Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 2

Nama : Sherly Fanesha

NPM : 170410190031

UJIAN AKHIR SEMESTER


CIVIL SOCIETY

Perkembangan konsep civil society telah berlangsung dari awal abad 19 sampai dengan
sekarang. Pada awalnya, civil society merupakan anti-tesis atas “political society” yang mana
memunculkan konsep negara sebagai lembaga yang memiliki kuasa untuk membentuk public law
yang diusung oleh Hobbes1. Political society dianggap sebagai konsep yang cacat karena terdapat
kerakusan di dalamnya. Pemegang otoritas tertinggi dalam lembaga kenegaraan dianggap
membentuk public law semata-mata untuk menguntungkan perorangan atau sekelompok orang,
bukan lagi demi kepentingan khalayak umum. Maka dari itu, terbentuklah konsep civil society
yang mengasumsikan bahwa seluruh elemen masyarakat memiliki otoritas relatif. Lahirnya civil
society dalam suatu negara ditandai dengan terbentuknya organisasi non-state yang memiliki
fungsi untk mengontrol proses dalam bermasyarakat dan bernegara. Atau dalam arti lain, hadirnya
civil society diharapkan dapat mengimbangi kekuasaan political society atau negara.
Namun, terdapat pandangan lain dari Hegel 2, yang mana menurutnya negara dengan civil
society tidak dapat dipisahkan sepenuhnya. Jika civil society dibiarkan memiliki otoritas
sepenuhnya dan tidak terkontrol, maka akan menimbulkan anarkisme. Maka dari itu,
bagaimanapun civil society masih memerlukan kontrol atau aturan dari suatu negara melalui
hukum, administrasi, maupun politik.
Lalu pada akhir abad 20, Samuel Hunington menyebut civil society sebagai demokratisasi
tingkat tiga yang mana mengangap civil society sebagai penawar dari penyakit demokrasi yang
telah mengakar seperti perilaku curang para politisi, pembusukan partai politik, hilangnya
kepercayaan pada parlemen, dan lain sebagainya 3. Maka, banyak yang sepakat bahwa civil society
merupakan gagasan yang paling penting pada akhir abad 20. Civil society dianggap sebagai inti
dari demokrasi karena mencakup kehidupan sosial yang terorganisir dan terbuka bagi seluruh
kalangan dan bersifat otonom. Civil society menjadi konsep yang disakralkan demi menjaga
demokrasi dalam sebuah negara.
Lalu bagaimana peran civil society di Indonesia? Civil society atau diterjemahkan
sebagai “masyarakat madani” pada awalnya diusung oleh Datuk Anwar Ibrahim pada tahun 1995
dalam ceramahnya pada Simposium Nasional. Simposium tersebut membahas mengenai
peradaban islam yang memakai istilah masyarakat madani. Selain itu, istilah masyarakat madani
juga pernah dilontarkan oleh Naquib Al-Attas dan mendapat legitimasi dari beberapa pemikir di

1 Masroer dan Darmawan, L. Wacana Civil Society (Masyarakat Madani) di Indonesia. Volume 10, No. 2 Sosiologi
Reflektif. 2016. Hal. 38
2 Ibid. Hal. 41
3 Hadiwinata, B. Civil Society: Pembangun dan Sekaligus Perusak Demokrasi. Volume 9, No.1 Jurnal Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik. 2006. Hal.2


Indonesia. Sejak saat itulah, istilah masyarakat madani ramai diperbincangkan dan memotivasi
masyarakat Indonesia untuk mewujudkan masyarakat madani. Tampaknya istilah masyarakat
madani menggugah perhatian masyarakat, khususnya masyarakat muslim di Indonesia.
Civil society dan demokratisasi memang berada dalam satu ruh. Maka perkembangan civil
society di Indonesia dapat dilihat dari sejarah kekuasaannya. Dalam setiap orde kekuasaan di
Indoensia memiliki ciri khas tersendiri dalam demokratisasi dan peran dari civil society. Salah satu
gerakan demokratisasi dengan peran civil society yang cukup besar di Indonesia adalah gerakan
reformasi pada tahun 1998. Ketika reformasi 98 terjadi, seluruh perhatian tertuju pada kelompok
mahasiswa, organisasi non-state, dan berbagai figur politik yang dijuluki sebagai pahlawan
reformasi. Berbagai tuntutan untuk memurnikan demokrasi di Indonesia digaungkan oleh berbagai
kelompok yang berperan sebagai civil society. Namun sayangnya, dalam citranya yang baik,
reformasi 98 ternyata memvalidasi kekhawatiran Hegel. Reformasi 98 melibatkan “uncivil” atau
“bad civil society” yang mengambil keuntungan dari kekacauan yang terjadi sehingga
menimbulkan ketidakstabilan sosial, teror, bahkan konflik horizontal di masyarakat.
Seperti pendapat dari Jack Synder bahwa demokratisasi yang dilakukan secara tiba-tiba
dalam masyarakat yang pluralis berpotensi utuk menyulut konflik dan kekerasan internal yang
berimbas pada instabilitas politik 4, Indonesia pun mengalaminya. Pasca-reformasi, civil society di
Indonesia terlibat dalam berbagai konflik keagamaan maupun etnis. Terdapat kecenderungan dari
kaum ekstrimis untuk mengedepankan kekerasan daripada dialog telah membangun ancaman bagi
demokrasi di Indonesia. Namun, dari pendapat Lee, hadirnya uncivil merupakan konsekuensia
logis dari kehidupan berdemokrasi, yang mana dalam sistem demokrasi akan muncul pihak yang
menentang demokrasi itu sendiri.
Memang pada era reformasi, upaya pemberdayaan civil society terus dilakukan arena
terdapat berbagai tekanan dari masyarakat mengenai demokratisasi. Perkembangan civil society
pasca reformasi di Indonesia memang seperti angin segar yang membawa harapan terciptamya
pembaharuan dalam politik di Indonesia. Pasca reformasi pun jumlah civil society di Indonesia
secara kuantitas meningkat dengan pesat. Namun, hal tersebut tak dapat dijadikan acuan dari
penilaian kualitas civil society di Indonesia. Sampai saat ini pun, tak banyak civil society di
Indonesia yang dapat memainkan perannya dalam mendorong proses demokratisasi dan
membenahi sistem politik di Indonesia.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa civil society bagaikan dua belah mata
pisau yang mana di satu sisi dapat mendorong demokratisasi, namun di sisi lain malah justru dapat
menghambat proses demokratisasi dalam sebuah negara. Indonesia sebagai negara yang
mengusung sistem demokrasi, tentu membutuhkan peran dari civil society. Merebaknya jumlah
civil society di Indonesia pasca reformasi ternyata belum dapat membuahkan hasil yang diimpikan.

4Flamirion, G. dan Muradi. Demokrasi Civil Society di Indonesia dan India: Sebuah Perbandingan. Volume 1 No. 2
Jurnal Wacana Politik. 2016. Hal. 192

You might also like