Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

LAPORAN PRAKTIKUM

CEDERA EKSTREMITAS

Oleh:

AGXEL CHRISTOFEL KAURIPAN (0523040002)

DOSEN PENGAMPU:
Dr. AM MAISARAH DISRINAMA, M.Kes
HAIDAR NATSIR AMRULLAH, S.ST.,MT

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Fraktur ekstremitas dapat terjadi pada bagian femur dan ramus pubis. Fraktur femur
merupakan diskontinuitas poros femoralis yang disebabkan akibat trauma seperti
jatuh dari ketinggian ataupun kecelakaan lalu lintas. Sedangkan fraktur ramus
inferior os pubis adalah terputus kontinuitas tulang bagian bawah pembentuk
bagian posterior bawah tulang panggul dan pubis. Tulang ini merupakan tempat
dimana otot-otot melekat dan penahan badan dalam posisi duduk. Trauma fraktur
bisa terjadi karena proses degeneratif dan patologi menyebutkan bahwa fraktur
femur sebesar 50% kasus dan kematian sebesar 30% menyebabkan kecacatan
seumur hidup, pelvis sebesar 10% menyebabkan cedera rangka dan jaringan lunak.
Sedangkan di Indonesia dari hasil survey tim Depkes
RI angka kejadian patah tulang cukup tinggi yakni terdapat 25% penderita fraktur
yang mengalami kematian, 45% mengalami catat fisik, 15% mengalami stress
pikilogis seperti cemas, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik. Masalah
yang kemungkinan timbul dari fraktur adalah nyeri hebat, kelemahan fisik dan
psikologis berupa cemas dan stress yang dirasakan karena kondisi fisiknya, bagian
yang patah adalah dekat dengan organ intim, pasien tidak bisa duduk dan bingung
bagaimana cara bergerak melakukan kegiatan sehari-hari. Pasien juga memikirkan
bagaimana untuk masa depannya, apakah akan kuat untuk menyanggah badan
ketika duduk. Selain itu, harus bed rest dan tidak dapat melakukan perawatan secara
mandiri.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana cara melakukan penilaian penderita pada korban yang mengalami
cedera ekstremitas?
2. Bagaimana cara penanganan pada korban yang mengalami cedera ekstremitas?
3. Bagaimana kesimpulan dari hasil yang telah diperoleh?

1.3. TUJUAN
1. Mengetahui cara melakukan penilaian penderita pada korban yang mengalami
cedera ekstremitas.
2. Mengetahui dan memahami cara penanganan pada korban yang mengalami
cedera erkstremitas.
3. Dapat menyimpulkan dari hasil yang diperoleh
BAB 2
DASAR TEORI
2.1. Cedera Ekstremitas
Cedera ini mudah diidentifikasi pada penderita yang tidak dapat/ sulit bergerak,
tetapi jarang membahayakan nyawa penderita. Yang perlu diingat adalah
pembukaan airway, penilaian nafas, dan penanganan shock harus dilakukan lebih
dahulu sebelum dilakukan pembidaian atau pembalutan. Shock hemorrhagic adalah
yang berbahaya pada beberapa cedera tulang, seperti luka pada arteri atau patah
pada tulang pelvis dan tulang femur akan menimbulkan perdarahan yang banyak
akan menyebabkan shock. Cedera pada saraf dan pembuluh darah yang pada
umumnya menimbulkan komplikasi antara patah tulang dan dislokasi. Cedera ini
akan menyebabkan hilangnya fungsi dan pembuluh saraf, sehingga perlu dilakukan
pemberian PMS (Pulse, Motor, Sensation).

A. Cedera Ekstremitas Atas


1. Leher
Menurut Clifford D. Stark dan Elizabeth Shimer (2010 : 39-40)
mengatakan eberapa cedera pada leher yang dapat terjadi terdiri atas :
a) Neck Fracture (Broken Neck),
b) Sprained Neck,
c) Strained Neck,
d) Pinched Nerve,
e) Whiplash.

2. Bahu
Macam-macam cedera pada bahu menurut Robert S. Gotlin (2008: 78)
terdiri atas:
a) Acromioclavicular joint injury,
b) 27 Biceps tendon rupture,
c) Bicipital tendinitis,
d) Collar bone fractures,
e) Shoulder dislocation,
f). shoulder subluxation dll.

3. Siku
Cedera siku dapat terjadi secara kronik (overuse), biasanya sering
dialami oleh atlet tenis, golf, pelempar dalam permainan baseball, dan
basket karena beberapa teknik gerakan dalam olahraga tersebut
kebanyakan berulang sehingga rentan mengalami cedera pada siku.
Beberapa nama cedera pada siku sering dikaitkan dengan olahraganya,
misalkan cedera tennis elbow, little league elbow, golfer elbow, dll.
4. Pergelangan Tangan
Macam-macam cedera pergelangan tangan menurut Robert S. Gotlin
(2008: 121) terdiri atas:
a) Wrist sprain,
b) Wrist fracture,
c) Wrist tendinitis
d) Carpal tunnel syndrome.

5. Tangan dan Jari – jari


Tangan dan jari-jari merupakan bagian tubuh yang paling sering
digunakan untuk aktivitas kerja seperti olahraga, pekerjaan rumah sehingga riskan
terkena cedera seperti cedera Bowler’s thumb, finger
sprain, mallet finger, hand fracture.

B. Cedera Ekstremitas Bawah


1. Pinggul
Kebanyakan perlekatan otot paling kuat ditubuh adalah pada pinggul
dan panggul. Susunan anatomi pada pinggul dan panggul ini
memungkinkan kinerja yang luar biasa untuk prestasi atletik akan
tetapi pada struktur fisik yang besar ini yang terkadang juga
menyebabkan banyak macam cedera pinggul seperti Hip pointer,
Adductor tendinosis, Coccyxgeal fracture, Osteoarthritis (OA), Pelvic
stress fractures, Sacroiliac joint injury.

2. Lutut
Menurut Lars Peterson (2001: 281) Cedera lutut kebanyakan
disebabkan oleh tekanan ekstrim yang secara terpaksa memaksa sendi
lutut untuk begerak berputar seperti pada kegiatan yang ditemukan
pada olahraga ski, sepak bola, dan American football. Macam-macam
cedera pada lutut terdiri atas: a) Patellar tendinitis, b) Patella fracture,
c) Posterior cruciate ligament tear, d). Pettelofemoral pain, dll.

3. Ankle
Ankle merupakan bagian tubuh yang pergerakan sendinya cukup luas,
maka dari itu kejadian cedera dalam olahraga sangat riskan terjadi pada
bagian ini hal ini diperkuat oleh pendapat Robert S. Gotlin (2008: 224)
ankle memiliki struktur anatomi yang unik dengan dukungan jaringan
lunak yang relatif kecil membuat sendi pergelangan kaki rentan
terhadap cedera olahraga. Macam-macam cedera yang dapat terjadi
pada ankle terdiri atas: a) Ankle sprain, b) Ankle fracture, c) Achilles
tendinitis, d) Lower leg stress fracture, e) Shin Splints, f) posterior
tibial tendinitis, dll.
4. Kaki dan Jari – jari
Kaki dan jari-jari sebagai tumpuan utama saat aktivitas berjalan atau
berlari yang merupakan bagian tubuh yang riskan terkena cedera
seperti Turf toe, Tarsal tunnel syndrome, Plantar fascilitis, Forefoot
neuromas.

2.3 Fraktur
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang
bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya
suatu fraktur lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan
tenaga, keadaan tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang.
Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan
sebagai fraktur terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan komplikasi. Fraktur
tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang,
sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar. Fraktur
terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar.
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi
seperti malunion, delayed union, nounion dan infeksi tulang.

2.4 Dislokasi
Dislokasi adalah terlepasnya sebuah sendi dari tempatnya yang seharusnya.
Dislokasi yang sering terjadi adalah dislokasi di bahu, sendi panggul (paha),
karena terpeleset dari tempatnya maka sendi itupun menjadi macet dan juga
terasa nyeri (Kartono Mohammad, 2005:31). Sebuah sendi yang pernah
mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibanya,
sendi itu akan mudah mengalami dislokasi kembali. Penanganan yang
dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah melakukan reduksi ringan dengan
cara menarik persendian yang bersangkutan pada sumbu memanjang,
immobilisasi dengan spalk pada jari-jari, di bawa kerumah sakit bila perlu
dilakukan resistensi jika terjadi fraktur.

2.5 Amputasi
Manusia memiliki sepasang tangan dan kaki sebagai alat gerak untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Kaki sebagai salah satu alat gerak merupakan
bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Kehilangan sebagian alat
gerak akan menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
aktivitas. Kehilangan alat gerak tersebut dapat disebabkan berbagai hal seperti
penyakit, faktor cacat bawaan lahir, kecelakaan ataupun karena operasi
pemotongan alat gerak pada tubuh manusia yang disebut dengan amputasi.
Tindakan amputasi ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi
pilihan terakhir apabila masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak
mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau jika kondisi
organ dapat membahayakan keselamatan tubuh pasien secara utuh atau merusak
organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi (Rapani,
2007).
Walaupun amputasi bertujuan untuk menyelamatkan tubuh pasien namun
masih banyak yang memberikan dampak negatif bagi pasien yaitu perubahan
psikologis. Akibat proses amputasi pasien mengalami perasaan kehilangan
yang berakibat pada kehilangan kepercayaan diri, sehingga banyak yang kurang
semangat dalam menjalani hidup karena tidak bisa beraktifitas seperti semula
akibat kehilangan anggota gerak badan. Kehilangan percaya diri akan semakin
dirasakan apabila bagi pasien sebelumnya telah mempunyai status sosial yang
tinggi (Smeltzer, 2004).

2.6 Keseleo
Keseleo (Sprain) merupakan cedera pada sendi yang sering terjadi. Pada
keadaan tersebut, ligament dan jaringan lain rusak karena peregangan atau
puntiran yang keras. Terkilir mengacu pada cedera ligamen, yang dapat
direntangkan, sebagian robek atau sepenuhnya robek. Ini diklasifikasikan oleh
tiga tingkatan keseleo :
a. Keseleo grade 1 (ringan)
sedikit berlebihan peregangan ligamen yang umumnya terkait dengan
pembengkakan atau tender- terbatas.
b. Keseleo kelas 2 (sedang) memiliki parsial air mata makroskopik dari
ligamen dan berhubungan dengan rasa sakit dan pembengkakan yang
meningkat.
c. Sebuah keseleo kelas 3 (berat) adalah lengkap pecahnya ligamen dan bedah.

2.7 Penilaian.
Pada penilaian yang perlu diperhatikan adalah mekanisme terjadinya
kecelakaan. Misal : cedera kaki melompat dari ketinggian sering menyebabkan
cedera pada panggul, cedera pada lutut penderita pada posisi duduk yang
berkaitan dengan cedera panggul, sama halnya jika yang cidera adalah panggul
maka lutut juga harus diperiksa. Jadi lutut dan panggul harus diperiksa
bersamaan. Jatuh yang menyebabkan cedera pada pergelangan tangan juga
menyebabkan cedera pada siku, begitu juga sebaliknya. Jika pergelangan tangan
dan siku harus diperiksa secara bersamaan.

2.8 Penutup Luka


Penutup luka adalah bahan yang diletakkan tepat diatas luka. Dalam
keadaan darurat semua bahan yang relatif bersih dapat dimanfaatkan sebagai
penutup luka, menggunakan bahan dengan daya serap baik dan cukup besar.
Fungsi penutup luka adalah :
a. Membantu mengendalikan perdarahan.
b. Mencegah kontaminasi lebih lanjut.
c. Mempercepat penyembuhan.
d. Mengurangi nyeri.
Jenis-jenis penutup luka :
a. Penutup Luka Oklusif (kedap)
Bahan kedap air dan udara yang dipakai pada luka untuk mencegah keluar
masuknya udara dan menjaga kelembapan organ dalam.
b. Penutup Luka Tebal (bantalan penutup luka)
c. Pembalut

Bahan yang digunakan untuk mempertahankan penutup luka. Ada beberapa


jenis pembalut yaitu pembalut gulung, pembalut mitella, pembalut tabung/
tubuler, pembalut penekan.
Pedoman penutupan luka dan pembalutan :
1. Penutup luka harus menutupi seluruh permukaan kulit.
2. Upayakan luka sebersih mungkin sebelum ditutup, kecuali disertai dengan
pendarahan, maka yang diprioritaskan adalah menghentikan pendarahan.
3. Pemasangan penutup luka dilakukan sedemikian rupa, sehingga penutup
yang menempel pada bagian luka tidak terkontaminasi.
4. Jangan memasang pembalut, sampai perdarahan berhenti, kecuali pembalut
tekan untuk menghentikan perdarahan.
5. Jangan membalut terlalu kencang atau longgar. Jika jari pucat maka terlalu
kencang.
6. Jangan biarkan ujung sisa terurai.
7. Jika luka kecil, daerah yanng dibalut lebih besar untuk memperluas daerah
penekanan.

2.9 Pembidaian
Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya pergerakan pada bagian
tulang yang mengalami retak. Saraf dapat menyebabkanrasa sakit pada jaringan
atau lapisan di sekitar tulang. Pembidaian selain untuk mengurangi rasa sakit
juga untuk kerusakan lebih lanjut pada otot, saraf, dan pembuluh darah sehingga
mencegah sampai pada patah tulang. Tidak ada urutan khusus yang
menyebutkan kapan sebaiknya dilakukan pembidaian, yang jelas sebelum
dilakukan pengiriman penderita ke sarana kesehatan sebaiknya penderita sudah
di mobilisasi.
Berikut adalah aturan dalam melakukan pembidaian :
1. Penolong harus dapat melihat semua bagian yang terluaka. Jika ada pakaian
/ kair, yang menutup maka dipotong saja. Sebelum dibidai lakukan
pembersihan dan peutupan luka.
2. Cek nadi dan sensasi sebelum dan sesudah dilakukan pembidaian. Beri
sensasi kepada penderita, tanyakan apa yang dirasakan (jika sadar) dan
perhatikan gerakan penderita (jika tidak sadar) pada waktu diberi sensasi
menyakitkan.
3. Jika ektrimity tertekuk dan rangsang yangdiberikan tidak terasa maka
lakukan pelurusan atau tarikan dengan usaha lebih kecil 10 pound untuk
meluruskan.
4. Luka yang terbuka seharusnya ditutup dengan kasa steril dan kemudian
dibalut atau di bidai.
5. Gunakan pembidaian yang akan memobilisasi bagian atas dan bawah luka.
6. Jangan menekan tulang yang ada di bawah kulit.
BAB 3
METODE PERCOBAAN

3.1. PERALATAN YANG DIGUNAKAN


1. Jam tangan dengan penunjuk detik yang jelas atau stopwatch
2. Stetoskop
3. Senter kecil
4. Tensimeter/stigmanometer (pengukur tekanan darah)
5. Alat tulis
6. Termometer badan

Peralatan untuk penanganan :


1. Pembalut (gulung, mitella, rekat, tekan)
2. Bidai
3. Antiseptik
4. Tomiket (bila terpaksa)
5. Selimut
6. Tabung oksigen (bila ada)
7. Kasa steril
8. Plastik bersih

3.2. LANGKAH PERCOBAAN


1. Melakukan penilaian penderita
a. Penilaian keadaan
b. Penilaian dini
c. Pemeriksaan fisik
d. Riwayat penderita
e. Pemeriksaan berkala
f. Pelaporan

2. Membuat kesimpulan
3. Memberi antiseptik pada luka
4. Melakukan pembidaian dan pembalutan pada cedera
3.2.1 Penilaian Keadaan
Penolong harus melakukan pengamatan pada lokasi kejadian. Hal utama yang perlu
diperhatikan yaitu keadaan saat ini, kemungkinan yang bisa terjadi, dan cara
mengatasinya.
3.2.2 Penilaian Dini
Di tahap ini penolong harus menenali dan mengatasi keadaan yang mengancam
nyawa penderita dengan tepat, cepat dan sederhana. Langkahlangkah penilaian dini:
1. Kesan Umum
Identifikasi kasus apa yang dihadapi, apakah kasus trauma atau medis.
2. Memeriksa Respon
Pada langkah ini untuk mengetahui berat atau ringannya gangguan
pasda otak penderita. Ada empat tingkatan respon (ASNT), yaitu :
a. Awas
b. Suara
c. Nyeri
d. Tidak respon
3. Memeriksa peredaran darah (circulation), jalan nafas (airway) dan
pernafasan (breathing).
CIRCULATION
Pada langkah ini penolong menilai apakah jantung dapat bekerja dengan
baik atau tidak, serta untuk melihat ada/tidaknya peredaran darah adalah
a. Penderita respon baik
Periksa nadi radial (pergelangan tangan), brakial (bagian dalam
lengan) dan karotis (leher) untuk melihat ada/tidaknya kerja
jantung.
b. Penderita tidak respon Periksa nadi seperti pada penderita
respon baik. Jika tidak ada nadi maka lakukan RJP/CPR.
AIRWAY
a. Penderita dengan respon
Memastikan jalan nafas dengan memperhatikan ada tidaknya
suara atau gangguan bicara.
b. Penderita dengan tidak respon
1. Tekan dahi penderita
2.Angkat dagu penderita (kecuali kalau dicurigai cedera tulang
belakang dan tulang leher)
BREATHING
Untuk mengetahui ada/tidaknya nafas pada penderita, dapat dilakukan
dengan Teknik LDR (Lihat, Dengar, Rasakan)
• Lihat naik turunnya dada penderita
• Dengar ada / tidaknya hembusan dan tarikan nafas
• Rasakan ada/tidaknya hembusan nafas
Jika penderita tidak ada nafas maka perlu resusitasi jantung paru
(RJP)/CPR.
3.2.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaa seluruh anggota badan
penderita yang dilakukan berurutan mulai dari ujung rambut s/d ujung kaki.
Pemeriksaan fisik ini dilakukan dengan pengelihattan (inspeksi), perabaan
(palpasi) dan pendengaran (aukultasi). Pada penderita trauma harus dicari :
i. Perubahan bentuk (P)
ii. Luka terbuka (L)
iii. Nyeri tekan (N)
iv. Bengkak (B)
H. Pengukuran Tanda Vital
1. Denyut nadi :
2. Frekuensi nafas :
3. Suhu badan :
Tekanan darah
Sistolik :
Diastolik :
3.2.4 Riwayat Penderita
Mencari tahu riwayat penderita dilakukan saat atau setelah korban sadar
(jika pingsan). Tahap ini dilakukan dengan cara wawancara dimana
pertanyaannya meliputi KOMPAK (Keluhan utama, Obatobatan yang
dikonsumsi, Makanan atau minuman yang terakhir dikonsumsi, penyakit yang
diderita, alergi yang diderita, kejadian).
1. K = Keluhan Utama (gejala dan tanda)
Gejala adalah hal – hal yang dapat dirasakan penderita. Tanda adalah
hal-hal yang diamati oleh orang lain, baik dilihat, didengar maupun
diraba. Gunakan pertanyaan yang terbuka untuk mewawancarai
korban.
2. O = Obat – obatan yang diminum
Tanyakan apakah pada saat ini penderita sedang menjalani suatu
pengobatan. Mungkin gangguan yang dialami adalah akibat lupa
minum atau menelan obat tertentu. Ini sering menjadi petunjuk dalam
menghadapi kasus medis.
3. M = makanan / minuman terakhir
Informasi dari makanan/minuman yang terkahir diminum bermanfaat
dalam menangani kasus keracunan yang terjadi pada saluran
pencernaan.
4. P = Penyakit yang diderita
Kasus yang dialami korban mungkin berhubungan dengan riwayat
penyakit yang dideritanya sehingga sangat penting untuk menanyakan
hal ini.
5. A = alergi yang dialami
Alergi terhadap bahan-bahan tertentu juga bisa menjadi kemungkinan
kasus yang dialami korban
6. K = Kejadian
Pertanyaan ini dapat membantu menentukan apakah suatu kasus yang
kita hadapi murni trauma atau medis atau gabungan dari keduanya.
3.2.5 Pemeriksaan Berkala
Pemeriksaan berkala wajib dilakukan penolong agar tidak terjadi
adanya luka atau gangguan yang terlewat serta mengetahui jika terjadi
perkembangan pada tubuh korban.
3.2.6 Pelaporan
Pelaporan dilakukan secara singkat dan tepat dari penolong pertama
pada penolong selanjutnya agar memudahkan dalam penanganan selanjutnya.
Dalam laporan sebaiknya dicantumkan:
1. Umur dan jenis kelamin penderita
2. Keluhan utama
3. Tingkat respon
4. Keadaan jalan napas
5. Pernapasan
6. Sirkulasi
7. Pemeriksaan fisik yang penting
8. Wawancara yang penting
9. Penatalaksanaan
10. Perkembangan lain yang dianggap penting
3.3 DIAGRAM ALIR PERCOBAAN

You might also like