Artikel PAI Kelompok

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Makna Beriman Kepada Allah SWT

Disusun Oleh:
1. Alexa Firman 221611018154052
alexafirman04@gmail.com
2. Daniyal Hadi Syaifuddin 221611018154183
daniyalhadi015@gmail.com
3. Rizki Dwi Farotul Khasanah 221611018154030
khasanahrizki1104@gmail.com
4. Ismunatul Azzahroh 221611018154317
ismunatulazzahroh@gmail.com
5. Nadifa Fania Khuluqiya 221611018154334
Fanianadifa7@gmail.com

Universitas Widyagama Malang

-201622018153108

Universitas Widyagama Malang

-201622018153102

Pendahuluan
Alam semesta beserta isinya, termasuk manusia, merupakan bukti adanya
Pencipta sekaligus pengaturnya. Setiap Muslim harus mengakui bahwa Allah adalah
Pencipta dan Penguasa segala sesuatu. Pengakuan ini merupakan bentuk keimanan
seseorang. Bagi seorang Muslim, iman kepada Allah adalah elemen iman yang
paling penting. Seorang Muslim harus percaya kepada Allah sebagai satu-satunya
Tuhan.

Pada dasarnya manusia membutuhkan bekal untuk mengarungi kehidupan


di dunia dan akhirat. Iman merupakan karakter utama seseorang untuk
menentukan arah hidupnya. Hidup tanpa iman seperti orang hilang. Orang tersesat
tidak tahu arah mata angin dan tidak tahu ke mana harus pergi. Betapa pentingnya
masalah keimanan ini sehingga sebagai muslim kita semua harus betul-betul
memahami hakikat iman, cara beriman, dan kepada siapa kita harus beriman.Secara
harfiah, iman berarti percaya, sedangkan menurut istilah iman berarti percaya dan
meyakini dengan segenap hati, mengucapkannya secara lisan dan membuktikannya
dengan fakta. Tanda-tanda keimanan seseorang dapat dilihat dari perbuatan yang
dilakukan karena kepribadian seseorang merupakan cerminan dari keimanan yang
ada dalam diri seseorang, Dengan demikian, iman kepada Allah harus ditanam
dengan baik dalam diri seseorang, jika tidak kesalahan ini akan terus berlanjut
terhadap keimanan kepada malaikat, kitab, rasul, hari kiamat dan qadla qadar-Nya.

Pembahasan
A. Pengertian Iman Kepada Allah SWT
Iman dari segi bahasa menurut banyak kalangan adalah membenarkan. Akan
tetapi yang sahih, iman menurut bahasa adalah menetapkan sesuatu karena
membenarkannya. Jadi iman mengandung arti yang lebih dari sekedar
membenarkan, iman adalah pengakuan yang berkosekuensi kepada sikap
menerima berita dan tunduk kepada hukum.
Beriman kepada Allah SWT mengandung 4 perkara :
1. Beriman kepada adanya Allah,
2. Beriman kepada rububiyahNya, yakni dialah satu-satunya yang
menyandang hak rububiyah
3. Beriman kepada uluhiyahNya, yakni dialah satu-satunya yang berhak
diibadahi
4. Beriman kepada Asma’ dan SifatNya.
B. Tahkik (Pelaksanaan)
Iman kepada Allah harus kita wujudkan dengan sepenuh hati dan penuh
tanggungjawab dalam kehidupan sehari-hari agar tertanam dalam jiwa. Hal-hal
yang dapat kita lakukan untuk hal itu antara lain: mendirikan sholat,
bersedakah, beriman kepada kitab Allah, mampu menahan amarah, mampu
memaafkan kesalahan orang lain, melaksanakan perintah Allah dari segi ibadah,
berhenti dari perbuatan keji dan tidak mengulanginya lagi, serta mempercayai
dengan benar rukun iman. Hal ini dapat dibuktikan dengan dalil-dalil sebagai
berikut:

Dalil Naqli
Al Quran Surat An nisa ayat 136
ۤ
‫ب الَّ ِذيْٓ اَ ْن َز َل ِم ْن قَ ْب ُل ۗ َو َم ْن يَّ ْكفُرْ بِاهّٰلل ِ َو َم ٰل ِٕى َكتِ ٖه‬ ِ ‫ب الَّ ِذيْ نَ َّز َل ع َٰلى َرسُوْ لِ ٖه َو ْال ِك ٰت‬
‫هّٰلل‬
ِ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا ٰا ِمنُوْ ا بِا ِ َو َرسُوْ لِ ٖه َو ْال ِك ٰت‬
‫ض ٰلاًل ۢ بَ ِع ْيدًا‬ َ ‫ض َّل‬ َ ‫ َو ُكتُبِ ٖه َو ُر ُسلِ ٖه َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ِر فَقَ ْد‬.

Artinya.”Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan


Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada
Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh.”

Al Quran Surat Al A'raf ayat 54

‫س‬
َ ‫ش ْم‬ َّ ‫شى ٱلَّ ْي َل ٱلنَّ َها َر يَ ْطلُبُ ۥهُ َحثِيثًا َوٱل‬ ِ ‫ستَ َو ٰى َعلَى ٱ ْل َع ْر‬
ِ ‫ش يُ ْغ‬ ْ ‫ستَّ ِة َأيَّ ٍام ثُ َّم ٱ‬ َ ‫ت َوٱَأْل ْر‬
ِ ‫ض فِى‬ ِ ‫س ٰ َم ٰ َو‬ َ َ‫ِإنَّ َربَّ ُك ُم ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذى َخل‬
َّ ‫ق ٱل‬
َ‫ق َوٱَأْل ْم ُر ۗ تَبَا َر َك ٱهَّلل ُ َر ُّب ٱ ْل ٰ َعلَ ِمين‬
ُ ‫ت بَِأ ْم ِر ِٓۦه ۗ َأاَل لَهُ ٱ ْل َخ ْل‬
ٍ ۭ ‫س َّخ ٰ َر‬
َ ‫َوٱ ْلقَ َم َر َوٱلنُّ ُجو َم ُم‬

Artinya, "Sesungguhnya Rabbmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan
malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya
pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada
perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha
penuh berkah Allah, Rabb semesta alam."

Dalil Aqli

Dalil Aqli Iman kepada Allah SWT Setidaknya ada 3 hal yang disebutkan Syaikh
Abu Bakar Jabir al-Jaza'iri sebagai dalil Aqli iman kepada Allah SWT. Pertama,
adanya alam semesta dengan aneka makhluk hidup ini menjadi bukti dan
memberi kesaksian tentang adanya wujud Sang Pencipta, Allah SWT. "Karena
tidak ada seorang pun di alam raya ini yang mengklaim telah menciptakan alam
raya ini beserta isinya selain dari Allah SWT," tulis Syaikh Abu Bakar. Kedua
adalah adanya firman-firman Allah SWT di dalam Al Quran yang selalu dibaca
oleh umat Islam. Tak hanya dibaca tetapi juga dihayati dan dipahami maknanya.

Dalil Aqli iman kepada Allah SWT yang ketiga adalah adanya sistem yang teratur
dalam tata surya dan kehidupan di bumi. Mulai dari proses penciptaan,
pembentukan, pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup yang ada di
alam semesta ini tunduk kepada Sunatullah. "Tidak dapat keluar darinya
(Sunatullah) bagaimana pun jua." kata Syaikh Abu Bakar.

Dalil Fitrah
Dalil fitrah yang menunjukan keberadaan Allah Ta’ala adalah penciptaan alam
semesta. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa segala ciptaan
mengharuskan adanya yang menciptakan dan segala perbuatan mengharuskan
adanya pelaku. Dikarenakan alam semesta merupakan hasil penciptaan, maka
menjadi sebuah keharusan bahwa disana ada Zat yang telah menciptakannya.
Ketika seorang arab badui ditanya, “bagaimana engkau mengetahui Tuhan
mu?”, dia menjawab, “jejak kaki onta menunjukan adanya onta, jejak perjalanan
menunjukan adanya orang yang melakukan perjalanan, langit yang memiliki
bintang bintang, bumi yang memiliki jalanan yang lapang, lautan yang
berombak, bukankah (semua itu) menunjukan kepada (Zat) Yang Maha Lembut
dan Maha Mengetahui?” [Maarijul Qobul (1/136)]. Ketika Abu Hanifah di tanya
oleh orang-orang yang menolak adanya Allah, beliau berkata, “sebentar,
sesungguhnya saya sedang berpikir tentang suatu hal yang saya telah diberi
tahu akan keberadaannya, mereka mengatakan kepadaku bahwa ada sebuah
kapal di lautan yang berisi berbagai macam barang dagangan, tanpa ada orang
yang menjaga dan mengemudikannya, akan tetapi meskipun begitu kapal
tersebut pergi dan kembali dengan sendirinya menerjang ombak yang besar,
sampai selamat darinya, kemudian kapal tersebut berjalan kemana saja
sesukanya tanpa ada seorangpun yang mengemudikannya” mereka pun
berkata, “perkataan tersebut tidak ada seorang berakal pun yang
mengatakannya” Maka berkata Abu Hanifah Rahimahullah, “celaka kalian! alam
semesta baik yang di atas maupun yang di bahwah dengan segala sesuatu yang
berada di dalamnya dengan kokoh dan teratur tidak ada yang menciptakannya!”
[Ma’arijul Qobul (1/135)].

C. Pembagian Tauhid Allah SWT

Pembagian yang populer di kalangan ulama adalah pembagian tauhid


menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Pembagian
ini terkumpul dalam firman Allah dalam Al Qur’an:

ِ ْ‫ت َواَأْلر‬
ً ‫ض َو َما بَ ْينَهُ َما فَا ْعبُ ْدهُ َواصْ طَبِرْ لِ ِعبَا َدتِ ِه هَلْ تَ ْعلَ ُم لَهُ َس ِميّا‬ ِ ‫َربُّ ال َّس َما َوا‬

“Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di antara
keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah
kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia
(yang patut disembah)?” (Maryam: 65).

Perhatikan ayat di atas:


ِ ‫ت َواَأْل ْر‬
(1). Dalam firman-Nya (‫ض‬ َّ ‫( ) َر ُّب ال‬Rabb (yang menguasai) langit dan
ِ ‫س َما َوا‬
bumi) merupakan penetapan tauhid rububiyah.

ْ ‫( )فَا ْعبُ ْدهُ َو‬maka sembahlah Dia dan berteguh


(2). Dalam firman-Nya (‫اصطَبِ ْر لِ ِعبَا َدتِ ِه‬
hatilah dalam beribadah kepada-Nya) merupakan penetapan tauhid uluhiyah.

َ ُ‫( ) َه ْل تَ ْعلَ ُم لَه‬Apakah kamu mengetahui ada seorang


(3). Dan dalam firman-Nya (ً ‫س ِميّا‬
yang sama dengan Dia?) merupakan penetapan tauhid asma’ wa shifat.

Berikut penjelasan ringkas tentang tiga jenis tauhid tersebut:

1. Tauhid rububiyah. Maknanya adalah mengesakan Allah dalam hal


penciptaan, kepemilikan, dan pengurusan. Di antara dalil yang menunjukkan
hal ini adalah firman Allah:

َ‫ك هللاُ َربُّ ْال َعالَ ِمين‬


َ ‫ق َواَْأل ْم ُر تَبَا َر‬
ُ ‫َأالَلَهُ ْالخ َْل‬

“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah” (Al- A’raf: 54).

2. Tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah karena


penisbatanya kepada Allah dan disebut tauhid ibadah karena penisbatannya
kepada makhluk (hamba). Adapun maksudnya ialah pengesaan Allah dalam
ibadah, yakni bahwasanya hanya Allah satu-satunya yang berhak diibadahi.
Allah Ta’ala berfirman:

ِ َ‫ق َوَأ َّن َمايَ ْد ُعونَ ِمن دُونِ ِه ْالب‬


‫اط ُل‬ ُّ ‫ك بَِأ َّن هللاَ هُ َو ْال َح‬
َ ِ‫َذل‬

”Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya


yang mereka seru selain Allah adalah batil” (Luqman: 30).

3. Tauhid asma’ wa shifat. Maksudnya adalah pengesaan Allah ‘Azza wa


Jalla dengan nama-nama dan sifat-sifat yang menjadi milik-Nya. Tauhid ini
mencakup dua hal yaitu penetapan dan penafian. Artinya kita harus
menetapkan seluruh nama dan sifat bagi Allah sebgaimana yang Dia tetapkan
bagi diri-Nya dalam kitab-Nya atau sunnah nabi-Nya, dan tidak menjadikan
sesuatu yang semisal dengan Allah dalam nama dan sifat-Nya. Dalam
menetapkan sifat bagi Allah tidak boleh melakukan ta’thil, tahrif, tamtsil,
maupun takyif. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya:

ِ َ‫ْس َك ِم ْثلِ ِه َش ْي ٌء َوهُ َو ال َّس ِمي ُع الب‬


‫صي ُر‬ َ ‫لَي‬

”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syuura: 11) (Lihat Al-Qaulul Mufiiid I/7-10).
Sebagian ulama membagi tauhid menjadi dua saja yaitu tauhid dalam ma’rifat
wal itsbat (pengenalan dan penetapan) dan tauhid fii thalab wal qasd (tauhid
dalam tujuan ibadah). Jika dengan pembagian seperti ini maka
tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa shifat termasuk golongan yang pertama
sedangkan tauhid uluhiyah adalah golongan yang kedua (Lihat Fathul Majid 18).

D. Contoh Kasus Kehilangan Iman Kepada Allah

Dewasa ini banyak sekali fenomena yang dapat kita temui sehari-hari yang
mencerminkan hilangnya iman kepada Allah SWT dalam diri seseorang. Salah
satu contohnya adalah praktek perdukunan dan peramalan yang muncul di
media massa, acara televisi, dan media lainnya yang selalu viral di tengah
masyarakat. Contohnya, mempercayai pawang hujan (Mbak Rara) yang
baru-baru ini muncul di acara MotoGP Mandalika bulan Maret silam. Video
“memindahkan” hujan oleh Mbak Rara ini seketika viral di tengah masyarakat
dan mengakibatkan Si Pawang Hujan ini naik daun dan sering muncul di acara
televisi maupun di chanel-chanel youtube.

Kesimpulan

Iman menurut bahasa adalah menetapkan sesuatu karena membenarkannya


yang berkosekuensi kepada sikap menerima berita dan tunduk kepada hukum.
Dengan demikian, iman kepada Allah dapat diartikan dengan membenarkan
dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan
kesempurnaan-Nya. Selanjutnya, pengakuan ini diikrarkan dengan lisan, serta
dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.

Seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna jika
memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Jika seseorang mengakui dalam hatinya
tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan
dengan amal perbuatan, orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang
sempurna. Hal ini karena ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan
yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.

Seseorang yang meyakini Allah Swt. sebagai Tuhannya, ia setiap saat menyadari
bahwa segala sesuatu yang dikerjakannya pasti diketahui oleh Allah Swt. Dengan
demikian, orang tersebut selalu berusaha agar yang ia kerjakan mendapatkan
keridaan di sisi-Nya. Hal ini karena keimanan kepada Allah Swt. harus meliputi tiga
unsur, yaitu keyakinan dalam hati, ikrar dengan lisan, dan pembuktian dengan
anggota badan.

Jika ada seseorang yang hanya meyakini dalam hati terhadap keberadaan Allah Swt.,
tetapi tidak membuktikannya dengan amal perbuatan serta ikrar dengan lisan,
berarti keimanannya belum sempurna. Ketiga unsur keimanan tersebut memang
harus terpadu tanpa bisa dipisahkan.

Saran

Dengan memahami sifat-sifat Allah kita akan lebih mengenali Allah dan
menambah iman kita. Selain itu, kita juga dapat merasakan adanya Allah melalui
fenomena alam.

Daftar Pustaka

Bin Shalih Al-Utsaimin. Syaikh Muhammad. 2016. Buku Induk Agama Islam.
Jakarta:Darul Haq.

http://digilib.uinsby.ac.id/5524/3/Abstrak.pdf

https://doc.lalacomputer.com/?s=makalah+iman+kepada+allah

https://muslimah.or.id/7017-pembagian-tauhid-dalam-al-quran.html

You might also like