Professional Documents
Culture Documents
Hadist Dab Tafsir Tarbawi
Hadist Dab Tafsir Tarbawi
Hadist Dab Tafsir Tarbawi
Disusun oleh
Kelompok 5:
FAKULTAS TARBIYAH
2023
KATA PENGANTAR
Pertama tama kami panjatkan puja dan puji Syukur kehadirat Allah Subhanahu
Wata’ala karena telah memberi segala nikmat jasmani maupun rhani ,sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan tema “Hadist dan Ayat Al Qur’an Tentang Etika Belajar”
Sebagaimana maksudnya penyusunan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah
Hadist dan Tafsir Tarbawi,pengerjaan ini kami presentasikan dengan harapan dapat menjadi
suatu sarana pembelajaran bagi yang membaca dan mendengarkan. Tak lupa kami
mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Dsen Hadist dan Tafsir Tarbawi , Bapak
Muhammad Afham’ulum S. Si,M.H. yang telah memberikan arahan dan bimbingan hingga
menyelesaikan makalah ini usai.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan hal wajib bagi semua orang. Dalam Islam juga
dijelaskan bahwa setiap muslim mempunyai kewajiban untuk mencari ilmu.
Ada banyak teks dari Al-Quran dan hadis dari Nabi
yang menyatakan keutamaan pencarian ilmu dan orang-orang yang berilmu.
Allah SWT sungguh mencintai dan memuliakan orang-orang yang mencari
ilmu dan ilmu di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, pendidikan sangatlah
penting bagi manusia karena melalui proses pendidikan, manusia dapat
mempertahankan eksistensinya sebagai manusia yang mulia, memantapkan
potensi dasar dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari Etika Pembelajaran ?
2. Apa saja Hadist mengenai Etika Belajar ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari Etika Belajar
2. Untuk mengetaui apa saja Hadist yang menerangkan tentang Etika Belajar
BAB I1
PEMBAHASAN
Seperti yang telah disinggung di atas bahwa istilah etika dalam Islam lebih
dikenal dengan istilah akhlak. Secara etimologis, kata akhlak adalah bentuk masdar
dalam Bahasa Arab dari kata akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqan yang berarti perangai,
kelakuan, tabiat atau watak dasar, kebiasaan atau kelaziman, peradaban yang baik,
dan agama.1 Walaupun kata akhlak memiliki makna tabiat, perangai, kebiasaan
bahkan agama tetapi tidak ditemukan dalam AlQur’an, yang ditemukan hanyalah
bentuk tunggal dari kata itu yaitu khuluq . Adapun dalam hadits dapat ditemukan kata
akhlak, seperti dalam hadits dari Abu Hurairah r.a di bawah ini:
Jika ditelusuri secara bahasa juga ada kesesuaian antara kata akhlaq
Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat dari para ulama tentang akhlak, diantaranya
adalah:
1. Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
(manusia) yang melahirkan tindakan-tindakan mudah dan gampang tanpa memerlukan
pemikiran ataupun pertimbangan.
1
Syarif, Ulil Amri. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Islam. (Raja Grafindo Press).
2. Abu Bakar jabir Al-Jaziry mengatakan akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam
dalam diri manusia yang dapat menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan
tercela
Secara substansi, pengertian di atas menunjukkan kesamaan sikap dan kebiasaan. Namun
penulis menganalisis bahwa suatu kebiasaan. pada satu tempat belum tentu diterima ditempat
yang lain. Tergantung alat apa yang digunakan bahwa suatu sikap dan prilaku itu salah atau
sebaliknya. Dengan demikian, etika dimanapun tetap menjadi barometer. Tetapi rujukan yang
digunakan mempunyai sumber yang berbeda. Kalau dalam Islam tentu yang menjadi acuan
AlQuran dan Sunnah.
Dalam menuntut ilmu terdapat sesuatu yang amat penting yang perlu diketengahkan, yaitu
adab/etika yang mewujud menjadi karakter dalam menuntut ilmu.2 Etika membantu manusia
untuk merumuskan dan menentukan sikap yang tepat dalam kehidupan sehari-hari, yang bisa
dipertanggungjawabkan, baik dalam hubungannya dengan dirinya sendiri maupun orang lain.
Etika berlaku bagi manusia yang sedang menjalankan peran di dunia pendidikan atau ilmu
pengetahuan. Manusia yang tidak menggunakan etika dalam menjalani kehidupan sehari-
harinya berarti tergolong manusia yang tidak bisa menjadi pelaku sosial, politik, budaya,
pendidikan, dan lainnya, yang patut diperhitungkan.3
3
Bashori Muchsin dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Kontemporer (Bandung: PT. Refika Aditama),
20-21.
Kitab ini juga dicetak dan diterjemahkan serta dikaji di berbagai dunia, baik di Timur
maupun di Barat.
Di Indonesia, kitab Ta’lim Muta’allim dikaji dan dipelajari hampir di setiap
lembaga pendidikan klasik tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren
modern. Dari pembahasan kitab ini, dapat diketahui tentang konsep metode
pembelajaran pendidikan Islam yang dikemukakan al-Zaarnuji dalam kitab Ta’lim
Muta’allim, menjelaskan bahwa metode pembelajaran meliputi dua kategori.
Pertama, metode yang bersifat etik mencakup niat dalam belajar; Kedua, metode
yang bersifat teknik strategi meliputi cara memilih pelajaran, memilih guru, memilih
teman dan langkah-langkah dalam belajar.
4
Ahmad Sholeh, Konsep Pembelajaran Islam (Surakarta; CV. Permata, 2007), 23.
dipelajarinya. Tidak ada seorang manusia pun yang sukses dalam menuntut ilmu dan
kehidupannya kecuali dia memakai etika dalam belajar, bergaul dan bermasyarakat.
Selanjutnya etika belajar menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’alim Muta’alim
adalah sebagai berikut:
1. Niat Belajar
Mengenai niat dan tujuan belajar, al-Zarnuji mengatakan bahwa niat yang benar dalam
belajar adalah untuk mencari keridlaan Allah SWT, agar memperoleh kebahagiaan di
dunia dan di akhirat. Niat belajar juga dimantapkan dengan selalu berusaha memerangi
kebodohan pada diri sendiri dan orang lain, mengembangkan dan melestarikan ajaran
Islam, dan mensyukuri nikmat Allah SWT. Sehubungan dengan hal ini, al-Zarnuji
mengingatkan agar setiap penuntut ilmu tidak sampai keliru menentukan niat dalam
belajar, misalnya belajar yang diniatkan untuk mencari pengaruh, mendapatkan
kenikmatan duniawi atau kehormatan dan kedudukan tertentu. Jika masalah niat ini
sudah benar, tentu ia akan merasakan kelezatan ilmu dan amal serta berkuranglah
kecintaannya pada harta dunia.
5
. اذا النية هي االصل فى جميع االحوا ل.البد له من النية فى زمان تعلم العلم
Wajib bagi pelajar menata niatnya ketika akan belajar, sebab niat merupakan pokok
dalam segala hal.
2. Memilih Guru, Ilmu, Teman, dan Memiliki Ketabahan dalam Belajar
Peserta didik hendaknya memilih ilmu yang terbaik dan ilmu yang dibutuhkan dalam
kehidupan agamanya pada waktu itu, lalu yang untuk waktu mendatang. Ia perlu
mendahulukan ilmu tauhid dan ma’rifat beserta dalilnya. demikian pula perlu memilih
ilmu ‘atiq (kuno). Dalam memilih pendidik hendaknya mengambil yang lebih wara’,
‘alim, berlapang dada dan penyabar. Peserta didik juga harus sabar dan tabah dalam
belajar kepada pendidik yang telah dipilihnya serta sabar dalam menghadapi berbagai
cobaan. Peserta didik hendaknya memilih teman yang tekun, wara’, jujur, dan mudah
memahami masalah dan perlu menjauhi pemalas, banyak bicara, penganggur, pengacau
dan pemfitnah. Seorang penyair mengatakan: “Teman durhaka lebih berbahaya dari pada
ular yang berbisa demi Allah Yang Maha Tinggi dan Suci teman buruk membawamu ke
5
Syeikh Az-Zarnuji. Pedoman Belajar Bagi Penuntut Ilmu Secara islami, 15.
neraka Jahim sedangkan teman baik mengajakmu ke syurga Na’im.” Di samping itu, al-
Zarnuji juga menganjurkan pada peserta didik agar bermusyawarah dalam segala hal
yang dihadapi. Karena ilmu adalah perkara yang sangat penting, tetapi juga sulit, maka
bermusyawarah di sini menjadi lebih penting dan diharuskan pelaksanaannya.
وكذلك فى سائر االخالق نحو الجود والبخل والجبن والجرأة والتكبر والتواضع والعفة واالسراف
6
يره€€ير وغ€€والتقت
اDemikian pula, setiap muslim wajib mengetahui dan mempelajari akhlak yang terpuji
6
Syeikh al-Zarnuji. Pedoman Belajar Bagi Penuntut Ilmu Secara islami. 8.
maupun yang tercela, seperti pemurah dan pelit, penakut dan pemberani, sombong dan
rendah diri, sederhana dan berlebih-lebihan, irit dan lain sebagainya
4. Sungguh-Sungguh, Kontinuitas dan Memiliki Minat yang Kuat
Peserta didik harus sungguh-sungguh di dalam belajar dan mampu mengulangi
pelajarannya secara kontinu pada awal malam dan di akhir malam, yakni waktu antara
maghrib dan isya dan setelah waktu sahur, sebab waktu-waktu tersebut kesempatan yang
memberkahi. Peserta didik jangan sampai membuat dirinya terlalu kepayahan, sehingga
lemah dan tidak mampu berbuat sesuatu. Kesungguhan dan minat yang kuat adalah
merupakan pangkal kesuksesan. Oleh karena itu, barang siapa mempunyai minat yang
kuat untuk menghafal sebuah kitab misalnya, maka menurut ukuran lahiriyah, tentu ia
akan mampu menghafalnya, separuh, sebagian besar, atau bahkan seluruhnya.
9. Mengambil pelajaran
Peserta didik hendaknya memanfaatkan semua kesempatannya untuk belajar, hingga
dapat mencapai keutamaan. Caranya dengan menyediakan alat tulis disetiap saat untuk
mencatat hal-hal ilmiah yang diperolehnya. Al-Zarnuji mengingatkan bahwa umur itu
pendek dan ilmu itu banyak. Oleh karena itu peserta didik jangan sampai menyianyiakan
waktunya, hendaklah ia selalu memanfaatkan waktu-waktu malamnya dan saatsaat yang
sepi. Di samping itu peserta didik hendaknya berani menderita dan mampu
menundukkan hawa nafsunya.
10.Wara’ (menjaga diri dari yang syubhat dan haram) pada masa belajar Di waktu
belajar hendaknya peserta didik berlaku wara’, sebab dengan begitu ilmunya akan lebih
bermanfaat, lebih besar faedahnya dan belajarpun lebih mudah. Sedangkan yang
termasuk perbuatan wara’ antara lain menjaga diri dari terlalu kenyang, terlalu banyak
tidur dan terlalu banyak membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat. Selain itu, jangan
sampai mengabaikan adab kesopanan dan perbuatan-perbuatan sunah. Peserta didik juga
hendaknya memperbanyak salat dan melaksanakannya secara kusyuk, sebab hal itu akan
membantunya dalam mencapai keberhasilan studinya. Dalam hal ini alZarnuji juga
mengingatkan kembali agar peserta didik selalu membawa buku untuk dipelajari dan alat
tulis untuk mencatat segala pengetahuan yang didapatkannya. Ada ungkapan bahwa
barang siapa tidak ada buku di sakunya maka tidak ada hikmah dalam hatinya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam konsep etika belajar mengajar, yaitu adanya keterlibatan secara
menyeluruh pada diri manusia baik fisik maupun psikis. Hal ini melibatkan beberapa
unsur yang kemudian dengannya akan tampak kemajuan pada diri manusia baik
dirinya secara pribadi, orang lain, maupun lingkungan. Akhlak merupakan unsur
psikis yang tidak boleh di hilangkan, karena akhlak akan berdampak pada perilaku
keseharian anak didik. Unsur yang lain adalah akal dan hati, rohani dan jasmani,
keseluruhannya menempatkan diri pada porsinya. Keseluruhannya menjadi penting
untuk dikembangkan dan mendapatkan penanganan yang serius dari pendidik (guru).
Secara etimologis, istilah etika berasal dari kata Latin “Ethicos” berarti
kebiasaan.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa etika adalah ilmu
tentang apa yang benar dan salah serta hak dan kewajiban moral (akhlak), seperangkat
prinsip atau nilai yang berkaitan dengan etika; Nilai mengacu pada nilai-nilai baik dan
buruk yang dianut suatu kelompok atau masyarakat. Kata akhlak juga dapat diartikan
sebagai adab dalam bahasa Arab yaitu aduba, ya'dabu, adaban, artinya sopan, beradab.
Etika belajar mengajar mengacu pada cara guru dan siswa berinteraksi selama proses
belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Syarif, Ulil Amri. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Islam. (Raja Grafindo Press).
Saihu, “ Pendidikan Sosial Yang Terkandung Dalam Surat At-Taubah Ayat 71-72”, Edukasi
Islami: Jurnal Pendidikan Islam, VOL: 09/NO: 01 (2020): 127-147.1
Bashori Muchsin dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Kontemporer (Bandung: PT. Refika
Aditama), 20-21.
Ahmad Sholeh, Konsep Pembelajaran Islam (Surakarta; CV. Permata, 2007), 23.
Syeikh Az-Zarnuji. Pedoman Belajar Bagi Penuntut Ilmu Secara islami, 15.
Syeikh al-Zarnuji. Pedoman Belajar Bagi Penuntut Ilmu Secara islami.8