Professional Documents
Culture Documents
Ajaran SIWA-BUDDHA Dalam Kakawin Sutasoma
Ajaran SIWA-BUDDHA Dalam Kakawin Sutasoma
Ajaran SIWA-BUDDHA Dalam Kakawin Sutasoma
Abstract
The “Kekawin Sutasoma” composition is a masterpiece containing the teachings of ethics,
philosophy and theological concept of Shiva – Buddha, which guide humans to obtain the
essence of ultimate happiness in life. The research on the “Kekawin Sutasoma” composition
could be said as the activity and effort to make an inventory of culture, which has the significant
objective, namely, protecting and preserving traditions born from the civilization of Hindu –
Buddha community. Conducting the research on the “Kekawin Sutasoma” composition
composed by Mpu Tantular has signified the digging of the purity of Shiva - Buddha teachings,
which become the foundation of the religious life of Hindu people in Bali as well as national
and state life. The Shiva – Buddha teachings is the syncretism of Hindu and Buddha religions
in Indonesia. During the age of Majapahit Kingdom in Indonesia, the religions of Shiva and
Buddha have blended into one and this could be seen in several literary compositions and one
of them is “Kekawin Sutasoma”, that educates people to always to get along well with others
and living side by side amid differences. In Indonesia, the people consist of different tribes,
religions, races and groups and each has its own unique characteristics. If we comprehend
Shiva – Buddha teachings in “Kakawin Sutasoma” composition, we are actually taught to get
along well amid differences. The purpose is to prevent discord within the Unitary State of the
Republic of Indonesia.
yang beraliran Siwa dan ajaran Buda (Siwa- disembah hanya satu Tuhan Yang Maha Esa,
Buddha) ini dianggap sebagai dua mazhab hanya saja cara menyembahNya yang berbeda
berbeda dari satu agama yang sama. Hingga sesuai dengan ajaran agama masing masing.
sebuah wilayah di Bali sampai saat ini disebut Dari petikan sloka tersebut terkandunglah
nilai sosial yang mengajarkan setiap insan
dengan Desa Budakeling yang terletak di
manusia untuk dapat hidup rukun dan
Kabupaten Karangasem.
menerima setiap perbedaannya. Sedangkan
Ajaran Sosio-Religius Siwa-Budha dalam Nilai religius yang terkandung yakni nilai
kekain Sutasoma ini mengajarkan kita untuk ketuhanan karena dalam ajaran ini
selalu hidup rukun dan saling berdampingan di mengajarkan kita sebuah konsep kepercayaan
antara perbedaan yang ada. Di Indonesia kita atau ketuhanan yang di dalam kekawin
ketahui bahwa masyarakatnya terdiri dari suku, sutasoma di kenal dengan ajaran Siwa-Budha.
agama, ras dan antar golongan yang berbeda dan Nilai Sosial juga tercermin pada
memiliki cirri khas masing-masing. Dengan petikan frasa wirama III bait 4 pada kakawin
Sutasoma yang berbunyi
adanya hal tersebut jika kita memahami ajaran
“mangkin tiba manahniya yan mangen
siswa budha dalam kekawin sutasoma tersebut i rasmin ira pinaka dewan ing puri, prajnyang
maka kita sesungguhnya telah diajarkan hidup gita wicaksananwan aguna wruh anginaki ri
rukun dalam perbedaan. Hal ini dimaksudkan budhi ring para”
untuk mencegah terjadinya perpecahan di dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terjemahannya :
Petikan frasa wirama I39 bait 5 pada kian luluh hatinya tat kala
kakawin Sutasoma yang bunyinya sebagai berikut mengenakan ketampanan beliau sebagai dewa
istana. Sangat mahir dalam hal syair,
bijaksana, dalam usia masih muda telah
rwaneka datu winuwus wara Bhuda Siwa,
memiliki pengetahuan dan pandai
bhineki rakwa ringapan kena parwanosan, menyenangkan hati orang lain.
mengkang jinatwa kalawan siwa Tatwa tunggal,
bhineka tunggalika tan ana darma mangrwa. Petikan frasa wirama III bait 5-6 pada
kakawin Sutasoma yang berbunyi: “yeka etun
ikang jagat padha subhakti malulut i
Terjemahanya: sirambak utama, samanta Prabhu wirayodha
dua dikatakan seperti zat tunggal itu, Sang juga tan ana luput imanah nikeng ati, mwang
Hyang Budha dan Sang Hyang Siwa. Bila itu Rakryan mapatih Jayendra aira tan sipi
dikatakan berbeda, mana mungkin akan dapat manah ira ring Nrepatmaja”
membaginya meenjadi dua. Demikian pula Terjemahannya:
hakikat ajaran Budha dan hakikat ajaran Siwa “mahir akan ajaran-ajaran utama,
hanya satu. Berbeda tetapi tunggal itu, karena berjiwa tua, kasih sayang kepada yang sedang
dua hakikat kebenaran itu. menderita, senantiasa menyenangkan orang
lain. Itulah sebabnya semua rakyat sujud,
Kutipan tersebut mengandung makna hormat, setia hatinya kepada orang yang
bahwa kita menjadi manusia di dunia ini berbudi luhur. Para raja tetangga dan semua
dilahirkan dengan segala pebedaan atau perwira maupun prajurit tidak ada yang
keyakinan yang berbeda-beda terlebih di berbeda pendapat. Demikian pula Patih
Indonesia yang sampai saat ini telah diakui 6 Jayendra sangat sayang kepada putra raja”
Agama resmi di Indonesia yakni Agama
Hindu,Islam,Katolik,Protestan,Budha,dan Selanjutnya Petikan frasa wirama III
Konghucu. Dalam setiap agama atau bait 7 pada kakawin Sutasoma yang berbunyi
keyakinan tersebut sesungguhnya yang :
Nilai Sosio-Religius Ajaran Siwa-Buddha Dalam Kakawin Sutasoma…….
28 IKIP PGRI Bali Ida Bagus Gede Bawa Adnyana, I Kadek Adhi Dwipayana
GUNA WIDYA : JURNAL PENDIDIKAN HINDU VOLUME 6 NOMOR 2 SEPTEMBER 2019
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISSN : 2355-5696 (CETAK)
FAKULTAS DHARMA ACARYA ISSN : 2655-0156 (ONLINE)
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/GW
semakin merunduk’, apalagi dikatakan beliau dengan kama tantra bertujuan supaya berputra
sebagai seorang pendeta, dipercaya mampu yang saleh. Dalam hal kesenangan yang
meberikan petuah-petuah yang baik kepada utama yoga padma danda itu patut
raja karena ilmunya sudah dikatakan dilaksanakan disertai kebijaksara. Yogi
bijaksana. Semadi Nirbana Budha resapkan dalam
Petikan frasa wirama IV bait 3 pada melaksanakan tata pemerintahan.
kakawin Sutasoma “Takwan rakwa kitaki Kutipan tersebut bermakna, orang
manggala wisesa munpuni strya ajeng, ratna yang melakukan senggama atau hubungan
mwang maniraja pakai curiga ndan sing badan hendaknya mematuhi ajaran kama-
lewih ring jagat, manggeh drewyani Sang tantra supaya melahirkan anak yang sujana
Narendra karuhunta jiwan ing rat kabeh, dan suputra. Saat ini dilihat dari pergaulan
yapwan langgyana wada dhandhani ya tang generasi muda zaman sekarang banyak sekali
wang yan prasangge kita” yang hamil di luar nikah, melakukan
Terjemahan: hubungan badan di luar pernikahan sehingga
lagi pula yang patut anakku melanggar ajaran kama-tantra dan akibatnya
banggakan, memiliki dan menikmati gadis akan melahirkan anak yang tidak soleha.
cantik. Permata batu mulia yang besar-besar,
burung, keris, segala yang utama di dunia. Selanjutnya dalam petikan frasa
Tetap menjadi milik raja, terutama seluruh wirama I bait 12 pada kakawin Sutasoma yang
jiwa rakyatnya. Seandainya ada yang berani berbunyi :
durhaka dan menentang, jatuhilah hukuman “HUM HUM ning dewa-
orang yang menentang anakku. aanggyanglangit ajaya-jayan sotan ing
Seandainya ada yang berani durhaka Budha-janma”
dan menentang, jatuhilah hukuman orang
yang menentang anakku” bermakna bahwa Terjemahannya:
dahulu seorang raja sangat disanjung, segala “para dewata mengucapkan doa kemenangan
perintah dan apa yang dibicarakan oleh raja karena Sang Budha menjelma menjadi
danggap paling benar, seorang raja dianggap manusia”.
tuhan, apabila ada yang berani melanggar atau
tidak mengikuti perintah raja maka ia akan Petikan frasa bait wirama II bait 14
dijatuhi hukuman. Tetapi, pada saat ini raja yang berbunyi :
atau pemimpin negara tidak lagi diperlakukan “apituwi sarwa papa ya winasa
seperti dahulu, rakyat semakin berpikir jeli bhasmi ri wijil niranindita, tumitis amungkut
bahwa semua berkedudukan sama di depan arja mabener, bule walik asustha marya ala,
hukum, tidak hanya rakyat jelata yang patut kimuta tikang wijil dadi mageng tepas ireng
dijatuhi hukuman, pemimpin pun jika ia aneka roga ksaya, karanan ikang sarajya
bersalah patut dijatuhi hukuman. padha bhaktya ngastuti ri jeng
Petikan frasa wirama IV bait 3 pada narendratmaja”
kakawin Sutasoma “lawan tan ana yuktyani
kadi tuhankwa nging mawiniyosiren, Terjemahannya:
muktyang sanggama kama-tantra maka don “apalagi segala cacat binasa dan lenyap sejak
putrati dharmotama, ring bhogadhika padma- beliau lahir dan sangat luar biasa. Orang yang
dhandha gelaran tang Budha Wijaksara Sang bungkuk menjadi tegak, yang bule dan cebol
Hyang Budha wibana supta yagangen ring seketika hilang penyakitnya. Demikian pula
byuha kamandaka” yang kerdil menjadi besar, yang cacat hitam
Terjemahan ; pada kulit dan bebragai penyakit lenyap.
wirama IV bait 3: dan juga tidak ada Itulah sebabnya orang istana menyembah dan
yang lebih baik bagi anakku lain daripada memuja sang putra raja”
mencari istri. Menikmati senggama sesuai
Nilai Sosio-Religius Ajaran Siwa-Buddha Dalam Kakawin Sutasoma…….
30 IKIP PGRI Bali Ida Bagus Gede Bawa Adnyana, I Kadek Adhi Dwipayana
GUNA WIDYA : JURNAL PENDIDIKAN HINDU VOLUME 6 NOMOR 2 SEPTEMBER 2019
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISSN : 2355-5696 (CETAK)
FAKULTAS DHARMA ACARYA ISSN : 2655-0156 (ONLINE)
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/GW
Pangider-ider Shiwa
N Dewa Shakti Wahan Senjata Arah Warn Bija
o a a Mantra
1 Sada Shiwa/Isana Durga Lembu Padma Tengah Panca Ing (I)/
Warn Yang
a (Ya)
2 Iswara/Sadyojata Umadew Gajah Bajra Timur Putih Sang/Sa
i
3 Brahma/Bamade Saraswat Angsa Gada Selatan
Mera Bang/B
wa i h a
4 Mahadewa/Tatpu Sachi Naga Nagapa Barat Kuni Tang/T
rusha sa ng a
5 Wishnu/Aghora Shri Garuda Chakra Utara Hita Ang/A
m
6 Maheswara Lakshmi Macan Dupa Tengga Dadu Nang/N
ra a
7 Rudra Santani Kerbau Moksal Barat Jingg Mang/
a Daya a Ma
8 Sangkara Rodri Singha Angkus Barat Hijau Sing/Si
Laut
9 Sambhu Mahade Wilma Trisula Timur Biru Wang/
wi na Laut Wa
Pangider-ider Buddha
keturunan Dang Hyang Astapaka melanjutkan sastra yang salah satunya adalah Kekawin
kependetaan dengan konsep Budha. Di Sutasoma.
masyarakat inilah disebut dengan sebutan 2. Ajaran Sosio-Religius Siwa-Budha
konsep Siwa_Budha. dalam kekain Sutasoma ini mengajarkan
Jadi bias dikatakan bahwa agama kita untuk selalu hidup rukun dan saling
Hindu sebagaimana yang dipraktekan oleh berdampingan di antara perbedaan yang
umat Hindu di Bali sampai saat ini adalah ada. Di Indonesia kita ketahui bahwa
penganut mazab Siva-Buddha. Memang masyarakatnya terdiri dari suku, agama,
ajaran yang di praktekan dalam tantra Siva- ras dan antar golongan yang berbeda dan
Buddha disuplai oleh ajaran agama Buddha memiliki cirri khas masing-masing.
dan Hindu (Sivaisme) secara bersam-sama. Dengan adanya hal tersebut jika kita
Dalam arti ini, mazab Siva-Buddha kadang- memahami ajaran siswa budha dalam
kadang dibedakan dari mazab tantra Siva kekawin sutasoma tersebut maka kita
maupun mazab tantra Buddha . tetapi dengan sesungguhnya telah diajarkan hidup
kecendrungan perkembangan terakhir di Bali, rukun dalam perbedaan. Hal ini
terutama setelah zaman kemerdekaan apa dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
yang disebut dengan Siva-Buddha tidak lain perpecahan di dalam Negara Kesatuan
dari sub-sistem dari agama Hindu. Jika kita Republik Indonesia. Hal ini sesuai
melihat secara formal para Pendeta Budha di Petikan frasa wirama I39 bait 5 pada
bali, ketika melihat identitasnya mereka tidak kakawin Sutasoma yang pada akhirnya
sertamerta ber-Agama Budha, namun para dijadikan sebagai semboyan dan simbol
pendeta tersebut adalah beragama Hindu Negara yang tertuang dalam Pancasila
dengan aliran Budha. yang menjadi simbol bersatunya
Demikian juga didalamnya termasuk perbedaan masyarakat Indonesia.Kutipan
elemen-elemen pemujaan kepada leluhur, ibu tersebut mengandung makna bahwa kita
bhumi, pohon, roh burung, binatang, kekuatan menjadi manusia di dunia ini dilahirkan
magis, spirit, dan hantu-hantu. Dan kita dapat dengan segala pebedaan atau keyakinan
lihat pula dalam tempat suci yang ada dibali yang berbeda-beda terlebih di Indonesia
sangat banyak tempat suci atau pura yang yang sampai saat ini telah diakui 6 Agama
didalamnya juga ada tempat peribadatan resmi di Indonesia yakni Agama
seperti Agama Budha. Dan bukan berarti Hindu,Islam,Katolik,Protestan,Budha,da
bahwa yang sembahnyang disana adalah n Konghucu. Dalam setiap agama atau
mereka yang beragama Budha. Bentuk keyakinan tersebut sesungguhnya yang
bangunannya memenag menyerupai tempat disembah hanya satu Tuhan Yang Maha
suci agama Budha namaun jika diperhatiakan Esa, hanya saja cara menyembahNya
sarana persembahannya juga sama dengan yang berbeda sesuai dengan ajaran agama
persembahan Agama hindu seperti canang, masing masing. Dari petikan sloka
buah dan juga menggunakan atibut-atribut tersebut terkandunglah nilai sosial yang
dengan cirri hindunya. mengajarkan setiap insan manusia untuk
III. KESIMPULAN dapat hidup rukun dan menerima setiap
Berdasarkan tentang Nilai-nilai Sosio- perbedaannya. Sedangkan Nilai religius
Religius Kekawin ajaran Siwa-Budha dalam yang terkandung yakni nilai ketuhanan
Kekawin Sutasoma dapat disimpulkan bahwa: karena dalam ajaran ini mengajarkan kita
1. Ajaran Siwa Budha merupakan campuran sebuah konsep kepercayaan atau
(sinkretisme) Agama Hindu dan Budha di ketuhanan yang di dalam kekawin
Indonesia. Pada zaman Majapahit agama sutasoma di kenal dengan ajaran Siwa-
Siwa dan Buddha berpadu menjadi satu, Budha.
dan ini bisa dilihat dalam beberapa karya Salah satu implementasi ajaran Siwa-
Budha di bali dapat dilihat dari system
Nilai Sosio-Religius Ajaran Siwa-Buddha Dalam Kakawin Sutasoma…….
36 IKIP PGRI Bali Ida Bagus Gede Bawa Adnyana, I Kadek Adhi Dwipayana
GUNA WIDYA : JURNAL PENDIDIKAN HINDU VOLUME 6 NOMOR 2 SEPTEMBER 2019
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISSN : 2355-5696 (CETAK)
FAKULTAS DHARMA ACARYA ISSN : 2655-0156 (ONLINE)
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/GW
Daftar Pustaka
Arbawa Tanjung Mas,
Pinandita.2008.memahami konsep Siwa
Budha di Bali.surabaya.Paramita.
Edi Setyawati.2009. Siwa dan Budha di masa
jawa Kuno.Denpasar.widya dharma.
I.B. Putu Suamba. Siwa-Budha di Indonesia:
Ajaran dan Perkembangannya, Program
Magister S2 Ilmu Agama dan
Kebudayaan Bekerjasama dengan
Penerbit Widya Dharma, 2007.
Kattsof, Louis. 2004. Pengantar Filsafat.
Terjemahan Soejono Soemargono.
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Mantra, Ida Bagus, dkk. 2002. Siwa Buddha
Puja di Indonesia. Denpasar: Yayasan
Dharmasastra.
Matthew, Milles. 1992. Analisis Data
Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi
Rohidi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Moehanto, Budhy. 1987. Tuntunan Sekar
Macapat. Pemalang: CV Mitra Utama.
Phalgunadhi, I Gusti Putu.2010. Sekilas
Sejarah Evolusi Agama Hindu Edisi
Revisi. Denpasar: Program Magister
(S2) Ilmu Agama dan Kebudayaan
UNHI Denpasar bekerjasama dengan
Penerbit Widya Dharma.
------. 2013. Perkembangan Siwa-Buddha di
India dan Indonesia. Artikel
(Disampaikan dalam Acara Rembug
Sastra di Pura Agung Jagatnatha).
Saifullah, Ali. 2004. Antara Filsafat dan
Pendidikan. Surabaya: Usaha Offset
Printing.
--------,2012. Kakawin Sutasoma ( salinan
lontar druwen gedong kirtya).
Singaraja. UPDT Gedong Kirtya.
Nilai Sosio-Religius Ajaran Siwa-Buddha Dalam Kakawin Sutasoma…….
IKIP PGRI Bali Ida Bagus Gede Bawa Adnyana, I Kadek Adhi Dwipayana 37