Professional Documents
Culture Documents
Buku Jawaban TMK - Hkum4311
Buku Jawaban TMK - Hkum4311
TUGAS 3
UNIVERSITAS TERBUKA
1. Dini adalah seorang Teller Bank pada BANK Indonesia Jaya. Salah satu tugas
Dini adalah menerima setoran dari nasabah yang menyetorkan uang dan
membukukan sesuai nominal pada rekening nasabah, dan selanjutnya
memberikan bukti setoran kepada nasabah. Suatu ketika, Tommy yang
merupakan nasabah Bank Indonesia Jaya melakukan penyetoran pada
rekening tabungannya sebesar Rp. 100 Juta . Ternyata Dini selaku Teller Bank
merekayasa Bukti setor yang diberikan kepada Tommy. Pada Bukti setor
tertera Bukti Setoran senilai Rp. 100 Juta, namun pada faktanya Dini hanya
menyetorkan Rp. 10 Juta. 5 Bulan kemudian tindakan Dini ketahuan setelah
Tommy memeriksa saldo tabungannya.
Pertanyaan:
Uraikan analisis anda ancaman hukuman atas Tindak Pidana yang dilakukan
Dini selaku Teller Bank!
JAWAB:
Menurut saya, Teller Bank patut diduga melakukan penggelapan terhadap uang
nasabah Bank Indonesia dengan modus menerima setoran dari nasabah yang
menyetorkan uang dan membukukan sesuai nominal pada rekening nasabah,
dan selanjutnya memberikan bukti setoran kepada nasabah. Atas
perbuatannya, maka pelaku dapat dijerat dengan Pasal Penggelapan Uang.
Dalam kasus ini, teller bank tersebut telah melanggar Pasal 374 KUHP mengenai
penggelapan uang dalam jabatan.
Bunyi Pasal 374 "Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya
terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau
karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun."
Pertanyaan:
Bahwa pada dasarnya salah satau unsur tindak pidana korupsi adalah
merugikan kekayaaan negara, namun berdasarkan berita diatas BUMN
merupakan Badan Usaha Milik Negara yang mana Sebagian sahamnya adalah
milik Negara. Uraikan analisis anda mengapa tindak pidana korupsi dapat
diterapkan pada BUMN!
JAWAB:
Tindak pidana korupsi adalah tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam UU
No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 Undang-
undang No. 31 Tahun 1999, menyatakan sebagai berikut : Setiap orang yang secara
melawan Hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonoman negara.”
Selanjutnya dalam Pasal 3 Undang-undang No. 31 Tahun 1999, menyatakan :
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.
tindak pidana korupsi dapat diterapkan pada BUMN karena telah terpenuhinya
unsur-unsur tindak pidana korupsi.
Dalam membahas unsur-unsur tindak pidana korupsi maka tidak terlepas juga dari
unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTPK yakni;
Pasal 2 ayat 1 UU No 20 tahun 2001:
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh ) tahun
dan denda paling sedikit Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.1.000.000.000. (satu miliar rupiah).
3. Salah satu kasus yang menarik perhatian publik pada awal tahun 2013, adalah
kasus pencucian uang oleh Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian
Republik Indonesia, Djoko Susilo (DS). DS ditetapkan sebagai tersangka kasus
tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek simulator ujian surat
izin mengemudi (SIM) di Korlantas Polri. Pada kasus tersebut, KPK menjerat
DS dengan pasal 3 dan atas pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU. DS
disebutkan menyamarkan, mengubah bentuk atau menyembunyikan harta
kekayaannya yang diduga berasal dari hasil korupsi proyek simulator SIM yang
merugikan negara mencapai 100 miliar. Selain itu, KPK juga menjelaskan
bahwa terdapat aset yang dialihkan atas nama istri-istri DS. Istri-istri DS diduga
ikut mengetahui serta menguasai aset yang berasal dari tindak pidana korupsi.
Aset yang dilimpahkan kepada para istri DS, dimulai sejak tahun 2010. Pada
tahun 2010, DS membeli tanah yang lengkap dengan aset SPBU di Jakarta
Utara, mengatasnamakan ayah kandung istri keempat nya, yaitu Dipta
Anindita. Kemudian, di tahun 2011 DS membeli aset berupa tanah
mengatasnamakan istri keduanya yang bernama Mahdiana. Kemudian,
pelimpahan hasil korupsi yang lain diberikan kepada istri ketiga yang bernama
Eva Handayani, berupa SPBU dan sebidang tanah di kawasan Jagakarsa.
Kepada istri pertamanya, DS melimpahkan sebidang tanah di daerah Subang
atas nama Suratmi. Penyamaran hasil korupsi yang dilakukan oleh DS kepada
seluruh istrinya membuat mereka didakwa sebagai pelaku pasif di dalam
perputaran pencucian uang.
Kasus yang melibatkan istri sebagai wadah untuk menyamarkan hasil korupsi,
merupakan fenomena yang lazim terjadi di dalam TPPU. Maka, istri dapat
dijelaskan sebagai pelaku pasif, hampir di seluruh kasus TPPU. Istri dianggap
sebagai pihak yang paling rentan untuk mengetahui dan turut serta dalam
menyamarkan hasil korupsi yang dilakukan oleh suami sebagai pelaku. Dalam
ranah legal, istri dianggap sebagai pelaku pasif karena perannya yang mampu
mengalihkan penyelidikan arus transaksi hasil korupsi serta tindak pidana asal
lainnya.
Pertanyaan:
Berdasarkan uraian diatas, terdapat istilah “pelaku pasif”, uraikan analisis
anda tentang pelaku pasif dan pertanggungjawaban pidananya berdasarkan
Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang !
JAWAB:
Dalam melakukan tindak pidana pencucian uang, pelaku utama atau pelaku aktif
umumnya melibatkan pihak lain untuk melancarkan aksinya. Dikarenakan tujuan
utama dari tindakan tersebut adalah menyembunyikan hasil dari tindak pidana, maka
pelaku utama akan melakukan beberapa upaya yang ditujukan untuk menyamarkan
harta kekayaan atau mengubah bentuk dana melalui beberapa transaksi demi
mempersulit pelacakan (audit trail) asal usul dana tersebut. Pihak-pihak yang
menerima harta tersebut dapat digolongkan sebagai pelaku pasif. Sebagaimana
dimuat dalam UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang Pasal 5 ayat 1, dengan bunyi pasal sebagai berikut: