Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Adabiayah Islamic Journal: Jurnal Fakultas Agana Islam Vol.

1 (2) Juli-Desember 2023


Adabiyah Islamic Journal: Vol. 1. No. 2 Juli-Desember
ISSN: 2986-3600 2023.
Hadist Ditinjau dari Penisbatannya., h.69-79
ADABIYAH ISLAMIC JOURNAL
Jurnal Fakultas Agama Islam
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/adabiyah

HADIST DITINJAU DARI PENISBATANNYA

Nurdila Nasution, Faldo Mahesa, Amsal Qori Dalimunthe


Universitas Medan Area
Jl. Kolam Pasar V, Medan Estate, Medan Tembung, Deli Serdang
Email: nurdilad940@gmail.com,
Faldomahesa@gmail.com,amsalqori@staff.uma.ac.id

Abstract: This paper discusses the hadith according to its affiliation, namely marfu'
mauquf and maqthu' hadith which in hadith literature are known as narrations based on
prophets, companions and tabi'in. Analyzed based on the definition of hadith which states
that hadith is the words, deeds, and interpretations of the prophet, then the position of
marfu' mauquf hadith and maqthu' hadith needs to be emphasized. Because these two
hadiths are viewed from the affiliation, namely to whom the hadith is attributed, if it is to
the prophet then the hadith is called marfu', if it is to a friend then the hadith is mauquf
hadith and if it is to a friend then the hadith is maqtu hadith. The distribution is regardless
of whether the history is authentic or not. So there is a history of marfu' which is authentic,
some are not, there is a history of mauquf which is authentic and some are not the same for
maqtu'. This paper can show that some mauquf hadiths that meet certain requirements can
be elevated to the status of marfu' hadiths, but all maqthu' hadiths cannot be seen as
hadiths. All maqthu' hadiths are the opinions of the tabi'in.

Keywords: Penisbatan, Marfu’, Mauquf, Maqtu

Abstrak: Tulisan ini membahas tentang hadis menurut penisbatannya, yaitu


marfu’ mauquf dan hadis maqthu‟ yang dalam literatur hadis dikenal sebagai
riwayat yang disandarkan kepada nabi, sahabat dan tabi’in. Dianalisis
berdasarkan definisi hadis yang menyatakan bahwa hadis adalah perkatan,
perbuatan, dan takrir nabi, maka kedudukan hadis marfu’ mauquf dan hadis
maqthu‟ ini perlu dipertegas. Sebab kedua hadis iniditinjau dari penisbatannya,
yaitu kepada siapa hadits itu dinisbatkan matannya, jika kepada nabi maka hadist
tersebut disebut marfu’, jika kepada sahabat maka hadist tersebut hadist mauquf
dan jika kepada sahabat maka hadist tersebut hadist maqtu. Pembagian tersebut
tanpa melihat apakah Riwayat tersebut shahih atau tidak. Sehingga ada Riwayat
marfu’ yang shahih, ada yang tidak, ada Riwayat mauquf yang shahih ada pula
yang tidak demikian juga pada maqtu’. Tulisan ini dapat menunjukkan bahwa
sebagian hadis mauquf yang memenuhi persyaratan tertentu dapat diangkat
statusnya menjadi hadis marfu‟, namun seluruh hadis maqthu‟ tidak dapat
dipandang sebagai hadist. Semua hadist maqthu‟ adalah pendapat para tabi’in.

Kata kunci: Penisbatan, Marfu’, Mauquf, Maqtu

http://ojs.uma.ac.id/index.php/adabiyah 129 adabiayah@uma.ac.id


Adabiyah Islamic Journal: Vol. 1. No. 2 Juli-Desember 2023.
Hadist Ditinjau dari Penisbatannya., h.69-79

PENDAHULUAN
Hadis adalah segala yang dinisbatkan kepada Nabi SAW.baik
perkataan, perbuatan, maupun keizinannya. Menurut Muhadditsin,
khabar identik dengan hadis. Sekalipun ada segolongan yang
mengkhususkan khabar yang selain hadis seperti sejarah.Adapun Atsar
ialah segala yang dinisbatkan kepada sahabat Rasul.Sebagian ulama
berpendapat bahwa Atsar adalah periwayatan secara mutlak dari
Rasulullah SAW.atau sahabat (Mahmud Ali Fayyad, 1998:17) Hadis Nabi
merupakan sumber hukum ajaran Islam kedua setelah al- Qur’an
dikarenakan ia merupakan bayan (penjelas) terhadap ayat-ayat al- Quran
yang masih global, umum dan yang mutlak (Muhammad Ajjaj al-Khatib,
1989:46)
Dengan demikian hadis menduduki posisi dan fungsi yang cukup
signifikan dalam ajaran Islam. Pada sisi lain, al-Qur’an berbeda dengan
hadis, Nabi, misalnya dari segi periwayatan, al-Qur’an seluruhnya bersifat
qath’i al-wurud, sedangkan untuk hadis Nabi pada umumnya bersifat
zhannial-wurud. Di dalam mengklasifikasikan hadîts, ulama hadîts
berbeda-beda didalam menetapkan jumlah macam-macam hadîts. Ibn
Taimiyah mengungkapkan, “secara umum, berdasarkan keadaan Perawi
dan keadaan matan hadits sangat banyak macamnya. Menurut Imam Al-
Nawâwiy pembagian hadîts mencapai 65 macam, menurut Al-Suyûtiy
pembagian hadîts mencapai 82 macam, menurut Ibn Katsîr sebanyak 65
macam danAbu Fadhl al-Jizâwiy di dalam kitab Al-Turas- membaginya
menjadi 63 macam.Hal ini terjadi karena mereka melihat klasifikasinya
secara umum,dengan tidak melihat dan menggunakan tipologi yang jelas
(Thohir, 2015) Untuk memudahkan pemahaman dan pengenalan hadîts
nabi besertaistilah-istilah yang terkait dengannya, maka pemakalah
akanmenjabarkannya di dalam makalah singkat yang berjudul Klasifiksi
Hadîts Ditinjau Dari Berbagai Aspek Pembahasannya meliputi : Pembagian
hadîts berdasarkan bentuk asal, pembagian hadîts berdasarkansifat asal,
pembagian hadîts berdasarkan Jumlah periwayat, pembagianhadîts
berdasarkan kwalitas serta pembagian hadîts berdasarkan
penisbatan.(Fachruddin Azmi, 2021)

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi pustaka (library research) yaitu
penelitian yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Oleh karena itu, yang dilakukan

http://ojs.uma.ac.id/index.php/adabiyah 130 adabiayah@uma.ac.id


Adabiyah Islamic Journal: Vol. 1. No. 2 Juli-Desember 2023.
Hadist Ditinjau dari Penisbatannya., h.69-79

adalah eksplorasi terhadap sejumlah data baik itu data primer maupun
data sekunder dengan langkah konkret sebagai berikut: membaca serta
menelaah secara mendalam data primer yaitu Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 39 Tahun 2008, buku, dan jurnal yang merupakan
hasil penelitian. Sementara itu, untuk data sekunder, penulis menelaah dan
mengkaji berbagai buku dan karya tulis ilmiah yang relevan dengan
penelitian ini, kemudian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pisau
analisis pendidikan. (Haryono, 2020) Metode pengumpulan data dengan
mengumpulkan berbagai buku, artikel, jurnal yang di dalamnya mengkaji
pendidikan karakter dan pendidikan Islam. Setelah data itu terkumpul
kemudian dilakukan sebuah pemilahan antara buku, jurnal dan artikel
yang membahas tentang pendidikan karakter dan pendidikan Islam.
Selanjutnya dianalisis secara deduktif dan induktif.(Lexy J. Moleong, 2019)
Metode deduktif digunakan dalam rangka memperoleh gambaran tentang
pendidikan karakter sebagai kajian pendidikan Islam secara detail.
Sementara metode induktif digunakan dalam rangka memperoleh dan
mengungkapkan gambaran mengenai pendidikan Islam secara
utuh.(Wijaya et al., 2021)

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pengertian Hadist Marfu’
Marfu’ secara etimologis berarti yang diangkat, yang dimajukan,
yang diambil, yang dirangkaikan, dan yang disampaikan. Sedangkan
hadits marfu’secara terminologi para ulama berbeda dalam
mendefinisikannya, diantaranya: Sebagian ulama mendefinisikan hadits
marfu ialah : “Sesuatu yang disandarkan kepada nabi secara khusus, baik
berupaperkataan, perbuatan, atau taqrir, baik sanadnya itu muttashil
(bersambung-sambung tiada putus-putus), maupun munqathi’ ataupun mu’dhal.”
Sebagian ulama lain ada yang mendefinisikan hadits marfu’ sebagai
berikut: “Hadits yang dipindahkan dari nabi SAW dengan menyandarkan dan
mengangkat (merafa’kan) kepadanya.” Sedangkan Al-Khatib Al-Bagdadi
mengatakan bahwasanya hadits marfu’ialah : “Hadits yang dikhabarkan oleh
sahabat tentang perbuatan nabi SAW ataupun sabdanya” Dari beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa hadits marfu’ adalah berita
yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, sifat dan
persetujuan sekalipun sanadnya tidak bersambung atau terputus, seperti
hadits mursal, muttashil, dan munqhati’. Definisi ini mengecualikan berita
yang tidak disandarkan kepada Nabi misalnya yang disandarkan kepada

http://ojs.uma.ac.id/index.php/adabiyah 131 adabiayah@uma.ac.id


Adabiyah Islamic Journal: Vol. 1. No. 2 Juli-Desember 2023.
Hadist Ditinjau dari Penisbatannya., h.69-79

para sahabat yang nantinya disebut hadits mawquf atau disandarkan


kepada tabi’in yang disebut dengan hadits maqthu. Dengan demikian,
dapat diambil ketetapan bahwa tiap-tiap hadits marfu’ tidak selamanya
bernilai shahih atau hasan, tetapi setiap hadits shahih atau hasan, tentu
marfu’ atau dihukumkan marfu’.
(1) Kriteria Hadits Marfu
Ciri-ciri hadits marfu’ diantanya, kalau diriwayatkan satu hadits
dari seorang sahabi, tetapi tabi’I yang menceritakan daripadanya berkata :
(a) ‫ يرفعه‬, artinya : ia merafa’kannya (kepada nabi SAW)
(b) ‫ ينميه‬,artinya : ia meriwayatkannya (kepada nabi SAW)
(c) ‫ يرويه‬, artinya : ia meriwayatkannya (dari nabi SAW)
(d) ‫ يبل ٔغبه‬, artinya : ia menyampaikannya (kepada nabi SAW)
(e) ‫ رواية‬, artinya : dengan meriwayatkan (sampai nabi SAW)

Maka semua lafadz itu menunjukan bahwa hadits atau riwayatnya


menjadi marfu’. Jika seorang shahabi berkata; (a) Telah lalu perjalanan; (b).
Menurut perjalanan; (c). Kami berbuat demikian di zaman nabi; (d). kami
berbuat demikian, padahal rasulullah masih hidup, (e) Kalau diakhir
sanadnya ada ungkapan ‫( مرفوعا‬f) Hal sahabat menafsirkan Qur’an,
termasuk juga dalam bahsan marfu’. Ucapan seorang shahabi tentang
Qur’an itu ada tiga macam, yakni : (1). Dari segi asbab al-nuzul; (2).
Keterangan sahabat yang berhubungan dengan hal bukan dari ijtihad atau
fikiran; (3). Penafsiran seorang sahabat yang bisa didapati dengan jalan
ijtihad dan fikiran.

(2) Macam macam Hadis Marfu’


Secara garis besar hadits marfu’ dibagi ke dalam dua bagian yakni :
(a) Sharih / Haqiqy, (b) Hukmy
a.) Hadits Marfu’ Sharih
Hadits marfu sharih (tegas) adalah hadits yang tegas-tegas dikatakan
oleh serang sahabat bahwa hadits tersebut didengar atau dilihat dan
atau disetujui dari Rasulullah SAW. Hadits marfu’sharih dibagi
kedalam 3 bagian. Yakni :
b.) Hadits Marfu’ Qawly Haqiqy
Hadits yang disandarkan kepada nabi SAW berupa sabda beliau,
yakni dalam bentuk beritanya dengan tegas dinyatakan bahwa nabi
telah bersabda. “Dari Umar bin Khattab ra. Berkata : Saya telah telah

http://ojs.uma.ac.id/index.php/adabiyah 132 adabiayah@uma.ac.id


Adabiyah Islamic Journal: Vol. 1. No. 2 Juli-Desember 2023.
Hadist Ditinjau dari Penisbatannya., h.69-79

mendengar Rasulullah SAW bersabda : “ Allah tidak menerima shalat dari


seorang yang tidak dalam keadaan suci dan tidak menerima sadaqah dari tipu
daya” (riwayat Muslim)”.
c.) Hadits Marfu’ Fi’ly Haqiqy
Yakni hadits marfu’ yang dengan tegas menjelaskan perbuatan
Rasulullah SAW. Contohnya : “Dari Aisyah ra berkata “ Nabi SAW pada
waktu subuh masih dalam keadaan hadats junub. Kemudian beliau mandi
janabah dan pergi shalat subuh. Saya mendengar bacaan beliau dan beliau
pada waktu itu dalam keadaan puasa”
d.) Hadits Marfu’taqriry Haqiqy.
Yakni hadits marfu’ yang menjelaskan tentang perbuatan sahabat
yang dilakukan di hadapan Rasulullah SAW dengan tidak
memperoleh reaksi dari beliau, baik dengan menyetujuinya ataupun
mencegahnya. “Ibnu Abbas ra. Berkata : “kami shalat 2 rakaat setelah
terbenam matahari, sedang Rasulullah SAW melihat kami dan beliau tidak
memerintahkan kepada kami atau mencegahnya”.
e.) Hadits Marfu’ Hukmy
Hadits yang isinya tidak terang menunjukan kepada marfu’ tetapi
dihukumkan marfu’ karena bersandar kepada beberapa tanda
(qarinah ). Sebagaimana hadits marfu’ haqiqy, hadits marfu’ hukmy
pun dibagi kepada tiga bagian, yakni :
f.) Hadits Marfu’ Qawly Hukmy
Yakni hadits yang tidak secara tegas disandarkan kepada Nabi
tentang sabdanya, tetapi kerafha’annya dapat diketahui karena
adanya qarinah (hubunganketerangan) yang lain, bahwa berita itu
berasal dari nabi SAW. Contoh :
‫مت فق عليه‬. ‫أم ر بالل أن يشفع األذان ويوت ر اإلقامة‬: ‫عن انس رضي هلال عنه‬
“Dari Anas ra. : Bilal telah diperintahkan untuk mengucapkan lafadz-lafadz
pada axan secara genap dan pada iqamah secara ganjil.”
g.) Hadits Marfu’ Fi’ly Hukmy
Hadits fi’ly yang tidak disandarkan kepada nabi SAW. Contoh : Ibnu
Umar ra. Berkata : “ Kami pada zaman ralulullah SAW bewudhu
bersama kaum wanita di bejana yang satu ( HR.Dawud)
h.) Hadits Marfu’ Taqriry Hukmy
Yakni hadits yang berisi suatu berita yang berasal dari sahabat,
kemudian diikuti dengan kata-kata : sunnatu abi qasim, atau sunnatu
nabiyyina, atau minas sunnah, atau kata-kata yang semacamnya.

http://ojs.uma.ac.id/index.php/adabiyah 133 adabiayah@uma.ac.id


Adabiyah Islamic Journal: Vol. 1. No. 2 Juli-Desember 2023.
Hadist Ditinjau dari Penisbatannya., h.69-79

Contoh: Dari Uqbah bin Amir Al-Juhany ra, bahwasanya dia


menghadap ke Umar bin Khattab, setelah dia bepergian dari Mesir.
Maka Umar bertanya kepadanya: “ sejak kapan kamu tidak
melepaskan sepatu khufmu ?” Uqbah menjawab : “Sejak jum’at
sampai hari jum’at”. Umar berkata: “ Kamu sesuai dengan sunnah”

(3) Kehujjahan hadits marfu


Hadits marfu yang shahih dan hasan dapat dijadikan hujjah,
sedangkan hadits marfu yang dha’if boleh dijadikan hujjah hanya
untuk menerangkan fadha’ilil ‘amal.

B. PENGERTIAN HADIST MAUQUF


Hadits Mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada sahabat,
baik berupa perkataan, perbuatan, Atau Taqriri. “ Hadist yang
diriwayatkan dari para sahabat, yaitu berupa perkataan, perbuatan, Atau
Taqrirnya, baik periwayatannya itu bersambung atau tidak, Pengertian lain
menyebutkan :
. ‫ الصحا بة رضوان هللا عليهم‬, ‫ما َ أ ِضي ُف إ َل‬
Artinya : Hadis yang disandarkan kepada sahabat. Dengan kata lain hadis mauquf
adalah perkataan sahabat, perbuatan, taqrirnya. Dikatakan mauquf karena
sandaran-nya terhenti pada thabaqoh sahabat. Kemudian tidak dikatakan marfu`,
karena hadist ini tidak dirafa`kan atau disandarkan pada Rasulullah SAW.
Ibnu Shalah membagi hadis mauquf kepada dua bagian yaitu
mauquf alMausul dan Mauquf Ghair a-mausul. mauquf Al-Mausul, berarti
Hadis mauquf yang sanadnya bersambung. Dilihat dari segi
persambungan ini, hadis mauhaif yang lebih rendah dari pada mauquf Al-
Mausul. Adapun hukum hadits mauquf, pada prinsipnya, tidak dapat
dibuat hujjah, kecuali ada qarinah yang menunjukkan (yang menjadikan
marfu`)
1. Kedudukan Pendapat Hadist Mauquf
Terdapat gambaran mengenai hadist mauquf, baik pada lafadh
maupunbentuknya akan tetapi penelitian cermat dilakukan terhadap
hakikat nya (olehpara ulama hadist) menunjukan bahwa hadist mauquf
tersebut mempunyai makna hadist marfu’. Oleh karena itu, para ulama
memutlakkan hadist semacam itu dengan nama marfu’, hukuman (marfu’

http://ojs.uma.ac.id/index.php/adabiyah 134 adabiayah@uma.ac.id


Adabiyah Islamic Journal: Vol. 1. No. 2 Juli-Desember 2023.
Hadist Ditinjau dari Penisbatannya., h.69-79

secara hukum); yaitu bahwasannya hadist tersebut secara lafadh memang


mauquf, namun secara hukum adalah marfu’. Para ulama berbeda
pendapat tentang boleh tidak nya berhujjah dengan hadis mauquf, yang di
pastikan keberadaannya dari sahabat dalam menetapkan hukum-hukum
syara’. Al-Razi, Fakhrul islam al-sarkhasi dan ulama muta’akhirin
riwayatnya darikalangan hanafiyah , Malik dan Ahmad dalam salah satu
riwayatnya berpendapat bahwa hadis yang demikian dapat dipakai hujjah,
karena tindakan para sahabat merupakan pengalaman terhadap sunnah
dan penyampaian syariat. Sebagaian Ulama hanafiah dan al syafi;I
berpendapat bahwa hadist yg demikian tidak dapat dipakai hujjah karena
boleh jadi memang didengar dari nabiSaw. Apabila suatu hadist mauquf
disertai beberapa qarinah, baik lafalnya maupun maknanya yang
menunjukkan bahwa hadis tersebut marfu kepada Nabi Saw Maka ia
dihukumi marfu dan dipakai hujjah.
Pendapat senada juga dituturkan oleh manna al-Qaththan dalam
kitabnya bahwa hadis mauquf sebagaimana yang telah diketahui bisa
shahih, hasan, atau dha’if. Akan tetapi meskipun telah tetap kesahihannya,
apakah dapat berhujjah dengannya? Jawaban atas hal tersebut adalah
bahwasanya asal dari hadist adalah tidak bisa dipakai sebagai hujjah.2 Hal
itu disebabkan karenahadist mauquf hanyalah Namun jika hadist tersebut
telah tetap, maka hal itu bisa memperkuat Sebagian hadist dla’if.
Sebagaimana telah dibahas pada hadist mursal.
C. Macam- Macam Hadis Mauquf
Macam-macam hadist mauquf ada 3 yaitu :
(1) Mauquf pada perkataan Contoh : perkataan rawi : Telah berkata ‘Ali bin
Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu :“Sampaikanlah kepada manusia menurut
apa yang mereka ketahui. Apakah engkau menginginkan Allah dan Rasul-Nya
didustakan ?” (HR. Al-Bukhari no. 127)
(2) Mauquf pada perbuatan Contoh : perkataan Al-Bukhari : “Ibnu ‘Abbas
mengimami (shalat), sedangkan ia dalam keadaan bertayamum.” (HR. Al-
Bukhari, kitab At-Tayammum juz 1 hal. 82.)
(3) Mauquf pada taqrirContoh : perkataan sebagian tabi’in : ”Aku telah
melakukan demikian di depan salah seorang shahabat, dan beliau tidak
mengingkariku sedikitpun”.

D. Contoh Hadis Mauquf

http://ojs.uma.ac.id/index.php/adabiyah 135 adabiayah@uma.ac.id


Adabiyah Islamic Journal: Vol. 1. No. 2 Juli-Desember 2023.
Hadist Ditinjau dari Penisbatannya., h.69-79

Contoh hadist mauquf terbagi ada 2 yaitu hadist mauquf yg Shahih


dan hadist mauquf yg tidak shahih :Contoh Hadits Mauquf yang Shahih
Contoh berikut ini kita nukil hanya pada matan dan Sahabat Nabi yang
menyampaikannya. Dari Abdullah (bin Mas’ud) –semoga Allah
meridhainya- ia berkata: Sederhana dalam Sunnah itu lebih baik daripada
bersungguh-sungguh dalam kebid’ahan (riwayat al-Baihaqiy dalam as Sunan
al-Kubro, al-Hakim dalam al-Mustadrak, dinyatakan shahih sesuai syarat
al-Bukhari dan Muslim oleh adz-Dzahabiy) Ini adalah hadits mauquf yang
merupakan ucapan seorang Sahabat Nabi Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu anhu. Hadits itu memberikan pelajaran bagi kita bahwa yang
terpenting dalam menjalankan Dien ini adalah ketepatan sesuai dengan
Sunnah Nabi. Meski kita hanya sedikit dalam mengamalkan sunnah Nabi,
itu jauh lebih baik dibandingkan banyak ibadah, namun berkubang dalam
kebid’ahan
Contoh Hadits Mauquf yang Tidak Shahih Berikut ini adalah contoh
hadits mauquf yang tidak shahih, tentang bacaan di dalam sholat, yang
disebutkan dalam Sunan Abi Dawud: (Abu Dawud menyatakan) Telah
menceritakan kepada kami Abu Taubah arRabi’ bin Naafi’ (ia berkata) telah
mengkhabarkan kepada kami Abu Ishaq yaitu al-Fazaariy dari Humaid
dari alHasan dari Jabir bin Abdillah –semoga Allah meridhainya ia berkata:
Kami melakukan sholat tathowwu’ (sunnah), kami berdoa saat berdiri dan
duduk, dan kami bertasbih saat ruku’ dan sujud (H.R Abu Dawud) Hadits
ini dinisbatkan sebagai ucapan Sahabat Nabi Jabir bin Abdillah. Namun
riwayatnya lemah. Meski semua perawinya tsiqoh, namun sanadnya
terputus antara alHasan dengan Jabir. Karena al-Hasan (al-Bashri) tidak
pernah bertemu dengan Jabir bin Abdillah. Ali bin al-Madiniy (salah
seorang guru al- Imam al-Bukhari) menyatakan: Al-Hasan tidak pernah
mendengar (riwayat)apapun dari Jabir bin Abdillah (al-Marosiil karya Ibnu
Abi Hatim ( 1/36).
Selain itu, al-Hasan al-Bashri adalah seorang perawi yang mudallis.
Periwayatan darinya lemah dalam riwayat mu’an-‘an, seperti hadits
tersebut. Lebih lanjut tentang mudallis dan mu’an-‘an akan ada
pembahasan tersendiri, insyaallah. Hadits ini secara makna juga lemah,
karena bertentangan dengan riwayat-riwayat lain yang shahih, bahwa
pada kondisi berdiri dalam sholat, setidaknya harus membaca al- Fatihah
di dalamnya. Tidak bisa digantikan dengan sekedar berdoa.
E. DEFENISI HADIS MAQTHU’

http://ojs.uma.ac.id/index.php/adabiyah 136 adabiayah@uma.ac.id


Adabiyah Islamic Journal: Vol. 1. No. 2 Juli-Desember 2023.
Hadist Ditinjau dari Penisbatannya., h.69-79

Menurut bahasa kata al-maqthu’ ‫ المقطوع‬berasal dari kata -‫ يقطع‬-‫قطع‬


‫قطع‬ – yang berarti terpotong yang merupakan lawan dari kata maushul,
yang berarti terhubung. Menurut Ibnu Hajar Al Asqallani, hadis maqthu'
berarti sesuatu yang disandarkan kepada tabi'in, baik perkataan maupun
perbuatan mereka, dan tidak memiliki tanda yang menunjukkan bahwa ia
sampai kepada Rasulullah Saw atau kepada Sahabat Nabi Sallahu alaihi
wasallam. Dengan demikian, penjelasan ini menunjukkan bahwa hadis ini
disandarkan kepada tabi'in dan tidak disandarkan kepada orang lain selain
tabi'in.

1) Macam-Macam Hadist Maqthu’


Maqthu’ Qauli (perkataan).
“Dari ‘Abdillah bin Sa’id bin Abi Hindin, ia berkata : aku pernah
bertanya kapada Sa’id bin Musayyib bahwasanya si fulan bersin,
padahal imam sedang berkhutbah, lalu orang lain mengucapkan
yarhamukallah (bolehkah yang demikian?) jawab Sa’id bin Musayyib :
perintahlah kepadanya, supaya jangan berkali-kali diulang.” (Al-Atsar)
Sa’id bin Musayyib adalah seorang tabi’in dan hadis di atas adalah
hadis maqthu’. Tidak mengandung hukum.
Maqthu’ Fi’li (perbuatan).
“Dari Qatadah ia berkata : adalah Sa’id bin Musayyib pernah shalat dua
rakaat sesudah ashar”. (Al-Muhalla) Sa’id bin Musayyib adalah
seorang tabi’in dan hadis di atas adalah hadis maqthu’ berupa cerita
tentang perbuatannya yang tidak mengandung hukum.
Maqthu’ Taqriri.
“Dari Hakam bin Utaibah, ia berkata: adalah seorang hamba
mengimami kami dalam masjid itu, sedang Syuraih juga shalat di situ”.
(Al-Muhalla), Syuraih ialah seorang tabi’in. Riwayat hadis ini
menunjukkan bahwa Syuraih membenarkan seorang hamba menjadi
imam.
2) Kehujjahan Hadist Maqthu’
Hadis maqthu’ tidak dapat dijadikan sebagai hujjah atau dalil
untuk menetapkan suatu hukum, karena status dari perkataan tabi’in
sama seperti perkataan ulama lainnya. Di samping itu, hadis maqthu’
yang merupakan perkataan tabi’in bukanlah hadis sebagaimana yang

http://ojs.uma.ac.id/index.php/adabiyah 137 adabiayah@uma.ac.id


Adabiyah Islamic Journal: Vol. 1. No. 2 Juli-Desember 2023.
Hadist Ditinjau dari Penisbatannya., h.69-79

bersumber dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam. Menurut Imam


Zarkasyi, adapun perkataan maqthu’ dimasukkan ke dalam hadis
merupakan sesuatu yang mempermudah (Mohammad Anwar, Ilmu
Musthalahul Hadis, hal. 34). Sehingga hadis maqthu tidak bisa
dipergunakan sebagai landasan hukum, karena hadis maqthu’
hanyalah ucapan dan perbuatan seorang muslim. Tetapi jika di
dalamnya terdapat qarinah yang baik, maka bisa diterima dan dapat
menjadi marfu’ mursal (Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, hal. 233).
Hadis maqthu' secara lafaz tetapi marfu' secara hukum. yang
menyembunyikan tanda marfu' kepada Nabi Saw dan dibagi menjadi
beberapa bagian (Khusyu’i, Wajiz fi ulum hadis, 2008, hlm.278.).
(1) Ketika Rawi menyebutkan tabi'in, ia mengatakan bahwa hadis itu
marfu', atau marfu' kepadanya, sampai kepadanya, atau
berkembang darinya, atau meriwayatkannya.
(2) Ketika tabi'in mengatakan atau berbuat sesuatu yang bukan berasal
dari pendapat atau ijtihad, dan bukan mengambilnya dari ahli kitab.
(3) Ketika tabi'in menyebutkan alasan mengapa ayat-ayat dalam Al-
Quran tidak berasal dari akal.
(4) Ketika tabi'in mengatakan bahwa orang yang meriwayatkan.
(5) Imam mengatakan ketika Tabi’in mengatakan, "Dari Sunnah
dikatakan begitu".
Nawawi mengatakan bahwa apabila Tabi'in mengatakan hal itu,
maka benarlah dikatakan bahwa ia adalah Mauquf, dan beberapa sahabat
Imam Syafi'i mengatakan bahwa ia adalah Marfu' Mursal. Imam Baihaqi
meriwayatkan dari Abid bin Abdullah bin Atbah bahwa "disunnahkan
untuk takbir imam pada hari aidul fithri dan hari aidul adha ketika ia
duduk di atas minbar sebelum khutbah sembilan kali takbir" (Muqaddimah
Sahih Muslim disyarah Nawawi, 1/ 30/31).
Berkata imam Syakhawi apabila disebutkan ini Sunnah, maka itu
maksudnya sunnah dari Nabi Saw. Maka semua bentuk diatas ini
dihukumkan sebagai hukum marfu’ mursal dan layak dijadikan hujjah bagi
yang mau menjadikan hujjah dengan hadis mursal.
3) Kitab yang banyak mengandung hadist Maqthu’
Di antara kitab-kitab yang dipandang banyak mengandung hadis mauquf
dan hadis maqthu’ adalah: (a) Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, (b) Mushanaf

http://ojs.uma.ac.id/index.php/adabiyah 138 adabiayah@uma.ac.id


Adabiyah Islamic Journal: Vol. 1. No. 2 Juli-Desember 2023.
Hadist Ditinjau dari Penisbatannya., h.69-79

Abdurrazaq, (c). Kitab-kita Tafsir, seperti karya Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim
dan Ibnu Al Mundzir

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari mempelajari tentang ulumul
Hadist ini bahwa Hadist merupakan perkataan,perbuatan
bagindaRasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ilmu hadist
ini juga sangat banyak terdapat bagian-bagian penting yang harus
diperhatikan dari segi semua aspek nya . karena hadist dapat dikategorikan
memiliki beberapa macam dan jenis yang diliat dari keaslian Hadist
tersebut. Terutamanya hadita seperti Hadist Marfu’, Hadist Mauquf, dan
Hadist Maqthu. Hal ini menandakan mempelajarinya harus dengan hati-
hati sehingga tidak ada kekeliruan dalam menghafal serta memhaminya .

Daftra Pustaka

Al-Khatib, Muhammad Ajjaj, 1989, As-Sunnah Qabl at-Tadwin, Beirut :


Dar al-Fikr,
Anwar, Moh. 1981, Ilmu Musthalah Hadis, Surabaya: Al-Ikhlas,
As-Suyuti, Jalaluddin, 1979, Tadrib ar-Rawi fi Syarh Taqrib an-Nawawi,
Beirut: Dar Ihya’ as- Sunnah an-Nabawiyah,
Fachruddin Azmi, M. (2021). Liberalization of Islamic Education.
International Journal of Islamic Education, Research and Multiculturalism
(IJIERM), 3(3), 172–183.
Fayyad, Mahmud Ali, 1998, Metodologi Penetapan Kesahihan Hadist,
Bandung: CV. Pustaka Setia
Haryono, C. G. (2020). Ragam Metode Penelitian Kualitatif Komunikasi. CV
Jejak.
HR. Al-Bukhari no. 127
HR. Al- Bukhari, kitab At-Tayammum juz 1
Khon, Abdul Majid, 2012, Ulumul Hadis, Jakarta:Amzah
Lexy J. Moleong, D. M. A. (2019). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi
Revisi). PT. Remaja Rosda Karya.
https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2013.02.055
Thohir, M. (2015). Radikalisme Versus Pendidikan Agama Menggali Akar
Radikalisme Dari Kekerasan Terhadap Anak Atas Nama Pendidikan
Agama. Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam, 9(2), 167–182.
https://doi.org/10.21580/nw.2015.9.2.521

http://ojs.uma.ac.id/index.php/adabiyah 139 adabiayah@uma.ac.id


Adabiyah Islamic Journal: Vol. 1. No. 2 Juli-Desember 2023.
Hadist Ditinjau dari Penisbatannya., h.69-79

Wijaya, C., Abdurrahman, Saputra, E., & Firmansyah. (2021). Management


of Islamic Education Based on Interreligious Dialogue in The Learning
Process in Schools as An Effort to Moderate Religion in Indonesia.
Review of International Geographical Education Online, 11(5), 4306–4314.
https://doi.org/10.48047/rigeo.11.05.310

http://ojs.uma.ac.id/index.php/adabiyah 140 adabiayah@uma.ac.id

You might also like