1 PB

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

Akreditasi Risetdikti, Journal Komunikasi, Vol 12 No.

2 September 2021
No 30/E/KPT/2019 (Sinta 4). P-ISSN 2086-6178 E-ISSN 2579-3292
DOI: https://10.31294/jkom

Dialektika Hegel (Tesis-Antitesis-Sintesis) dalam Etika dan Filsafat


Berkomunikasi Era Kontemporer
(Studi tentang Pemberitaan di Media Massa Digital terkait Pelanggaran Hukum dalam
Pemanfaatan Media Sosial)

Muhammad Rachdian Al Azis

Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Strata 2 (S2) Universitas Indonesia, Jakarta
e-mail:muhammad.rachdian01@ui.ac.id

Diterima : 2021-01-02 Direvisi : 2021-02-20 Diterima : 2021-08-01

Abstract - Humans as social beings certainly have a tendency to continue to look for other humans for the
process of exchanging messages. Social media as a form of technology utilization was used for the extension of
the human senses in the ability to interact. In the process, the existence of these machines that are wrapped in
technological terms then raises the question, whether their use is accompanied by ethics—a conception that
weighs the pros and cons—considering that many internet-based platforms allow the communication process
without the hassle of exchanging views first. Mentioned in Hegel's Dialectics, the thesis that occurs is that
humans communicate directly by including ethics in it. Then, the antithesis that is seen is that humans do not
communicate directly but by using intermediaries in the form of online-based digital media without the hassle of
exchanging views directly, so that the ethical side seems to be legitimized to be abandoned. Thus, the synthesis
that reconciles these two things should be a civilized human being who utilizes communication technology by
participating in promoting ethics. This can certainly happen if the people in it take a lot of lessons that have
happened in the past. As Sir Arthur Conan Doyle, author of the Sherlock Holmes series, said, “Skill is good and
genius is beautiful. But proper communication is more valuable than both."
Keywords: Communication Ethics and Philosophy, Hegel's Dilaektics, Social Media

PENDAHULUAN kemudian bisa bermuara pada pelanggaran hukum?


Dalam dunia kontemporer yang sudah serba Di mana letak kesalahan komunikasinya? Apakah
terdigitalisasi, pemanfaat teknologi menjadi marak konten postingan yang menyebut IDI kacung WHO?
dipergunakan. Hal yang sama juga berlaku di dalam Apakah karena cara kritik yang kurang relevan?
dunia komunikasi. Manusia sebagai makhluk sosial Lalu bagaimana cara kritik yang pantas dan relevan?
tentu memiliki kecenderungan untuk terus mencari Apakah medium penyalur kritik tersebut sudah
manusia lain untuk proses pertukaran pesan. Media tepat? Apakah yang dilakukan oleh yang
sosial sebagai wujud pemanfaatan teknologi tadi bersangkutan sudah sejalan dengan niat pemanfaatan
dipergunakan untuk kepanjangan indrawi manusia sosial media selaku medium? Apakah dalam
dalam kemampuan berinteraksi. Dalam prosesnya, membuat postingan, yang bersangkutan sudah
adanya mesin-mesin tadi yang terbungkus dalam melewati proses pemikiran panjang? Apakah yang
istilah teknologi ini kemudian menimbulkan bersangkutan memahami pentingnya etika dalam
pertanyaan, apakah pemanfaatannya dibarengi menyampaikan pendapat? Atau apakah pemahaman
dengan etika—sebuah konsepsi yang menimbang etika sendiri di Indonesia kemudian sudah bergeser?
baik-buruk—mengingat banyak platform berbasis Pertanyaan-pertanyaan tersebut di muka tentu
internet memungkinkan proses komunikasi tanpa menghadirkan pertanyaan yang jauh lebih filosofis:
perlu repot terlebih dahulu saling bertukar pandang. Apakah etika masih ditempatkan pada suatu tempat
Masih segar dalam ingatan, kasus Jrx, yang layak, yakni yang disebut Spinoza dalam
penabuh drum SID yang mencantumkan postingan karyanya, The Ethics, agar manusia hendaknya tidak
di sosial media “IDI kacung WHO” sehingga terbawa oleh perasaannya.
berujung pada pelanggaran pasal 28 ayat (2) jo Pasal Benar jika dibilang Spinoza adalah seorang
45A ayat (2) dan/atau pasal 27 ayat (3) jo pasal 45 realism. Seorang Pantheis yang kemudian
ayat (3) jo pasal 45 ayat (3) UU Informasi dan menyamakan Tuhan dengan alam itu sendiri. Tapi
Transaksi Elektronik dan/atau pasal 310 KUHP dialah yang mula-mula (jika boleh dikatakan)
dan/atau pasal 311 KUHP. Meski disangkakan bersama Immanuel Kant keluar dari paham dogmatis
seabrek pasal, Jrx berdalih dirinya hanya Yahudi dan/atau Kristiani untuk kemudian
memperjuangkan nyawa rakyat. “Kritik saya ini menjadikan filasafat sebagai pisau dalam membedah
untuk ibu-ibu yang menjadi korban akibat dari fenomena yang ada. Sehingga agaknya, dapat
kebijakan kewajiban rapid test (sebagai syarat dijadikan sebagai salah satu pegangan dalam
administrasi).” konteksnya relevansi dengan kehidupan di Indonesia
Muncul kemudian pertanyaan, mengapa yang tak hanya ke-beragam-an dan ke-ber-agama-
klaim yang begitu heroik dari niat yang begitu mulia an.

https://ejournal.bsi.ac.id/ejournal/index.php/jkom/index 117
eJournal Komunikasi, Vol 12 No.2 September 2021
P-ISSN 2086-6178 E-ISSN 2579-3292

Siklusnya: si sender lewat encodernya


memberikan message, kemudian ditangkap receiver
Membedah Definisi Komunikasi: Bukan Sekadar lewat decodernya, kemudian diinterpretasi dan lewat
Ngobrol encodernya si receiver berubah status menjadi
You cannot not communicate, begitulah sender yang lewat encodernya mengirimkan
seorang dosen mengutip ajaran Gamble bersaudara, message yang ditangkap oleh decoder yang dimiliki
cendekiawan besar bidang komunikasi. Sebagai sender yang telah berubah status menjadi receiver,
manusia, kita tidak dapat melepaskan diri dari kemudian diinterpretasi dan berkelanjutan dengan
aktivitas yang satu ini. Mengapa demikian? Sebagai siklus yang sama.
misal si A adalah orang yang sangat cerewet dan Dari siklus ini turut diperhatikan apakah
periang. Setiap hari ia selalu menjadi pusat perhatian ada noise yang mengganggu berjalannya proses
dalam setiap obrolan di kalangan teman komunikasi. Context/setting yang mengiringi
sepermainannya. Namun suatu hari ia tak selincah datangnya pesan dan channel yang dipergunakan
biasanya. Ia terlihat murung dan menjadi tidak untuk mengirimkan pesan.
banyak bicara. Lantas teman-temannya bertanya apa Komunikasi yang efektif itu menghasilkan
gerangan yang terjadi padanya. pemahaman yang berimbas pada senangnya si
Sampai di sini coba perhatikan contoh di receiver, kemudian menimbulkan rasa suka, lama-
atas dengan seksama. Si A yang banyak kelamaan menjadi akrab dan menuruti isi pesan.
bicara−berarti sering menyampaikan pesan lewat Oleh karenanya, dalam sisi Psikologi Komunikasi,
verbal sebagai channel (perantara pengantar disentuh dulu penstimulus (sensation) dalam diri
pesan)−suatu waktu tak lagi seceria dulu. Ternyata manusia dengan rasa (Fecking), dapat melalui afeksi
tingkah laku “tidak lazim” si A memicu teman- agar jejak memori (Image) dapat mengingat pesan si
temannya untuk bertanya. Artinya, tanpa bicara−tapi sender secara berkepanjangan. Kesemuanya demi
melalui gestur dan tingkah laku (non-verbal)−si A mencapai understanding and insight, meaningful
telah mengomunikasikan perasaan pada teman- relationship, atau influence and persuasion.
temannya. Sehingga dapat disimpulkan komunikasi
Komunikasi adalah seni menyampaikan bukan sekedar ngobrol. Memang ngobrol termasuk
informasi. Dikatakan seni karena yang menjadi ke dalam ruang lingkup komunikasi. Karena ngobrol
target adalah manusia, lengkap dengan segala menggunakan simbol yaitu bahasa. Inilah
kompleksitas di dalamnya. Perbedaan demografi, kemampuan unik yang dimiliki manusia dan
psikografi, psikologi, dan sosiologi adalah sedikit menjadikannya berbeda dengan makhluk Tuhan
dari banyak faktor lain untuk mengukur sukses atau lainnya.
tidaknya proses penyampaian informasi.
Komunikasi memiliki aksioma-aksioma Etika dan Filsafat: Bukan Sekadar Maaf-Maafan
(hal yang tanpa dibuktikan telah menjadi dasar suatu Filsafat memiliki banyak makna. Menurut
keyakinan) yakni komunikasi tidak bisa dihindari, Burhanuddin Salam, filsafat dijabarkan dari
interaksi mengandung dua dimensi: dimensi konten perkataan “philoshopia” yang berasal dari Bahasa
(isi pesan) dan relationship (tergantung Yunani yang berarti cinta akan kebijaksanaan.
kedekatan)−artinya jika isi pesan sangat dibutuhkan (Salam: 1988). Tentunya dengan berbagai macam
oleh receiver atau kedekatan antara receiver dengan pendekatan di dalamnya. Termasuk secara definisi,
sender tinggi, maka pesan akan mendapat atensi sistematika, tokoh dan aliran, serta sejarahnya.
yang tinggi, interaksi didefinisikan berdasarkan how Mengutip Will Durant, Suriasumantri
it is punctuates (bagaimana cara menjelaskan), pesan menyebutkan, filsafat dapat diibaratkan pasukan
berupa verbal atau non-verbal, sifat interaksi marinir yang merebut pantai untuk pendaratan
simetris (sependapat) atau komplementer pasukan infantry. Pasukan infanteri ini adalah
(kontradiksi). sebagai pengetahuan yang di antaranya adalah ilmu.
Komunikasi terdiri dari berbagai elemen. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi
Orang sebagai sender (penyampai pesan) dan kegiatan keilmuan. Setelah itu ilmulah yang
receiver (penerima pesan), pesan itu sendiri membelah gunung dan merambah hutan,
(message), perantara penyampai dan penerima pesan menyempurnakan kemenangan ini menjadi
(channel), pengganggu pesan (noise), segala suatu pengetahuan. Setelah penyerahan dilakukan maka
yang mengiringi pesan (context/setting), proses filsafat pun pergi. Dia Kembali menjelajah laut
menerima pesan (feedback), dan kejadian setelah lepas, berspekulasi dan meneratas. (Suriasumantri:
menerima pesan tadi (effect). Hal yang harus 1988)
diperhatikan juga adalah fungsi yang ingin Sedang Etika sendiri adalah bidang yang
didapatkan: (understanding and insight, meaningful menilai baik dan buruk. Sejajar dengan estetika yang
relationship, atau influence and persuasion). menilai keindahan serta logika yang memandang
Kesemuanya diramu dalam model sesuatu dengan logis atau masuk di akal. Etika
komunikasi yang paling mutakhir yakni Model merupakan pemikiran sistematis tentang moralitas
Schramm 3. Deskripsinya: mengubah apa yang ingin yang menghasilkan pengertian mendasar dan kritis.
disampaikan sender menjadi sesuatu (informasi Etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas
dengan bentuk apapun) agar receiver mendapatkan yang menghasilkan pengertian mendasar dan kritis.
sebuah pengertian. Etika menjadi penting untuk:

Dialektika Hegel (Tesis-Antitesis-Sintesis) dalam Etika… 118


Journal Komunikasi, Vol 12 No.2 September 2021
P-ISSN 2086-6178 E-ISSN 2579-3292
1. Mencapai suatu pendirian dalam pergolakan terhadap ajaran moral tertentu Tiga kualitas yang
pandangan-pandangan moral harus dimiliki individu dalam pengambilan
2. Dalam transformasi sosial, ekonomi, intelektual, keputusan yang beretika, Kenneth R Andrews
budaya, nilai-nilai tradisional ditentang semua. (1989):
Dalam keadaan ini etika memberikan orientasi untuk 1. Memiliki kompetensi dalam mengenali isu-isu
membedakan yang hakiki dan yang dapat berubah. etis dan mampu berpikir melampaui
3. Memberi kemampuan untuk menghadapi berbagai konsekuensi dari alternatif-alternatif yang
tawaran ideologi dengan kritis dan objektif, tidak tersedia
menjadi naif maupun ekstrim 2. Memiliki kepercayaan diri untuk menemukan
4. Memantapkan dasar iman kepercayaan, moral sudut pandang lain dan memutuskan sesuatu
dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang yang benar pada ruang dan waktu yang
berubah. tersedia, dengan memperhatikan hubungan dan
lingkungan situasi
Dialektika Hegel 3. Membatasi penyataan ketika dalam proses
G.W.F. Hegel filsuf Jerman yang hidup di pembuatan keputusan, sesuatu yang seharusnya
sekitaran abad ke-19 mengemukakan bahwasannya diketahui ternyata tidak dapat diketahui dan
dialektik merunut pada proses pihak-pihak yang ketika pertanyaan yang diajukan pers tidak
saling berlawanan. “Pihak Berlawanan” yang dapat dijawab atau belum memiliki jawaban
dimaksudkan oleh Hegel adalah bergantung pada yang sesuai
subjek yang dibahas. “Pihak berlawanan” berarti Dan terlepas dari itu semua, Epistemologi,
memiliki definisi yang berbeda. Baik dari cabang filsafat yang bertitik berat kepada keabsahan
konsepsinya maupun fenomenanya. “Pihak suatu pengetahuan menilik teori pengetahuan yang
berlawanan” adalah kesadaran atau klaim yang menyangkut kebenaran. Di antaranya adalah
berbeda. Sedangkan dalam prosesnya, “Pihak yang kebenaran performatif yang bersumber dari
berlawanan” tadi menuju pada arah evolusi linear. pernyataan-pernyataan yang dapat menciptakan
Artinya, Mengembangkan definisi maupun realitas dan kebenaran korespondensi yang
pandangan yang kurang maju kea rah yang lebih menghubungkan antara kebenaran subjek dengan
maju. Metode dialektik ini, dilanjutkan oleh Hegel, kesesuaian keadaan objek.
disebut memiliki ciri filosofis berupa mode yang Jrx melakukan apa yang telah dilakukannya
bersifat spekulatif kognisi. pasti atas dasar kebenaran. Atau setidaknya
Singkat kata, dalam Dialektik Hegel kebenaran versinya yang ia yakini. Memang baik
diawali dengan adanya sebuah Tesis sebagai fase untuk memegang ajaran moral yang bersumber dari
pertama. Yang kemudian pada prosesnya akan nasihat-nasihat, khotbah-khotbah orang tua, guru,
melahirkan Antitesis sebagai lawannya di fase pemuka agama maupun masyarakat tentu menuntun
kedua. Dan fase ketiga yaitu sintesis yang akan manusia agar hidup baik. Penting bagi setiap orang
memperdamaikan Tesis dan Antitesis tadi. Dan memegang ajaran moral, memiliki orientasi, tanpa
proses dialektik ini akan terus dan terus berulang. mengesampingan unsur etika di dalamnya.
Dan, sebagaimana di bidang lain, dalam
METODOLOGI PENELITIAN komunikasi, etika erat kaitannya dengan tanggung
Menjelaskan kronologis penelitian, jawab para pelaku komunikasi. Etika komunikasi
termasuk desain penelitian, prosedur penelitian mesti dimulai dengan kapasitas individual guna
(dalam bentuk algoritma, Pseudocode atau lainnya), membangun realisme moral berjangka panjang bagi
bagaimana untuk menguji dan akuisisi data. kepentingan social.
Deskripsi dari program penelitian harus didukung Secara kebebasan berpendapat, Jrx tentu mesti
referensi, sehingga penjelasan tersebut dapat mempertanggungjawabkan apa yang telah
diterima secara ilmiah. dilakukannya. Karena bebas bukan tak terbatas.
Melainkan hak orang lain adalah yang menjadi
HASIL DAN PEMBAHASAN batasnya. Pada kenyatannya, untuk kasus IDI
Berbicara mengenai etika dan filsafat kacung WHO sendiri, mesti diketahui batas yang
komunikasi di era kontemporer tentu tak bisa jelas antara kritik dan hate speech. Kritik biasanya
dilepaskan dari pekembangan teknologi. bersifat membangun. Sedang yang dilakukannya
Sebagaimana disebutkan dalam buku Digital hanyalah sumpah serapah tanpa dibarengi solusi,
Dilema, keberadaan revolusi industry 1.0, 2.0, atau paling tidak, bukan ucapan yang dilontarkan
sampai 3.0 adalah bentuk pemanfaatan alat-alat untuk kemudian bermuara pada memperkeruh
teknis dalam konteks industri sebagai kepanjangan suasana.
dari inderawi manusia. Begitu pun dalam hal Terlebih lagi, dalam kacamata komunikasi
komunikasi. sebagai disiplin ilmu, tentu ada ketidakefektifan.
Untuk kasus Jrx sendiri, dalam kacamata etika Sebab hasil akhir atas aktivitas komunikasi Jrx,
terdapat beberapa hal yang bisa digarisbawahi. Etika bukan mutual understanding yang diraih, melainkan
adalah filsafat atau pemikiran kritis yang mendasar, berurusan dengan hukum yang malahan didapat.
tentang ajaran moral. Etika hendak menjawab Mengutip pemikiran F. Kurniawan dalam Digital
mengapa manusia harus hidup mengikuti ajaran Dilema:
moral tertentu atau bagaimana sikap manusia Apakah platform social adalah milik privat,

119 Muhammad Rachdian Al Azis


eJournal Komunikasi, Vol 12 No.2 September 2021
P-ISSN 2086-6178 E-ISSN 2579-3292

sehingga aktivitas paling privat pun dapat berupa peraturan yang menyinergikan industry
ditampilkan untuk kemudian dikonsumsi public? penyiaran dengan telepon seluler? (Kruger: 2004)
Sehingga, “Apa urusannya public tak nyaman Adanya masalah dalam memanfaatkan
dengan konten privat yang dipublikasi? Nggak sosial media setidaknya menunjukkan adanya gap
suka, ya off saja”. Atau, platform social adalah dalam pen-digital-an segala aspek. Termasuk
ruang public, sehingga tampilan-tampilan adanya judicial review atas Undang Undang
panggung depan saha yang layak Penyiaran dan fenomena transportasi online yang
dipertontonkan? Publikasi aktivitas privat, pada dasarnya belum memiliki payung hukum
dianggap tindakan yang tak beretika. sehingga merasa lucu ketika kendaraan plat hitam
(Kurniawan: 2020) boleh menaik-turunkan penumpang di jalanan.
Tentu banyak masukan dan saran para ahli Dalam konteks sosial media, tentu harus
yang bisa untuk kemudian dipertimbangkan demi mengedepankan etika. Karena faktanya, sudah ada
digapainya jalan tengah. Masalahnya, dalam lebih dari 300 orang yang terjerat karena pasal ITE
mencapai fenomena tentu tidak akan pernah ada atas dugaan ujaran kebencian, pencemaran nama
kebenaran yang bersifat hakiki. Dari sudut baik, maupun penghinaan menemani Jrx tadi. Dan
pandang satu benar, dari sudut pandang hukum penjara tentu akan lebih cepat membludak, jika
kemudian ternyata salah. Bahkan dalam konteks semua sangkaan tadi kemudian diproses secara
hukum sendiri, masih banyak saling silang hukum tanpa penyelesaian secara adat.
undang-undang yang bertubrukan satu sama lain Sosial Media dalam lingkup dunia maya,
yang membuat penafsiran kemudian menjadi bias pada dasarnya tak ubahnya dunia nyata.
dan membingungkan. Sebagaimana Publicsphere yang dicetuskan
Bagaimanapun, mengutip kata-kata Habermas. Ada yang berkata kasar, bertutur sopan.
Immanuel Kant, “bahwasannya konsep tanpa teori Menebar kebencian, dan lain sebagainya. Hanya
kemudian hanyalah permainan kata-kata.” saja dalam dunia maya, tentu asas pembuktiannya
Meletakkan teori di tempat nun jauh di sana tanpa jauh lebih mudah karena di sana akan tertinggal
merekatkannya dengan realitas adalah kesalahan jejak digital.
besar. Ketika sebuah postingan di berbagai
Di luar itu semua, era digital memang platform media digital kemudian menciptakan
menghadirkan suatu suasana yang serba dilematis. sebuah fenomena yang negatif, pihak yang
Memang, dengan keberadaan mesin berbasis nyatanya kemudian dijadikan tersangka atas
teknologi tinggi yang bisa mendorong revolusi pelanggaran hukum hanyalah pengunggah konten
industri lebih jauh, seperti misalnya 4.0 dan 5.0. tersebut. Mengapa platform yang dijadikan tempat
Satu sisi dipandang sebagai suatu sistem menyebarkan konten tersebut tidak disangkakan
pengebirian indrawi manusia. Di satu sisi tentu pasal-pasal? Apa dasar hukumnya?
memudahkan menjalankan aktivitas, di sisi lain Seharusnya dalam hal ini, platform punya
mesti dibarengi dengan kesadaran individunya andil yang cukup besar. Platform memiliki
dalam memanfaatkan teknologi, dalam hal ini kewajiban juga untuk menyortir postingan. Entah
adalah ranah komunikasi digital. secara manual maupun automatic system. Karena
Dalam keadaan yang lebih luas, yaitu pada kenyataannya, platform juga mendapatkan
kenegaraan, dewasa ini, tidak ada satupun negara keuntungan berupa fee dari ads atas konten yang
yang bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Mau telah diunggah.
tidak mau semua akan saling bergantung. Namun, Platform dalam digital media pada era yang
jika suatu negara kesadarannya akan digitalisasi ini dewasa ini memiliki komunitas dan peminat yang
rendah, maka akan tertinggal. Dalam 4.0 misalnya, lebih luas dan besar. Sehingga, platform jangan
Adalah menempatkan kondisi dimana mesin hanya aware atas viewer dan jumlah like tinggi
menjadi competitor manusia dalam menjalankan dalam traffic mereka. Sekali lagi, kenyataannya
produksi. Dan dalam 5.0 seyogianya, akan tejadi yang harus menanggung adalah kreator sebuah
rekonsiliasi untuk pemanfaatan teknologi dengan postingan itu sendiri. Padahal, dalam pembagian
tenaga manusia. Sebab, disebutkan, dalam scenario ads nya belum tentu dimiliki seluruhnya oleh
pesimis, otomatisasi akan menghapus 160 juta kreator sendiri. Malahan cenderung lebih besar
pekerjaan di AS. Dan dalam scenario yang lebih penghasilan dari ads lebih besar untuk
optimis, setidaknya ada 12% jenis pekerjaan yang platformnya.
terhapus (Kurniawan: 2020). Platform padahal punya kewenangan untuk
Sehingga tak cukup dengan wawasan melakukan Banned. Bahkan bisa dilihat dari track
kebangsaan yang beretika saja. Dalam kasus record nya si konten kreator. Coba bayangkan,
pemanfaatan sosial media (seperti kasus Jrx), tapi sebenarnya, jika konten-konten kreatornya positif,
juga mesti diciptakan produk hukum yang secara pada dasarnya, platform juga bisa menghasilkan
pasti ligit mengatur hal-hal tersebut. ads yang juga tak kalah besar. Jangan seolah-olah
Bagaimana kemudian negara bisa menimbulkan kesan yang penting untung alias
mengakomodasikan kepentingan-kepentingan kapitalisme saja. Karena media itu juga memiliki
tersebut? Apakah sudah terlambat? Jika misalnya fungsi surveillance sebagaimana yang telah
saja dalam buku The Media Essential bahkan pada dijabarkan pada penjelasan di atas.
2002 Ofcom di Inggris sudah membuat regulasi Paling tidak platform memberikan support

Dialektika Hegel (Tesis-Antitesis-Sintesis) dalam Etika… 120


Journal Komunikasi, Vol 12 No.2 September 2021
P-ISSN 2086-6178 E-ISSN 2579-3292
berupa pembekalan mengenai konten yang positif sebuah kesadaran akan kebaikan yang bersifat
dan negatif. Bukan hanya support berupa mutlak. (Poespowardojo: 2016)
bagaimana mengolah data dan lain sebagainya. Pertanyaannya, ke arah mana manusia akan
Karena yang akan dikhawatirkan kemudian, bertumbuh? Dengan segala derasnya arus
banyak orang-orang di luar sana yang tidak informasi yang begaikan tsunami. Yang kemudian
bertanggung jawab, yang hanya ingin menaikkan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu sebagai
income mereka dengan menggunakan platform- amunisi dalam pengambilan tindakan. Berupa Big
platform media digital meskipun via jalur haram. data yang dimanfaatkan sedemikian rupa dalam
Artinya, pihak yang tidak bertanggung jawab bentuk yang beraneka ragamnya. Kebutuhan akan
kemudian siap saja menanggung resiko ingin informasi sejalan dengan hajat hidup orang banyak
terkenal dengan konsekuensi melanggar hukum. dalam menentukan pilihan atau dalam hal ini
Artinya, yang penting terkenal sehingga pengambilan keputusan terhadap sesuatu
mengesampingkan aspek moral dan etika yang fenomena, atau bahkan dari keseluruhan hidupnya.
berlaku. Setelah pada masa-masa yang lampau
Dan permasalahannya juga, belum tersedia manusia berlomba-lomba untuk menciptakan
produk hukum yang mengatur dengan jelas selain teknologi, kemudian malahan manusia yang seolah
mengenai pemanfaatan pemakaian media digital didikte oleh teknologi lewat beranekaragam
sebagaimana kasus transportasi online yang belum kecanggihan yang terdapat di dalamnya.
memiliki payung hukum. Itulah mengapa Kemudian, pertanyaannya, bagaimana kita
barangkali salah satu soal yang menjadikan salah menyikapinya? Diam dan tergerus arus, atau
satu stasiun televisi swasta kemudia meminta beradaptasi dan terus berkembang, Dan untuk
judicial review terkait undang-undang penyiaran pertanyaan yang lebih jauh, jika memilih salah
yang tidak mengatur pemanfaatan media digital. satunya, apakah pilihan itu adalah masih suatu hal
Stasiun televisi dan radio sudah berupaya yang otentik dalam konteks kita sebagai manusia?
semaksimal mungkin memenuhi apa yang tertera Atau apakah benar dalam diri setiap insan dari
dalam UU penyiaran dan perintah KPI selaku masa yang lampau sampai detik ini, lengkap
pengawas, tapi media digital dapat bergerak beserta perubahan, fenomena, dan daya
sesukanya. Selama sebuah kasus belum menjadi adaptasinya, masih menjadikan manusia sebagai
viral atau trending dan membuat heboh di dunia makhluk yang orisinil?
nyata.
Dan untuk pembagian Adsense sendiri, KESIMPULAN
platform memukul rata semua konten creator dan Disebutkan dalam Dialektika Hegel tesis
dipersamakan dengan creator toxic. Ketika suatu yang terjadi adalah manusia berkomunikasi secara
konten sudah dibuat dengan riset yang mendalam langsung dengan mengikutsertakan etika di
misalnya. Yang membutuhkan personil lebih dalamnya. Kemudian, antithesis yang terlihat adalah
banyak. Akan dipersamakan dengan konten tidak manusia tidak berkomunikasi secara langsung
pantas yang tanpa brainstorming lebih lanjut melainkan dengan menggunakan perantara berupa
apakah hal positif yang diraih dari sudut pandang
media digital berbasis daring tanpa perlu repot saling
pelanggan, dalam hal ini misalnya anak-anak
bertukar pandang secara langsung, sehingga sisi
sebagai generasi penerus bangsa yang bakalan
terpengaruh pola pikirnya. Tidak diterapkan etika seolah dapat legitimasi untuk ditinggalkan.
convert buyer misalnya. Konten yang ditonton Sehingga, sintesis yang mendamaikan dua hal
oleh kategori A hanya sedikit memiliki viewer tapi tersebut seharusnya adanya manusia madani yang
bisa membeli produk yang diiklankan. Sedangkan memanfaatkan teknologi komunikasi dengan turut
yang kategori dibawahnya, tidak melakukan serta mengedepankan etika. Hal itu tentu dapat
apapun. Jika hal tersebut kemudian terus terjadi jika manusia di dalamnya banyak mengambil
dilestarikan, maka bukan tidak mungkin dalam pelajaran yang telah terjadi di masa lampau. Seperti
kasus yang lebih ekstrim, maka media digital yang dikatakan Sir Arthur Conan Doyle, Penulis
tersebut kemudian bisa dilarang oleh pemerintah serial Sherlock Holmes,“Keahlian itu baik dan jenius
karena banyak toxic di dalamnya. itu indah. Namun komunikasi yang tepat lebih
Kembali pada pokok permasalahan. berharga daripada keduanya.”
Disebutkan bahwa etika adalah landasan bagi
kemajuan peradaban, yang keberadaannya
REFERENSI
kemudian diharapkan dapat menyediakan stabilitas
Sumber Buku
untuk membentuk harapan moral suatu
Kurniawan, Firman (2020) Digital Dilema: Problem
masyarakat. Meminjam istilah Kant, Kontemporer Adopsi Media Digital di
Poespowardojo menuliskan: bahwasannya Indonesia : PT Rajagrafindo Persada
mengikuti hati Nurani merupakan kewajiban moral Kruger, Stephen, Philip Rayner dan Peter Wall
sebagai pemenuhan perintah tanpa syarat karena (2004) Media Studies: The Essential
hati Nurani ibarat hukum tuhan yang bermukim Resource. London and New York:
dalam batin manusia dan mengikat perlakuan Routledge Gamble. (2005). Communication
manusia sesuai denhan apa yanf disadarinya baik Works. New York : McGraw Hill
dan harus dilakukan. tentang hati nurani sebagai Suriasumantri, Jujun (1988). Filsafat Ilmu Sebuah

121 Muhammad Rachdian Al Azis


eJournal Komunikasi, Vol 12 No.2 September 2021
P-ISSN 2086-6178 E-ISSN 2579-3292

Pengantar. Jakarta : PT Intermasa Salam,


Burhanuddin (1988) Pengantar Filsafat. Sumber Lain
Jakarta : PT Bina Aksara https://www.tribunnews.com/seleb/2020/08
Poespowardojo, Soerjanto dan Alexander Seran /08/12/berikut-pasal-pasal-yang-
(2016). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta : bakalmenjerat-jerinx-sid
PT Kompas Media Spinoza. The Ethics https://nasional.kontan.co.id/news/pidana-
PART IV: Of Human Bondage, or the di-uu-ite-efektif-menjerat-
Strength of the Emotions (pdf) penggunamedsos-hingga-oktober-ada-324-
Hadiwijono, Harun. 1991. Sari Sejarah Filsafat kasus
Barat-2. Yogyakarta: Kanisius. https://plato.stanford.edu/entries/hegel-
dialectics

Biodata Penulis
Muhammad Rachdian Al Azis
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Strata 2
(S2) Universitas Indonesia, Jakarta

Dialektika Hegel (Tesis-Antitesis-Sintesis) dalam Etika… 122

You might also like