Download as txt, pdf, or txt
Download as txt, pdf, or txt
You are on page 1of 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan
oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan
luka
atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang
sulit
diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Brunner &
Suddarth, 2002).

Trauma dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian yang berhubungan
dengan trauma di amerika serikat dan berkaitan dengan 50% kematian yang berhubungan
dengan trauma yang mencakup cedera sistem multiple. Trauma dada diklasifikasikan
dengan
tumpul atau tembus (penetrasi). Meski trauma tumpul dada lebih umum, pada trauma
ini
seringtimbul kesulitan dalam mengidentifikasi keluasan kerusakan karena gejala-
gejala
mungkin umum dan rancu.

Hemotoraks atau hematothoraks adalah terdapatnya darah dalam rongga pleura.


(Price
& Wilson, 1995). Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, gas, cairan
ataupun
darah, karena paru-paru membutuhkan pleura agar dapat leluasa mengembang terhadap
rongga dada. Sehingga jika terdapat benda asing pada pleura ini akan mengakibatkan
paru-
paru akan sulit berelaksasi dirongga dada dan mengalami kesulitan untuk mendapatkan
asupan oksigen yang cukup bagi tubuh.

Akumulasi darah dalam dada , atau hematothorax adalah masalah yang relatif
umum ,
paling sering akibat cedera untuk intrathoracic struktur atau dinding dada.
hematothorax tidak
berhubungan dengan trauma adalah kurang umum dan dapat disebabkan oleh berbagai
penyebab Identifikasi dan pengobatan traumatik hematothorax adalah bagian penting
dari
perawatan pasien yang terluka.

Dalam kasus hematothoraks tidak berhubungan dengan trauma , penyelidikan yang


hati-
hati untuk sumber yang mendasari harus dilakukan ketika perawatan terjadi.
Hematothoraks

1|Page
mengacu pada koleksi darah dalam rongga pleura. Walaupun beberapa penulis
menyatakan
bahwa nilai hematokrit setidaknya 50 % diperlukan untuk mendefinisikan
hematothoraks
(dibandingkan dengan berdarah efusi pleura). Sebagian besar tidak setuju pada
perbedaan
tertentu. Meskipun etiologi paling umum adalah hematothoraks tumpul atau trauma
tembus ,
itu juga dapat hasil dari sejumlah nontraumatic menyebabkan atau dapat terjadi
secara
spontan.

Pentingnya evakuasi awal darah melalui luka dada yang ada dan pada saat yang
sama ,
menyatakan bahwa jika perdarahan dari dada tetap , luka harus ditutup dengan
harapan
bahwa ada tekanan intrathoracic akan menghentikan perdarahan jika efek yang
diinginkan
tercapai , menyarankan agar luka dibuka kembali beberapa hari kemudian untuk
evakuasi
tetap beku darah atau cairan serosa. Mengukur frekuansi hematothoraks dalam
populasi
umum sulit. Hematothoraks yang sangat kecil dapat dikaitkan dengan satu patah
tulang rusuk
dan mungkin tak terdeteksi atau tidak memerlukan pengobatan karena sebagian besar
terkait
dengan hematothoraks trauma, perkiraan kasar terjadinya mereka dapat dikumpulkan
dari
trauma statistik.

Berdasarkan prevalensi dan angka kejadian yang cukup tinggi untuk hemotoraks
inilah
yang menyebabkan penulis tertarik untuk mengangkatnya menjadi suatu makalah,
sehingga
akan ditemui konsep mendalam dan asuhan keperawatan mengenai gangguan sistem
pernapasan ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Hemothoraks?
2. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi dari Paru-Paru?
3. Apa saja Etiologi dari Hemothoraks?
4. Bagaimana Klasifikasi Hemathoraks?
5. Bagaimana Patofisiologi Hemothoraks?
6. Apa saja Manifestasi klinis dari Hemothoraks?
7. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostic dari Hemothoraks?
8. Bagaimana Penatalaksanaan untuk Hemothoraks?
9. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hemothoraks?
10. Bagaimana Manajemen Kasus Hemothoraks?

2|Page
1.3 Tujuan
a) Tujuan Umum
Untuk pemenuhan tugas Keperawatan Medikal Bedah I (KMB I) mengenai
Konsep Asuhan Keperawatan pada klien dengan Hemothoraks serta Mahasiswa dapat
mengetahui bagaiamana Konsep Asuhan Keperwatan pada klien
dengan
Hemothoraks.
b) Tujuan Khusus
 Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Hemothoraks
 Untuk Mengetahui Bagaimana Anatomi dan Fisiologi dari Paru-Paru
 Untuk Mengetahui Apa saja Etiologi dari Hemothoraks
 Untuk Mengetahui Bagaimana Klasifikasi Hemothoraks
 Untuk Mengetahui Bagaimana Patofisiologi Hemothoraks
 Untuk Mengetahui Apa saja Manifestasi Klinis dari Hemothoraks
 Untuk Mengetahui Bagaimana Pemeriksaan Diagnostic dari Hemothoraks
 Untuk Mengetahui Bagaimana Penatalaksanaan Hemothoraks
 Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Hemothoraks
 Untuk Mengetahui Bagaimana Manajemen Kasus Hemothoraks

1.4 Manfaat
a) Untuk Mahasiswa
Makalah ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan tentang Konsep
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hemothoraks untuk mahasiswa. Dan dapat
dijadikan referensi bagi mahasiswa apabila mendapat tugas untuk membuat
makalah
Keperawatan Medikal Bedah I (KMB I).
b) Untuk Kampus
Makalah ini dapat menjadi tambahan bahan bacaan di perpustakaan. Dan
dapat di gunakan juga sebagai bahan acuan untuk mencari referensi tentang
Keperawatan Medikal Bedah I (KMB I) mengenai Konsep Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Hemothoraks.

3|Page
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Hemothoraks merupakan keadaan berkumpulnya darah di dalam rongga
intrapleura.
Cedera tumpul atau tusukan pada dinding dada dapat menyebabkan pembuluh darah
setempat
ruptura, seperti arteri mamaria internal atau arteri intrakostalis. Hemothoraks
luas terjadi jika
darah yang berkumpul di dalam rongga pleural melebihi 1,5 L. (Ester chang, 2010 ;
189)

Hemothoraks adalah cedera dada berat biasanya disertai dengan penumpukan


darah di
dalam rongga dada karena robeknya pembuluh interkostal laserasi paru-paru , atau
keluarnya
udara dari paru yang cedera ke dalam rongga pleural(brunner and suddarth, 2001 ;
464)

Hemotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura . Sumber berasal dari
darah
yang berada pada dinding dada , parenkim paru – paru , jantung atau pembuluh darah
besar .
kondisi ini biasanya konsekuensi dari trauma tumpul atau tajam . Ini juga merupakan
komplikasi dari beberapa penyakit (William, 2013)

Hematothoraks atau hemothoraks adalah akumulasi darah pada rongga


intrapleura.
Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistemik maupun pembuluh darah paru,
dan
pada trauma yang tersering perdarahan berasal dari arteri interkostalis dan arteri
mammaria
interna (Sub Bagian Bedah Thoraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS Pirngadi
Medan, 2000).

Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Perdarahan mungkin


berasal
dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar (Mancini,
2011).

2.2 Anatomi dan Fisiologi


Struktur thoraks yang menyerupai sangkar atau tulang-tulang dada, terdiri
atas 12
verthebrathorakalis, 12 pasang tulang iga (costae), dan sternum. Tulang iga dan
sternum
membentuk susunan sangkar dan menyokong rongga thoraks. Ruang antara tulang-tulang
iga
disebut ruang interkostalis dan diberi nomor berdasarkan tulang iga diatasnya
(contoh: ruang
intercostalis kedua berada dibawah tulang iga kedua). Diafragma adalah otot yang
memisahkan rongga toraks dari abdomen dan digunakan selama inspirasi.
Dinding dada, tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk
dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang
clavicula dan

4|Page
scapula. Jarinan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah
terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna.
Dasar thoraks dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus
frenikus.
Diafragma mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esofagus.
Rongga thoraks kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh
pleura
visceralis dan parietalis. Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada.
Mediastinum dibagi menjadi bagian anterior, medius, posterior dan superior.
(Sjamsuhidajat,
2004).

Gambar 1. Anatomi Dinding Thoraks (Tortora, 2012)

Dada berisi organ vital paru dan jantung. Pernafasan berlangsung dengan
bantuan
gerak dinding dada. Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus yang mengembang dan
mengempis tergantung mengembang dan mengecilnya rongga dada. Inspirasi terjadi
karena
kontraksi otot pernafasan , yaitu m.intercostalis dan diafragma, yang menyebabkan
rongga
dada membesar dan paru-paru mengembang sehingga udara terhisap ke alveolus melalui
trakea dan bronkus.
Sebaliknya bila m.intercostalis melemas, dinding dada mengecil kembali dan
udara
terdorong keluar. Sementara itu, karena tekanan intra abdomen, diafragma akan naik
ketika

5|Page
m.intercostalis akan tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini, yaitu kelenturan
dinding toraks,
kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen, menyebabkan ekspirasi jika otot
intracostal dan diafragma kendur dan tidak mempertahankan keadaan inspirasi. Dengan
demikian ekspirasi merupakan kegiatan pasif (Sjamsuhidajat, 2004).

Gambar 2. Otot-Otot Pernapasan Inspirasi dan Ekspirasi (Tortora, 2012)

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada
di atas
tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua
yaitu, paru
kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paruparu kiri
mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap
paru-paru
terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang
disebut
bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang
disebut
mediastinum (Sherwood, 2001).
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura
viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru,
sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara
11 kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura (Guyton, 2007).
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan
paru
dimulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Pada Groove terbentuk dua
kantung
yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal

6|Page
foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea. Pada perkembangan
selanjutnya
trakea akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal
bakal
bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16
minggu,
sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat
hingga
anak berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding
toraks.
Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus
sampai
pertumbuhan somatic berhenti (Evelyn, 2009).

Gambar 3. Anatomi Paru (Tortora, 2012)

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal
terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru
dengan
mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding
dada
berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007).
Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer.
Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan
mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah
14 sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus
tetap
dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut (West, 2004).

7|Page
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit
(bronchi dan
bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut
berakhir
di gelembung-gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir
dimana
oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih
dari
300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut
dipelihara
dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan
kecenderungan
alveoli untuk mengempis (McArdle, 2006).
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat
mekanisme dasar, yaitu ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara
antara alveoli
dan atmosfer, difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah,
transport dari
oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel,
pengaturan
ventilasi (Guyton, 2007).

2.3 Etiologi
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada
paru,
jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada dada juga
dapat
menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah internal (Mancini, 2011).
Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks antara lain
1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna

Penyebab Hemothoraks secara umum dibagi menjadi yaitu :


1. Traumatik
Berupa trauma tumpul, ataupun trauma tembus seperti luka tusuk
(termasuk
iatrogenik)
2. Nontraumatik / spontan
Berupa neoplasma, komplikasi antikoagulan, emboli paru dengan
infark,
robekan adesi pleura yang berhubungan dengan pneumotoraks spontan, bullous
emphysema, nekrosis akibat infeksi, tuberculosis, fistula arteri atau vena
pulmonal,
telangiectasia hemoragik herediter, kelainan vaskular intratoraks
nonpulmoner
(aneurisma aorta pars thoraxica, aneurisma arteri mamaria interna),
sekuestrasi

8|Page
intralobar dan ekstralobar, patologi abdomen ( pancreatic pseudocyst,
splenic artery
aneurysm, hemoperitoneum), catamenial.

2.4 Klasifikasi
Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan,
yaitu:
1) Hematothoraks ringan
 Jumlah darah kurang dari 400 cc
 Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IX
2) Hematothoraks sedang
 Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga VI
3) Hematothoraks berat
 Jumlah darah lebih dari 2000 cc
 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IV

Gambar 4. Klasifikasi Hemothoraks

2.5 Patofisologi
Perdarahan ke dalam rongga pleura dapat terjadi, hampir semua gangguan dari
jaringan dinding dada dan pleura atau struktur intratoracic yang fisiologis
terhadap
pengembangan hematothoraks diwujudkan dalam 2 bidang utama hemodinamik dan
pernapasan . Tingkat respons hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan
kehilangan

9|Page
darah. Gerakan pernapasan normal mungkin terhambat oleh ruang efek menduduki
akumulasi
besar darah dalam rongga pleura.
Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi dan oksigen dapat mengakibatkan,
terutama
jika dikaitkan dengan cedera pada dinding dada. Dalam beberapa kasus nontraumatic
asal
usul, terutama yang berkaitan dengan pneumothoraks dan jumlah terbatas perdarahan,
gejala
pernapasan dapat mendominasi.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan dan
kecepatan
kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria 70-kg seharusnya
tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada
individu yang sama akan menyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea,
dan
penurunan tekanandarah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk
terjadi
dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena rongga pleura
seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah, perdarahan
exsanguinating
dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah. Efek pendesakan dari
akumulasi
besar darah dalam rongga pleura dapat menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam
kasus trauma, kelainan ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika
berhubungan
dengan luka pada dinding dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan
pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume
darah
yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi
tergantung pada
sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru
dan
jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk penyakit
metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk menghasilkan
respon
hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru, dan
struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat defibrination
darah
sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa jam penghentian
perdarahan, lisis
bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura dan
peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik tinggi
intrapleural
menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan sekitarnya yang

10 | P a g e
menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah
hemothorax
kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura
berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax:
empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi bakteri pada hemothorax.
Jika
tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini dapat mengakibatkan
syok
bakteremia dan sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax yang
terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral. Proses
adhesive ini
menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari berkembang sepenuhnya.

Kecelakaan Lalu lintas

Menyebabkan ruda paksa pada rongga thoraks dan abdomen

Trauma Thoraks Trauma Abdomen


(Hemothoraks)

Perdarahan jaringan Pecahnya usus sehingga


interstitium, perdarahan Intra terjadi pendarahan.
,
Alveoler, kolaps arteri dan
kapiler, kapiler kecil sehingga
takanan perifer pembuluh darah Vs = T ,S ,N
paru, naik, aliran darah menurun

Hb menurun, anemia, syok


.hipovalemik, sesak napas,
tachypnea,sianosis, tachycardia.

Gambar 5. Skema Patofisiologi Trauma Toraks

Pathway Nursing Gejala / tanda klinis Hemothorak tidak menimbulkan nyeri


selain
dari luka yang berdarah didinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak
menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan
gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan
berat,
agitasi, sianosis, tahipnea berat, tahikardia dan peningkatan awal tekanan darah,
di ikuti
dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung.

11 | P a g e
Trauma tumpul /
Iritasi ujung syaraf
Pelepasan mediator nyeri
penetrasi pada dada

Volume darah
Nyeri
Perdarahan

akut

Akumulasi darah pada Defisit volume


rongga pleura cairan

Kolaps paru parsial


atau total Penurunan curah
Syok
jantung
hipovolemik

Pergeseran mediastinum pada


sisi yang tidak terkena Hipotensi

Ketidakefektifan
Penekanan oleh jantung, pembuluh darah
bersihan
jalan napas
besar, dan trakea pada paru normal

Penurunan ekspansi Ventilasi ↓


Ketidakefektifan
paru Oksigenasi ↓ pola
napas

Kelemahan Hipoksia

Intoleransi Aktifitas

Gambar 6. Pathway Hemothoraks

2.6 Manifestasi Klinis

Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik namun
dapat
juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hemothoraks yang
sangat
minimal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan symptom, diantaranya :
 Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
 Tanda-tanda shok seperti hipotensi, dan nadi cepat, pucat, akral dingin

12 | P a g e
 Tachycardia
 Dyspnea
 Hypoxemia
 Anxiety (gelisah)
 Cyanosis
 Anemia
 Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena
 Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical)
 Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
 Dullness pada perkusi
 Adanya krepitasi saat palpasi

Ketumpulan pada perkusi diatas bagian yang terkena sering hemotorax dicatat
dan
lebih sering ditemukan selama lebih tergantung daerah torax jika pasien
tegak.Berkurang /
tidak hadir pada auskultasi bunyi napas dicatat di atas wilayah hemotothorax.
Berdasarkan
klasifikasinya tanda dan gejala dari hemothoraks adalah sebagai berikut :

1. Blunt trauma – hematothorax dengan dinding dada cedera tumpul.


 Jarang hematothorax sendirian menemukan dalam trauma tumpul .
Associated
dinding dada atau cedera paru hampir selalu hadir.
 Cedera tulang sederhana terdiri dari satu atau beberapa patah tulang
rusak adalah
yang paling umum dada cedera tumpul. Hematothorax kecil dapat
berhubungan
dengan bahkan satu patah tulang rusuk tetapi sering tetap
diperhatikan selama
pemeriksaan fisik dan bahkan setelah dada radiography . Koleksi
kecil seperti
jarang membutuhkan pengobatan.
 Kompleks dinding dada cedera adalah mereka yang baik 4 atau lebih
secara
berurutan satu patah tulang rusuk hadir atau memukul dada ada .
Jenis cedera ini
terkait dengan tingkat signifikan kerusakan dinding dada dan sering
menghasilkan koleksi besar darah dalam rongga pleura dan gangguan
pernapasan
substansial . Paru memar dan pneumotorax yang umumnya terkait cedera
.
Mengakibatkan luka – luka lecet dari internal interkostal / arteri
mamae dapat
menghasilkan ukuran hematothorax signifikan dan hemodinamik
signifikan
kompromi . Kapal ini adalah yang paling umum perdarahan terus
menerus
sumber dari dada setelah trauma.

13 | P a g e
2. Intrathoracic cedera tumpul
 Hematothorax besar biasanya berhubungan struktur vaskular cedera .
Gangguan
atau robekan besar struktur arteri / vena di dalam dada dapat
menyebebkan
perdarahan masif / exsanguinating .
 Hemodinamik menifestasi terkait dengan hematothorax besar adalah
mereka dari
hemorrhagic shock . Gejala – gejala dapat berkisar dari ringan
sampai mendalam ,
tergantung pada jumlah dan laju perdarahan ke dalam rongga dada dari
sifat dan
tingkat keparahan cedera terkait .
 Karena koleksi besar darah akan menekan paru – paru ipsilateral ,
pernapasan
terkait termasuk manifestasi tachypnea dan dlam beberapa kasus
hypoxemia .
 Berbagai temuan fisik seperti memar , rasa sakit , ketidakstabilan /
krepitus pada
palpasi atas rusuk retak , cacat dinding dada / gerakan dinding dada
paradoksal
dapat mengakibatkan kemungkinan hematothorax bersamaan dalam kasus
cedera
tumpul dinding dada.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang diperoleh dari


anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan
penderita hemothoraks mengeluh nyeri dada dan sesak napas. Pada pemeriksaan fisik
dari
inspeksi biasanya tidak tampak kelainan, mungkin didapatkan gerakan napas
tertinggal atau
adanya pucat karena perdarahan kecuali hemothoraks akibat trauma. Pada perkusi
didapatkan
pekak dengan batas tidak jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi napas
menurun
atau bahkan menghilang. Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya :

1) CT Scan : Diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks yang untuk evaluasi


lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas atau jumlah
bekuan
darah di rongga pleura.

Gambar 7. CT-scan Hemotoraks

14 | P a g e
2) Chest x-ray : Adanya gambaran hipodense pada rongga pleura di sisi yang
terkena
dan adanya mediastinum shift. Chest x-ray sebagi penegak diagnostik yang
paling
utama dan lebih sensitif dibandingkan lainnya.

Gambar 8. Chest x-ray Hemotoraks Kanan

3) USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk pasien
yang
tidak stabil dengan hemothoraks minimal.

Gambar 9. USG toraks pada pasien Hemotoraks

4) Nilai BGA : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan


asidosis
respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin menurun pada awalnya tetapi
biasanya
kembali ke normal dalam waktu 24 jam.

5) Cek darah lengkap : Menurunnya Hb menunjukan jumlah darah yang hilang pada
hemothoraks.

15 | P a g e
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk mengevaluasi kondisi pasien dan melakukan
resusitasi agresif. Sebuah jalan nafas segera ditetapkan dengan dukungan oksigen
dan pada
beberapa kasus, dukungan ventilator. Tetapkan kembali volume cairan, memulihkan
seal
pleura dalam dada, dan mengalirkan cairan intrapleura serta darah.
Untuk memulihkan dan mempertahankan fungsi jantung paru, jalan nafas yang
adekuat dibuatdan dilakukan ventilasi. Tindakan ini termasuk stabilisasi dan
menstabilkan
kembali intregitas dinding dada, menyumbat setiap lubang pada dada (pneumotoraks
terbuka), dan mengalirkan atau membuang setiap udara atau udara atau cairan dari
dalam
toraks untuk menghilangakan pneumotoraks/hemotoraks serta
tamponade jantung.
Hipovolemia dan curah jantung yang rendah diperbaiki. (keperawatan medikal bedah,
2001)
a) Hemothorak kecil : cukup diobservasi, gerakan aktif (fisioterapi) dan
tidak
memerlukan tindakan khusus.
b) Hemothorak sedang : di pungsi dan penderita diberi transfusi. Dipungsi
sedapat
mungkin dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata kambuh dipasang penyalir
sekat air.
c) Hemothorak besar : diberikan penyalir sekat air di rongga antar iga dan
transfusi.

2.8.1 Penatalaksanaan Medis


Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan hemodinamik
pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara dari rongga
pleura.
Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti
diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi darah, dilanjutkan pemberian
analgetik dan
antibiotik. Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan hemothoraks
adalah
mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat dilakukan dengan cara :
1) Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup,
maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi.
Laju resorbsi
tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan
dalam
beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2
hari.
Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka.
2) Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks
yang luasnya
>15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra
pleura dengan
membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara :

16 | P a g e
a) Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian
tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena
mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga
pleura, kemudian
infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung
udara yang keluar
dari ujung infus set yang berada di dalam botol.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan
jarum dan kanula.
Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks
sampai menembus ke
rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula
ini kemudian
dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini
selanjutnya dimasukkan ke
botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara
yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol.
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga
pleura dengan
perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan
troakar dapat
dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi
kulit di sela iga ke-4
pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior.
Selain itu dapat pula melalui
sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan
ke rongga pleura
dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang
masih tertinggal di
rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada
dan pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca
yang berada di botol
sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung
udara dapat dengan
mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif.
Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar
10-20 cm H2O,
dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah
mengembang
maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka
sebelum dicabut dapat
dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau
ditekuk selama 24
jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif
maka pipa belum
bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam
keadaan ekspirasi
maksimal.

17 | P a g e
Gambar 10. Pemasangan WSD

Tube thoracostomy drainage merupakan terapi utama untuk


pasien
dengan hemothoraks. Insersi chest tube melalui dinding dada untuk
drainase
darah dan udara. Pemasangannya selama beberapa hari untuk
mengembangkan
paru ke ukuran normal.
Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain adanya
udara pada
rongga dada (pneumothoraks), perdarahan di rongga dada
(hemothoraks), post
operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothoraks atau
hemothoraks), dan
abses paru atau pus di rongga dada (empyema). Adapun langkah-langkah
dalam
pemasangan chest tube thoracostomy adalah sebagai berikut:
 Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg
 Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan menggunakan
alkohol
atau povidin iodine pada ICS VI atau ICS VII posterior Axillary Line
 Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn lidokain
 Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line
 Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya
dihubungkan
dengan WSD (Water Sealed Drainage)
 Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube

18 | P a g e
Gambar 11. Pemasangan chest tube

3) Thoracotomy
Merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi rongga dada
ketika
hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten. Thoracotomy juga
dilakukan
ketika hemothoraks parah dan chest tube sendiri tidak dapat mengontrol
perdarahan
sehingga operasi (thoracotomy) diperlukan untuk menghentikan perdarahan.
Perdarahan persisten atau berkelanjutan yang segera memerlukan tindakan
operasi
untuk menghentikan sumber perdarahan di antaranya seperti ruptur aorta pada
trauma
berat. Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila :
 1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube
 Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam
 Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas
hemodinamik
 Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih

Gambar 12. Torakotomi

19 | P a g e
4) Trombolitik agen

Trombolitik agen digunakan untuk memecahkan bekuan darah pada


chest tube
atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi hal ini
sangat
berisiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan perlu tindakan
operasi
segera.

5) Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS)


Merupakan terapi alternatif yang membantu dalam pengeluaran
gumpalan darah
secara direk dan pemasangan tuba dada secara persis.

6) Fibrinolisis intrapleural
Digunakan untuk mengevakuasi hemotoraks residual dalam kasus di
mana drainase
dengan tuba torakostomi inisial tidak adekuat. Dosis yang digunakan adalah
streptokinase
(250.000 IU) atau urokinase (100.000 IU) dalam 100mL saline steril. Dalam
suatu studi
tentang penggunaan fibrinolisis intrapleural dalam kasus hemotoraks clotted
traumatik,
dengan memasukkan agen fibrinolisis secara harian dalam jangka waktu 2-15
hari
memberikan hasil penyembuhan sebanyak 92%.

7) Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu
torakoskop.

Gambar 11. Torakoskopi

2.8.2 Terapi Farmakologi


Darah atau udara yang memasuki rongga pleura biasanya akan dikeluarkan
melalui
selang WSD. Melalui selang tersebut juga bisa dimasukkan obat untuk membantu
memecahkan pembekuan darah, misalnya Streptokinase dan Streptodonase. Jika
perdarahan

20 | P a g e
tersebut berlanjut walau sudah dikeluarkan melalui selang tersbut, maka harus
dilakukan
pembedahan.
1. Streptokinase-streptodornase adalah obat yang digunakan untuk memecahkan
gumpalan darah yang telah terbentuk didalam pembuluh darah.
2. Penggunaan obat analgesic juga dipakai saat keadaan klien dengan hipoksemia
kronik
seperti Morfin dan Meperidin

Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan


terhadap
penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis
dengan
obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator. Istirahat total untuk
menghindari
kerja paru yang berat. Pemberian antibiotik profilaksis setelah tindakan bedah
dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema.

2.8.3 Terapi Diet.


1) Diet Serat
Diet serat diperlukan, untuk mencegah keparahan hemothoraks
Diet serat
antara lain lemak ikan, biji-bijian, kacang-kacangan,kedelai, susu
rendah lemak,
jahe & kunyit, minyak zaitun dan Ubi jalar. Diet serat berguna untuk
mengurangi
resiko peradangan. Diet Tinggi kalori tinggi protein 2300 kkal +
ekstra putih telur
3 x 2 butir / hari.
2) Diet Rokok
Diet rokok baik untuk penderita hemothoraks, karena dengan
merokok
dapat memperah kerusakan paru-paru sehingga resiko terjadi
hemothoraks akan
lebih besar

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Hemothoraks


1) Pengkajian Keperawatan
1. Biodata
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,
diagnostik
medik, alamat.

21 | P a g e
b) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk
memudahkan dan
jadi penanggung jawab selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan
alamat.

2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh
klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah
nyeri pada
dada dan gangguan bernafas.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan
klien, quality
atau kualitas (Q) yaitu bagaimana (nyeri yang dirasakan klien,
Regional (R)
yaitu penyebaran nyeri, safety (S) yaitu posisi yang sesuai
untuk mengurangi
nyeri dan dapat membuat klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu
sejak
kapan klien merasakan nyeri.
 Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama
atau pernah
terdapat riwayat sebelumnya.

3. Pemeriksaan fisik
a) Sistem pernafasan
 Sesak napas
 Nyeri, batuk-batuk.
 Terdapat retraksi klavikula/dada.
 Pengambangan paru tidak simetris.
 Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
 Pada perkusi ditemukan adanya suara sonor/hipersonor/timpani,
hematotraks
 Pada asukultasi suara nafas menurun, bising
napas yang
berkurang/menghilang.
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
 Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

22 | P a g e
b) Sistem Kardiovaskuler :
 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
 Takhikardia, lemah
 Pucat, Hb turun /normal.
 Hipotensi.
c) Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
 Kemampuan sendi terbatas.
 Ada luka bekas tusukan benda tajam.
 Terdapat kelemahan.
 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub
kutan.
d) Sistem Endokrin :
 Terjadi peningkatan metabolisme.
 Kelemahan.
e) Sistem Sosial / Interaksi.
 Tidak ada hambatan.
f) Spiritual :
 Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

4. Pola Kegiatan Sehari-hari


a) Aktifitas / istirahat.
Gejala : Dispnea dengan aktifitas ataupun istirahat

b) Sirkulasi
c) Tanda :
 Takikardia
 Frekwensi tidak teratur/disritmia

 S3 atau S4 / irama jantung gallop (gagal jantung sekunder


terhadap effusi)
 Nadi apical berpindah oleh adanyapenyimpangan mediastinal
(dengan
tegangan pneumothorak).
 Tanda Homan (bunyi renyah s/d denyutan jantung, menunjukan udara
dalam
mediastinum).
 Tekanan Darah : Hipertensi / hipotensi
d) Integritas Ego

23 | P a g e
Tanda : ketakutan, gelisah

e) Makanan / Cairan
Tanda : Adanya pemasangan IV vena sentral/infus tekanan

f) Nyeri / Kenyamanan
Gejala :

 Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk.


 Timbul tiba-tiba sementara batuk atau regangan (pneumothorak
spontan).
 Tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinanan
menyebar keleher, bahu abdomen (Effusi Pleural).
Tanda :

 Berhati-hati pada area yang sakit


 Perilaku distraksi.
 Mengkerutkan wajah.

5. Pemeriksaan Diagnostik :
a) Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleural.
b) Pa Co2 kadang-kadang menurun.
c) Pa O2 normal / menurun.
d) Saturasi O2 menurun (biasanya).
e) Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
f) Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.

2) Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena akumulasi cairan/udara
2. Ketidakefektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
sekresi
sekret dan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan
3. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan
untuk
ambulasi dengan alat eksternal

24 | P a g e
3) Intervensi

Diagnosa
No. NOC NIC
Rasional
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Tujuan : Dalam waktu 1. Kaji kualitas,
1) Dengan
pola pernapasan 3x24 jam setelah frekuensi, dan
mengkaji
b/d ekspansi diberikan intervensi kedalaman
kualitas,
paru yang tidak pola pernapasan klien pernapasan ,
frekuensi, dan
maksimal karena kembali efektif. laporkan
kedalamn
akumulasi setiap
pernapasan, kita
cairan/udara Kriteria hasil : perubahan
dapat
yang terjadi
mengetahui
- Irama, frekuensi, dan
sejauh mana
kedalaman pernapasan
perubahan
berada dalam batas
kondisi klien.
normal, 2. Baringkan
2) Penurunan
- Pada pemeriksaan klien dalam
diafragma
rontgen toraks terlihat posisi yang
memperluas
adanya pengembangan nyaman, atau
daerah dada
paru, bunyi napas dalam posisi
sehingga
terdengar jelas. duduk
ekspansi paru

bisa maksimal.
3. Observasi
3) Peningkatan RR
tanda-tanda
dan takikardi
vital (nadi,
merupakan
RR).
indikasi adanya

penurunan

fungsi paru
4. Lakukan
auskultasi
4) Auskultasi dapat
suara napas
menentukan
tiap 2-4 jam.
kelainan suara

napas pada

bagian paru

25 | P a g e
Kemungkinan
akibat dari
berkurangnya
atau tidak
berfungsinya
lobus, segmen,
dan salah satu
dari paru. Pada
daerah kolaps
paru, suara
pernapasan tidak
terdengar tetapi
bila hanya
sebagian yang
kolaps suara
pernapasan tidak
terdengar
dengan jelas.
Hal tersebut
dapat
menentukan
fungsi paru yang
baik dan nada
tidaknya
atelectasis paru
5. Bantu dan
5) Menekan daerah
ajarkan klien
yang nyeri
untuk batuk
ketika batuk
dan napas
atau napas
dalam yang
dalam.
efektif
Penekanan otot-
otot dada serta
abdomen

26 | P a g e
membuat batuk
6. Kolaborasi
lebih efektif.
untuk 6)
Dengan
tindakan
memungkinkan
dekompresi
udara keluar dari
dengan
rongga pleura
pemasangan
dan
WSD.
mempertahanka
n
agar paru tetap

mengembang

dengan jalan

mempertahanka
n
tekanan

negative pada

interpleura.
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Kaji frekuensi, 1)
Takipneu
kebersihan jalan tindakan keperawatan kedalaman, dan
biasanya ada
nafas b/d 1x24 jam upaya pernafasan
pada beberapa
peningkatan ketidakefektifan
derajat dan
sekresi sekret bersihan jalan nafas
dapat ditemukan
dan batuk teratasi dengan kriteria
pada penerimaan
sekunder akibat hasil :
/selama
nyeri dan 1. Mendemonstrasi
stress/adanya
keletihan kan batuk efektif dan
proses infeksi
suara nafas yang
akut
bersih, tidak ada 2. Instruksikkan 2)
Meningkatkan
sianosis dan dispneu kepada klien
relaksasi dan
(mampu tentang batuk dan
pengalihan
mengeluarkan teknik nafas
perhatian
sputum, mampu dalam.
bernafas dengan 3. Posisikan 3)
Ventilasi yang
mudah, tidak ada klien untuk
maksimal dapat
pursed lips) memaksimalkan
mengurangi

27 | P a g e
2. Menunjukan ventilasi sesak
jalan nafas yang paten 4. Keluarkan 4) Sekret
yang
( klien tidak merasa sekret dengan
menumpuk
tercekik, irama nafas, batuk atau dapat
frekuensi pernafasan suction
menghambat
dalam rentang jalan
napas
normal, tidak ada 5. Auskultasi 5)
Auskultasi
suara nafas abnormal) suara nafas, catat dapat
3. Mampu adanya suara
menentukan
mengidentifikasikan nafas tambahan
kelainan suara
dan mencegah faktor napas
pada
yang dapat bagian
paru
menghambat jalan
Kemungkinan
nafas. akibat
dari

berkurangnya
atau
tidak

berfungsinya
lobus,
segmen,
dan
salah satu
dari
paru. Pada
daerah
kolaps
paru,
suara

pernapasan tidak

terdengar tetapi
bila
hanya

sebagian yang
kolaps
suara

pernapasan tidak

terdengar
dengan
jelas.

3. Nyeri Tujuan : nyeri 1. Lakukan 1)


Penggunaan
berhubungan hilang/terkontrol pengkajian skala/
rentang
dengan Kriteria hasil: klien nyeri secara nyeri
membantu

28 | P a g e
pemasangan mengatakan nyerinya komprehensif pasien
dalam
WSD berkurang dan lebih termasuk mengkaji
tingkat
rileks. lokasi, nyeri,
karakteristik,
meningkatkan
durasi, kontrol
nyeri
frekuensi,
kualitas, dan
faktor
presipitasi
2. Observasi 2)
Ketidaksesuaian
reaksi verbal antara
petunjuk
dan verbal verbal/
non
dari verbal
dapat
ketidaknyama
menunjukkan
nan derajat
nyeri
3. Ajarkan 3)
Meningkatkan
tentang teknik relaksasi
dan
non
penglihatan
farmakologik perhatian
(teknik
relaksasi)
4. Tingkatkan 4) Penurunan
istirahat kelemahan,
menghemat
energi dan

meningkatkan
koping.
5. Berikan 5)
Mempertahankan
analgesik kadar obat
lebih
rutin sesuai konstan
indikasi
menghindari
puncak
periode
nyeri

29 | P a g e
2.11Manajemen Kasus Hemothoraks
1) Uraian Kasus
Ny. A terjatuh dari motor dan dada membengkak serta membiru,
Dibawa ke
rumah sakit, dilakukan X-Ray dan ditemukan adanya perdarahan dirongga paru.
Pasien mengeluh sesak dan nyeri saat tarik napas dalam. Vital sign : TD
110/70
mmHg, Nadi 110 x/menit, RR 29 x/menit.

2) Pengkajian
a. Identitas
Nama : Ny.A
Jenis Kelamin : Perempuan
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Dada membengkak serta membiru. Pasien mengeluh sesak dan
nyeri
saat tarik nafas dalam.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Adanya perdarahan dirongga paru.

3) Analisa Data
a. Data Subyektif :
1) Pasien mengeluh sesak dan nyeri saat tarik nafas dalam.
b. Data Obyektif :
1) Dada pasien membengkak dan membiru
2) Ditemukan adanya perdarahan di rongga paru
3) TTV pasien :
TD : 110/70 mmhg
Nadi : 110 x/menit
RR : 29x/menit
4) Skala nyeri : 7
5) Klien nampak meringis

30 | P a g e
No. Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1. DS : Pasien mengeluh Trauma pada toraks
Ketidakefektifan pola
sesak dan nyeri saat tarik
pernapasan
napas dalam. Cedera paru dan Perdarahan
dalam pleura
DO :

- Dada pasien Akumulasi darah dalam pleura


membengkak dan
membiru Kolaps paru parsia atau total

- Ditemukan adanya
Pergeseran mediastinum pada
perdarahan
sisi yang tidak terkena
dirongga paru
Penekanan oleh jantung,
- TD : 110/70
pembuluh darah besar, dan trakea
mmHg (Normal :
pada paru normal
120/80)
Penurunan ekspansi paru
Nadi : 110 x/menit
Ventilasi ↓
(normal : 60-80)
Oksigenasi ↓
RR : 29x/menit
Ketidakefektifan pola napas
(normal : 16-20)

2. DS : Pasien mengeluh Trauma pada toraks Nyeri


nyeri saat tarik napas
dalam. Iritasi ujung syaraf

DO :
Pelepasan mediator nyeri
- Skala nyeri = 7

- Klien nampak
Nyeri
meringis

3 DS : Pasien mengeluh Trauma pada toraks


Ketidakefektifan
sesak dan nyeri saat tarik
bersihan jalan

31 | P a g e
napas dalam. Cedera paru dan Perdarahan
dalam pleura
DO :

- Ditemukan adanya Akumulasi darah dalam pleura


perdarahan
dirongga paru Kolaps paru parsia atau total

- Klien nampak
Pergeseran mediastinum pada
sesak
sisi yang tidak terkena
- TD : 110/70
Penekanan oleh jantung,
mmHg (Normal :
pembuluh darah besar, dan trakea
120/80)
pada paru normal

Nadi : 110 x/menit Penurunan ekspansi paru

(normal : 60-80)
Ventilasi ↓ Oksigenasi ↓
RR : 29x/menit
Ketidakefektifan bersihan jalan
(normal : 16-20)

6) Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang
tidak
maksimal karena akumulasi cairan/udara
2. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan
untuk
ambulasi dengan alat eksternal
3. Ketidakefektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekret dan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan

32 | P a g e
7) Intervensi
No Diagnosa
NOC NIC
Rasional
. Keperawatan
1. Ketidakefektifan Tujuan : Dalam waktu 1. Kaji kualitas, 1.
Dengan
pola pernapasan 3x24 jam setelah frekuensi, dan
mengkaji
b/d ekspansi diberikan intervensi kedalaman
kualitas,
paru yang tidak pola pernapasan klien pernapasan ,
frekuensi, dan
maksimal kembali efektif. laporkan setiap
kedalamn
karena perubahan yang
pernapasan, kita
akumulasi Kriteria hasil : terjadi
dapat
cairan/udara
mengetahui
- Irama, frekuensi, dan
sejauh mana
kedalaman pernapasan
perubahan
berada dalam batas
kondisi klien.
normal, 2. Baringkan klien 2.
Penurunan
- Pada pemeriksaan dalam posisi
diafragma
rontgen toraks terlihat yang nyaman,
memperluas
adanya pengembangan atau dalam
daerah dada
paru, bunyi napas posisi duduk
sehingga
terdengar jelas.
ekspansi paru

bisa maksimal.
3. Observasi 3.
Peningkatan RR
tanda-tanda vital
dan takikardi
(nadi, RR).
merupakan

indikasi adanya

penurunan

fungsi paru
4. Lakukan 4.
Auskultasi dapat
auskultasi suara
menentukan
napas tiap 2-4
kelainan suara
jam.
napas pada

bagian paru

Kemungkinan

33 | P a g e
akibat dari
berkurangnya
atau tidak
berfungsinya
lobus, segmen,
dan salah satu
dari paru. Pada
daerah kolaps
paru, suara
pernapasan
tidak terdengar
tetapi bila
hanya sebagian
yang kolaps
suara
pernapasan
tidak terdengar
dengan jelas.
Hal tersebut
dapat
menentukan
fungsi paru
yang baik dan
nada tidaknya
atelectasis paru
5. Menekan daerah
5. Bantu dan
yang nyeri
ajarkan klien
ketika batuk
untuk batuk dan
atau napas
napas dalam
dalam.
yang efektif
Penekanan otot-
otot dada serta
abdomen

34 | P a g e
membuat batuk
lebih
efektif.
6. Dengan
6. Kolaborasi

memungkinkan
untuk tindakan
udara
keluar
dekompresi
dari
rongga
dengan
pleura
dan
pemasangan

mempertahanka
WSD.
n
agar paru
tetap

mengembang
dengan
jalan

mempertahanka
n
tekanan

negative pada

interpleura.
2. Nyeri Setelah dilakukan 1. Lakukan 1.
Penggunaan
berhubungan tindakan keperawatan pengkajian nyeri skala/
rentang
dengan 3x24 jam klien secara nyeri
pemasangan mengatakan nyeri komprehensif
membantu
WSD berkurang kriteria termasuk lokasi, pasien
dalam
hasil : karakteristik,
mengkaji
1. Klien durasi, frekuensi,
tingkat nyeri,
mengatakan kualitas, dan
meningkatkan
nyerinya faktor presipitasi
kontrol nyeri
berkurang dan 2. Observasi reaksi 2.
Ketidaksesuaia
lebih rileks. verbal dan verbal n
antara
dari
petunjuk
ketidaknyamanan
verbal/ non
verbal
dapat

menunjukkan

derajat nyeri
3. Ajarkan tentang 3.
Meningkatkan

35 | P a g e
teknik non
relaksasi dan
farmakologik
penglihatan
(teknik relaksasi)
perhatian

4. Tingkatkan
4. Penurunan
istirahat
kelemahan,

menghemat

energi dan

meningkatkan

koping.
5. Berikan
5. Mempertahanka
analgesik rutin
n kadar obat
sesuai indikasi
lebih konstan

menghindari

puncak periode

nyeri

3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Kaji frekuensi,


1. Takipneu
kebersihan jalan tindakan keperawatan kedalaman, dan
biasanya ada
nafas 3x24 jam upaya pernafasan
pada beberapa
berhubungan ketidakefektifan
derajat dan dapat
dengan bersihan jalan nafas
ditemukan pada
peningkatan teratasi dengan
penerimaan
sekresi sekret kriteria hasil :
/selama
dan batuk 1. Mendemonstra
stress/adanya
sekunder akibat sikan batuk
proses infeksi
nyeri dan efektif dan
akut
keletihan suara nafas 2. Instruksikkan
2. Meningkatkan
yang bersih, kepada klien
relaksasi dan
tidak ada tentang batuk dan
pengalihan
sianosis dan teknik nafas
perhatian
dispneu dalam.
(mampu 3. Posisikan klien
3. Ventilasi yang
mengeluarkan untuk
maksimal dapat

36 | P a g e
sputum, memaksimalkan mengurangi
mampu ventilasi sesak
bernafas 4. Keluarkan sekret 4. Sekret
yang
dengan mudah, dengan batuk atau menumpuk
tidak ada suction dapat
pursed lips) menghambat
2. Menunjukan jalan napas
jalan nafas yang 5. Auskultasi suara 5. Auskultasi
paten ( klien tidak nafas, catat dapat
merasa tercekik, adanya suara menentukan
irama nafas, nafas tambahan kelainan
suara
frekuensi napas
pada
pernafasan dalam bagian
paru
rentang normal, Kemungkinan
tidak ada suara akibat
dari
nafas abnormal)
berkurangnya
Mampu atau
tidak
mengidentifikasikan
berfungsinya
dan mencegah faktor lobus,
segmen,
yang dapat dan salah
satu
menghambat jalan dari paru.
Pada
nafas. daerah
kolaps
paru,
suara
pernapasan
tidak
terdengar
tetapi
bila
hanya
sebagian
yang
kolaps
suara
pernapasan
tidak
terdengar
dengan
jelas.

37 | P a g e
8) Implementasi dan Evaluasi
Hari/Tanggal No Implementasi
Evaluasi
dan Jam Dx
22 1 1. Mengkaji kualitas, frekuensi, dan Jam 14:00
November kedalaman pernapasan ,laporkan S :
pasien masih
2016 setiap perubahan yang terjadi merasakan
sesak saat
09:45 WITA Dengan hasil: klien tampak sesak menarik napas

2. Membaringkan klien dalam posisi O :


yang nyaman, atau dalam posisi - Dada
pasien masih
duduk
membengkak dan
Dengan hasil: klien dalam posisi membiru
duduk - Adanya
perdarahan
dirongga
paru
3. Mengobservasi tanda-tanda vital - TD :
110/70 mmHg
(nadi, RR). (Normal :
120/80)
Dengan hasil: TTV dalam rentang Nadi :
110 x/menit
normal (normal :
60-80)
RR :
29x/menit
4. Melakukan auskultasi suara napas (normal :
16-20)
tiap 2-4 jam.
Dengan hasil: suara napas tidak
A : Masalah
normal
ketidakefektifan pola napas
belum teratasi
5. Membantu dan mengajarkan klien
untuk batuk dan napas dalam yang P : Lanjutkan Intervensi
efektif intervensi
Dengan hasil: klien melakukan 1. Kaji kualitas,
frekuensi,
teknik batuk efektif dan
kedalaman
pernapasan
,laporkan
6. Melakukan kolaborasi untuk setiap
perubahan yang
tindakan dekompresi dengan terjadi
pemasangan WSD. 2. Baringkan
klien dalam

38 | P a g e
Dengan hasil: klien terpasang WSD posisi yang
nyaman,
atau dalam
posisi
duduk
3. Observasi
tanda-tanda
vital (nadi,
RR).
4. Lakukan
auskultasi
suara napas
tiap 2-4
jam.
5. Bantu dan
ajarkan klien
untuk batuk dan
napas
dalam yang
efektif
6. Kolaborasi
untuk
tindakan
dekompresi
dengan
pemasangan
WSD.

22 2 1. Melakukan pengkajian nyeri Jam 14:00


November secara komprehensif termasuk S :
2016 lokasi, karakteristik, durasi,  Klien
mengatakan
12:00 WITA frekuensi, kualitas, dan faktor masih
merasakan
presipitasi nyeri
Dengan hasil: skala nyeri 2-3 O:
2. Mengobservasi reaksi verbal dan  Pasien
tidak
verbal dari ketidaknyamanan tampak
meringis.
Dengan hasil: klien mengatakan  Skala nyeri
5.
sudah nyeri
3. Mengajarkan tentang teknik non
farmakologik (teknik relaksasi) A: Masalah nyeri
teratasi
Dengan hasil: klien melakukan sebagian
teknik relaksasi
4. Meningkatkan istirahat P: Lanjutkan
intervensi
Dengan hasil: kebutuhan istirahat 1. Lakukan
pengkajian
klien terpenuhi nyeri
secara

39 | P a g e
5. Memberikan analgesik rutin sesuai komprehensif
termasuk
indikasi lokasi,
karakteristik,
Dengan hasil: klien durasi,
frekuensi,
mengkonsumsi obat analgetik kualitas,
dan faktor
presipitasi
2. Observasi reaksi
verbal
dan
verbal dari
ketidaknyamanan
3. Ajarkan tentang
teknik
non
farmakologik
(teknik
relaksasi)
4. Tingkatkan
istirahat
5. Berikan analgesik
rutin
sesuai indikasi

22 3 1. Kaji frekuensi, kedalaman, dan Jam 14:00


November upaya pernafasan S :
pasien masih
2016 Dengan hasil : klien tanpa sesak merasakan
sesak saat
14:00 WITA 2. Instruksikkan kepada klien tentang menarik napas
batuk dan teknik nafas dalam.
Dengan hasil : klien melakukannya O:
3. Posisikan klien untuk - Dada
pasien masih
memaksimalkan ventilasi membengkak
dan
Dengan hasil : sesak berkurang membiru
4. Keluarkan sekret dengan ba tuk - Adanya
perdarahan
atau suction dirongga paru
Dengan hasil : sekret berkurang - TD : 110/70
mmHg
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya (Normal :
120/80)
suara nafas tambahan Nadi : 110
x/menit
Dengan hasil : bunyi nafas (normal : 60-
80)
vesikuler RR : 29x/menit
(normal : 16-
20)

40 | P a g e
A : Masalah Ketidak
efektifan bersihan jalan
nafas belum teratasi

P : Lanjukan Intervesi
1. Kaji frekuensi,
kedalaman, dan upaya
pernafasan
2. Instruksikkan kepada
klien tentang batuk
dan teknik nafas
dalam.
3. Posisikan klien untuk
memaksimalkan
ventilasi
4. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
5. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara nafas tambahan

41 | P a g e
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hemothoraks merupakan keadaan berkumpulnya darah di dalam rongga
intrapleura.
Cedera tumpul atau tusukan pada dinding dada dapat menyebabkan pembuluh darah
setempat
ruptura, seperti arteri mamaria internal atau arteri intrakostalis. Hemothoraks
luas terjadi jika
darah yang berkumpul di dalam rongga pleural melebihi 1,5 L. (Ester chang, 2010 ;
189)

Dalam menentukan diagnosa hemothoraks seringkali didasarkan pada hasil foto


rontgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang
paru
yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line).
Dari hasil
rontgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area
paru yang
terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.
Pada prinsipnya, penanganan hemothoraks berupa observasi dan pemberian O2
yang
dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk hemothoraks yang berat dapat dilakukan
tindakan
pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang
mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar hemothoraks tidak
terjadi lagi.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan ilmu dan pengetahuan
dalam bidang pendidikan dan praktik keperawatan. Selain itu, dapat juga dijadikan
sebagai
acuan dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan.

42 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Price, SA & Wilson, LM. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit,
Jakarta: EGC

Samba, Suharyati. 2005. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol.1. Jakarta:
EGC

Rab, Tabrani. 1998. Agenda Gawat Darurat. Bandung: PT Alumni

Chang, Esther. 2009. Patofisiologi: Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:EGC

43 | P a g e

You might also like