Professional Documents
Culture Documents
Tolak KDRT Dan Cancel Culture Dalam Respon Netizen THDP Leslar
Tolak KDRT Dan Cancel Culture Dalam Respon Netizen THDP Leslar
1,2Institut
Agama Islam Negeri Ponorogo
*Correspondence: marwantika@iainponorogo.ac.id
Abstract
The domestic violence case of artist couple Lesti Kejora and Rizky Billar became a trend of
public conversation on social media Twitter. Domestic violence, which is a private issue but
when it comes to artists who are amplified by social media and responded to by the power of
netizens, has now shifted into a public issue. The purpose of this study was to determine the
movement of netizens on social media in the realm of public literacy towards the understanding
and rejection of domestic violence on social media. The research method used is Kozinet's
netnography with a research period on Twitter on September 28-October 30, 2022, with a five-
stage research procedure, namely, determining research problems, and determining the topics
studied, identifying and selecting communities in the community, collecting data, analyzing
data , and writing research results. The result of this study is that the response of netizens in
the domestic violence case of Lesti Kejora and Rizky Billar has two stages. First, netizens gave
support to Lesti Kejora, appreciated the courage to report domestic violence cases, and rejected
Rizky Billar's domestic violence on September 28 – October 10, 2022. Second, netizens
responded in the form of cancel culture to Lesti Kejora and Rizky Billar after the revocation of
domestic violence reporting cases as of October 13-30, 2022.
Keywords: Domestic Violence; Cancel Culture; Lesti Kejora; Rizky Billar; Netizens' Response
Abstrak
Kasus kekerasan dalam rumah tangga pasangan artis Lesti Kejora dan Rizky Billar menjadi
tren pembicaraan publik di media sosial Twitter. KDRT yang merupakan isu privat tetapi
ketika menyangkut artis yang diamplifikasi oleh media sosial dan direspon oleh kekuatan
netizen, kini telah menggeser KDRT menjadi isu publik. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui gerakan netizen di media sosial dalam ranah literasi publik terhadap
pemahaman dan penolakan KDRT di media sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah
netnografi Kozinet dengan periode penelitian di Twitter pada 28 September-30 Oktober
2022, dengan prosedur lima tahapan penelitian yaitu, menentukan masalah penelitian, dan
menentukan topik yang ditelit., mengidentifikasi dan menyeleksi komunitas yang diteliti,
mengumpulkan data, menganalisis data, dan menulis hasil penelitian. Hasil penelitian ini
adalah respon netizen dalam kasus KDRT Lesti Kejora dan Rizky Billar ada dua tahap.
Pertama, netizen memberikan dukungan kepada Lesti Kejora, mengapresiasi atas
keberanian melaporkan kasus KDRT, dan menolak KDRT yang dilakukan Rizky Billar pada
28 September – 10 Oktober 2022. Kedua, netizen memberikan respon berupa budaya
pengenyahan atau pembatalan (cancel culture) kepada Lesti Kejora dan Rizky Billar setelah
pencabutan kasus pelaporan KDRT per 13-30 Oktober 2022.
Kata Kunci: Kekerasan Dalam Rumah Tangga; Cancel Culture; Lesti Kejora; Rizky Billar;
Respon Netizen
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 885
Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial
(Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022)
PENDAHULUAN
Isu-isu publik selalu riuh direspon oleh netizen Indonesia di media sosial. Isu-isu
publik ini bisa meliputi politik, bencana maupun isu kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT). Termasuk isu kekerasan dalam rumah tangga Lesti-Rizky Billar turut menjadi tren
topik pembicaraan (trending topic) yang diamplifikasi lintas platform media sosial, seperti
Twitter, TikTok, Instagram maupun Facebook. Lesti dan Rizky Billar merupakan pasangan
selebriti yang dikenal masyarakat Indonesia, dalam kasus KDRT mereka, turut
diamplifikasi netizen di Instagram sebanyak 34,267 postingan (Instagram, 2022), di
TikTok sebanyak 14 juta tayangan (TikTok, 2022), dan sempat menjadi tren pembicaraan
sebanyak ratusan ribu selama sepekan sejak 29 September hingga awal Oktober 2022
(Twitter, 2022). Isu kekerasan dalam rumah tangga termasuk ranah privat dan kini bergeser
ke ranah publik, apalagi ketika melibatkan figur publik ataupun selebritas turut menjadi
tren pembicaraan netizen ataupun masyarakat Indonesia.
Netizen atau warganet mempunyai kekuatan di era informasi ini, kini netizen
berperan sebagai khalayak aktif di media sosial. Netizen saat ini bisa sebagai produsen dan
konsumen berita karena fasilitas user generated content di media sosial(Nasrullah, 2016,
2021). Kekuatan netizen dalam membicarakan suatu isu bisa menciptakan viral yang bisa
mengubah pembuat kebijakan (Bruni et al., 2012; Han et al., 2020). Selain itu tren
pembicaraan netizen di media sosial juga bisa sebagai media edukasi dan sosialisasi suatu
isu. Meskipun kekuatan netizen tak bisa diabaikan, tetapi netizen sendiri dalam merespon
isu publik di media sosial bisa dalam posisi pro maupun kontra. Terutama netizen dalam
memperoleh informasi biasanya dipengaruhi oleh minat sesuai dengan preferensi suatu
isu sesuai dengan yang disukai yang diakibatkan oleh ruang gema (echo chamber), dan
juga dipilihkan oleh mesin algoritma (Barberá et al., 2015; Lim, 2017).
Termasuk isu KDRT yang melibatkan selebritas ini turut menjadi pembelajaran
netizen dalam memahami isu KDRT. Isu KDRT yang sesuai statistik terus mengalami
peningkatan, hal ini bisa dilacak dari catatan Komnas Perempuan selama kurun waktu 10
tahun pencatatan kasus kekerasan terhadap perempuan (2012-2021), tahun 2021 tercatat
sebagai tahun dengan jumlah kasus Kekerasan Berbasis Gender (KBG) tertinggi, yakni
meningkat 50% dibanding tahun 2020, sebanyak 338.496 kasus. Angka ini bahkan lebih
tinggi dari angka sebelum masa pandemi di tahun 2019(Komnas Perempuan, 2022). Data
yang dilaporkan oleh Komnas Perempuan ini masih banyak yang belum terungkap, karena
fenomena KDRT merupakan fenomena gunung es, yaitu para korbannya bisa jadi banyak
yang tidak melaporkan para pelaku(Noer et al., 2021). Kasus KDRT Lesti-Rizky Billar ini
bisa menjadi penguatan literasi netizen dalam memahami KDRT dari tren pembicaraan di
media sosial.
Netizen yang meriuhkan media sosial juga mempunyai kekuatan untuk
menyerukan kontra atau menolak suatu isu termasuk salah satunya berupa KDRT, selain
itu netizen juga bisa melakukan gerakan untuk memboikot massal, melakukan budaya
pengenyahan (cancel culture) terhadap publik figur atau selebritas. Hal ini berdasarkan
kasus kekerasan dalam rumah tangga aktor Johhny Depp dan Amber Heard. Johhny Depp
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 886
Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial
(Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022)
ketika menjadi terduga sebagai pelaku KDRT mendapatkan sentimen negatif dari publik,
mendapatkan cancel culture dengan pemutusan berbagai kontrak kerja di industri hiburan
Hollywood, dan reputasi karirnya sempat hancur (TheAsianparent.com, 2022). Meskipun
pada akhirnya Johhny Depp tidak terbukti melakukan KDRT karena Amber Heard
melakukan kebohongan publik, dan berganti Amber Heard yang mendapatkan cancel
culture dari publik Amerika. Termasuk Rizky Billar mendapatkan cancel culture dengan
larangan tampil di media penyiaran (Viva.co.id, 2022), pemutusan kerja dari stasiun
televisi Indosiar, pembatalan sebagai pemenang penghargaan di SCTV. perkembangan
kasusnya saat ini Lesti sudah mencabut laporan KDRT Rizky Billar, dan pasangan ini
mendapatkan seruan cancel culture oleh netizen(Fajar.co.id, 2022).
Kasus KDRT dari pasangan Lesti Kejora dan Rizky Billar ini menarik dibahas untuk
penelitian ini, karena dalam perkembangan kasus KDRT di industri media massa di
Indonesia, baru kali ini KDRT mendapatkan atensi dan perhatian publik yang masif di
media. Kasus KDRT di Indonesia belum pernah sampai adanya gerakan cancel culture,
karena anomali media massa di Indonesia adalah turut memberi panggung artis/selebritas
yang mempunyai kontroversi. Selain itu penelitian KDRT yang diulas oleh para akademisi
di Indonesia lebih banyak menitikberatkan dari segi advokasi hukum(Aisyah & Parker, 2014;
Alfitri, 2020; Mashdurohatun et al., 2020), dampak psikologis korban KDRT (Hayati et al.,
2015; Mas’udah, 2020; Saraswati, 2020), relasi KDRT dengan teks agama (Aisyah, 2012;
Nurtjahyo, 2021; Zuhdi et al., 2019). Penelitian KDRT di media massa masih mendapatkan
porsi pembahasan yang masih sedikit, salah satunya adalah berjudul Jenis dan postingan
grup Facebook: Perempuan Indonesia bebaskan diri dari kekerasan dalam rumah tangga
(Krisvianti & Triastuti, 2020).
Kasus KDRT pasangan artis ini perlu diteliti untuk mengetahui gerakan netizen di
media sosial dalam ranah literasi publik terhadap pemahaman dan penolakan KDRT. Selain
itu dalam kajian media juga memberikan sumbangsih berupa representasi media dalam
menyiarkan kasus KDRT, dan perubahan fungsi netizen dalam kasus KDRT di media sosial.
METODE
Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah ettnografi karena memiliki
keunggulan dalam menceritakan, memahami fenomena sosial yang kompleks, dan
membantu penelitian dalam mengembangkan tema dari sudut pandang informan(Rageh
et al., 2013). Menurut perumusnya (Kozinets, 2010), netnografi memang dirancang untuk
mempelajari budaya dan komunitas online atau fenomena yang berkaitan dengan
komunitas online. Dibandingkan dengan etnografi (secara umum, konvensional), seorang
netnografer melakukan pencarian data melalui komunikasi yang dimediasi komputer
(computer mediated communication/CMC) di mana para peneliti online dapat
mengumpulkan sejumlah besar data dengan atau tanpa membuat kehadiran mereka
terlihat oleh anggota budaya tineliti.
Netnografi bisa diterapkan di media sosial seperti Twitter. Twitter merupakan
platform media sosial yang mempunyai keunggulan budaya visual baik berupa teks,
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 887
Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial
(Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022)
gambar dan video. Sesuai dengan prosedur netnografi menurut Kozinet, penelitian ini
mempunyai lima tahapan. Pertama, menentukan masalah penelitian, dan menentukan
topik yang diteliti. Kedua, mengidentifikasi dan menyeleksi komunitas yang diteliti. Ketiga,
mengumpulkan data. Keempat, menganalisis data dan mengkonfirmasi hasil penelitian,
dan Kelima, yaitu menulis hasil penelitian (Nasrullah, 2017).
Tahapan pertama, yaitu menentukan masalah dan topik dalam artikel ini, dengan
meneliti topik KDRT Lesti Kejora dan Rizky Billar. Tahapan kedua, yaitu mengidentifikasi
dan menyeleksi komunitas yang diteliti. Di tahapan ini peneliti melakukan observasi kasus
KDRT Lesti sejak dalam rentang 28 September-30 Oktober 2022 di Twitter. Tahapan
ketiga, berupa pengumpulan data. Tahapan keempat, berupa analisis data, di tahapan ini
penulis menganalisis hasil dari observasi, transkripsi gambar, dan video kasus KDRT Lesti
menggunakan analisis naratif dengan pisau analisis konsep KDRT dan Cancel Culture.
Tahapan kelima, berupa menulis hasil analisis yang disajikan peneliti dalam sub bab hasil
dan pembahasan.
PEMBAHASAN
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga diartikan sebagai perilaku kasar dalam hubungan
rumah tangga yang bertujuan untuk mendominasi dan mengendalikan pasangan.
Pengertian kekerasan dalam rumah tangga menurut Pasal 1 Undang-Undang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga (Mashdurohatun et al., 2020).
Bentuk kekerasan rumah tangga meliputi pelecehan emosional/psikologis, verbal,
fisik, seksual, finansial, dan bisa merambah ke pelecehan digital (Manderson & Bennett, 2013;
Munir, 2006). Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan yang tertuang di UU PKDRT adalah
meliputi kekerasan fisik dalam Pasal 6, kekerasan psikis dalam Pasal 7, kekerasan seksual
dalam Pasal 8, dan penelantaran rumah tangga dalam Pasal 9. Pelaku KDRT bisa berposisi
sebagai: suami, pasangan, ayah, ayah mertua, ayah tiri, paman, anak laki-laki, atau pihak
keluarga laki-laki lainnya.
Pengaturan sanksi diatur di dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga dalam Bab VIII tentang Ketentuan Pidana pada Pasal 44-53. Sanksi bisa
berupa hukuman 10 tahun penjara apabila pelaku melakukan kekerasan fisik yang
tergolong berat, yang menyebabkan seseorang jatuh sakit atau luka berat, sanksi 15 tahun
penjara jika menyebabkan korban meninggal dunia, dan hukuman 20 tahun apabila
melakukan kekerasan fisik, psikis, dan seksual yang menyebabkan korban tidak sembuh,
hilang ingatan, dan gugur atau matinya janin dalam kandungan 20 tahun(Komnas
Perempuan, 2020).
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 888
Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial
(Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022)
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 889
Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial
(Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022)
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 890
Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial
(Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022)
akun @areajulid ini berisi komentar reaktif dengan kebanyakan menghujat Rizky Billar
selaku pelaku KDRT, dan netizen juga mengomentari perilaku Rizky Billar yang selingkuh
dan melakukan KDRT ini tidak layak dimaafkan.
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 891
Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial
(Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022)
Sejak awal kasus KDRT Lesti mencuat, dukungan netizen terhadap Lesti terus
mengalir dan netizen menempatkan Lesti sebagai artis panutan karena sikapnya dalam
kasus KDRT ini. Menurut netizen, Lesti berbeda dengan kebanyakan artis yang lainnya
yang ketika tersandung masalah atau konflik justru terus menerus melakukan konfirmasi
di program infotaintment maupun podcast artis. Dalam sepuluh hari pertama kasus KDRT
ini mencuat Lesti langsung menunjuk kuasa hukum dan tidak pernah dari pihak Lesti
membuat konfirmasi di media. Berbeda dari pihak keluarga yang melakukan konfirmasi di
media dan justru membuat sentimen negatif dari netizen.
Respon netizen dalam kasus KDRT artis atau selebritis ini telah mampu
menyatukan wacana publik tentang kedaruratan KDRT di Indonesia. Kasus KDRT yang
terus naik kasusnya setiap tahun di Indonesia, selama ini hanya menjadi wacana aktifis
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 892
Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial
(Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022)
perempuan. Apalagi stigma bahwa KDRT adalah aib keluarga, masalah privat yang kurang
elok untuk diungkap di publik, belum lagi mengenai penafsiran agama terhadap kasus
dalam rumah tangga turut menjadikan gerakan publik untuk kasus KDRT ini masih senyap
dan masih tabu untuk dibahas. Berdasarkan pemantauan peneliti selama 28 September-10
Oktober 2022 tentang reaksi publik mengenai KDRT di kasus Lesti Kejora dan Rizky Billar
ini, telah menemukan momentum literasi tentang kedaruratan kasus KDRT. Banyak pihak,
baik itu dari Komnas Perempuan, politisi, aktifis perempuan, kalangan artis, influencer
media sosial, dan terutama netizen turut menggaungkan tolak KDRT dan menghimbau
agar pelaku KDRT berani bicara, dan perlu adanya pendampingan terhadap korban KDRT.
Dari kasus KDRT Lesti Kejora dan Rizky Billar per 28 September- 10 Oktober 2022
ini turut memberikan wacana pemahaman publik mengenai penyebab KDRT, bentuk-
bentuk KDRT, ancaman pidana bagi pelaku dan cara melaporkannya yang diampifikasi
media sosial. Tidak hanya di Twitter wacana pemahaman publik mengenai KDRT ini juga
masuk di TikTok, Instagram, YouTube maupun Facebook.
Cancel Culture Dalam Kasus KDRT Lesti Kejora dan Rizky Billar
Dari pembahasan sebelumnya tentang respon netizen di Twitter per 28 September-
10 Oktober 2022 yang mempunyai kecenderungan menolak KDRT, merupakan gerakan
organik netizen mengenai isu KDRT yang dialami oleh Lesti Kejora. Dari pengamatan
peneliti menggunakan metode netnografi menemukan bahwa penolakan netizen
mengenai KDRT ini murni gerakan organik netizen yang merupakan bagian dari
demokratisasi wacana di media sosial. Hal ini dibuktikan melalui pengamatan peneliti dari
tagar #KDRTLesti #LestiKejora dan #RizkyBillar sedikit ditemui postingan yang
digerakkan oleh bot (robot) untuk melawan (counter) isu KDRT, dan juga sedikit ditemui
mengenai template konten yang serupa. Isu penolakan KDRT ini murni dari wacana
netizen.
Pemahaman publik mengenai kedarururatan KDRT terus meruncing sebagai
wacana di Twitter terutama ketika Baim Wong dan Paula Verhoeven selaku artis yang
kerap membuat konten di YouTube memparodikan KDRT, hal yang momentumnya
bersamaan dengan kasus KDRT Lesti Kejora.
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 893
Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial
(Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022)
KDRT ini mendapatkan sentimen negatif dari netizen. Pemahaman netizen tentang KDRT
yang dialami Lesti adalah realita dan bukan komodifikasi konten. Komodifikasi konten
diartikan sebagai pembuatan konten yang bertujuan untuk komoditas dan keuntungan
(Halim, 2013; Muslikhin et al., 2021). Hujatan netizen dan cancel culture yang dilakukan
netizen kepada Baim Wong di konten yang memparodikan tentang KDRT ini memberikan
penegasan bahwa masalah KDRT bukan untuk bercandaan yang berfungsi untuk meraup
keuntungan dari konten yang dibuat.
Dukungan netizen berbalik arah ketika Lesti per 13 Oktober 2022 mencabut
laporan KDRT yang dilakukan oleh Rizky Billar. Dukungan publik kepada Lesti Kejora kini
berubah menjadi sentimen negatif dan masuk ke budaya pengenyahan/ pembatalan
(cancel culture). Hal ini bisa dilacak dari postingan netizen di Twitter per 13 Oktober- 30
Oktober 2022.
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 894
Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial
(Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022)
Meskipun seruan cancel culture terhadap Lesti Kejora dan Rizky Billar terus
bergema di Twitter, tetapi netizen juga memberikan perspektif wacana bahwa korban
KDRT mengalami masalah yang cukup kompleks, ada banyak alasan sehingga korban
KDRT tetap kembali kepada pelakunya. Hal ini sesuai dengan postingan akun @asalnita
bahwa menurut survei, rata-rata korban KDRT akan kembali ke pelaku 6,3 kali sampai
akhirnya bisa lepas dari pelaku. Postingan @asanilta ini disukai 43 ribu, dan diretweet
sebanyak 13 ribu, dan dikomentari sebanyak 887 orang.
Gambar 11. Respon Netizen Dalam Kasus Pencabutan Pelaporan KDRT Lesti
Selain itu akun @magdaleneid selaku media online yang fokus membahas isu
perempuan dan feminisme turut membuat postingan bahwa pencabutan pelaporan KDRT
oleh Lesti Kejora merupakan kasus yang cukup kompleks, banyak korban KDRT yang
kembali kepada pelaku karena KDRT dianggap aib yang perlu ditutupi, korban
dimanipulasi secara emosional, pelaku manipulatif berjanji akan berubah, masih cinta,
cerai dosa, takut anak tidak punya orang tua lengkap.
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 895
Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial
(Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022)
Gambar 12. Respon Media Dalam Kasus Pencabutan Pelaporan KDRT Lesti
Cancel Culture yang dilakukan netizen ini merupakan implikasi gerakan publik di
media sosial. Media sosial sebagai media publik yang mampu menjembatani wacana dan
pengarusutamaan isu-isu publik yang salah satunya adalah KDRT. KDRT yang merupakan
isu privat tetapi ketika menyangkut artis yang diamplifikasi oleh media sosial dan
kekuatan netizen telah masuk ke ranah publik. Dari kasus KDRT Lesti ini muncullah
budaya pengenyahan atau pembatalan (cancel culture) yang menggema karena Lesti
dianggap idola panutan yang memberikan contoh agar korban KDRT yang lainnya berani
bicara dan mengungkap kasusnya. Tetapi harapan netizen seakan pupus ketika Lesti pada
akhirnya mencabut laporannya. Cancel culture juga bisa menjadi efek jera kepada publik
figur seperti artis yang kehidupannya dijadikan komoditas konten media sosial. Posisi
netizen seharusnya tidak hanya dipahami gerakan like dan dislike saja terutama dalam
kasus KDRT, netizen juga harus memahami bahwa KDRT adalah kasus yang kompleks.
Gerakan netizen di media sosial tentang kasus KDRT harapannya tidak berhenti di kasus
Lesti Kejora dan Rizky Billar saja, tetapi terus mengawal isu-isu KDRT di Indonesia.
SIMPULAN
Dari penelitian netnografi dengan mengamati media sosial Twitter per 28
September hingga 30 Oktober 2022, tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga yang
dialami Lesti Kejora oleh Rizky Billar, dapat disimpulkan bahwa respon netizen ada dua
tahap. Pertama, netizen memberikan dukungan kepada Lesti Kejora, mengapresiasi atas
keberanian melaporkan kasus KDRT, dan menolak KDRT yang dilakukan Rizky Billar pada
28 September – 10 Oktober 2022. Kedua, netizen memberikan respon berupa budaya
pengenyahan atau pembatalan (cancel culture) kepada Lesti Kejora dan Rizky Billar
setelah pencabutan kasus pelaporan KDRT per 13-30 Oktober 2022.
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 896
Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial
(Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022)
Kasus KDRT yang menimpa artis Indonesia ini menjadi gerakan organik netizen
dalam merespon kasus KDRT di Indonesia yang selama ini belum menjadi isu publik yang
dibahas masyarakat secara luas. Momentum KDRT artis ini menjadi penguatan literasi
netizen dalam memahami isu KDRT mulai dari bentuk-bentuk KDRT, pelaporan kasus,
pidana pelaku KDRT, hingga munculnya pranala bantuan dari Komnas Perempuan maupun
Lembaga Bantuan Hukum di media sosial. Meskipun respon netizen dalam kasus KDRT
Lesty dan Rizky Billar ini seperti koin bermata dua, yaitu mendukung kemudian
menghujat, tetapi dari kasus ini masyarakat semakin memahami kedaruratan kasus KDRT
menjadi isu publik yang terjadi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S. (2012). Rereading patriarchal interpretations on the Qur’ān from Ḥadīth
perspective in the eve of law no. 23/2004 on the elimination of domestic violence.
Journal of Indonesian Islam, 6(1), 48–75.
https://doi.org/10.15642/JIIS.2012.6.1.48-75
Aisyah, S., & Parker, L. (2014). Problematic Conjugations: Women’s Agency, Marriage and
Domestic Violence in Indonesia. Asian Studies Review, 38(2), 205–223.
https://doi.org/10.1080/10357823.2014.899312
Alfitri. (2020). Protecting Women from Domestic Violence: Islam, Family Law, and the State
in Indonesia. Studia Islamika, A27(2), 273–307.
https://doi.org/10.36712/sdi.v27i2.9408
Barberá, P., Jost, J. T., Nagler, J., Tucker, J. A., & Bonneau, R. (2015). Tweeting From Left to
Right: Is Online Political Communication More Than an Echo Chamber?
Psychological Science, 26(10), 1531–1542.
https://doi.org/10.1177/0956797615594620
Bruni, L., Francalanci, C., & Giacomazzi, P. (2012). The role of multimedia content in
determining the virality of social media information. Information, 3(3), 278–289.
Fajar.co.id. (2022). Cancel Culture Muncul Pasca Lesti Kejora Cabut Laporan KDRT ke Rizky
Billar, Ini Maksudnya . https://fajar.co.id/2022/10/15/cancel-culture-muncul-
pasca-lesti-kejora-cabut-laporan-kdrt-ke-rizky-billar-ini-maksudnya/
Halim, S. (2013). Postkomodifikasi Media: Analisis Media Televisi dengan Teori Kritis dan
Cultural Studies. Yogyakarta: Jalasutra.
Han, Y., Lappas, T., & Sabnis, G. (2020). The importance of interactions between content
characteristics and creator characteristics for studying virality in social media.
Information Systems Research, 31(2), 576–588.
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 897
Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial
(Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022)
Hayati, E. N., Eriksson, M., Hakimi, M., Högberg, U., & Emmelin, M. (2015). “Elastic band
strategy”: Women’s lived experiences of coping with domestic violence in rural
Indonesia. Global Health Action, 8(1). https://doi.org/10.3402/gha.v6i0.18894
Komnas Perempuan. (2022, March 7). Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan
Tahun 2021. https://komnasperempuan.go.id/download-file/816
Krisvianti, S., & Triastuti, E. (2020). Facebook group types and posts: Indonesian women
free themselves from domestic violence. SEARCH Journal of Media and
Communication Research, 12(3), 1–17.
Lim, M. (2017). Freedom to hate : social media , algorithmic enclaves , and the rise of tribal
nationalism in Indonesia. Critical Asian Studies, 1–17.
https://doi.org/10.1080/14672715.2017.1341188
Manderson, L., & Bennett, L. R. (2013). Violence against women in Asian societies. In
Violence Against Women in Asian Societies: Gender Inequality and Technologies of
Violence. Taylor and Francis. https://doi.org/10.4324/9781315029634
Mashdurohatun, A., Gunarto, & Jati, R. H. H. (2020). A policy handling domestic violence
against women in Indonesia based on justice. International Journal of Innovation,
Creativity and Change, 13(4), 196–208.
Munir, L. Z. (2006). Domestic violence in Indonesia. Muslim World Journal of Human Rights,
2(1). https://www.scopus.com/inward/record.uri?eid=2-s2.0-
33746367093&partnerID=40&md5=527a5c017fa97a9bde3d23eeb848b2fe
Muslikhin, M., Mulyana, D., Hidayat, D. R., & Utari, P. (2021). The commodification,
spatialization and structuration of social media in the indonesian cyber media news.
Media and Communication, 9(2), 11–118. https://doi.org/10.17645/mac.v9i2.3752
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 898
Prosiding Konferensi Nasional Gender dan Gerakan Sosial
(Volume 01, Nomor 01, Tahun 2022)
Noer, K. U., Chadijah, S., & Rudiatin, E. (2021). There is no trustable data: the state and data
accuracy of violence against women in Indonesia. Heliyon, 7(12).
https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2021.e08552
Nurtjahyo, L. I. (2021). The issue of rights of religious freedom in some domestic violence
cases in Indonesia. Religions, 12(9). https://doi.org/10.3390/rel12090733
Rageh, A., Melewar, T. C., & Woodside, A. (2013). Using netnography research method to
reveal the underlying dimensions of the customer/tourist experience. Qualitative
Market Research: An International Journal, 16(2), 126–149.
https://doi.org/10.1108/13522751311317558
Saraswati, R. (2020). Shame and Indonesian women victims of domestic violence in making
the decision to divorce. Identities, 27(5), 557–573.
https://doi.org/10.1080/1070289X.2019.1600313
TheAsianparent.com. (2022). Cancel Culture, Fenomena yang Menimpa Aktor Johnny Depp.
https://id.theasianparent.com/cancel-culture
Zuhdi, S., Kuswardani, Prakosa, A. L., Kurnianingsih, M., Astuti, W., & Rahman, R. A. (2019).
Domestic violence as a consequence of nusyuz under the islamic law and legislation
of Indonesia. Humanities and Social Sciences Reviews, 7(2), 340–348.
https://doi.org/10.18510/hssr.2019.7240
Tolak KDRT dan Cancel Culture .... Halaman (Marwantika, AI., Putri), AE | 899