Professional Documents
Culture Documents
10984-Article Text-33576-1-10-20200806
10984-Article Text-33576-1-10-20200806
Evan Tandywijaya
evantandywijaya@gmail.com
Abstract
Javanese people are known for their rich and profound wisdom in life. Like a water source that never
stops flowing, Javanese people never run out of sources of wisdom. One of the policies of the Javanese
community that has been around for a long time but remains actual until now is “mangan ora mangan
sing penting kumpul”. Today, the rapid development of technology makes people more individualistic
and ignores the importance of togetherness. This is the background and purpose of this writing, namely
as a reminder of the value of togetherness and see the depth of meaning contained in the philosophy of
“mangan ora mangan sing penting kumpul”. The writer want to see this philosophy in terms of the
relationship between Eastern and Western philosophy and present it using narrative methods. Previous
studies show that philosophy of "mangan ora mangan sing penting kumpul" has never been seen in
relation with Eastern and Western philosophy. In this article, the weiter would like to present a different
discussion, namely by looking at the correlation of philosophy "mangan ora mangan sing penting
kumpul" with a review of Western philosophers' thoughts. Finally, the exploration of the meaning and
depth of the philosophy of “mangan ora mangan sing penting kumpul” brings the writer to a discovery,
namely “mangan ora magan sing penting kumpul” as a crossing of subjects - objects.
Keywords : Javanese people; Wisdom; Togetherness; Relationship; Crossing
“Mangan ora mangan sing penting penting dari kehidupan masyarakat Jawa.
kumpul” ingin mengatakan bahwa Dengan demikian, filosofi mangan ora
masyarakat Jawa lebih mementingkan mangan sing penting kumpul mendapat
acara bersama (berkumpul bersama peran penting dalam prinsip kekeluargaan
keluarga) meski tidak ada makanan yang yang dimiliki masyarakat Jawa. Ia menjadi
tersedia. 2 Di samping itu, filosofi Jawa keutamaan dan pedoman umum bagi
kuno ini ingin menunjukkan sisi lain yang masyarakat Jawa untuk berelasi dan
dimiliki masyarakat Jawa, yang tidak membangun kehidupan bersama.
dimiliki oleh masyarakat lain. Selagi Filosofi “Mangan ora mangan sing
masyarakat lain mengejar pendapatan dan penting kumpul” juga mengungkapkan
kekayaan untuk memuaskan hidup mereka, suatu prinsip kebersamaan, suatu ajaran
masyarakat Jawa lebih memilih untuk sosial masyarakat Jawa yang luhur.
menerapkan nilai kebersamaan dan relasi Sebenarnya, mangan ora mangan sing
interpersonal di atas segalanya. 3 Hal ini penting kumpul mengandung arti yang
membuat masyarakat Jawa bersifat lebih saling kontradiktif. Kata mangan, yang
egaliter, demokratis, dan inklusif. dalam bahasa Indonesia berarti “makan”
Masyarakat Jawa menyambut dengan merupakan suatu hal yang sangat personal.
hangat dan tangan terbuka siapa saja yang Seseorang melakukan aktivitas makan
masuk ke dalam ranah kehidupan mereka. untuk keberlangsungan hidupnya sendiri.
Mereka sangat menjunjung tinggi nilai Sedangkan, kata “kumpul” bermakna
persaudaraan dan keharmonisan. Oleh sosial. Ia memiliki makna inter/intra
karena itu, masyarakat Jawa mewajibkan personal di dalam dirinya. Lantas,
diri untuk menjalin hubungan yang baik bagaimana orang Jawa memaknai dua hal
dengan tetangga maupun orang di sekitar yang saling kontradiktif ini dan
mereka. 4 Hal ini dipengaruhi oleh sifat memakainya dalam kehidupan sehari-hari?
dan karakter mereka yang ramah, ringan Seperti yang telah penulis bahas di atas,
tangan, dan terbuka. Keterbukaan bahwa masyarakat Jawa sangat
semacam ini jarang ditemukan dalam menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
kehidupan masyarakat lain. Keterbukaan Mangan ora mangan sing penting kumpul
yang dimiliki oleh masyarakat Jawa ini dapat saja diartikan secara dangkal yakni,
kemudian didukung dengan adanya tanpa adanya makanan yang penting
semangat gotong royong yang berkumpul. Namun, pengertian semacam
mendarah-daging dalam kehidupan ini tampaknya kurang tepat, melihat
masyarakat Jawa. Akibatnya, terjalinlah masyarakat Jawa yang senang berefleksi
suatu rasa kekeluargaan yang sangat erat di dan memaknai segala sesuatu secara
antara orang-orang Jawa. Kekeluargaan mendalam.
memang merupakan salah satu elemen Akhirnya, filosofi mangan ora mangan
sing penting kumpul bisa dilihat sebagai
2
“perang nilai/ keutamaan” di dalam diri
Bdk. Nawi Ng, et al., "Is self-rated health an
independent index for mortality among older people
manusia, yakni perang antara dimensi
in Indonesia?," Jurnal PloS one 7.4 (2012): 6. personal dan inter/ intra personal. Dimensi
3
Bdk. Yusak Irawan, "Subjective Well Being in personal dalam kata mangan sangat erat
Javanese Collectivistic Culture," dalam Proceeding kaitannya dengan kepentingan individu.
International Conference of Revisited Asian Society, Sedangkan dimensi komunal atau sosial
eds. Christina Siwi dan Monica Eviandaru
(Yogyakarta: Tp, 2014): 328.
dalam kata “kumpul” sangat erat kaitannya
4
Bdk. Moh. Roqib, Harmoni dalam Budaya Jawa, dengan kepentingan bersama. Singkatnya,
Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2007, 61. filosofi mangan ora mangan sing penting
200 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
kumpul ingin mengatakan kepada kita ora mangan sing penting kumpul,
bahwa kepentingan bersama perlu menjadi masyarakat Jawa ditantang untuk melepas
prioritas dan berada di atas kepentingan kesendiriannya dan memasuki kesadaran
pribadi. Dengan demikian, manusia dapat komunikatif yang ada di dalam diri
memaknai dirinya dengan benar sebagai sesamanya.
makhluk sosial yang mengutamakan relasi Mangan ora mangan sing penting
dengan sesama di atas kepentingan pribadi. kumpul berarti masyarakat Jawa memasuki
kesadaran komunikatif, di mana ia berelasi,
“Aku” dalam Mangan Ora Mangan Sing berkomunikasi. Di samping itu,
Penting Kumpul masyarakat Jawa juga memasuki cinta
relasional. 7 Ia tidak lagi mengabdi pada
Dalam pembahasan di atas, telah diri sendiri, melainkan berelasi dengan
penulis jelaskan bahwa kata mangan kesadaran “Aku” yang lain (liyan), yang
identik dengan hal yang sangat personal. berada di luar dirinya. Ruang atau tempat
Kata mangan mengarah pada relasi dengan antara kesadaran “Aku” dan “Liyan” untuk
diri sendiri. dalam bukunya yang berjudul berelasi adalah cinta. Di dalam cinta,
“Relasionalitas”, Prof. DR. Armada “Aku” dan “Liyan” melebur menjadi satu
Riyanto, CM mengungkapkan sebuah dan membentuk “kita”. 8 Dengan
gagasan mengenai “Aku” berelasi, demikian, dalam mangan ora mangan sing
berkomunikasi. Lebih lanjut, ia penting kumpul terdapat cinta relasional,
mengatakan bahwa sesungguhnya manusia yang mesra, yang mendalam, yang
memiliki kodrat komunikatif dalam transendental. Orang tidak lagi
kehadirannya. Jika demikian, hal ini berarti mementingkan “Aku”nya, yang tercermin
bahwa dalam kesendirian, manusia belum dalam mangan, melainkan berelasi,
berelasi.5 Manusia hanya bisa berelasi jika berkomunikasi dengan “Aku” yang lain,
memiliki “Aku” di dalam dirinya. yang berada di luar dirinya (kumpul). Di
Dalam filosofi mangan ora mangan dalam cinta, mangan ora mangan sing
sing penting kumpul, tersirat ke-Aku-an penting kumpul berubah menjadi kesadaran
masyarakat Jawa, yang berarti masyarakat “Kita”, kesadaran di mana keegoisan dan
Jawa berelasi, berkomunikasi. Mangan tendensi pribadi dikesampingkan untuk
berarti bahwa manusia itu sendirian. Ia lebih mengutamakan kebersamaan dan
tidak berelasi, tidak juga berkomunikasi. persaudaraan dalam cinta relasional “Aku”
Namun, hanya dengan “kumpul”, manusia dan “Liyan”, cinta “Kita”.
memperoleh kepenuhannya. Ia menjadi Dalam bukunya, Relasionalitas, Prof.
makhluk komunikatif. Ia berelasi, DR. Armada Riyanto membagi
berkomunikasi. “Kumpul” menampilkan transendensi cinta ke dalam lima
kenyataan bahwa setiap manusia (Jawa) komponen9 yang saling bersinergis, yaitu:
adalah Being yang komunikatif, ia adalah
subjek dalam komunikasi. Dan, hanya 7
Cinta relasional, seperti apa yang ditulis oleh Prof.
dengan “kumpul”, manusia (Jawa) DR. Armada Riyanto dalam bukunya Relasionalitas,
dimungkinkan untuk berkomunikasi dan ingin mengatakan bahwa ada usaha dari kesadaran
berkolaborasi satu sama lain. 6 Singkat “Aku” untuk mengenal secara terus-menerus
kata, dalam menghidupi filosofi mangan kesadaran akan eksistensi ”Liyan”. Cinta berarti
pertemuan antara Aku dan Liyan. Bdk. Ibid., 373.
8
Bdk. Ibid., 374.
5 9
Bdk. Armada Riyanto, Relasionalitas, Menurut Prof. DR. Armada Riyanto, transendensi
Yogyakarta: Kanisius, 2018, 204. cinta yang paling besar ada dalam ungkapan Kristus,
6
Bdk. Ibid., 230. yakni “Tidak ada cinta yang lebih besar daripada dia
201 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
18 19
Bdk. Richard J. Bernstein, "Human Beings: Tariq Modood, “Their liberalism and our
Plurality and Togetherness," Jurnal The Review of multiculturalism?” British Journal of Politics and
Metaphysics 35.2 (1981): 354. International Relations 3(2) 2001: 247.
205 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
Bagi masyarakat Jawa hal ini menjadi Penyeberangan antar subjek dalam
sangat bermakna, karena dengan mangan ora mangan sing penting kumpul
menghidupi kebijaksanaan mangan ora seperti orang yang sedang menyeberang
mangan sing penting kumpul, berarti melalui jembatan Suramadu. Ia bergerak
mereka berusaha mencari kepenuhan dan menuju pribadi yang lain. Kesadaran
kesempurnaan hidup sebagai manusia. “Aku” miliknya bergerak mendekati
Mereka sadar bahwa mereka belum kesadaran “Aku” orang lain, dengan suatu
sempurna, “belum penuh”, oleh karena itu proses atau cara yang unik dan khas.
mereka berusaha untuk menyempurnakan Menurut Prof. DR. Armada Riyanto,
diri, menjadikan diri mereka “penuh” proses penyeberangan ini disebut
dengan kehadiran orang lain di dalam persahabatan. Tindakan ini bukan suatu
hidupnya. Dengan kata lain, masyarakat tindakan serentak, sekali jadi, melainkan
Jawa berusaha menuju ke kesempurnaan suatu proses tindakan menjadi sahabat.
hidup dengan menghayati kodrat relasional Persahabatan itu suatu tindakan
mereka. “penyeberangan” diri sendiri kepada
sesamanya yang lain secara terus-menerus
Mangan Ora Mangan Sing Penting (transendensi).26
Kumpul, Suatu Penyeberangan Antar Jadi, dalam mangan ora mangan sing
Subjek penting kumpul, orang memaknai dirinya
sebagai sahabat bagi yang lain. Sahabat
Menyeberang adalah suatu tindakan yang hadir sebagai Aku apa adanya.
berpindah, bergerak dengan menggunakan Sahabat yang mau bergerak (menyeberang)
suatu sarana dari satu tempat ke tempat untuk mencintai. Sahabat yang mau
lain. Sedangkan penyeberangan adalah membuka diri (diseberangi) untuk dicintai.
suatu proses atau cara perbuatan Dengan kata lain, mangan ora mangan sing
menyeberang. 25 Pertama-tama, dalam penting kumpul adalah suatu relasi
pembahasan ini penulis ingin memberikan persahabatan, suatu relasi cinta yang
suatu ilustrasi mengenai penyeberangan. transenden, yang bergerak ke dalam
Adalah jembatan Suramadu yang (membuka diri) sekaligus ke luar bagi
menghubungkan antara Surabaya dan sesamanya. Mangan ora mangan sing
Madura. Dulu, sebelum jembatan penting kumpul adalah suatu relasi cinta
Suramadu ada, jika seseorang ingin yang saling mengisi.
menyeberang dari Surabaya ke Madura Pada pembahasan di atas penulis
harus menggunakan kapal. Sekarang, memberi ilustrasi mengenai jembatan
ketika jembatan Suramadu sudah ada, Suramadu sebagai sarana penyeberangan.
akses ke Madura oleh orang-orang dari Dalam mangan ora mangan sing penting
Surabaya atau ke Surabaya oleh kumpul, makanan adalah sarana
orang-orang dari Madura menjadi lebih penyeberangan tersebut. Makanan dalam
mudah. Singkatnya, jembatan Suramadu konteks mangan ora mangan sing penting
menjadi sarana penyeberangan yang efektif kumpul hanyalah sarana bagi masyarakat
dan memudahkan seseorang untuk Jawa untuk meraih sesuatu yang lebih
mengakses daerah yang ia tuju (Surabaya bernilai, yakni kebersamaan, persahabatan,
maupun Madura). dan relasi cinta. Makanan adalah jembatan
yang efektif dan memudahkan masyarakat
25
KBBI daring,
26
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/penyeberangan, Bdk. Armada Riyanto, Berfilsafat Politik, Op.
diakses pada 1 November 2018. Cit., 197.
207 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294