Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

AJARAN SIWA-BUDDHA

DALAM LONTAR CANDRA BHERAWA


PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA HINDU

Oleh:
I Nyoman Ariyoga
Jurusan Pendidikan Agama Hindu
Program Pasca Sarjana
Universitas Hindu Indonesia, Denpasar
ariyoganyoman@yahoo.com

ABSTRACT

Lontar is a classic literary work that has very high values of Hindu religious education. But
unfortunately most Balinese people simply consider lontar as a sacred heritage and should not be just
studied that just kept and diupacarai in certain holy-heri day. One of the Hindu heritage of Lontar Parwa
is Lontar Candra Bherawa. This book has a planting of concepts, planting understanding or definition and
planting of different religious teachings in the fabric of events. Besides this, it also reinforces and gives a
deep impression on the readers and listeners about the benefits gained from the teachings of Siwa-Buddha.
Not only in this context, the readers and listeners will be invited to enter the prismatic path, which is a plot
where readers and listeners themselves will find wisdom through jujaran image or characters displayed
from each of the figures of maharaja Yudhisthira and Chess Pandawa and figures Maharaja Candra
Bherawa. Therefore, how important and special is Lontar Candra Bherawa this.

Keywords : Siwa-Buddha, Candra Bherawa, Hindu religious education

ABSTRAK

Lontar merupakan karya sastra klasik yang memiliki nilai-nilai pendidikan agama Hindu yang
sangat tinggi. Namun sayangnya masyarakat Bali kebanyakan hanya menganggap lontar sebagai warisan
yang disakralkan dan tidak boleh sembarang dipelajari yang hanya disimpan dan diupacarai di hari-heri
suci tertentu. Salah satu warisan agama Hindu berupa Lontar Parwa adalah Lontar Candra Bherawa.
Kitab ini memiliki penanaman konsep, penanaman pengertian atau difinisi dan penanaman akan ajaran
agama yang berbeda dalam jalinan peristiwa. Disamping hal tersebut, juga mempertegas dan memberikan
kesan mendalam pada pembaca dan pendengar tentang manfaat yang didapatkan dari ajaran Siwa-Buddha.
Bukan dalam konteks ini saja, pembaca dan pendengar akan diajak untuk masuk dalam alur prismatis
yakni sebuah alur dimana pembaca dan pendengar sendiri yang akan menemukan kebijaksanaan lewat
jabaran citra atau karakter yang ditampilkan dari setiap tokoh maharaja Yudistira dan Catur Pandawa serta
tokoh maharaja Candra Bherawa. Oleh sebab itu, betapa penting dan istimewanya Lontar Candra Bherawa
ini.
Kata Kunci : Siwa-Buddha, Candra Bherawa, Pendidikan Agama Hindu

DHARMASMRTI
122
Vol. 9 Nomor 2 Oktober 2018 : 1 - 123
I. PENDAHULUAN pegang dan dipercayai. Membuktikan bahwa untuk
mendapatkan sebuah kebenaran harus dilakukan
1.1 Latar Belakang Masalah dengan cara pembuktian melalui usaha-usaha yang
Pembabakan sejarah kebudayaan bisa diterima oleh orang banyak. bahwa hakekatnya
Indonesia maka perkembangan Hindu dan ajaran Siwa dan Buddha itu saling melengapi satu
Buddha di Indonesia masuk ke dalam masa sama lain. Tidak sempurnalah jika seseorang hanya
klasik berlangsung dari abad 4-16 masehi. teguh menjalankan ajaran Siwa melalui Karma
Perkembangan agama Hindu di nusantara dari Sanyasa, begitu pula sebaliknya tidaklah sempurna
kerjaan Kutai di Kalimantan Timur, di Jawa bila seseorang hanya teguh menjalankan ajaran
Barat mulai abad ke-5, yaitu kerajaan Buddha melalui Yoga Sanyasa. Kesatuan konsep
Tarumanegara, selanjutnya agama Hindu ajaran Siwa-Buddha tidak dapat terpisahkan seperti
berkembang di Jawa Tengah, Jawa Timur yang di perlihatkan dalam narasi Lontar Candra
hingga sampai di kerajaan Majapahit. Sebelum Bherawa.
agama Hindu masuk ke Bali, penduduk Bali Citra-citra dari setiap tokoh ini dipergunakan
sudah memiliki sistem peradaban dan oleh rakawi tanah Bali, untuk mewakili ajaran serta
kepercayaan. Diantaranya mempercayai roh pendidikan Agama Hindu. Jadi pendidikan yang
nenek moyang bisa memberikan perlindungan, dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sebuah
Pada abad ke-8 setelah masuknya agama Hindu proses pendewasaan manusia mengenai pola pikir,
dan Buddha di Bali mengalami perkembangan perkataan hingga tingkah lakunya, yang kemudian
sosio-religius sangat tinggi, sehingga mencapai menimbulkan sebuah kesadaran akan jati diri dan
puncak kesempurnaan, jaman kerajaan Dalem menumbuh kembangan sebuah kebijaksanaan akan
Waturenggong. Banyak karya sastra kuno di afeksi moralitas dan kesadaran akan Tuhan Yang
muat dalam lontar. Maha Esa. Dalam hal ini, ada sebuah penguatan
Salah satu warisan agama Hindu berupa mengenai keutamaan dharma yang diperoleh. Jika
Lontar Parwa adalah Lontar Candra Bherawa kita hubungkan dengan pendidikan itu sendiri,
adalah suatu karya sastra yang tergolong klasik bahwa hakikat pendidikan itu menjadi orang lebih
memiliki banyak pengetahuan ajaran-ajaran bijaksana, penguatan moralitas, etika dan budi
Agama Hindu, baik dalam bentuk ajaran tattwa, pekerti luhur.
susila, maupun juga upacara yang masih sangat Metode yang digunakan dalam penerapan
relevan diimplementasikan dalam kehidupan pendidikan yang terkandung dalam Lontar Candra
masyarakat. Selain itu Lontar Candra Bherawa Bherawa adalah metode demontrasi. Untuk
memberikan kontribusi cerita mengenai konsep menyatakan isi cerita Lontar Candra Bherawa,
ketuhanan Siwa-Buddha yang menjadi maharaja Candra Bherawa dan maharaja Yudistira
momentum bersatunya kedua paham ajaran ini, menjadikan diri sendiri sebagai contoh dan tauladan
yang pernah menjadi sebuah konsep kepercaaan dalam menjalankan serta mengajarkan ilmu
agama di bumi Nusantara Indnesia. ketaatan, kedisiplinan, Sradha dan Bhakti kepada
Perbedaan paham Siwa dan Buddha dalam rakyatnya yang ditujukan kehadapan Tuhan. Dalam
Lontar Candra Bherawa menjadikan konflik hal ini menekankan sikap Yoga Sanyasa dan Karma
diantara masing-masing penganut paham sanyasa.
tersebut. Satu sisi tokoh dari maharaja Yudistira Berdasarkan hal tersebut di atas, pemilihan
dan Catur Pandawa adalah pemuja Sang Hyang Lontar Candra Bherawa sebagai objek penelitian
Siwa yang sangat teguh. Sedangkan dari tokoh adalah suatu usaha untuk inventaris,
maharaja Candra Bherawa adalah pemuja Sang menerjemahkan, menganalisis, mensosialisasikan
Hyang Adi Buddha yang sangat teguh. Pada ajaranya dalam kehidupan beragama. sehingga
akhirnya terjadilah peperangan dalam dapat diimplementasikan nilai-nilai pendidikan
menunjukan keteguhan dharma. Agama Hindu yang terkandung di dalamnya. Untuk
Bijaksana, kuat dan teguh, pantang dapat diterapkan dikalangan masyarakat ali
menyerah, penuh pengetahuan, dan tidak khususnya dan umat Hindu pada umumnya,
sabaran, serta yang lainnya semuanya terwakili sehingga dengan pengkajian Lontar Candra
dalam setiap karakterisasi maharaja Yudistira, Bherawa, mampu mengetahui bagaimana struktur,
Catur Pandawa dan maharaja Candra Bherawa. konsep-konsep Siwa-Buddha yang dijarkan, dan
Saling menunjukan keteguhan dharma yang manfaat didaktis pembelajaran konsep-konsep
Siwa-Buddha yang tertuang secara tekstual dalam
DHARMASMRTI
123
Vol. 9 Nomor 2 Oktober 2018 : 1 - 128
Lontar Candra Bherawa. cakapan lontar dan hasil alih aksara yang telah
diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.
1.2 Teori Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, oleh
Teori merupakan seperangkat konsep, karena penelitian yang digunakan tidak berfokus
proposisi, yang telah diuji kebenaranya dan pada suatu tempat, tetapi mengunakan penelitian
berguna untuk memecahkan masalah atau dokumen perpustakaan, buku-buku yang ada
fenomena yang akan diteliti. Dalam penelitian kaitanya dengan materi penelitian.
ini, teori yang digunakan yaitu (1) Teori Dalam penelitian ini metode studi dokumen
Struktural, (2) Teori Hermeneutik dan (3) Teori dilakukan dengan mempelajari, meneliti, dan
Kontruktivistik. mencatat data-data penting dalam Lontar Candra
Teori Struktural adalah suatu disiplin Bherawa, serta dokumen-dokumen lain yang
memandang karya sastra sebagai suatu struktur berkaitan dengan penelitan ini.
yang terdiri atas beberapa unsur yang saling Wawancara yang digunakan dalam penelitian
berkaitan antara yang satu dengan yang lainya. ini adalah tehnik purposive sampling. Purposive
Analisis struktural sastra disebut juga sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber
pendekatan objektif dan menganalisis unsur data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbanggan
intrinsiknya. Fananie (2002:112) tertentu ini, misalnya orang tersebut sudah memiliki
mengemukakan bahwa pendekatan objektif usia yang cukup, pendidikan yang memadai,
adalah pendekatan yang mendasarkan pada suatu wawasan dan pengalaman yang luas serta mereka
karya sastra secara keseluruhan. Pendekatan dianggap mengetahui tentang apa yang diteliti.
yang dinilai dari eksistensi sastra itu sendiri Setelah data diperoleh dan terkumpul, langkah
berdasarkan konvensi sastra yang berlaku. selanjutnya data diolah dan dianalisa. Pertama,
Secara etimologis hermeneutik berasal aktualisasi dari langkah kerja penelitian deskriptif
dari kata ³hermeneuein´, bahasa Yunani, yang dengan menggunakan pendekatan penelitian
EHUDUWL ³PHQDIVLUNDQ DWDX PHQJLQWHUSUHWDVLNDQ´ kualitatif. Kedua, langkah selanjutnya ialah naskah
Menurut Kutha (2009:45) menyatakan Karya terpilih, teksnya kemudian dibaca berulang-ulang
sastra perlu ditafsirkan karana disatu pihak karya dengan tujuan untuk memberikan penghayatan serta
sastra terdiri atas bahasa, dipihak lain dalam pemberian gambaran peneliti. Ketiga, pembacaan
bahasa banyak makna yang tersembunyi atau secara struktural tersebut di atas, dipandang
dengan sengaja disembunyikan. mempemudah kearah pelacakan intertekstualitas.
Teori konstruktivistik adalah memahami Dalam rangka mendapatkan makna kata-kata terpilih,
belajar sebagai proses pembentukan (konstruksi) ungkapan tertentu yang khas dan jalan cerita dalam
pengetahuan oleh si pelajar itu sendiri. Putrayasa Lontar Candra Bherawa secara oprasional ungkapan
(2011:22-23) menyatakan bahwa belajar yang di pandang sarat makna dikaji dengan
menurut pandangan konstruktivistik lebih menerapkan metodenya teori hermeneutik.
diarahkan pada terbentuknya makna pada diri Pengetahuan yang didapatkan dari kalimat-kalimat
pembelajar atas apa yang dipelajarinya yang sudah di tapsirkan maknanya akan memberikan
berdasarkan pengetahuan dan pemahaman asumsi baru dalam pikiran. Ini dapat di ungkap
mereka sebelumnya. dengan metodenya teori kontruktivistik.

1.3 Metode Penelitian II. PEMBAHASAN


Penelitian ini merupakan penelitian 2.1 Struktur Teks dalam Lontar Candra Bherawa
tekstual, yakni menggunakan teks sebagai
sumber utama. Hal ini dilakukan semata untuk Struktur cerita Candra Bherawa terdiri dari:
mengetahui pola pikir dan kronologis pemikiran 1). Teks dalam Lontar Candra Bherawa
umat Hindu pada masa silam. Demikian pula, menceritakan Maharaja Yudhistira penganut paham
jenis penelitian ini adalah jenis penelitian Kasiwan dan Maharaja Candra Bherawa penganut
deskriptif dengan menggunakan pendekatan paham Kasogatan. Menjadi ujung penyelesaian cerita
penelitian kualitatif. tersebut adanya penyatuan kedua ajaran menjadi
Pada mulanya teks ini berupa sebuah konsep Siwa-Buddha. 2). Latar yang terdapat adalah
cakapan lontar, kemudian oleh Dinas latar fisik dan latar sosial. Latar fisik yang dianalisis
Kebudayaan Provinsi Bali mengupayakan untuk berdasarkan latar tempat dan waktu. Latar tempat di
dialih aksarakan. Penelitian ini berpedoman pada Hastinapura, Dewantara, Alama Niskala. Latar
AJARAN SIWA-BUDDHA DALAM LONTAR CANDRA BHERAWA
PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA HINDU 124
I Nyoman Ariyoga
waktu, terjadi jalanya cerita pada pagi sampai diri dari ikatan kerja. Menurut Lontar Candra
sore hari. Sedangkan latar sosilanya merupakan Bherawa ajaran Karma Sanyasa bersumber dari
upacara pernikahan Raja Yudhistira dengan Dyah sebuah lontar yang disebut Purwa Dharma Sasana.
Ratna Sasangka. 3). Penokohan terdiri dari tokoh Sasana atau etika yang dijadikan pedoman ajaran Tri
utama adalah Maharaja Candra Bherawa, Kaya Parisudha yaitu tiga gerak yang harus
Maharaja Kresna, dan Maharaja Yudhistira. disucikan. Tiga gerak yang dimaksud antara lain : (1)
Tokoh sekunder adalah Sang Bhima, dan tokoh gerak pikiran yang baik dan suci disebut Manacika
komplementer adalah Sang Panca Pandawa, Sang Parisudha, (2) gerak perkataan yang baik, benar dan
Brahma, Sang Wisnu, patih kiratha, patih suci disebut Wacika Parisudha, (3) gerak tingkah
Witarga, patih Mangkubhumi, patih Dewantaka, laku yang baik dan suci disebut Kayika Parisudha.
dan dewa Siwa, Dyah Ratna Sasangka yang Bila ketiga gerak itu baik dan dapat dilaksanakan
masing-masing penokohan dianalisis berdasarkan dengan serasi, seeseorang telah termasuk
keadaan fisik, sosiologis, dan psikologis. 4). melaksanakan ajaran susila. Setelah umat dapat
Insiden dalam Lontar Candra Bherawa terdiri melaksanakan ajaran Tri Kaya Parisudha menurut
dari 9 Insiden yang berjalan secara wajar dan Lontar Candra Bherawa yang melaksanakan ajaran
logis sehingga memberi kesan jika kisah tersebut Karma Sanyasa ia patut membangun tempat suci
benar-benar terjadi. 5). Alur cerita memakai alur dalam lingkungan keluarga pada pekarangan sendiri
lurus, karena cerita tersebut disusun mulai dari yang disebut Sanggar Dengen dan Sanggar
kejadian awal diteruskan dengan kejadian- Kabuyutan. Setelah mempunyai Sanggar Dengen
kejadian berikutnya dan berakhir pada pemecahan dan Sanggar Kabuyutan, antara rakyat dan raja patut
masalah. 6). Tema dalam Lontar Candra membangun Sad Kahyanngan di suatu wilayah
Bherawa DGDODK VHEXDK ³SHQGLGLNDQ 6SLULWXDO´ negara sebagi bukti kepada Tuhan dan segala
mengenai peQ\DWXDQ SDKDP ³6LZD-%XGGKD´ 7). manifestasinya. Ajaran Karma Sanyasa merupakan
Amanat dalam Lontar Candra Bherawa amanat sadhana pendakian spiritual dari paham Kasiwan
yang disampaikan menjelaskan stratafikasi sosial (Siwa).
dari Catur Warna. Serta Maharaja Candra
Bherawa dan Maharaja Yudhistira 3). Yoga Sanyasa
mengumandangkan untuk selalu menjalankan Konsep Yoga Sanyasa yaitu cara
ajaran agama melalui pelaksanaan Yoga sanyasa menghubungkan diri dengan Tuhan tanpa ikatan
dan Karma Sanyasa. jasmani dan rohani, tetap dalam renungan mendalam
dalam diri. Kerajaan Dewantara menganut paham
2.2 Konsep-Konsep Ajaran Siwa-Buddha agama yang disebut Aji Pegat, yaitu pengetahuan
dalam Lontar Candra Bherawa suci pemutus. Pemutus yang dimaksud dalam Lontar
1). Konsep Catur Warna Candra Bherawa adalah memutuskan unsur-unsur
Catur warna yaitu menguraikan tentang duniawi dalam melaksanakan ajaran agama.
pemahaman stratafikasi manusia berdasarkan Sehingga tidak perlu lagi membuat tempat suci, tidak
profesi yang terdiri dari Brahmana, Ksatrya, perlu lagi membuat banten, tidak perlu lagi
Vaisya, dan Sudra. Dalam isi cerita Lontar melaksanakan upacara mecaru, tidak lagi terikat
Candra Bherawa terdapat dua anggapan yang pada hal-hal yang bersifat duniawi. Tetapi mereka
berbeda, pada wilayah kerajaan Hastinapura berpegang teguh pada ajaran moralitas yang
Catur Warna sangat diakui dan dijalani oleh berlandaskan ajaran Dharma. Menjadikan diri
setiap individu berdasarkan profesi yang dijalani sebagai manusia sakti yaitu orang yang mampu
mereka dalam kehidupan. Sedangkan di kerajaan menguasai indriyanya, atau orang yang sudah dapat
Dewantara konsep Catur Warna diakui menguasai indriyanya, sehingga pikiran, perkataan
berdasarkan di setiap individu ke empat warna dan perbuatannya sesuai dengan suara hati nuraninya
tersebut sudah tertanam, baik Brahmana, yaitu kebenaran (Dharma). Ajaran Yoga Sanyasa
Ksatrya, Vaisya,dan Sudra semua itu adalah satu merupakan sadhana pendakian spiritual dari paham
dalam setiap individu. Tidak ada yang Kasogatan (Buddha).
membedakan invidu satu dengan yang lainya
yang berdasarkan Catur Warna, semuanya sama. 4). Konsep Dharma dan Satya
Dharma berasal dari urat kata dhr yang
2). Karma Sanyasa mengandung arti kebajikan, kesucian, kebenaran,
Konsep Karma Sanyasa yaitu pembebasan kewajiban, hukum. Satya artinya yaitu kebenaran,
DHARMASMRTI
125
Vol. 9 Nomor 2 Oktober 2018 : 1 - 128
kejujuran, dalam pikiran, perkataan dan dengan yang lainya. Sehingga menjadi agama yang
perbuatan. Satya adalah Dharma yang tertinggi. sempurna bila dijalani dengan penuh disiplin oleh
Dalam cerita Lontar Candra Bherawa adapun umatnya. inti pokok ajaran Siwa-Buddha itu adalah
perbedaan yang menjadi titik puncak peperangan nirbana atau nissreyasa, bersatu dengan Paramartha
yang terjadi karena adanya dua prinsip Dharma Siwa Buddha. Orang yang telah mencapai nissreyasa
yang berbeda. Disatu sisi sosok Maharaja tidaklah mempermasalahkan apakah melaksanakan
Yudhistira sebagai penganut paham Siwa yang puja atau yoga, juga tidak menghendaki kemegahan
tertu berbeda pelaksanaan sadhana pendakian dunia. Lepas dari pengaruh duniawi, hidup mati
spiritaulnya dengan penganut ajaran Buddha dari tidak jadi halangan. Karena seakan-akan berbadan
sosok Maharaja Candra Bherawa. Dari kedua Tuhan telah mencapai nirbana. Tetapi tidak berlaku
cara dan definisi yang berbeda ini dalam yang belum mencapai nirbana atau nissreyasa, yang
mempertahankan Dharma junjunganya, dengan belum mencapai harus giat mengusahakan diri agar
diimbangi dengan sikap satya maka terjadilah mencapai nirbana dengan disiplin yang diajarkan
perang untuk menunjukan keagungan Dharma Sang Buddha dan Siwa.
yang tertinggi.
2.3 Manfaat Didaktis Pembelajaran Konsep-
5. Konsep Aji Bhuwana Sarira Konsep Siwa-Buddha dalam Lontar Candra
Kata Aji dalam bahasa jawa kuno artinya Bherawa
ilmu pengetahuan, Bhuwana dalam bahasa 1). Manfaat Didaktis Religius
Sansekerta mengandung arti alam, dan sarira Lontar Candra Bherawa secara religius adalah
berasal dari bahasa Sansekerta tergolong jenis paham Siwa dan Buddha. Oleh pengarang konsepsi-
kata benda netrum, yang artinya tubuh atau konsepsi ajaran Siwa dan Buddha yang dijalani
badan. (Samadi Astra, 1984:242). Aji Bhuwana dalam suatu cerita yang sangat menarik lewat kaya
Sarira artinya ilmu pengetahuan tentang alam, sastra berupa lontar. Melalui tokoh-tokoh dalam
alam yang dimaksud dalam konteks ini adalah cerita pengarang menyampaikan ajaran Siwa dan
alam raya atau alam semesta, dalam bahasa Buddha. Tokoh Kresna, Dharmawangsa, Candra
agama disebut Bhuwana Agung, dan Bhuwana Bherawa merupakan tokoh penting yang masing-
Alit. Dalam dunia ilmiah, Bhuwana Agung dan masing ingin mperlihatkan keunggulan dalam
Bhuwana Alit sering disebut Macrocosmos dan mencapai tujuan. Melaui dioalog para tokoh dalam
Microcosmos. Menstarakan anatara alam raya Lontar Candra Bherawa, pengarang menyampaikan
macrocosmos dan alam kecil tubuh manusia atau maksud kepada pembaca, betapa hebatnya tokoh
Microcosmos adalah ciri khas dari ajaran Agama Dharmawangsa, Kresna, dan Candra Bherawa. Saling
Hindu yang bersifat logis dan ilmiah. Konsep memperlihatkan kesaktian untuk mencapai tujuan
kerahayuan dapat tercapai apabila terjadi masing-masing. Dalam fragmen tersebut terdapatlah
keseimbangan antara Bhuwana Agung dan nilai-nilai religius filosofis seperti sifat pengendalian
Bhuwana Alit. Sehingga antara alam semesta dan diri, cinta kasih, dan iklas berkorban.
manusia perlu saling mengasihi, saling
melindungi dan saling memberi. Konsep Aji 2). Manfaat Didaktis Etika
Bhuwana Sarira merupakan pengetahuan tentang Manfaat Didaktis Etika dalam Lontar Candra
alam raya dalam tubuh manusia seperti dalam Bherawa ialah Maharaja Yudhistira adalah tokoh raja
Lontar Candra Bherawa terdiri dari: Sapta yang sudah tercerahkan mencapai kesempurnaan
Patala, Sapta Bhuwana, Sapta Parwata, Sapta lahir dan batin dengan melaksanakan ajaran Tri Kaya
Sagara, Saptagni, Sapta Sunya, pengetahuan Parisudha dengan melaksanakan pendekatan Karma
tentang Dasa Bayu dan berbagai jenis nadi. Sanyasa yang diajarkan di wilayah kerajaan dengan
harapan rakyatnya di kerajaan Hastinapura ikut
6). Konsep Sinkretisme Siwa-Buddha mencapai kesempurnaan dengan melaksanakan
Sinkretisme adalah upaya untuk ajaran Tri Kaya Parisudha yang menekankan pada
menenggelamkan berbagai perbedaan dan pelaksanaan etika dan moralitas. Maharaja Candra
menghasilkan kesatuan di antara berbagai sekte Bherawa sebagai penanut paham Buddha beserta
atau aliran filsafat. (Diartha Nida, 2003:17). rakyatnya di Dewantara, tercerahkan dengan
Siwa-Buddha adalah sebuah konsep kesatuan melaksanakan konsep ajaran Catur Paramitha serta
antara dua paham kepercayaan yang berbeda, Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dengan menekankan
yang lebur menjadi satu saling melengkapi satu pada ajaran etika dan moralitas, kesadaran,
AJARAN SIWA-BUDDHA DALAM LONTAR CANDRA BHERAWA
PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA HINDU 126
I Nyoman Ariyoga
kebijaksanaan, dan kesempurnaan dapat tercapai tanda persatuan ajaran tersebut. Dari upacara tersebut
dalam hidup. nampak tradisi-tradisi yang bersifat sakral masih
dijaga dan kewajiban orang tua kepada anaknya telah
3). Manfaat Didaktis Estetika dilakukan untuk menikahkan anak dengan pilihan
Bila ditelusuri secara seksama tidak terlepas hidupnya. Sebagai harapan untuk memberikan restu
dari nilai estetika yang tersirat didalamnya dan doa kepada anak, semoga hidupnya mampu
terutama menyangkut estetika dalam melukiskan menjalankan roda Dharma dan memiliki keturunan
suasana alam. Lukisan alam itu diceritakan ketika yang suputra.
Sang Bhima yang diutus oleh Maharaja Kresna
dan Yudhistira untuk mengawasi desa-desa yang III. PENUTUP
belum melaksanakan ajaran Dharma dalam 3.1 Kesimpulan
aktualisasi Karma Sanyasa. Perjalanan yang Struktur cerita Candra Bherawa terdiri dari: 1).
dilakukan oleh Sang Bhima sangatlah jauh, Teks dalam Lontar Candra Bherawa menceritakan
namun betapa senangnya dan takjubnya melihat Maharaja Yudhistira penganut paham Kasiwan dan
pemandangan yang sangat asri, indah, Maharaja Candra Bherawa penganut paham
mempesonakan mata. Sehingga perjalanan yang Kasogatan. 2). Latar, 3). Penokohan, 4). Insiden 5).
jauh tersebut tidak terasa jauh, disebabkan oleh Alur, 6). Tema, dan 7). Amanat
keindahan pemandangan alam yang memanjakan Konsep-konsep ajaran Siwa-Buddha dalam
setiap penglihatan mata, semangatpun akan Lontar Candra Bherawa, terdiri dari: 1). Konsep
bangkit, timbuhlah rasa girang dalam diri Sang Catur Warna, 2). Konsep Karma Sanyasa, 3).
Bhima. Selain itu cara berkesenian dalam Konsep Yoga Sanyasa, 4). Konsep Dharma dan
mengetahui isi Lontar Candra Bherawa melalui Satya, 5). Konsep Aji Bhuwana Sarira, dan 6).
kelompok-kelompok pesantian yang senantiasa Konsep Sinkretisme Siwa-Buddha
menjadi spirit dalam menjaga dan melestarikan Manfaat didaktis pembelajaran konsep-konsep
warisan leluhur melalui membaca warisan karya Siwa-Buddha dalam Lontar Candra Bherawa terdiri
sastra tersebut. Disinilah terdapat unsur seni dari: 1). Manfaat Didaktis Religius, 2). Manfaat
sebuah karya sastra dalam Lontar Candra Didaktis Etika, 3). Manfaat Didaktis Estetika, dan
Bherawa, melalui bahasa yang digunakan, cara 4). Manfaat Didaktis Sosial
melantunkan penggalan kata, dan cara untuk
mengartikan setiap pengalan kata atau kalimat 3.2 Saran
yang dilagukan oleh pembaca. Memberikan Bertitik tolak dari kesimpulan, diajukan
nuansa magis yang mampu membangunkan bulu beberapa saran yang diajukan kepada pihak-pihak
kuduk pembaca dan pendengar bila dilakukan berikut.
dengan penuh keseriusan. Bagi generasi muda Hindu, diharapkan dapat
dijadikan bahan referensi dan ikut ambil bagian
4). Manfaat Didaktis Sosial memperdalam sastra-sastra khususnya Lontar
Bentuk karya sastra yang fantastis dan mistis sehingga mampu memahami ajaran yang termuat di
besar perhatianya terhadap fenomena sosial. dalamnya.
Sebagaimana Endawarsa (2013:78) menyatakan Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat
bahwa karya sastra boleh dikataan akan tetap melanjutkan penelitian tentang hal-hal yang belum
menampilkan kejadian-kejaidan yang ada di dikaji dalam penelitian ini, sehingga dapat lebih
masyarakat. Manfaat didaktis sosial dalam disempurnakan mengingat sangat banyaknya nilai-
Lontar Candra Bherawa terletak pada cara nilai yang terkandung dalam Lontar Candra
seorang raja yang memberikan penuangan, Bherawa.
penanaman, bimbingan mengenai ajaran-ajaran Bagi lembaga dan pendidik agama Hindu,
Dharma yang harus senantiasa dikumandangkan. nilai-nilai pendidikan dalam teks Lontar supaya
Ini secara tidak langsung telah terjadi sebuah dapat dijadikan bahan ajar dan kajian khususnya
proses pendidikan dalam suasana kerajaan dari untuk meningkatkan pengetahuan terhadap nilai-nilai
seorang raja sebagai pendidik dan rakyat kerajaan pendidikan yang terkandung didalamnya.
sebagai peserta didik. Upaya dalam menyatukan
dua konsep ajaran Dharma yang berbeda dalam
pendekatan Karma Sanyasa dan Yoga Sanyasa
dilakukan dengan upacara pernikahan sebagai
DHARMASMRTI
127
Vol. 9 Nomor 2 Oktober 2018 : 1 - 128
DAFTAR PUSTAKA

Alih Aksara. 1998. Lontar Candra Bherawa. Denpasar: Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali.

Ardika, I Wayan dkk. 2013. Sejarah Bali Dari Prasejarah Hingga Modern. Denpasar: Udayana
University Press

Diartha Nida.2003. Sinkretisme Siwa-Buddha di Bali. Denpasar: Bali Post.

Endraswara, Suwardi . 2013. Metodelogi Penelitian Sastra (Edisi Revisi). Yogyakarta: Medpress.

Fananie, Zainuddin.2002. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Mardiwarsito, L. 1986. Kamus Jawa Kuna Indonesia. NTT: Nusa Indah.

Moleong, Lexi J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ratna, I Nyoman Kutha. 2011. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme
hingga Postrukturalisme: Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rema, I Nyoman. 2011. Penyatuan Siwa-Buddha Pemikiran I Gusti Bagus Sugriwa Tentang Agama
Hindu Di Bali. Denpasar: IHDN Denpasar

Suamba, Putu, I.B. 2009. Siwa-Buddha Di Indonesia, Ajaran Dan Perkembangannya. Denpasar:
PT. Mahabhakti

Sumaryono, E.1999.Hermeneutik. Yogyakarta: Kanisius

Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

Tim Penerjemah. 2004. Tutur Candra Bherawa. Denpasar: Dinas Kebudayaan Provinsi Bali

Zoetmulder, P.J. 1985. Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta:Djambatan.

AJARAN SIWA-BUDDHA DALAM LONTAR CANDRA BHERAWA


PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA HINDU 128
I Nyoman Ariyoga

You might also like