Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

198 | JURNAL ILMU BUDAYA

Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

“MANGAN ORA MANGAN, SING PENTING KUMPUL”


(MAKAN TIDAK MAKAN YANG PENTING KUMPUL)
TINJAUAN FILOSOFIS “AKU DAN LIYAN” DALAM GAGASAN
TOGETHERNESS PARA FILSUF BARAT

Evan Tandywijaya

STFT Widya Sasana


Malang, East Java, Indonesia

evantandywijaya@gmail.com

Abstract

Javanese people are known for their rich and profound wisdom in life. Like a water source that never
stops flowing, Javanese people never run out of sources of wisdom. One of the policies of the Javanese
community that has been around for a long time but remains actual until now is “mangan ora mangan
sing penting kumpul”. Today, the rapid development of technology makes people more individualistic
and ignores the importance of togetherness. This is the background and purpose of this writing, namely
as a reminder of the value of togetherness and see the depth of meaning contained in the philosophy of
“mangan ora mangan sing penting kumpul”. The writer want to see this philosophy in terms of the
relationship between Eastern and Western philosophy and present it using narrative methods. Previous
studies show that philosophy of "mangan ora mangan sing penting kumpul" has never been seen in
relation with Eastern and Western philosophy. In this article, the weiter would like to present a different
discussion, namely by looking at the correlation of philosophy "mangan ora mangan sing penting
kumpul" with a review of Western philosophers' thoughts. Finally, the exploration of the meaning and
depth of the philosophy of “mangan ora mangan sing penting kumpul” brings the writer to a discovery,
namely “mangan ora magan sing penting kumpul” as a crossing of subjects - objects.
Keywords : Javanese people; Wisdom; Togetherness; Relationship; Crossing

PENDAHULUAN mereka yang suka bersosialisasi atau


bersilaturahmi, berkumpul, saling
Mangan ora mangan sing penting membantu dan gotong royong. 1
kumpul, artinya makan tidak makan yang Masyarakat Jawa, yang notabene belum
penting kumpul. Filosofi Jawa ini “terkontaminasi” teknologi dan arus
terdengar usang dan kuno, namun kebudayaan modern lebih senang
maknanya teruji melintasi zaman, dahulu berkumpul bersama keluarga dan
dan sekarang. Kebijaksanaan ini masyarakat di sekitarnya daripada sibuk
kelihatannya sederhana, namun makna menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri.
yang terkandung di dalamnya sangat
dalam. Kebersamaan adalah nilai tertinggi
yang ditawarkan melalui kebijaksanaan ini. 1
Filosofi mangan ora mangan sing Bdk. Fatimah Ihsan, "Solidaritas Sosial
Masyarakat Jawa Perantau di Kampung Jawa Kota
penting kumpul merupakan salah satu Tanjungpinang," Jurnal Solidaritas Sosial
kebudayaan orang Jawa, khususnya Masyarakat Jawa Perantau di Kampung Jawa Kota
Tanjungpinang (2018): 3.
199 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

“Mangan ora mangan sing penting penting dari kehidupan masyarakat Jawa.
kumpul” ingin mengatakan bahwa Dengan demikian, filosofi mangan ora
masyarakat Jawa lebih mementingkan mangan sing penting kumpul mendapat
acara bersama (berkumpul bersama peran penting dalam prinsip kekeluargaan
keluarga) meski tidak ada makanan yang yang dimiliki masyarakat Jawa. Ia menjadi
tersedia. 2 Di samping itu, filosofi Jawa keutamaan dan pedoman umum bagi
kuno ini ingin menunjukkan sisi lain yang masyarakat Jawa untuk berelasi dan
dimiliki masyarakat Jawa, yang tidak membangun kehidupan bersama.
dimiliki oleh masyarakat lain. Selagi Filosofi “Mangan ora mangan sing
masyarakat lain mengejar pendapatan dan penting kumpul” juga mengungkapkan
kekayaan untuk memuaskan hidup mereka, suatu prinsip kebersamaan, suatu ajaran
masyarakat Jawa lebih memilih untuk sosial masyarakat Jawa yang luhur.
menerapkan nilai kebersamaan dan relasi Sebenarnya, mangan ora mangan sing
interpersonal di atas segalanya. 3 Hal ini penting kumpul mengandung arti yang
membuat masyarakat Jawa bersifat lebih saling kontradiktif. Kata mangan, yang
egaliter, demokratis, dan inklusif. dalam bahasa Indonesia berarti “makan”
Masyarakat Jawa menyambut dengan merupakan suatu hal yang sangat personal.
hangat dan tangan terbuka siapa saja yang Seseorang melakukan aktivitas makan
masuk ke dalam ranah kehidupan mereka. untuk keberlangsungan hidupnya sendiri.
Mereka sangat menjunjung tinggi nilai Sedangkan, kata “kumpul” bermakna
persaudaraan dan keharmonisan. Oleh sosial. Ia memiliki makna inter/intra
karena itu, masyarakat Jawa mewajibkan personal di dalam dirinya. Lantas,
diri untuk menjalin hubungan yang baik bagaimana orang Jawa memaknai dua hal
dengan tetangga maupun orang di sekitar yang saling kontradiktif ini dan
mereka. 4 Hal ini dipengaruhi oleh sifat memakainya dalam kehidupan sehari-hari?
dan karakter mereka yang ramah, ringan Seperti yang telah penulis bahas di atas,
tangan, dan terbuka. Keterbukaan bahwa masyarakat Jawa sangat
semacam ini jarang ditemukan dalam menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
kehidupan masyarakat lain. Keterbukaan Mangan ora mangan sing penting kumpul
yang dimiliki oleh masyarakat Jawa ini dapat saja diartikan secara dangkal yakni,
kemudian didukung dengan adanya tanpa adanya makanan yang penting
semangat gotong royong yang berkumpul. Namun, pengertian semacam
mendarah-daging dalam kehidupan ini tampaknya kurang tepat, melihat
masyarakat Jawa. Akibatnya, terjalinlah masyarakat Jawa yang senang berefleksi
suatu rasa kekeluargaan yang sangat erat di dan memaknai segala sesuatu secara
antara orang-orang Jawa. Kekeluargaan mendalam.
memang merupakan salah satu elemen Akhirnya, filosofi mangan ora mangan
sing penting kumpul bisa dilihat sebagai
2
“perang nilai/ keutamaan” di dalam diri
Bdk. Nawi Ng, et al., "Is self-rated health an
independent index for mortality among older people
manusia, yakni perang antara dimensi
in Indonesia?," Jurnal PloS one 7.4 (2012): 6. personal dan inter/ intra personal. Dimensi
3
Bdk. Yusak Irawan, "Subjective Well Being in personal dalam kata mangan sangat erat
Javanese Collectivistic Culture," dalam Proceeding kaitannya dengan kepentingan individu.
International Conference of Revisited Asian Society, Sedangkan dimensi komunal atau sosial
eds. Christina Siwi dan Monica Eviandaru
(Yogyakarta: Tp, 2014): 328.
dalam kata “kumpul” sangat erat kaitannya
4
Bdk. Moh. Roqib, Harmoni dalam Budaya Jawa, dengan kepentingan bersama. Singkatnya,
Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2007, 61. filosofi mangan ora mangan sing penting
200 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

kumpul ingin mengatakan kepada kita ora mangan sing penting kumpul,
bahwa kepentingan bersama perlu menjadi masyarakat Jawa ditantang untuk melepas
prioritas dan berada di atas kepentingan kesendiriannya dan memasuki kesadaran
pribadi. Dengan demikian, manusia dapat komunikatif yang ada di dalam diri
memaknai dirinya dengan benar sebagai sesamanya.
makhluk sosial yang mengutamakan relasi Mangan ora mangan sing penting
dengan sesama di atas kepentingan pribadi. kumpul berarti masyarakat Jawa memasuki
kesadaran komunikatif, di mana ia berelasi,
“Aku” dalam Mangan Ora Mangan Sing berkomunikasi. Di samping itu,
Penting Kumpul masyarakat Jawa juga memasuki cinta
relasional. 7 Ia tidak lagi mengabdi pada
Dalam pembahasan di atas, telah diri sendiri, melainkan berelasi dengan
penulis jelaskan bahwa kata mangan kesadaran “Aku” yang lain (liyan), yang
identik dengan hal yang sangat personal. berada di luar dirinya. Ruang atau tempat
Kata mangan mengarah pada relasi dengan antara kesadaran “Aku” dan “Liyan” untuk
diri sendiri. dalam bukunya yang berjudul berelasi adalah cinta. Di dalam cinta,
“Relasionalitas”, Prof. DR. Armada “Aku” dan “Liyan” melebur menjadi satu
Riyanto, CM mengungkapkan sebuah dan membentuk “kita”. 8 Dengan
gagasan mengenai “Aku” berelasi, demikian, dalam mangan ora mangan sing
berkomunikasi. Lebih lanjut, ia penting kumpul terdapat cinta relasional,
mengatakan bahwa sesungguhnya manusia yang mesra, yang mendalam, yang
memiliki kodrat komunikatif dalam transendental. Orang tidak lagi
kehadirannya. Jika demikian, hal ini berarti mementingkan “Aku”nya, yang tercermin
bahwa dalam kesendirian, manusia belum dalam mangan, melainkan berelasi,
berelasi.5 Manusia hanya bisa berelasi jika berkomunikasi dengan “Aku” yang lain,
memiliki “Aku” di dalam dirinya. yang berada di luar dirinya (kumpul). Di
Dalam filosofi mangan ora mangan dalam cinta, mangan ora mangan sing
sing penting kumpul, tersirat ke-Aku-an penting kumpul berubah menjadi kesadaran
masyarakat Jawa, yang berarti masyarakat “Kita”, kesadaran di mana keegoisan dan
Jawa berelasi, berkomunikasi. Mangan tendensi pribadi dikesampingkan untuk
berarti bahwa manusia itu sendirian. Ia lebih mengutamakan kebersamaan dan
tidak berelasi, tidak juga berkomunikasi. persaudaraan dalam cinta relasional “Aku”
Namun, hanya dengan “kumpul”, manusia dan “Liyan”, cinta “Kita”.
memperoleh kepenuhannya. Ia menjadi Dalam bukunya, Relasionalitas, Prof.
makhluk komunikatif. Ia berelasi, DR. Armada Riyanto membagi
berkomunikasi. “Kumpul” menampilkan transendensi cinta ke dalam lima
kenyataan bahwa setiap manusia (Jawa) komponen9 yang saling bersinergis, yaitu:
adalah Being yang komunikatif, ia adalah
subjek dalam komunikasi. Dan, hanya 7
Cinta relasional, seperti apa yang ditulis oleh Prof.
dengan “kumpul”, manusia (Jawa) DR. Armada Riyanto dalam bukunya Relasionalitas,
dimungkinkan untuk berkomunikasi dan ingin mengatakan bahwa ada usaha dari kesadaran
berkolaborasi satu sama lain. 6 Singkat “Aku” untuk mengenal secara terus-menerus
kata, dalam menghidupi filosofi mangan kesadaran akan eksistensi ”Liyan”. Cinta berarti
pertemuan antara Aku dan Liyan. Bdk. Ibid., 373.
8
Bdk. Ibid., 374.
5 9
Bdk. Armada Riyanto, Relasionalitas, Menurut Prof. DR. Armada Riyanto, transendensi
Yogyakarta: Kanisius, 2018, 204. cinta yang paling besar ada dalam ungkapan Kristus,
6
Bdk. Ibid., 230. yakni “Tidak ada cinta yang lebih besar daripada dia
201 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

1. Cinta itu mengenal gradasi masyarakat Jawa, hidup dalam


kedalaman kebersamaan, kekeluargaan, dan
2. Cinta itu mengenal rujukan persahabatan, hidup dalam “Kita”.
3. Cinta terdiri dari perbuatan Dengan demikian, filosofi mangan ora
“memberi” mangan sing penting kumpul menjadi
4. Tidak ada cinta yang melebihi hidup dan semangat masyarakat Jawa, di
tindakan memberi nyawanya mana mereka berelasi bukan hanya dengan
5. Cinta adalah tindakan memberi diri mereka sendiri dalam kesadaran
untuk sahabat “Aku”, melainkan juga dengan orang lain
Menurut hemat penulis, kedalaman dalam kesadaran “Liyan”. Kebersamaan
filosofi mangan ora mangan sing penting masyarakat Jawa telah menjadi bukti
kumpul juga mendapat tempatnya dalam bahwa mereka hidup dalam relasi cinta
transendensi cinta. Pertama, Masyarakat dengan sesamanya. Cinta ini bukan
Jawa lebih memperhatikan kebersamaan sembarang cinta. Cinta dalam filosofi
dibandingkan kepentingan pribadinya. Hal mangan ora mangan sing penting kumpul
ini membuat masyarakat Jawa berada adalah cinta relasional, cinta yang
dalam cinta yang tidak tunggal, tidak transendental, cinta yang rela memberi
konstan, dan tidak statis, cinta yang tidak ke”Aku”annya, cinta yang rela sakit demi
hanya memikirkan dirinya sendiri sesamanya, cinta yang total.
melainkan juga orang lain. Kedua,
Masyarakat Jawa biasa berkumpul untuk Simbolisme Filosofi Mangan Ora
memanjatkan doa, sedangkan doa Mangan Sing Penting Kumpul dalam
merupakan sarana untuk berkomunikasi Kehidupan Masyarakat Jawa10
dan berelasi dengan Sang Cinta, Tuhan.
Ketiga, dengan berkumpul berarti Manusia adalah makhluk ciptaan
masyarakat Jawa telah memberikan diri Tuhan yang paling kompleks. Ia tinggal
mereka sendiri sebagai suatu persembahan dan hidup di dalam suatu kebudayaan
bagi sesamanya. Dengan berkumpul berarti tertentu. Kebudayaan sendiri terdiri dari
mereka juga telah memberikan waktu dan gagasan-gagasan, simbol-simbol, dan
perhatian kepada sesamanya. Keempat, nilai-nilai sebagai hasil karya dan perilaku
meski berkumpul tidak identik dengan manusia.11 Kebudayaan, sedemikian kaya
memberikan nyawa sebagai tindakan dan luasnya dengan demikian memerlukan
tertinggi transendensi cinta, namun simbol-simbol tertentu yang dapat
masyarakat Jawa rela memberikan diri, mengungkapkan makna terdalamnya.
waktu, dan perhatian mereka kepada Simbol dapat berupa lukisan, perkataan,
sesama, yang mungkin merupakan salah tari-tarian, patung, rambu-rambu, warna,
satu sikap hidup yang mencerminkan tindakan, kegiatan, tradisi, dll.
pemberian diri secara total. Kelima, Dalam pembahasan filosofi mangan
kebersamaan dan kekeluargaan merupakan ora mangan sing penting kumpul, penulis
nilai-nilai pokok yang kerap dijunjung akan melihat beberapa kegiatan yang
tinggi dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Oleh karena itu, memberi untuk sahabat, 10
Masyarakat Jawa yang penulis maksud ialah para
yang menjadi unsur kelima dari warga RT (Rukun Tetangga) yang tinggal di sekitar
transendensi cinta juga hidup dalam diri Seminari Tinggi CM unit Badut (Jl. Raya Candi
V/62B).
11
Bdk. Budiono Herusatoto, Simbolisme dalam
yang memberikan nyawanya bagi para sahabatnya”. Budaya Jawa, Yogyakarta: PT. Hanindita Graha
Bdk. Ibid., 377-379. Widya, 1987, 10.
202 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

kiranya menjadi simbol kebersamaan kerabat dekat mereka. Mereka kerap


kebudayaan masyarakat Jawa:12 mengadakan slametan dalam rangka:
1. Paguyuban Rukun Tetangga (RT). kelahiran, sunatan, pernikahan,
Dalam kegiatan ini, para warga RT kematian, naik haji, renovasi rumah, dll.
(khususnya bapak-bapak) berkumpul di Dalam tradisi ini, tuan rumah atau RT
salah satu rumah warga untuk yang menyelenggarakan slametan
melakukan suatu pertemuan. Mereka menyuguhkan makanan dan minuman
berkumpul setiap hari Sabtu pukul sebagai bentuk terima kasih mereka atas
19.00-20.30 WIB. Mereka melakukan kehadiran, kebersamaan, kekeluargaan,
paguyuban ini di tempat yang berbeda persahabatan yang terjalin dalam acara
setiap minggunya, yakni di tersebut. makanan dan minuman, meski
rumah-rumah warga secara bergiliran. merupakan salah satu unsur penting
Adapun beberapa acara di dalam yang ada dalam tradisi slametan,
kegiatan paguyuban ini, antara lain: bukanlah unsur utama yang menjadi
cangkrukan sambil ngopi dan makan tujuan dan tonggak tradisi ini. Tujuan
snack, doa bersama (didoakan secara tradisi slametan tidak lain adalah agar
Islam), dan arisan RT. Dalam kegiatan masyarakat Jawa semakin guyub dan
paguyuban ini, tindakan ngopi dan rukun, semakin memiliki rasa
makan snack bukanlah tujuan utama persaudaraan, kekeluargaan, dan rasa
kegiatan ini, melainkan simbol syukur, serta mengutamakan
kebersamaan. Dengan makan dan kebersamaan di dalam kehidupan
minum bersama, diharapkan terjalinlah keseharian mereka.
suasana keakraban dan kebersamaan 3. Gotong Royong RT. kegiatan gotong
(kumpul) di antara warga RT. royong rutin dilakukan (oleh warga RT
Paguyuban akhirnya menjadi simbol di sekitar Seminari CM) satu kali dalam
kebersamaan antar warga RT, yang satu bulan. Dalam kegiatan ini,
melukiskan relasi cinta antar warga RT. bapak-bapak secara khusus mendapat
2. Slametan. Istilah slametan ini sendiri bagian untuk membersihkan lingkungan
berasal dari kata selamat yang dalam di sekitar RT, sedangkan ibu-ibu
KBBI daring berarti kenduri untuk bertugas untuk menyiapkan konsumsi
meminta selamat. 13 Tradisi slametan selama kegiatan ini berlangsung.
biasanya diadakan sebagai bentuk rasa Biasanya waktu untuk gotong royong
syukur atas anugerah dan kebaikan dibagi menjadi dua: Bagian pertama
Tuhan yang diberikan kepada manusia. adalah kerja besar seperti memotong
Masyarakat Jawa (terutama warga RT rumput, mencabut rumput, memotong
di sekitar Seminari Tinggi CM) dahan pohon yang menutupi jalan,
biasanya mengadakan slametan dengan menyapu jalan, memotong bambu,
mengundang warga sekitar RT dan membersihkan selokan, dll. Sebelum
bagian kedua, biasanya ibu-ibu
12
Tindakan dan kegiatan yang penulis bahas di sini
mengeluarkan “amunisi” mereka (snack
secara khusus merupakan tindakan dan kegiatan dan minuman dingin) untuk
yang pernah dan sedang penulis ikuti selama ini. membangkitkan kembali semangat
Locus atau tempat yang penulis maksudkan adalah bapak-bapak yang terkuras setelah kerja
di daerah sekitar penulis tinggal (dalam hal ini pada bagian pertama tadi. Bagian kedua
Seminari Tinggi CM).
13
KBBI daring,
adalah kerja ringan yang mencakup
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/selamatan, membuang sampah anorganik,
diakses pada 19 Oktober 2018. membakar dan menimbun sampah
203 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

organik, membereskan alat-alat kerja, 3. Kebersamaan subjek dengan


dll. pada kegiatan gotong royong ini, bagian-bagian internal di dalam
makanan dan minuman menjadi simbol dirinya
penyemangat bagi para warga RT Melihat definisi dan komponen yang
(bapak-bapak) agar berjuang terus ada di dalam togetherness (kebersamaan)
memelihara lingkungan tempat mereka ini, penulis berasumsi bahwa dalam
tinggal. Selain itu, makanan dan kebersamaan terdapat relasi yang kuat
minuman yang disediakan oleh ibu-ibu antara pribadi yang satu dengan pribadi
RT juga menjadi simbol kebersamaan yang lain. Meski demikian, relasi yang
yang menyatukan kembali para warga kuat tersebut tetap tidak menghilangkan
setelah melakukan pekerjaan berat kekhasan dan keunikan masing-masing
(gotong royong). pribadi yang berelasi. Sementara itu,
filosofi mangan ora mangan sing penting
Togetherness, Plurality, dan mangan ora kumpul tampaknya masuk ke dalam
mangan sing penting kumpul gagasan kebersamaan subjek dengan
objeknya. Gagasan kebersamaan subjek –
Istilah togetherness atau yang dalam objek ini akan dibahas dalam pembahasan
bahasa Indonesia dapat diartikan dengan selanjutnya.
kebersamaan, berasal dari bahasa Jerman Orang kerap berpendapat bahwa di
yang berarti to gather atau mengumpulkan. dalam kebersamaan semua dapat diatasi, di
Hal ini menunjukkan kedekatan, dalam kebersamaan tidak ada perbedaan.
persahabatan, dan usaha yang terbagi atas Namun, faktanya adalah di dalam
komponen-komponen individu, tanpa kebersamaan terdapat pluralitas, antara lain
mengurangi latar belakang kesendirian dan pluralitas ide, gagasan, karakter, sifat, dan
keunikan. 14 Gagasan kebersamaan ini lain sebagainya. Di dalam kebersamaan
menyimpan wawasan fenomenologi, ada persoalan mengenai pluralitas yang
mengakui komponen-komponen penting cukup besar untuk dijawab. William
dari konflik dan kesendirian yang hadir James, seorang filsuf Amerika pada abad
dalam perjumpaan. Ia menawarkan kritik ke-19 bertanya, “How can many
konstruktif atas gagasan-gagasan relasional consciousnesses be at the same time one
yang mendalam dan mutualitas.15 consciousness? How can one and the same
Lebih lanjut, Schwyzer mengatakan identical fact experience itself so diversely?
ada tiga gagasan yang terkandung di dalam The struggle was vain; I found myself in an
kebersamaan:16 impass”. 17
William James
1. Kebersamaan subjek dengan mempertanyakan bagaimana beberapa atau
dirinya sendiri banyak kesadaran bisa dalam waktu yang
2. Kebersamaan subjek dengan bersamaan dapat menjadi satu kesadaran
objeknya dan bagaimana satu fakta pengalaman yang
sama dan identik dapat sangat beragam.
Pertanyaan William James tampak jelas
dalam pengalaman masyarakat Jawa
14
Bdk. Manu Bazzano, "Togetherness: dengan filosofi khasnya, mangan ora
intersubjectivity revisited," Jurnal Person-Centered mangan sing penting kumpul. Dalam
& Experiential Psychotherapies 13.3 (2014): 209. mangan ora mangan sing penting kumpul,
15
Bdk. Ibid., 214.
16
Richard E. Aquila, "On Plotinus and the
17
"Togetherness" of Consciousness," Journal of the Bdk. William James, A Pluralistic Universe,
History of Philosophy 30.1 (1992): 12. Cambridge: Harvard University Press, 1977, 94-95.
204 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

kesadaran dari masing-masing individu characterisation of how we are


menjadi satu dan membentuk constituted by and relate to our own
kebersamaan, suatu entitas rasio yang satu culture. Some people would say they
sekaligus beragam di dalam dirinya. love their culture and are not
Meski William James mengalami sufficiently detached from it to
kebuntuan dalam hal ini, namun Paul evaluate it in terms of its functions.19
Weiss, seorang filsuf Amerika pada awal
abad ke-20, tampaknya berhasil menjawab Beberapa orang akan mengatakan
kebuntuan tersebut. Paul Weiss bahwa mereka mencintai budaya mereka
mengatakan bahwa di dalam pluralitas dan namun tidak cukup terlepas darinya untuk
kebersamaan, kesadaran aku bukan lagi melakukan evaluasi dalam fungsi-fungsi
berada di luar kesadaran orang lain (kamu), terminologinya. Rasa cinta terhadap
melainkan masuk di dalam kesadaran budaya Jawa hendaknya tidak membutakan
orang tersebut. 18 Dengan kata lain, di seseorang dalam melihat filosofi mangan
dalam pluralitas dan kebersamaan, ora mangan sing penting kumpul secara
kesadaran aku dan kamu sudah melebur holistik atau menyeluruh. Memang benar
menjadi satu, yakni kesadaran kami. bahwa di dalam filosofi ini terdapat nilai
Demikian pula yang terjadi di dalam kebersamaan yang sangat penting bagi
mangan ora mangan sing penting kumpul, kehidupan masyarakat Jawa, namun
meski terbentuk dari bermacam-macam kebersamaan ini bukan tidak berdampak.
kesadaran (kesadaran aku dan kesadaran Salah satu dampak yang akan sangat terasa
kamu “majemuk”) dan kaya akan adalah terbatasnya ruang privat bagi
pluralitas, namun sebenarnya ia merupakan orang-orang yang menghidupi filosofi ini.
sebuah kesadaran bersama, kesadaran Maksudnya ialah ketika seseorang
kami. Hal ini menjawab pula pertanyaan memberikan seluruh dirinya bagi sebuah
Wiliam James mengenai bagaimana satu komunitas, maka hanya tersisa sedikit saja
fakta pengalaman yang sama dan identik bagian dari dirinya yang merupakan ruang
dapat sangat beragam. Filosofi mangan ora privat yang dapat ia nikmati sendiri.
mangan sing penting kumpul memiliki satu Mungkin hal ini terkesan mengada-ada,
pengalaman yang bersifat sama dan namun inilah fakta yang terjadi, bahwa
identik, namun ia juga memiliki orang-orang yang kerap memberikan diri
keberagaman di dalam dirinya. Ia sekaligus secara total bagi komunitas, kerap
satu dan juga banyak. kehilangan ruang privat yang dapat mereka
nikmati sendiri. Oleh karena itu, sangat
Kritik atas Filosofi Mangan Ora Mangan penting bagi masyarakat Jawa untuk
Sing Penting Kumpul membagi waktu dan mengalokasikan lebih
banyak ruang bagi dirinya sendiri agar
Tariq Modood dalam artikelnya yang tersedia waktu untuk berefleksi dan
berjudul “Their Liberalism and Our mengevaluasi diri.
Multiculturalism” mengatakan demikian:
Kebersamaan Subjek – Objek adalah
Viewing a culture in terms of options Relasi Aku dan Liyan
and choices is an inadequate

18 19
Bdk. Richard J. Bernstein, "Human Beings: Tariq Modood, “Their liberalism and our
Plurality and Togetherness," Jurnal The Review of multiculturalism?” British Journal of Politics and
Metaphysics 35.2 (1981): 354. International Relations 3(2) 2001: 247.
205 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

Gagasan kebersamaan subjek – objek ini akan dibahas pada pembahasan


yang dicanangkan oleh Schwyzer di atas selanjutnya dalam mangan ora mangan
bisa disandingkan dengan relasi Aku dan sing penting kumpul, suatu penyeberangan
Liyan dalam filosofi Timur. Jika dalam antar subjek.
kebersamaan subjek – objek, kesadaran Dengan demikian, kebersamaan subjek
subjek tidak lagi berada di luar kesadaran – subjek menjadi salah satu ciri khas
objek, melainkan di dalamnya, demikian masyarakat Jawa yang tidak pernah lepas
pula halnya dengan relasi Aku dan Liyan. dari kesadaran mereka sebagai “Aku yang
Relasi Aku dan Liyan mengisyaratkan mencintai”. Kesadaran yang demikian
suatu kebersamaan di dalam dirinya. Relasi disebut kesadaran “Aku yang mencintai”
Aku dan Liyan berarti hubungan tidak lepas dari pengertian bahwa cinta
antarpribadi yang saling memiliki “Aku”. adalah sebuah perjumpaan Aku dan
Sebuah relasi hanya dapat ada jika Liyan.22 Karena di dalam “kumpul” tidak
berhubungan dengan pribadi yang lain, hanya sekedar ada makan saja, melainkan
pribadi yang juga memiliki “Aku”.20 ada cinta. Kesadaran masyarakat Jawa
Lantas, di manakah letak kebersamaan untuk berkumpul berarti kesadaran untuk
dalam konteks filosofi mangan ora mencintai sesamanya. Kebersamaan
mangan sing penting kumpul? Letaknya di mereka menciptakan suatu ruang lingkup
sini, yakni dalam frasa sing penting kumpul atau wilayah baru, yakni wilayah
atau yang dalam bahasa Indonesia berarti kedalaman cinta.
“yang penting kumpul”. Frasa sing penting Akhirnya, Kebersamaan subjek –
kumpul ingin mengatakan bahwa subjek yang terjadi di antara masyarakat
masing-masing pribadi “Aku yang Jawa itu berciri menyempurnakan. Subjek
berelasi” mau mengenal pribadi “Aku yang yang berinteraksi atau yang berelasi
berelasi” yang lain. Aku dan kamu tidak dengan subjek lain di luar dirinya,
lagi menjadi sorotan utama dalam relasi menemukan kesempurnaan di dalam diri
ini, melainkan kebersamaan antar “Aku subjek yang lain. Subjek (Aku) jika belum
yang berelasi”. Di sini terbentuklah relasi berelasi dengan sesamanya belum dapat
“kita”, realitas hubungan personal, relasi dikatakan penuh atau sempurna. Ia
antara pribadi-pribadi yang mencetuskan (subjek) seakan-akan memiliki “ruang
kita.21 kosong” di dalam dirinya untuk diisi oleh
Jika demikian, tidak ada lagi hubungan sesamanya. Hal ini disebut oleh Ortega y
subjek – objek dalam mangan ora mangan Gaset sebagai dia yang belum penuh.23
sing penting kumpul, yang ada hanya Gagasan mengenai manusia adalah
hubungan subjek – subjek. kesadaran “dia yang belum penuh” ingin
subjektif pribadi “Aku” terletak pula di menunjukkan kodrat relasional manusia.
dalam kesadaran subjektif “Aku yang Manusia yang berelasi berarti manusia
lain”. Hal ini dikarenakan antarpribadi yang memberi ruang agar manusia lain
“Aku” sudah saling mengenal satu sama memenuhi dirinya.24 Kehadiran orang lain
lain. Lantas, bagaimana jika antar pribadi mengisi ruang kosong di dalam dirinya dan
Aku belum mengenal satu sama lain? Hal sekaligus memberi kepenuhan baginya.
20
Bdk. Armada Riyanto, “Filsafat Aku,” dalam
22
Armada Riyanto, Marcellius Ari Cristy dan Paulus Bdk. Armada Riyanto, Relasionalitas, Op. Cit.,
Punjung Widodo (eds.), Aku dan Liyan, Malang: 373.
23
Widya Sasana Publication, 2011, 13. Bdk. Armada Riyanto, Aku dan Liyan, Op. Cit.,
21
Bdk. Armada Riyanto, Berfilsafat Politik, 18.
24
Yogyakarta: Kanisius, 2011, 196. Bdk. Ibid., 19.
206 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

Bagi masyarakat Jawa hal ini menjadi Penyeberangan antar subjek dalam
sangat bermakna, karena dengan mangan ora mangan sing penting kumpul
menghidupi kebijaksanaan mangan ora seperti orang yang sedang menyeberang
mangan sing penting kumpul, berarti melalui jembatan Suramadu. Ia bergerak
mereka berusaha mencari kepenuhan dan menuju pribadi yang lain. Kesadaran
kesempurnaan hidup sebagai manusia. “Aku” miliknya bergerak mendekati
Mereka sadar bahwa mereka belum kesadaran “Aku” orang lain, dengan suatu
sempurna, “belum penuh”, oleh karena itu proses atau cara yang unik dan khas.
mereka berusaha untuk menyempurnakan Menurut Prof. DR. Armada Riyanto,
diri, menjadikan diri mereka “penuh” proses penyeberangan ini disebut
dengan kehadiran orang lain di dalam persahabatan. Tindakan ini bukan suatu
hidupnya. Dengan kata lain, masyarakat tindakan serentak, sekali jadi, melainkan
Jawa berusaha menuju ke kesempurnaan suatu proses tindakan menjadi sahabat.
hidup dengan menghayati kodrat relasional Persahabatan itu suatu tindakan
mereka. “penyeberangan” diri sendiri kepada
sesamanya yang lain secara terus-menerus
Mangan Ora Mangan Sing Penting (transendensi).26
Kumpul, Suatu Penyeberangan Antar Jadi, dalam mangan ora mangan sing
Subjek penting kumpul, orang memaknai dirinya
sebagai sahabat bagi yang lain. Sahabat
Menyeberang adalah suatu tindakan yang hadir sebagai Aku apa adanya.
berpindah, bergerak dengan menggunakan Sahabat yang mau bergerak (menyeberang)
suatu sarana dari satu tempat ke tempat untuk mencintai. Sahabat yang mau
lain. Sedangkan penyeberangan adalah membuka diri (diseberangi) untuk dicintai.
suatu proses atau cara perbuatan Dengan kata lain, mangan ora mangan sing
menyeberang. 25 Pertama-tama, dalam penting kumpul adalah suatu relasi
pembahasan ini penulis ingin memberikan persahabatan, suatu relasi cinta yang
suatu ilustrasi mengenai penyeberangan. transenden, yang bergerak ke dalam
Adalah jembatan Suramadu yang (membuka diri) sekaligus ke luar bagi
menghubungkan antara Surabaya dan sesamanya. Mangan ora mangan sing
Madura. Dulu, sebelum jembatan penting kumpul adalah suatu relasi cinta
Suramadu ada, jika seseorang ingin yang saling mengisi.
menyeberang dari Surabaya ke Madura Pada pembahasan di atas penulis
harus menggunakan kapal. Sekarang, memberi ilustrasi mengenai jembatan
ketika jembatan Suramadu sudah ada, Suramadu sebagai sarana penyeberangan.
akses ke Madura oleh orang-orang dari Dalam mangan ora mangan sing penting
Surabaya atau ke Surabaya oleh kumpul, makanan adalah sarana
orang-orang dari Madura menjadi lebih penyeberangan tersebut. Makanan dalam
mudah. Singkatnya, jembatan Suramadu konteks mangan ora mangan sing penting
menjadi sarana penyeberangan yang efektif kumpul hanyalah sarana bagi masyarakat
dan memudahkan seseorang untuk Jawa untuk meraih sesuatu yang lebih
mengakses daerah yang ia tuju (Surabaya bernilai, yakni kebersamaan, persahabatan,
maupun Madura). dan relasi cinta. Makanan adalah jembatan
yang efektif dan memudahkan masyarakat
25
KBBI daring,
26
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/penyeberangan, Bdk. Armada Riyanto, Berfilsafat Politik, Op.
diakses pada 1 November 2018. Cit., 197.
207 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

Jawa untuk mengakses sesamanya. Dengan James, William, 1977. A Pluralistic


demikian, ada atau tidaknya makanan tidak Universe. Cambridge: Harvard
menghilangkan nilai kebersamaan yang University Press.
ingin dicapai dalam filosofi mangan ora Maknun, T., Hasjim, M., Muslimat, M.,
mangan sing penting kumpul. Filosofi ini and Hasyim, M. 2019. The form
seolah-olah ingin berkata, “ada makanan of the traditional bamboo house in
baik, tidak ada makanan ya tidak apa-apa, the Makassar culture: A cultural
yang penting kumpul”. semiotic study. Semiotica. In press.
https://doi.org/10.1515/sem-2017-0
Daftar Pustaka 162
Modood, Tariq, 2001. “Their liberalism
Aquila, Richard E, 1992."On Plotinus and and our multiculturalism?” British
the "Togetherness" of Journal of Politics and
Consciousness" Journal of the International Relations. 3, (2).
History of Philosophy, 30, (1). Ng, Nawi, et. Al., 2012. "Is self-rated
Bazzano, Manu, 2014. "Togetherness: health an independent index for
intersubjectivity revisited" Jurnal mortality among older people in
Person-Centered & Experiential Indonesia?" Jurnal PloS one. 7,
Psychotherapies. 13, (3). (4).
Bernstein, Richard J, 1981. "Human Riyanto, Armada, et. Al. (eds.) 2011. Aku
Beings: Plurality and Togetherness" dan Liyan: Kata Filsafat dan Sayap,
Jurnal The Review of Malang: Widya Sasana Publication.
Metaphysics. 35. (2). Riyanto, Armada, et. Al. (eds). 2011.
Herusatoto, Budiono, 1987. Simbolisme Berfilsafat Politik. Yogyakarta:
dalam Budaya Jawa, Yogyakarta: Kanisius.
PT. Hanindita Graha Widya. Riyanto, Armada, et. Al. (eds.). 2018.
Ihsan, Fatimah, 2018. "Solidaritas Sosial Relasionalitas. Yogyakarta:
Masyarakat Jawa Perantau di Kanisius.
Kampung Jawa Kota Roqib, Moh. 2007. Harmoni dalam Budaya
Tanjungpinang" Jurnal Solidaritas Jawa. Purwokerto: STAIN
Sosial Masyarakat Jawa Perantau Purwokerto Press.
di Kampung Jawa Kota
Tanjungpinang. Sumber Internet
Irawan, Yusak, 2014. "Subjective Well
Being in Javanese Collectivistic Https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/penyeb
Culture". Proceeding International erangan (diakses pada 1
Conference of Revisited Asian November 2018).
Society. Christina Siwi dan Monica Https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/selamat
Eviandaru (eds.). an (diakses pada 19 Oktober
2018).

You might also like