Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 3

A.

KONSEP GERD
1. Definisi Gerd
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) merupakan suatu gangguan saluran
pencernaan di mana isi lambung mengalami refluks secara berulang ke dalam esofagus,
yang menyebabkan terjadinya beberapa gejala hingga komplikasi. Beberapa manifestasi
klinis dari GERD antara lain, heartburn, regurgitasi, nyeri ulu hati, odinofagia, mual,
disfagia, hingga kesulitan tidur pada malam hari (Syam, et.al, 2013).
Serangkaian beban studi membuat mahasiswa lupa waktu untuk mengatur pola
makan. Hal itu bisa berdampak terhadap fisik, emosional, intelektual dan interpersonal
pada mahasiswa. Ditambah lagi kekhawatiran mahasiswa dalam menyelesaikan studinya
di perguruan tinggi sering menimbulkan stres. Salah satu gangguan fisik yang rentan
dialami oleh mahasiswa yang dapat mempengaruhi produktivitas mahasiswa dalam
menjalankan aktivitas serta kewajibannya di perguruan tinggi adalah GERD (Susetyo,
et.al, 2020).
Perubahan perilaku dan gaya hidup mahasiswa seperti pola makan menjadi tidak
seimbang dapat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, industri, dan perbaikan sosial
ekonomi yang semakin maju. Pola makan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya GERD. Mahasiswa juga memiliki kebiasaan buruk mengenai
pola makan yaitu cenderung memilih makanan cepat saji seperti mie instan, cemilan dan
makanan yang mengandung pedas atau asam yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
GERD (Ajjah, et.al, 2020).
2. Patofisiologi Gerd
Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan melemahnya
tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih tinggi dari
esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat asam bergerak
masuk ke dalam esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena adanya
kontraksi sfingter esofagus. Sfingter ini normalnya hanya terbuka jika gelombang
peristaltik menyalurkan bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot
polos sfingter melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter esophagus
seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang
berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada
tekanan toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam
esofagus.Akan tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat
menutup lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke
daerah bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk
kondisi karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esophagus.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi GERD antara lain ;
a. Adanya hiatus hernia. Peranan Hiatus hernia pada patogenesis GERD masih
kontroversi, karena banyak pasien GERD yang pada endoskopik didapatkan
hiatus hernia tidak menampakan gejala GERD yang signifikan.Hiatus hernia
dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari esofagus
serta menurunkan tonus LES.
b. Panjang LES. Semakin pendek semakin rendah tonusnya.
c. Obat-obatan seperti antikolinergik, beta adrenergik, theofilin, opiat dan lain-lain.
d. Kehamilan. Karena terjadi peningkatan progesteron yang dapat menurunkan
tonus LES.
e. Makanan berlemak dan alcohol
DAFTAR PUSTAKA

Syam AF, Aulia C, Renaldi K, et al. 2013. Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan
Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/ GERD) di
Indonesia.
Susetyo E, Agustin ED, Hanuni H, et al. 2020. Profil Pengetahuan Mahasiswa Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Terhadap Penggunaan Obat Antasida. J Farm
Komunitas
Ajjah BFF, Mamfaluti T, Putra TRI. 2020. Hubungan Pola Makan Dengan Terjadinya
Gastroesophageal Reflux Disease (Gerd). J Nutr Coll.

You might also like