ini telah berimplikasi pada
gelombang paradigma wanita karir secara besar-besaran. Dengan alasan kesetaraan

8
hak dan peran, terlebih lagi dibumbui dengan alasan ekonomi keluarga, sebagai
perempuan telah menetapkan kakinya dijalan karir (kerja pagi pulang sore.
Implikasi lebih lanjut adalah pergeseran pola asuh anak-anak dari keluarga ke
pembantu rumah tangga.

2) PAUD Full Days School


Sebagai keluarga elit, mereka tidak kesulitan dengan pengasuh adanya
pengasuh anak dirumahnya. Namun sebagian besar dari mereka tidak sepenuhnya
mempercayakan pengasuhan anak mereka kepada pembantu rumah tangga. Oleh
karena itu, mereka cenderung memasukan anak-anak mereka ke tempat penitipan
anak (TPA) Full Day.
Kecenderungan kalangan elit inilah yang memicu menjamurnya tempat
penitipan anak (TPA) dan PAUD sehari penuh (Full Days School) dengan biaya
yang sangat mahal. Dengan demikian, menjamurnya PAUD di Indonesia
sebenarnya berakar dari gerakan gendre dan tuntutan karir yang didukung oleh
kalangan (keluarga) elit dengan tingkat pendidikan memadai serta kekuatan
ekonomi yang mapan.

3) PAUD yang semakin akademis mengingat


User atau pengguna PAUD Full Days School adalah kalangan elit dengan
pendidikan akademis tinggi dan didukung oleh kemampuan ekonomi yang mapan,
mereka “menuntut” PAUD mampu membuat anak-anak mereka mempunyai
kemampuan akademis lebih awal dari pada anak-anak lain.
Implikasi dari tuntutan ini adalah perubahan arah PAUD yang semula sebagai
layanan perkembangan anak menjadi layanan edukasi dengan muatan akademik
yang sangat tinggi, hal ini diperparah oleh kurangnya pengetahuan orang tua
terhadap perkembangan anak, sehingga mereka cenderung menganggap anak
sebagai “Orang Dewasa Berukuran Kecil”.
semakin akademis anak, dianggap semakin cerdas. Padahal, anak pada dunia
PAUD belum saatnya dikenalkan dengan duni akademis. Bahkan, sesungguhnya
dengan semakin akademisnya dilembaga PAUD, bukan membuat anak semakin
senang, melainkan hanya menyenangkan orang tuanya.

9
4) Merancang Program PAUD di Masa Depan
a) PAUD Terdahulu
Pertumbuhan PAUD di Indonesia yang sangat pesat bukan hanya pada
jumlah secara kuantitas, tetapi juga perubahan yang signifikan di berbagai segi.
PAUD (Pra-Sekolah) sepuluh tahun yang lalu sangat berbeda dengan PAUD
sekarang, dan PAUD sepuluh tahun yang akan datang akan sangat berbeda
dengan PAUD sekarang.
Mengenai konsep PAUD terdahulu, telah dijelaskan pada bagian
terdahulu, khususnya sejarah PAUD. Point ini menegaskan bahwa pertumbuhan
PAUD yang semakin pesat berimplikasi pada perubahan disegala bidang. Hal
ini dapat dimaklumi karena perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai fakta,
seperti tingkat ekonomi keluarga, kemajuan sains, dan teknologi, peran orang
tua dilembaga PAUD, dan lain sebagainnya. Berbagai faktor ini secara langsung
berimplikasi pada perubahan PAUD dari waktu ke waktu.

b) Pertumbuhan PAUD Saat Ini


Jika diamati secara saksama, kondisi PAUD di Indonesia saat ini
setidaknya menunjukkan lima gejala baru.
Pertama, tumbuhnya kesadaran orang tua akan pentingnya usia emas
anak (Golden Ages) sehingga mereka berbondong-bondong memasukkan anak
mereka dilembaga PAUD. Kesadaran ini didukung oleh politik kebijakan
pendidikan yang memihak pengembangan PAUD secara lebih besar, sehingga
kesadaran masyarakat dapat terakomodasi. Contoh, pada tahun 2012 dan 2013,
Kemendikbud mencanangkan tambahan lembaga PAUD sebesar 14.000 Unit.
Hal ini menunjukkan bahwa politik kebijakan pendidikan sangat mendukung
kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan anak sejak dini.
Kedua, PAUD sekarang jauh lebih akademis dari pada PAUD sepuluh
tahun yang lalu. Bahkan, permainan tradisional yang dulu masih dimainkan
anak-anak dengan gembira, kini mulai ditinggalkan.
Ketiga, PAUD sekarang lebih berorientasi pada pengembangan sains
anak dan matematika daripada humanitas atau sosial anak. Hal ini ditandai oleh
gencarnya PAUD untuk mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung pada
anak.

10
Keempat, semakin banyak lembaga PAUD yang menyediakan layanan
sehari penuh atau full days school.
Kelima, program PAUD sekarang jauh lebih menantang mental dan
pikiran anak daripada program sepuluh tahun yang lalu. Bahkan, beberapa
program PAUD memberi pekerjaan rumah (PR) agar orang tuanya berpatisipatif
mendidik anaknya.

c) Arah Baru PAUD Masa Depan


1. Akademis v.s Humanis Artinya, lembaga PAUD saat ini yang akan datang
mengalami kebingungan antara memenuhi kebutuhan perkembangan anak
secara sosial dengan memenuhi kebutuhan akademis.
2. Semakin Inklusif, PAUD ke depan akan semakin inklusif, tetapi secara
instituional PAUD kurang dalam menyediakan fasilitas edukasi bagi anak
berkebutuhan khusus. Hal ini ditopang oleh UU Pendidikan yang menyatakan
bahwa PAUD tidak boleh menolak anak berkebutuhan khusus. Artinya,
penyamarataan masuk dilembaga PAUD antara anak berkebutuhan khusus
dengan yang tidak menimbulkan kesenjangan didalam kelas, oleh karena itu
persamaan hak memasuki PAUD harus diimbangi dengan sikap yang
mendukung, termasuk sikap guru yang adil diantara mereka.
3. Beragamnya PAUD yang semakin akademis, Hal ini ditandai oleh tuntutan
masyarakat (Orang Tua) terrhadap lembaga-lembaga PAUD agar anaknya
memiliki kemampuan CaLisTung lebih awal. Hal ini menimbulkan persoalan
karena banyak penilitian menunjukkan bahwa kemampuan membaca sejak dini,
tidak berkaitan dengan prestasi akademik anak pada jenjang selanjutnya.
4. Dukungan menyeluruh, Manifestasi pendekatan ini adalah terbentuknya kerja
sama antara lembaga PAUD dengan Organisasi Profesional, seperti dokter anak,
klinik perkembangan, ahli gizi, psikolag anak, dan lain sebagainya.
5. Meningkatkan minat orang tua (Khususnya Orang Tua), Untuk memasukan
anak-anak mereka ke lembaga PAUD full days schooll atau tempat pengasuhan
anak sehari penuh mereka rela mengeluarkan saku lebih dalam demi masa
depan anak yang lebih mencerdaskan.

11
2.3. Pentingnya Pendidikan PAUD
A. PAUD Sebagai Dunia Bermain
Menurut frobel bahwa bermaiin merupakan sarana untuk belajar. Dalam dunia
bermain perhatian anak terhadap pelajaran dapat lebih besar oleh karena itu, pelajaran
yan g diberikan lewat permainan akan lebih menarik dan menyenangkan hati anak
sehingga hasilnya akan lebih baik.
Sementara itu menurut J. Piaget mengartikan bermain sebagai kegiatan yang
dilakukan secara berulang-ulang demi kesenangan hal ini berpengaruh besar anak
menjadi terdorong da bersemangat untuk belajar.
Montessori mengartikan kegiatan bermain sebagai latihan jiwa dan badan
demi kehidupan anak dimasa depan.

B. Kesempatan bermain
Betapa besarnya manfaat bermain bagi pendidikan AUD. Oleh karena itu, agar
mereka tumbuh dan berkembang secara wajar, sesuai dengan perkembangan umur
dan kemampuan, mereka perlu diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk bermain.
C. Pengembangan kemampuan dasar
Sambil bermain, anak-anak sekaligus juga belajar berbagi kemampuan dasar
yaitu, keterampilan motorik, berbahasa, daya pikir dan bermasyarakat. Perkembangan
kemampuan dasar setiap anak tidak sama ada yang cepat dan ada yang lambat.

2.4. Problematika Prilaku anak usia dini


A. Memahami Bakat Anak
1) Ambisi orang tua
Tak dapat di pungkiri, kebanyakan orang tua merasa bangga memperlihatkan
prestasi yang di peroleh anaknya kepada orang- orang di sekitarnya. Pajangan
deretan piala di ruang tamu membuat prestise dan harga diri sebagai seorang orang
tua meningkat “aku berhasil mendidik anak ku”. Begitu pikiran yang muncul
dalam benak orang tua setiap kali memamerkan keberhasilan anaknya. Akhirnya,
berlomba-lombalah orang tua seperti ini memaksa anaknya mendalaami satu
bidang tertentu, atau mengharuskan anak mengikuti berbagai kegiatan yang
hasilnya di anggap akan membanggakan orang tua. Sering kali orang tua juga
mendengar bahwa kursus tertentu dapat mengembangkan potensi anak lebih
maksimal, sehingga mereka memaksa anak untuk ikut kursus tersebut. Mereka

12
percaya bahwa kegiatan tersebut akan sangat berguna untuk anak dikemudian hari
dalam menghadapi persaingan di zaman yang keras ini.
Di sisi lain, mereka lupa bahwa yang menjalankan itu semua adalah anaknya,
yang belum tentu ska, mampu, dan berminat dalam kegiatan-kegiatan yang di
piloh orang tua. Anak terlahir sebagai manusia yang unuik dengan berbagai
anugrah, sifat, dan bakat yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
Walaupun terlahir dari orang tuanya, bukan berarti mereka mutlak adalah milik
orang tua yang bisa di bentuk sekehendak hati mereka. Orang tua perlu membantu
anak menjadi diri mereka yang seutuhnya, seperti yang anak inginkan, bukan
sesuai dengan keinginan orang tua. Sungguh pendapat yang menyesatkan bila
orang tua merasabahwa yang mereka lakukan adalah yang terbaik untuk anak.
Sementara anak tertatih-tatih mengikuti apa yang sebenarnya merupakan ambisi
orang tua.

2) kenali bakat anak


untuk mengenali bakat anak orang tua harus mencoba dengan berbagai
rangsangan yang benar-benar meyakinkan apa yang menjadi bakat dan minat
anaknya. Disamping itu kegiatan harus direncanakan dengan rapi dan
memperhatikan kondisi anak, kesepiannya secara lahir maupun batin, pengamatan
dan pengenalan orang tua terhadap anak harus sesuai dengan yang anak sukai,
misalnya apakah anak itu suka menggambar, bermain musik, membaca, olahraga
dan lain-lain.
Dalam kegiatan tersebut orag tua hanya perlu membantu mengarahkan bakat
kepada anaknya serta memberikan rangsagan kepadanya untuk meningkatnya
kemampuannya secara sehat dan tepat.

3) Beda antara bakat dan minat


Sebagai orang tua harus mengetahui bakat dan minat anak, bakat tidak selalu
identik disertai dengan minat. Bakat yang tidak disertai minat, maupun minat yang
tidak disertai bakat, akan menimbulkan gap bila orang tua tidak cukup cermat
dengan hal ini, akan berdampak buruk pada anak, misalnya seorang anak berusia 6
tahun dia senang mendengarkan musik dan bernyanyi setiap kali diajari lagu anak-
anak dia akan menyanyikannya berulang-ulang bahkan dia hapal beberapa lagu
sheila on seven atau westlife namun searanya false dan tida cukup enak didengar

13
karena orang tua melihat anaknya gemar bernyanyi maka ia langsung dimasukkan
kekursus olah vokal si anak justru tertekan dengan les tersebut dampaknya dia
menjadi minder dan malas.

4) Pahami keterbatasan anak


Karena sifat anak yang unik, maka antara satu anak dengan yang lain akan
selalu berbeda. Orang tua harus memahami kemampuan dan minat pada anaknya
tersebut. Pusat perhatian orang tua dalah pada kapasitas diri si anak jangan paksa
dan tuntut anak untuk samma seperti sama dengan anak yang lain karena, tuntutan
dari orang tua memberi porsi terbesar terhadap setres anak. Anak yang dibiasakan
tampil apa adanya dan diterima sebagai apa adanya biasanya lebih sehat sebagai
pribadi.

5) Ciptakan suasana kreatif dan kondusif


Kegiatan yang dilakukan dalam suasana fun dan rekreatif akan memicu
perkembangan anak. Hindari tekanan atau paksaan maupun suasana disiplin kaku
pada anak. Les, latihan-latihan profesional, sebaiknya dipilih yang dapat
meningkatkan motivasi anak untuk berkembang.

6) Selalu memberi dorongan


Dalam hal ini dorongan bukan bersifat tuntutan orang tua berperan sebagai
pasilitator dalam mewujudkan keinginan dan imijinasi anak bukan sebagai
penentu dan penilai. Rangsang anak untuk memiliki motivasi tinggi dengan cara
mengikut sertakan dalam lomba-lomba. Mengikut sertakan anak dalam lomba
adalah untuk mendorongnya menjadi lebih maju bukan dengan target harus
menang.

B. Melatih Anak Untuk Besyukur


1) Ajari anak secara bertahap
Manusia mempunyai kecenderungan untuk memperoleh kenikmatan dan
menghindari segala bentuk ketidaknyamanan begitu pula dengan seorang anak, ia
akan cenderung untuk berperilaku untuk memenuhi kepuasan dirinya. Kepuasan
diri bisa berupa kepuasan biologis misalnya, mengonsumsi makanan yang enak
atau kepuasan emosional, misalnyya mendapatkan perhatian. Anak memang perlu

14
belajar memahami dan menyikapi hidup secara bertahap, tetapi orang tua perlu
mengikuti pola pikir dan perkembangan anak dalam membantu proses belajarnya.

2) Simak perkembangan pola pikir anak


Sebagai orang tua perlu berusaha memahami anaknya, dirinya sendiri, dan
situasi yang ada. Ketika memasuki usia TK biasanya anak sudah bisa diajak
berhitung berapa harga sebuah benda dan diajak untuk memahami bahwa orang
tua bekerja untuk dapat memperoleh barang tersebut. Diskusi tersebut sangat baik
untuk dilakukan tetapi perlu dicatat bahwa pembicaraan jangan sampai
membebani anak dalam hal ini, mengingat bahwa kemampuan anak dalam
menangkap dan menganalisis permasalahan masih belum matang.

3) Mengendalikan keinginan anak


Anak perlu dilatih menunda atau menahan suatu keinginan. Selain itu, ia juga
perlu dilatih untuk merawat dan menghargai barang yang dia miliki. Mengajari
anak menabung sebelum membeli barang yang diinginkan merupakan salah satu
cara yang bijaksana

4) Harus konsisten
Dalam mengahadapi perilaku anak, orang tua harus selalu bersikap optimis
dan percaya diri bahwa ia mampu mengatasinya.bersikap tegas ddan konsisten
tidak harus dengan cara kaku atau keras.

5) Mendampingi anak menonton televisi


Anak berkembang dalam keluarga. Pandangan bahwa keluarga merupan satu
sistem dikemukakan oleh Urie Bronvendrenner dalam konsep Ecological Model
of human develovment. Keluarga adalah lingkugan yang berperan sebagai
pembentuk perkembangan anak, meskipun anak juga berperan aktif dalam
berinteraksi dalam lingkungannya. Dalam hal ini orang tua harus mendampingi
anak terutama pada saat anak menonton televisi.

6) Gangguan belajar pada anak


Masalah kesulitan belajar muncul kepermukaan sejak masalah learning
disability yang bermula dari konsep “ anak yang mengalami kerusakan otak”

15
diajukan oleh Straus dan Werner (1942) dalam perkembangannya, kesulitan
belajar cenderung dilihat dari dua sudut. Pertama pada ketidakmampuan anak
didik dalam melakukan tugas tertentu, kedua adanya kerusakan sistem syaraf
sehingga menghambat proses belajar.
Johnson dan Morasky dalam bukunya learning disabilities mengemukakan
karakteristik anak dengan kesulitan belajar sebagai berikut:
a) Kegagalan yang berulang dalam prestasi belajar
b) Adanya kelemahan fisik yang mengganggu belajar anak untuk melaksanakan
tugas belajar dan berprestasi
c) Adanya hambatan dengan guru dan teman
d) Kecemasan dalam diri anak
e) Anak tidak memperoleh metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan
sehingga ia cenderung bosan dan berulah di sekolah.
f) Macam-macam kesulitan belajar terdiri dari kesulitan membaca, menulis, dan
berhitung.

7) Perlukah anak TK ikut Les?


Salah satu problematika di PAUD adalah orang tua yang berambisi untuk
mengikutkan anaknya kedalam les dengan berbagai macam bentuk sehingga
waktu bermainnya berkurang dan anak menjadi tertekan sehingga berdampak
pada perkembangan dan pertumbuhan anak.

8) Status sosial ekonomi dan fungsi keluarga


Para peneliti menempatkan kedudukan dalam keluarga seseorang dalam
rentan tersebut berdasarkan suatu indeks yang disebut status sosial ekonomi atau
sering disingkat dengan SES. Indeks tersebut merupakan kombinasi dari tiga
variabel yang saling berhubungan dengan satu sama lain namun tidak saling
tumpang tindih sepenuhnya. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:
a) Tingkat pendidikan
b) Kedudukan atau keterampilan (dalam pekerjaan)
c) Pendapatan

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaran pendidikan
yang menitik beratkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan
fisik koordinasi motorik halus dan kasar, kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan
emosi, kecerdasan spiritual) sosio emosional (sikap dan perilaku serta beragama),
bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang
dilalaui anak usia dini
Isu adalah suatu hal atau trending topic yang sedang di bicarakan saat ini yang
bersifat kekinian, atau sementara tetapi jika di respon dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan program PAUD di masa depan. Oleh karena itu merespon isu-isu kritis di
dalam PAUD menjadi hal yang sangat penting. Jadi dapat di simpulkan bahwa isu
PAUD kontemporer maksudnya membahas tentang pendidikan anak usia dini yang
sedang berkembang sekarang.
Problematika adalah permasalan-permasalahan yang terdapat di lembaga PAUD itu
sendiri yang mengarah baik dalam hal positif maupun negatif, dan pada dasarnya dngan
adanya problematika ilmu tentang PAUD akan berkembang.
isu yang menjadi fokus pembahasan adalah a) dikotomi PAUD dan TPQ, b) guru-
guru PAUD yang di isi oleh ibu-ibu pengangguran, c) kesenjangan hak dan kewajiban
guru PAUD, d) wacana wajib belajar 12 tahun yang di mulai dari TK/RA dan, e)
merancang program PAUD di masa depan. Oleh karena itu merespon isu-isu kritis di
dalam PAUD menjadi hal yang sangat penting. Jadi dapat di simpulkan bahwa isu
PAUD kontemporer maksudnya membahas tentang pendidikan anak usia dini yang
sedang berkembang sekarang.

17
3.2 Saran
1. Diharapkan guru pendididkan AUD dapat memahami perkembangan anak sesuai
dengan kebutuhan peserta didik sehingga bisa menerapkan pembelajaran yang
sebenarnya sesuai dengan konsep dasar anak usia dini untuk membantu
perkembangan anak..
2. Diperlukan antusiasme guru dalam menangani sikap individu tentang isu-isu dan
problematika dalam PAUD kontemporer sehingga proses belajar dapat berlangsung
secara optimal.

18
DAFTAR PUSTAKA

Hadisubrata. 1988. Mengembangkan Kepribadian Anak Balita Pola Pendidikan Untuk


Meletakkan Dasar Kepribadian yang Baik. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
H, Berne, Patricia & M, Savary, Louis. 1988. Membangun Harga Diri Anak. Yogyakarta:
Kanisius.
Kartono, Kartini. 1985:Mengenal Dunia Kanak-Kanak. Jakarta: Cv Rajawali.
Lein Laura & O’Donnell. 1989.Anak: Bagaimana Mengasuh Anak dan Pengaruh Anak Bagi
Kehidupan Orangtuanya. Yogyakarta: Kansius.
Ratrin, Yohana, dkk. 2003. Prilaku Anak Usia Dini Kasus dan Pemecahannya. Yogyakarta:
Kanisius.
Sujiono, Yuliani Nurani 2014. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Permata
Puri Media.
Suyadi & Ulfa, Maulidya. 2013. Konsep Dasar PAUD. PT. Remaja Rosda Karya: Bandung.
Wenzler, Hildegard & Fischer, Maria. 1993. Proses Pengembangan Diri. Jakarta: PT
Grasindo

19

You might also like