Professional Documents
Culture Documents
Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Di Bagian Barat Pulau Pasir Putih Desa Sumberkima, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali
Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Di Bagian Barat Pulau Pasir Putih Desa Sumberkima, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali
Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Di Bagian Barat Pulau Pasir Putih Desa Sumberkima, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali
a Gagah Gumelar Wicaksono (Mnajemen Sumberdaya Perairani, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayna) Bukit Jimbaran, Bali.
Abstract
This research was conducted on January 2018 in Pasir Putih Island Sumberkima Village, Buleleng District, Province of
Bali. This study aimed to analyze the condition of coral reefs and observe the condition of coral reefs based on coral
cover percentage and the index value of diversity. The method used was survey method by using line Interceptt
Transect (LIT) consisting of 2 stations. Where each station at depth of 3 meters and 7 meters. Coral reef type in Pasir
Putih Island has a type of edge reefs. The forms of coral growth found in the research area were Acropora Branching
(ACB), Acropora Encrusting (ACE), Acropora Submassive (ACS), Acropora Digitate (ACD), Acropora Tabulate
(ACT), Coral Branching (CB), Coral Massive (CM), Coral Encrusting (CME), Coral Submassive (CS), Coral Foliose
(CF), Coral Meliopora (CME), Coral Heliopora (CHL) and Coral Mushroom (CMR). The condition of coral reefs on
Pasir Putih Island at station 1 depth of 3 meter was good with percentage cover of 72.85%, and at depth 7 meter
amounting to 26.29% (medium). Percentage of coral cover at station 2 depth of 3 meter was 47.52% and at depth 7
meter was of 53.39% which categorized as medium cover.
Abstrak
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2018 di Pulau Pasir Putih Desa Sumberkima, Kabupaten Buleleng,
Provinsi Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan menganalisis kondisi terumbu karang berdasarkan
persentase tutupan dan nilai indeks keanekaragaman. Metode yang digunakan adalah metode survei dengan
menggunakan transek garis menyinggung (LIT). Lokasi pengamatan terdiri dari 2 stasiun. Pengamatan di masing-
masing stasiun dilakukan pada kedalaman 3 meter dan 7 meter. Tipe terumbu karang yang ada di Pulau Pasir Putih
Desa Sumberkima, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Bentuk pertumbuhan terumbu karang yang dijumpai pada
daerah penelitian adalah Acropora Branching (ACB), Acropora Encrusting (ACE), Acropora Submassive (ACS), Acropora
Digitate (ACD), Acropora Tabulate (ACT), Coral Branching (CB), Coral Massive (CM), Coral Encrusting (CME), Coral
Submassive (CS), Coral Foliose (CF), Coral Meliopora (CME), Coral Heliopora (CHL) dan Coral Mushroom (CMR). Kondisi
terumbu karang di Pulau Pasir Putih tergolong dalam kategori sedang hingga baik. Persentase tutupan karang pada
staiun 1 di kedalaman 3 m sebesar 72.84% (baik), dan di kedalaman 7 m sebesar 26.29% (sedang). Pada staiun 2 di
kedalaman 3 meter memiliki nilai persentase tutupan karang sebesar 47.52% dan di kedalaman 7 meter sebesar
53.39% yang sama-sama dikategorikan tutupan karang sedang
Kata Kunci: Karang; jenis pertumbuhan; persentase tutupan; Pulau Pasir Putih
tingkat kerusakan yang relatif rendah. Kondisi Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
terumbu karang akan semakin menurun apabila Scuba Set, Garmin GPS, Roll Meter, Kertas Wetnotes,
tidak dilakukan penanganan untuk pemulihan Kamera Underwater, Alat Tulis, Laptop, Buku
kondisi tersebut. Terumbu karang yang telah Identifikasi Karang (Coral Finder), Thermometer,
rusak memerlukan waktu yang sangat lama untuk Refraktometer, pH meter, DO meter, Turbidity
kembali seperti kondisi semula (Dhahiyat et al., Meter).
2013). Sebagai ekosistem yang sangat produktif
pengelolaan terumbu karang secara lestari dan 2.3 Metode Line Intercept Transect (LIT)
berkesinambungan sangatlah penting artinya.
Usaha konservasi terumbu karang membutuhkan Penentuan lokasi stasiun dilakukan dengan hasil
suatu pengetahuan tentang pertumbuhan karang, yang didapat pada observasi awal dengan
khususnya bentuk pertumbuhannya (Buddemeir mengetahui lokasi penelitian secara luas titik-titik
dan Kinzie, 1976). keberadaan terumbu karang. Pada survei
pendahuluan ditetapkan pengambilan sampel
Mengingat fungsi terumbu karang yang sangat
menggunakan teknik LIT (Line Intercept Transect)
penting di perairan dan semakin menurunnya
dengan menentukan 2 stasiun di bagian barat dari
kondisi terumbu karang yang ada maka perlu
Pulau Pasir Putih dan setiap stasiun dilakukan
dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui
pengambilan 2 titik yang memiliki kedalaman
persentase tutupan dan bentuk pertumbuhan
yang berbeda dengan 2 kali pengulangan pada
karang hidup serta hubungan faktor fisik kimia
karang yang berbeda.
perairan terhadap persentase tutupan karang.
Panjang garis transek 50 m yang ditarik sejajar
2. Metode Penelitian atau secara horizontal pada hamparan terumbu
karang di titik pengamatan pada stasiun yang
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian sudah ditentukan. Penyelaman dilakukan oleh 2
orang penyelam yang bertugas untuk mengamati,
Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan di mencatat objek penelitian, mendokumentasikan
Pulau Pasir Putih Desa Sumberkima, Kabupaten kegiatan pengambilan data dan membentangkan
Buleleng, Provinsi Bali pada bulan Januari 2018. roll meter. Obyek yang diamati adalah setiap
Pada kordinat 8o07’13.6”S 114o36’06.5”E dan bentuk pertumbuhan karang yang dilewati oleh
kordinat 8o07’09.1”S 114o36’07.9”E. Pulau Pasir garis Transek. Obyek tersebut adalah karang keras
Putih merupakan pulau baru yang muncul secara (hard coral), karang lunak (soft coral), karang mati
alami di utara pesisir Desa Sumberkima yang (death coral), fauna lain (others). Penyelam bergerak
belum terdaftar secara administratif di sepanjang garis transek dan mencatat jenis
Pemerintahan Daerah. pertumbuhan ke data sheet. Jenis karang yang
tidak dikethui identitasnya di foto untuk di
identifikasi lebih lanjut
Analisis data meliputi perhitungan penutupan Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-
karang. Perhitungan penutupan karang diketahui masing komponen tutupan komponen biotik dan
dengan persamaan berikut menurut English et al., komponen abiotik di lokasi penilitan memiliki
(1994). kategori kondisi beragam. Suatu ekosistem
terumbu karang akan semakin bagus kondisinya
Persentase tutupan = (Panjang kategori tutupan
(1) apabila persentase penutupan karang hidup pada
(cm) / Panjang transek) × 100%
ekosistem tersebut lebih besar daripada persentase
tutupan abiotiknya. Data yang didapatkan dari
penelitian ini berupa data komponen biotik dan
komponen abiotik. Komponen biotik meliputi
persentase tutupan karang, alga, sponge, bintang
laut, bulu babi, halimeda. Sedangkan komponen
abiotik yaitu pasir, karang mati, batu, dan pecahan
karang. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan persentase tutupan karang di Pulau
Pasir Putih di Desa Sumberkima seperti terlihat
pada Tabel 2.
Tabel 2
kedalam kriteria sedang. Nilai tersebut lebih kecil 3.2.1 Persentase Tutupan Karang Berdasarkan
jika dibandingkan dengan staiun 1 di kedalaman 3 Jenis Pertumbuhan pada Stasiun 1 Kedalaman 3 m.
m. Hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya aktifitas
kegiatan nelayan yaitu penangkapan ikan hias. Berdasarkan analisis data pada stasiun 1 di
Selain itu pergerakan massa air juga besar kedalaman 3 m didapatkan persen tutupan karang
dikarenakan lokasi pulau ini lansung menghadap hidup yang didominasi oleh karang Non-Acropora
laut lepas. Besarnya arus selain dapat yaitu Coral Massive (CM) sebesar 83.59%, Coral
membersihkan polip karang dari kotoran yang Foliose (CF) sebesar 1.30 % dan Coral Brancing (CB)
menempel, arus dapat mempersulit larva karang sebesar 5.88%. sedangkan dari karang Acropora
menempel pada substrat. Menurut Nybakken terdiri dari Acropora Digitate (ACD)sebesar 5.46%,
(1988) arus sangat berpengaruh terhadap Acropora submassive (ACS) sebesar 2.07%,
pertumbuhan terumbu karang karena berkaitan Acropora Branching (ACB) seebsar 1.69%.
dengan ketersediaan makanan jasad renik, oksigen
maupun terhindarnya karang dari timbunan 3.2.2 Persentase Tutupan Karang Berdasarkan
endapan, namun arus yang terlalu besar juga bisa Jenis Pertumbuhan pada Stasiun 1 Kedalaman 7 m.
mematahkan terumbu karang.
Persentase jenis karang pada stasiun 1 di
Komponen biotik karang hidup yang paling
kedalaman 7 m, didapatkan persen tutupan
banyak ditemukan pada stasiun 2 di kedalaman 7
karang hidup yang didominasi oleh non-acropora
m sebesar 53.39%. Sedangkan komponen abiotik
yaitu Coral massive (CM) sebesar 93.27% dan
yang paling banyak ditemukan adalah pasir (sand)
bentuk pertumbuhan dari Acropora, yakni Acropora
sebesar 33.12 (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan
Digitate (ACD) sebesar 4.94%, Acropora Submassive
Peraturan Gubernur Bali No.16 Tahun 2016 yang
(ACS) sebesar 1.79%.
menyatakan bahwa persentase tutupan karang
dengan nilai sebesar 50-74.9% tergolong kedalam
kriteria baik. Meski stasiun ini memiliki nilai yang
baik, nilai tersebut masih lebih rendah
dibandingkan dengan stasiun 1 kedalaman 3 m.
Hal ini dapat disebabkan kurangnya
pembersihan endapan pasir ataupun sampah oleh
gelombang pada kedalaman 7 m di stasiun 2.
Seperti yang dikemukakan oleh Nybakken (1992)
bahwa gelombang berfungsi menghalangi
pengendapan pada koloni. Meskipun berada pada
daerah terlindung perairan Pasir Putih sesekali
diterpa gelombang. Gambar 4. Grafik Persentase Tutupan Karang
Berdasarkan Jenis Pertumbuhan pada Stasiun 1
Kedalaman 7 m
sehingga dapat berdampak pada terumbu karang. dan kedalaman 7m. berdasarkan hasil pengamatan
Tekanan ekologi tersebut ntara lain meningkatkan bahwa kedua kedalaman tersebut memiliki jenis
kekeruhan dan menurunkan intensitas cahaya. pertumbuhan yang hmpir sama, hanya pada
kedalaman 3 m terdapat jenis pertumbuhan Coral
3.4 Persentase Tutupan dan Indeks Keanekaragaman Mushroom. Hal ini didukung oleh Suryanti et al
Karang Berdasarkan Jenis Pertumbuhan pada Stasiun 2 (2011) bahwa kedalaman tidak berpengaruh
terhadap morfologi dan jenis pertumbuhan karang
Jenis pertumbuhan karang pada stasiun 1 di dan hanya mendominasinya saja yang berbeda.
kedalaman 3 m dan kedalamn 7 m keragaman
Keanekaragaman pada Stasiun 2 memiliki nilai
yang hampir sama. Hal tersebut diduga karena
0.878. Kondisi ini berbeda jauh dengan kondisi
pengaruh faktor cahaya. Intensitas cahaya pada
keanekaragaman di stasiun 1. Kecilnya nilai
kedalaman 3 m dan kedalaman 7 m hampir sama.
keanekaragaman dapat mengindikasikan bahwa
Menurut Yentsch et al. (2002) berkurangnya
tekanan ekologi di perairan ini cukup besar. Hal
tingkat kecerahan perairan akan berpengaruh
ini dapat disebabkan oleh lokasi penelitian pada
banyak terhadap persentase tutupan karang. Pada
stasiun 2 berada di luar pulau yang berbatasan
keadaan normal, zooxanthella mampu
langsung dengan laut lepas yang memiliki arus
berfotosintesis dengan baik sehingga
kencang dan gelombang cukup besar. Keberadaan
menghasilkan pertumbuhan yang optimal.
arus dan gelombang di perairan sangat penting
Jenis pertumbuhan karang yang paling banyak untuk kelangsungan hidup terumbu karang. Arus
ditemukan pada stasiun 2 baik pada kedalaman 3 atau gelombang penting untuk transportasi zat
m maupun pada kedalaman 7 m adalah Coral hara, larva, bahan sedimen dan oksigen, serta
Massive (CM) dengan persentase masing-masing dapat membersihkan polip karang dari kotoran
90.78% dan 78.54%. Tingginya persentase karang yang menempel. Selanjutnya Sadarun et al. (2008)
batu (massive) pada stasiun ini diduga pada stasiun menyatakan besarnya kecepatan arus akan
terebut juvenil di wilayah sekitar lokasi penelitian mempengaruhi pertumbuhan biota karang.
di Pulau Pair Putih Desa Sumberkima yang
Hasil penelitian di Perairan Pulau Pasir Putih
terbawa gelombang dan arus dapat tumbuh di
pada stasiun 2 diperoleh persentase tutupan
lokasi ekosistem terumbu karang Pulau Pasir Putih,
karang hidup (biotik) yang lebih tinggi
seperti Pulau Menjangan dan Pemuteran. Hal ini
dibandingkan pada stasiun 1. Hal ini dikarenakan
dikemukakan juga oleh Januardi et al. (2016)
pada stasiun 2 kondisi perairannya relatif terbuka
bahwa bentuk pertumbuhan karang di Pulau
sehingga arus dan gelombangnya lebih intensif
Menjangan yang mendominasi pada stasiun ini
memberikan suplai oksigen dan makanan bagi
massive yaitu jenis Porites sp. Selain itu gelombang
biota karang dan didukung pula oleh cahaya
memiliki peran dalam menseleksi pertumbuhan
matahari yang cukup baik. Supriharyono (2000)
jenis karang pda perairan. Hasil penelitian Tuti et
mengatakan bahwa keanekaragaman, penyebaran
al. (2010) menunjukkan bahwa terdapat
dan pertumbuhan karang juga tergantung pada
keterkaitan antara tingkat kekeruhan dengan
kondisi fisika-kimia lingkungannya.
persentase tutupan karang di Kepulauan Seribu
yang didominasi oleh karng non-acropora. 3.5 Kualitas Air
Banyaknya partikel dalam suatu perairan
mengindikasikan tingkat kekeruhan. Dalam hal ini Kualitas peraian dapat menggambarkan kondisi
akan mempengaruhi jumlah cahaya yang masuk organisme yang terdapat didalamnya khususnya
ke dalam air. Kondisi perairan yang keruh lifeform yang menjadi fokus dalam penelitian ini.
menyebabkan tidak semua karang dapat tumbuh Sesuai dengan baku mutu air laut untuk biota laut
dengan baik. Hanya jenis-jenis karang batu yang (Peraturan Gubernur Bali No.16 Tahun 2016).
mampu beradaptasi dengan lingkungannya yang Kualitas Fisik-Kimia Perairan Komponen fisik dan
mampu bertahan hidup. kimia perairan dapat dilihat sebagai berikut:
Selain Coral Massive (CM) ditemukan juga Coral
Foliose (CF), Coral Brancing (CB), Coral Mushroom 3.5.1 Suhu
(CMS), Acropora Digitate (ACD), Acropora
Submassive (ACS), Acropora Tabulate (ACT), dan Nilai suhu yang diukur pada tiap stasiun
Acropora Branching (ACB) pada kedalaman 3 m pengamatan berkisar antara 28.3-29.7°C. Kondisi
suhu seperti ini cukup ideal bagi pertumbuhan Derajat keasaman (pH) air menggambarkan
terumbu karang di Perairan Pasir Putih. Hal ini konsentrasi ion hidrogen dalam suatu perairan.
masih dikategorikan aman sesuai baku mutu pH berkaitan erat dengan karbondioksida dan
Peraturan Gubernur Bali No.16 Tahun 2016 untuk alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH semakin tinggi
terumbu karang berkisar 28-30 oC. Sesuai dengan pula nilai alkalinitas dan sebaliknya semakin
pendapat Thamrin (2006), bahwa karang dapat rendah kadar karbondioksida bebas (Arsyad, 2006).
tumbuh dan berkembang dengan subur pada
kisaran suhu antara 25-29ºC 3.5.5 Kekeruhan
memiliki nilai perentae tutupan karang sebesar Australia Marine Science Project: Living Coastal
47.52% dan di kedalaman 7 meter sebesar 53.39% Resources.
yang sama-sama dikategorikan tutupan karang Nababan, T. (2009). Persen Tutupan (Percent Cover)
sedang. Terumbu Karang Hidup di Bagian Timur Perairan Pulau
Rubiah Nangroe Aceh Darusalam. Skripsi. Medan,
Terdapat 8 tipe bentuk pertumbuhan (lifeform)
Indonesia: Universitas Sumatera Utara.
yang dijumpai di perairan Pulau Pasir Putih yaitu
Nybakken, J. W. (1992). Biologi Laut; Suatu Pendekatan
Acropora Submassive (ACS), Acropora Digitate
Ekologis. Jakarta, Indonesia: Gramedia Pustaka Utama.
(ACD), Coral Branching (CB), Coral Massive (CM),
Siringoringo, R. M., & Budiyanto, A. (2011). Kondisi dan
Coral Submassive (ACS), Coral Mushroom (CMR),
Distribusi karang Batu di Perairan Pulau Bawean.
Coral Foliose (CF), Acropora Tabulate (ACT). Indeks Biodiversitas di Kawasan Perairan Pulau Bawean. Jakarta,
Keanekaragaman (H’) karang pada stasiun 1 Indonesia: Pusat Penelitian Oseanografi.-LIPI.
sebesar 0.71 dan stasiun 2 sebesar 0.88 yang berarti
Januardi, R., Agus, H., Pujiono, W. P. (2016). Analisis
bahwa penyebaran jumlah individu tiap jenis di Habitat Dan Perubahan Luasan Terumbu Karang di Pulau
perairan Pulau Pasir Putih tergolong rendah, Menjangan Besar, Kepulauan Karimunjawa menggunakan
kestabilan komunitas rendah, dan tekanan ekologi Citra Satelit. Maquares, b(4), 302-31.
tinggi. Sentosa, P. W. (1998). Laporan monitoring terumbu karang
Kondisi fisika dan kimia perairan di bagian di Taman Nasional Laut Taka Bonerate Oktober 1997-
barat Pulau Pasir Putih yaitu suhu berkisar antara November 1998. Ujung Pandang, Indonesia: WWF-IP.
28.3-29.7°C, kekeruhan berkisar antara 1.62-5.80 Supriharyono. 2000. Pengelolaan ekosistem terumbu karang.
NTU, oksigen terlarut (DO) berkisar antara 5.7-6.8 Jakarta, Indonesia: Djambatan.
mg/L, salinitas berkisar antara 33-34 ‰, derajat Suryanti., Supriharyono., & Yulia, R. (2011). Pengaruh
keasaman berkisar antara 7.3-7.8, dan kecerahan Kedalaman Terhadap Morfologi Karang di Pulau
berkisar antara 2.5-3 m. Nilai tersebut dapat Cemara Kecil, Taman Nasional Karimunjawa. Jurnal
Saintek Perikanan, 7(1), 63-69.
mendukung terumbu karang untuk berkembang
dengan optimal. Thamrin., Setiawan, Y. J., Siregar, S. H. (2011). Analysis
of Sea Urchin Diadema Setosum Density on Different
Daftar Pustaka Condition of Coral Reef In Mapur Village Riau
Archipelago. Jurnal Ilmu Lingkungan. 5(1), 1-6.
Buddemeier, K. (1976). Coral Growth.Oceanography Thamrin. (2006). Karang; biologi reproduksi dan ekologi.
Marine Biological Annual Rev. 14, 183-225. Pekanbaru, Indonesia: Minamandiri Press.
Burke, L., Selig, E., & Spallding, M. (2002). Terumbu Tuti Yosephine, M. I. (2010). Octocoralia. Dalam: Crossing
Karang yang Terancam di Asia Tenggara. Ringkasan Marine Lines at Ternate. Capacity building of junior
Untuk Indonesia. Terjemahan dari Reefs at Risk in scientists in Indonesia for marine biodiversity assessments.
Southeast Asia. Kerjasama antara WRI, UNEP, 2 edition, May 2010 (Eds. Hoeksema, BW & Sancia ET
WCMC, ICLARM dan ICRAN. 40 hal. van der Meij). NCB Naturalis & LIPI: 31-34. nd
edition, May 2010 (Eds. Hoeksema, BW & Sancia ET
Dhahiyat, Y., Sinuhaji, D., & Hamdani, H. (2013).
van der Meij). NCB Naturalis & LIPI: 57-58.
Struktur Komunitas Ikan Karang di Daerah
Transplantasi Karang Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Yentsch, C. S., Yentsch, C. M., Cullen, J. J., Lapointe, B.,
Jurnal Iktiologi Indonesia. 3(2), 87-97. Phinney, D. A., & Yentsch, S. W. (2002). A sunlight and
tater transparency: Cornerstones in coral research. Journal
Arsyad, S. (2006). Konservasi Tanah dan Air. Bandung,
of Experimental Marine Biology and Ecology, 268(2),
Indonesia: Penerbit IPB (IPB Press).
171-183.
English, S., Wilkinson, C., Baker, V. (1994). Survey
Manual For Tropical Marine Resources. ASEAN-