Sriwahyuningsih Jaundice

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 25

BAB I

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS

Nama : Tn. Junaedi

Jenis Kelamin : Laki Laki

Umur : 28 Tahun

Alamat : Bekasi

Pekerjaan : Karyawan

Pendidikan : SMA

Status : Belum Menikah

Tanggal Masuk RS : 28 Agustu 2020

Tanggal Pemeriksaan : 29 Agustus 2020

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Kuning & Nyeri perut kanan atas.

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan nyeri

perut kanan atas sejak 2 hari SMRS. Nyeri dirasakan menetap dengan

intensitas berat selama 1-3 jam kemudian menghilang perlahan-lahan.

Selanjutnya nyeri muncul kembali. Nyeri dirasakan dari perut kanan atas

hingga bagian ulu hati dan menjalar sampai ke bahu kanan dan punggung.

Pasien biasanya hanya berbaring di tempat tidur saat serangan nyeri datang.

Nyeri dirasakan bertambah berat apabila pasien menghirup nafas panjang.

Sesak dan nyeri dada disangkal.

1
Keluhan disertai pusing, nafsu makan menurun, merasa cepat kenyang,

mual, muntah 3x/hari berisi cairan. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 2

hari SMRS.

Riwayat penyakit dahulu :

• Riwayat DM (-)
• Riwayat Hipertensi (-)
• Riwayat Asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat keluarga dengan gejala serupa dengan pasien.

Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg.
Nadi : 78 kali per menit
Pernafasan : 20 kali per menit
Suhu : 39,0 oC.
Status Lokalis
• Kepala :
- Normochepal, rambut hitam
Mata :
- Eksopthalmus (-), Endopthalmus (-/-)
- Konjungtiva anemis (-/-), Hiperemis (-/-)
- Sklera ikterik (+/+)
Telinga :

2
- Normotia
- Lubang telinga : normal, secret (-/-).
- Nyeri tekan (-/-).
- Peradangan pada telinga (-)
- Pendengaran : normal.
Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-/-).
- Napas cuping hidung (-/-).
- Perdarahan (-/-), secret (-/-).
- Penciuman normal.
Mulut :
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-).
- Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-).
- Gigi : caries (-)
- Mukosa : normal.
• Leher :
- Pembesaran KGB (-).
- Trakea : di tengah, tidak deviasi
• Thorax
Pulmo :
Inspeksi : Statis & dinamis, pergerakan dinding dan bentuk dada
simetris
Palpasi : Fremitus taktil dan fremitus vokal simetris, nyeri tekan
(-), krepitasi (-).
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi : Bronkhial (+/+), vesikuler (+/+), rhonki (-/-). Wheezing
(-/-)
Cor :
Inspeksi : Iktus cordis tampak

3
Palpasi : Iktus cordis teraba ICS V linea midklavikula sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra.
Batas kiri jantung : ICS IV linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-).
• Abdomen
Inspeksi : cembung.
Auskultasi : Bising usus (+) 4-5 kali/menit.
Palpasi : Nyeri tekan pada regio epigastrium, tidak teraba
pembesaran hepar dan lien, Murphy Sign (+).
Perkusi : Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen, Shifting
dullness (-), nyeri ketok CVA (-)
• Extremitas :
Ekstremitas atas :
Akral hangat : +/+, Deformitas : -/-, Edema: -/-, Sianosis : -/-
Ekstremitas bawah :
Akral hangat : +/+, Deformitas : -/-, Edema: -/-
• Genitourinaria :
Tidak dievaluasi.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tanggal 29 Agustus 2020
Jenis HASIL SATUAN NILAI
Pemeriksaan RUJUKAN
Hemoglobin 17,2 gr/dl 13.0-18,0
Hematokrit 47 % 39.0-54,0
Lekosit 28,2 10^3/uL H 4000-11000
Trombosit 367 10^3/uL L 150000-
450000
Eritrosit 5.45 mm3 4.4-6.0
MCV 86 fl 79-99
MCH 32 pg 27-31
MCHC 37 g/dl 33-37
Eosinofil 1 % 0-3

4
Jenis HASIL SATUAN NILAI
Pemeriksaan RUJUKAN
Basofil 0 % 0-1
Segmen 94,5 % H 50-70
Limfosit 9 % L 20-40
Monosit 5 % 2-8
Stab 0,9 % L 35-47
Glukosa 156 mg/dl H 70-140
sewaktu

Tanggal September 2020


Bilirubin 3.1 mg/dl H 0,1-1,0
Total
Bilirubin 2.7 mg/dl H 0-0,25
Direk
Bilirubin 0,4 mg/dl 0-0,75
Indirek

Pemeriksaan USG Abdomen September 2020

5
Interpretasi:
Hepar: Ukuran Tidak membesar, sudut tajam, permukaan rata, echogenitas
parenkim menurun, tekstur parenkim homogen kasar, Kapsur tidak
menebal, tidak tampak bayangan nodul / massa. Tampak penebalan pada
periporta. Vena Porta dan vena hepatica tidak melebar
Kandung Empedu : Kontur normal tidak tervisualisasi dengan jelas, tertutup
bayangan posterior acoustic shadow, dinding menebal, tampak batu
multiple dengan ukuran besar lk. 1,87 cm disertai sludge yang memenuhi
kandung empedu
Duktus Biliaris intra / ekstahepatal : tidak melebar, tidak tampak bayangan
hiperekhoik dengan acoustic shadow
Spleen : ukuran tidak membesar, tekstur parenkim homogeny halus, tidak
tampak nosuk / massa. Vena lienalis tidak melebar
Pancreas : Besar normal, kontur normal, tekstur parenkim homogeny, tidak
tampak massa / klasifikasi. Duktus Pankreatikus tidak melebar

6
Conclusion :
Cholelithiasis multiple disertai sludge kandung empedu
Suspek Hepatitis akut
USG Spleen dan pancreas saat ini tidak tampak kelainan

Kesan:
1. Hepatomegali dengan ductal ectasis biliaris intrahepatal ec. susp.
obstruksi ductus choledochus ec. stone.
2. Hydrops vesica fellea dengan cholecystitis dan sludge vesica fellea.
3. Tak tampak kelainan pada pancreas, lien, renal, vesica urianria.
4. Tak tampak ascites.

Pemeriksaan EKG

FOLLOW UP
Tanggal Subjectif Objektif Assesment Plan

7
September Os mengeluh TD: 110/70 • Cholic • USG
2020 nyeri perut P :78x/menit abdomen Abdomen
kanan atas, R :20/menit • IVFD Nacl
mual (-), S :39,0 500cc /8jam
muntah (+) Mata : Ca(-/-), • Ceftriaxone
Si(+/+) 1x 2 g IV
Leher : T.A.K • Mentronidaz
Pulmo : VBS
ole 3x550
kanan = kiri,
mg IV
RH (-/-), WH
(-/-) COR : BJ • Ranitidine 2x
1-2 reg, GL(-), 50mg Iv
Mur (-) Abdo : • Ketorolac
BU(+), NT 3x30mg IV
(+), Murphy • Sucraflat
Sign (+) syr3x2cth
Ekstre : Akral
hangat, edema
(-)

September Os mengeluh TD: 110/70 Cholic Terapi lanjut


2020 nyeri perut P :72x/menit Abdomen
kanan atas, R :20/menit
dengan sore S :36,7
hari (+), mual Mata : Ca(-/-),
(-), muntah (-), Si(+/+)
diare (-) Leher : T.A.K
Pulmo : VBS
kanan = kiri,
RH (-/-), WH
(-/-) COR : BJ
1-2 reg, GL(-),
Mur (-) Abdo :
BU(+), NT
(+), Murphy
Sign (+)
Ekstre : Akral
hangat, edema
(-)

8
September Os mengeluh TD: 110/70 Cholic Terapi lanjut
2020 nyeri perut P :80x/menit abdomen
kanan atas (+), R :24/menit
mual (+), S :37,4
demam (+) Mata : Ca(-/-),
Si(+/+)
Leher : T.A.K
Pulmo : VBS
kanan = kiri,
RH (-/-), WH
(-/-) COR : BJ
1-2 reg, GL(-),
Mur (-) Abdo :
BU(+), NT
(+), Murphy
Sign (+)
Ekstre : Akral
hangat, edema
(-)

September Os mengeluh TD: 110/70 Cholic • Terapi lanjut


2020 nyeri perut P :80x/menit abdomen
kanan atas (+) R :24/menit
S :37,4
Mata : Ca(-/-),
Si(+/+)
Leher : T.A.K
Pulmo : VBS
kanan = kiri,
RH (-/-), WH
(-/-) COR : BJ
1-2 reg, GL(-),
Mur (-) Abdo :
BU(+), NT
(+), Murphy
Sign (+)
Ekstre : Akral
hangat, edema
(-)

9
V. RESUME
. Nyeri dirasakan menetap dengan intensitas berat selama 1-3 jam
kemudian menghilang perlahan-lahan. Selanjutnya nyeri muncul kembali.
Nyeri dirasakan dari perut kanan atas hingga bagian ulu hati dan menjalar
sampai ke bahu kanan dan punggung. Pasien biasanya hanya berbaring di
tempat tidur saat serangan nyeri datang. Nyeri dirasakan bertambah berat
apabila pasien menghirup nafas panjang. Keluhan disertai pusing, nafsu
makan menurun, merasa cepat kenyang, mual, muntah 3x/hari berisi cairan.
Pasien juga mengeluhkan demam sejak 2 hari SMRS.

Tekanan darah 110/70 mmHg. Nadi normal (78 kali per menit, reguler).
Frekuensi nafas 20 kali/menit. Suhu tubuh 39,0oC. Pada pemeriksaan fisik
sklera tampak ikterik +/+. Abdomen pada inspeksi tampak cembung,
auskultasi terdengar bising usus (+) 4-5 kali/menit, palpasi terdapat nyeri
tekan pada regio epigastrium, tidak teraba pembesaran hepar dan lien,
Murphy Sign (+), perkusi terdengar timpani (+) pada seluruh lapang
abdomen.

VI. DIAGNOSIS BANDING


 Tumor duadem
 Tumor Biliaris
V. DIAGNOSIS
Obstruksi Jaundice Supp Choledolitiasis

VI. PENATALAKSANAAN
• RL 20 ttm
• Diet rendah lemak
• Cefotaxim 2x1 amp IV
• Omeprazole 20 mg 1X1
• Ketorolac 1 amp/IV

VII. PROGNOSIS

10
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam
Quo ad sanationam : Ad bonam

BAB II
PEMBAHASAN

V.1. Definisi
Kolesistitis akut adalah inflamasi akut dari kandung empedu yang
dicetuskan oleh obstruksi dari duktus sistikus. 1,2
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu
yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. 3
Kolesistitis akut adalah inflamasi akut dinding kandung empedu. 8
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri
tekan dan demam. 9

2.2. Fisiologi dan Produksi dan Aliran Empedu

Empedu yang dibentuk dalam lobulus hati disekresi ke dalam jaringan


kanalikuli yang kompleks, duktulus biliaris yang kecil dan duktus biliaris
yang lebih besar yang mengalir bersama limfatik dan cabang vena porta dan
arteri hepatika dalam traktus porta yang terletak antara lobulus hati. Duktus
biliaris interlobulus ini bergabung membentuk duktus biliaris septum yang
lebih besar yang bergabung untuk membentuk duktus hepatikus kanan dan

11
kiri yang berlanjut sebagai duktus hepatikus komunis. Bersama dengan
duktus sistikus dari kandung empedu, duktus hepatikus komunis bergabung
membentuk duktus koledokus yang kemudian bergabung dengan duktus
pankreatikus mayor lalu memasuki duodenum melalui ampulla Vater.2,6

Gambar 1 : Anatomi duktus biliaris.

(Sumber: Netter Atlas of Human Anatomy)

Empedu hati adalah cairan isotonik berpigmentasi dengan komposisi


elektrolit yang menyerupai plasma darah. Komponen utama cairan empedu
terdiri dari 82% air, 12% asam empedu, 4% lesitin dan fosfolipid lainnya
serta 0,7% kolesterol yang tidak diesterifikasi. Unsur lain termasuk bilirubin
terkonjugasi, protein (IgA), elektrolit, mukus, dapat pula obat atau hasil
metabolisme lainnya.. Cairan empedu ditampung dalam kandung empedu
yang memiliki kapasitas ± 50 ml. Selama empedu berada di dalam kandung
empedu, maka akan terjadi peningkatan konsentrasi empedu oleh karena

12
terjadinya proses reabsorpsi sebagian besar anion anorganik, klorida dan
bikarbonat, diikuti oleh difusi air sehingga terjadi penurunan pH intrasistik. 2,6

Asam – asam empedu primer (asam kolat & kenodeoksikolat) dibentuk


dari kolesterol di dalam hepatosit, diperbanyak pada struktur cincin
hidroksilasi dan bersifat larut dalam air akibat konjugasi dengan glisin atau
taurin dan diekskresi ke dalam empedu. Sekresi empedu membutuhkan
aktivitas hepatosit (sumber empedu primer) dan kolangiosit yang terletak
sepanjang duktulus empedu. Produksi empedu perhari berkisar 500 – 600 mL.
2

2.3 Etiologi

Penyebab utama dari kolesistitis akut adalah obstruksi terus menerus dari
duktus sistikus oleh batu empedu yang mengakibatkan perdangan akut dari
kandung empedu. Pada 90 % kasus disertai dengan kolelitiasis. 1,3

Respon inflamasi di timbukan oleh berbagai faktor yakni: 1,2

1. Inflamasi Mekanik

Akibat tekanan intralumen dan regangan yang menimbulkan iskemik


mukosa dan dinding kandung empedu dapat menjadi infark dan ganggren.

2. Inflamasi kimiawi

Akibat terlepasnya lisoslesitin (karena aksi dari fosfolipase pada lesitin


dalam cairan empedu) reabsorbsi dari garam empedu,prostaglandin dan
mediator inflamasi yang lain juga terlibat. Lisolesitin bersifat toksik pada
mukosa kandung empedu.

3. Inflamasi bakterial (50-85%)

Organisme yang paling sering di kultus dari cairan kandung bempedu


pasien adalah Escherichia coli, spesies klebsiella, Streptococcus grup D,
spesies staphylococcus, dan spesies Clostridium.

13
2.4 Patogenesis
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%)
sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus). 3,5,9
Patogenesa kolesistitis akut meliputi : (1) Obstruksi duktus sistikus
dengan distensi dan iskemia vesika biliaris, (2) cidera kimia (empedu) dan/
atau mekanik (batu empedu) pada mukosa. Dan (3) Infeksi bakteri.
Keadaan ini dimulai dengan tersangkutnya batu empedu dalam duktus
sistikus dan gangguan pengosongan vesika biliaris yang serupa dengan
etiologi kolik bilier. Tetapi harus bersifat lebih lengkap dan menetap
karena gejala sisa. Nekrosis tekanan lokal dari batu menginduksi ulserasi
dan peradangan. Dengan obstruksi, makan tekanan intraluminer dalam
vesika biliaris meningkat, terbentuk edema, aliran keluar terganggu dan
timbulo iskemik lebih lanjut. Secara makroskopik, dinding vesika biliaris
meradang akut, edematosa dan berindurasi. Derajat distensi vesika biliaris
tergantung pada jumlah fibrosis sebelumnya. Daerah perdarahan bercak-
bercak terbukti diluar dan disertai dengan daerah perlekatan fibrosa lokal
ke daerah sekelilingnya. 5
Ulserasi mukosa dan nekrosis bercak-bercak di dalam vesika
biliaris meransang lebih lanjut dan meeksaserbasi peradangan akut.
Etiologi cidera mukosa ini belum dipahami sepenuhnya. Trauma kimia
dianggap muncul dari pengaruh peningkatan tekanan intralumen,
perubahan mukosa yang berlansung lama pada kolesisititius kronika serta
adanya garam empedu dan unsur lain empedu. Enzim pankreas atau enzim
lisosom yang dilepaskan oleh mukosa yang cidera (seperti fosfolipase A)
bisa lebih mengeksaserbasi peradangan dengan pelepasan lisolesitin toksik
lokal. 5

14
Gambar 2 : Patofisiologi kolesistitis akut

(Sumber : www.wikisurgery.comimages99204.3_acute_cholecystitis.jpg)

Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10 % kasus. Peningkatan


resiko terhadap perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan
dengan trauma atau luka bakar yang serius, dengan periode pascapersalinan
yang menyertai persalinan yang memanjang dan dengan operasi pembedahan
besar nonbiliaris lainnya dalam periode pascaoperatif. Faktor lain yang
mempercepat termasuk vaskulitis, adenokarsinoma kandung empedu yang
mengobstruksi, diabetes mellitus, torsi kandung empedu, infeksi bakteri
kandung empedu (misalnya Leptospira, Streptococcus, Salmonella atau
Vibrio cholera) dan infeksi parasit kandung empedu. Kolesistitis akalkulus

15
mungkin juga tampak bersama dengan berbagai penyakit sistemik lainnya
(sarkoidosis, penyakit kardiovaskuler, sifilis, tuberkulosis, aktinomises) .2,9

Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama yang
mendapat nutrisi secara parenteral. Hal ini dapat terjadi karena kandung
empedu tidak mendapatkan stimulus dari kolesistokinin (CCK) yang
berfungsi untuk mengosongkan kantong empedu, sehingga terjadi statis dari
cairan empedu. 5,9

2.5 Gambaran Klinis


Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik
perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta
kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif.
Kadang – kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat
berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat
bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai
dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Sekitar 60 – 70% pasien
melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan. 1,3,7,9

Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan


penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami
anoreksia dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat
menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume vaskuler dan ekstraseluler. 2,9

Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri
bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung
empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu
palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri dan
menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy).1 3,9

Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin <
4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu
di saluran empedu ekstra hepatik. Pada pasien – pasien yang sudah tua dan
dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan
kadang hanya berupa mual saja . 3,7,8,9

16
Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan
dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada
pasien dengan keadaan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah
walaupun sebelumnya tidak terdapat tanda – tanda kolik kandung empedu.
Biasanya pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda –
tanda kolesistitis akut yang jelas sebelumnya.2,9

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis serta


kemungkinan peninggian serum transaminase, fosfat alkali/ gamma GT dan
bilirubin serum mencurigakan adanya obstruksi saluran empedu. 1,3,8

2.6 Diagnosis
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang
khas dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan
atas, demam dan leukositosis sangat sugestif.1,2,3,9

Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara 10.000 sampai


dengan 15.000 sel per mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis.
Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada
45 % pasien, sementara 25 % pasien mengalami peningkatan
aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan
alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 % pasien dengan kolesistitis.
Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan pankreatitis, namun amilase dapat meningkat pada kolesistitis.
Urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pielonefritis.
Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta
leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung
empedu dipertimbangkan. 2,9

Pemindaian saluran empedu dengan radionuklida (mis. HDA) dapat


memberikan konfirmasi bila pada pemeriksaan pencitraan hanya tampak
duktus kandung empedu tanpa visualisasi kandung empedu. 1,2,3,5,7,9

17
Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis
akut. Hanya pada 15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus
pandang (radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak. 3,8,9

Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara


rutin dan sangat bermanfaat untuk memprlihatkan besar, bentuk, penebalan
dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai
kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90 – 95%. 1,2,3,7,8,9

Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan mahal tapi mampu


memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin
tidak terlihat pada pemeriksaan USG. 3

2.7 Diagnosa banding


Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba – tiba, perlu
dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ di bawah
diafragma seperti appendiks yang retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus
peptikum, pankreatitis akut, pielonefritis dan infark miokard. 1,3

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan umum termasuk istirahat total, perbaiki status hidrasi pasien,
pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit, obat penghilang
rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase
awal sangat penting untuk mencegah komplikasi seperti peritonitis, kolangitis
dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup
memadai untuk mematikan kuman – kuman yang umum terdapat pada
kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep. faecalis dan Klebsiela, namun pada
pasien diabetes dan pada pasien yang memperlihatkan tanda sepsis gram
negatif, lebih dianjurkan pemberian antibiotik kombinasi.

Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan,


apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6 – 8 minggu
setelah terapi konservatif dan keadaaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50

18
% kasus akan membaik tanpa tindakan bedah. Ahli bedah yang pro operasi
dini menyatakan, timbul gangren dan komplikasi kegagalan terapi konservatif
dapat dihindarkan dan lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat
dan biaya daat ditekan. Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini
akan menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik
operasi lebih sulit karena proses infalamasi akut di sekitar duktus akan
mengaburkan anatomi. 3,9

Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu


dilakukan pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi
kolesistitis akut, misalnya empiema, kolesistitis emfisematosa atau perforasi.
Pada kasus kolesistitis akut nonkomplikata, hampir 30 % pasien tidak
berespons terhadap terapi medis dan perkembangan penyakit atau ancaman
komplikasi menyebabkan operasi perlu lebih dini dilakukan (dalam 24
sampai 72 jam). Komplikasi teknis pembedahan tidak meningkat pada pasien
yang menjalani kolesistektomi dini dibanding kolesistektomi yang tertunda.
Penundaan intervensi bedah mungkin sebaiknya dicadangkan untuk (1)
pasien yang kondisi medis keseluruhannya memiliki resiko besar bila
dilakukan operasi segera dan (2) pasien yang diagnosis kolesistitis akutnya
masih meragukan.2,9

Sejak diperkenalkan tindakan bedah kolesistektomi laparoskopik di


Indonesia ada awal 1991, hingga saat ini sudah sering dilakukan di pusat –
pusat bedah digestif. Di luar negeri tindakan ini hampir mencapai angka 90%
dari seluruh kolesitektomi. Konversi ke tindakan kolesistektomi konvensional
menurut Ibrahim A. dkk, sebesar 1,9% kasus, terbanyak oleh karena sukar
dalam mengenali duktus sistikus yang diakibatkan perlengketan luas (27%),
perdarahan dan keganasan kandung empedu. Komplikasi yang sering
dijumpai pada tindakan ini yaitu trauma saluran empedu (7%), perdarahan,
kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan kolesistektomi
laparoskopik ini sekalipun invasif mempunyai kelebihan seperti mengurangi
rasa nyeri pasca operasi. Menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih

19
baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan mempercepat
aktivitas pasien. 3

2.9 Komplikasi

Empiema dan hidrops

Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat perkembangan


kolesistitis akut dengan sumbatan duktus sistikus persisten menjadi
superinfeksi empedu yang tersumbat tersebut disertai kuman – kuman
pembentuk pus. Biasanya terjadi pada pasien laki - laki dengan kolesistitis
akut akalkulus dan juga menderita diabetes mellitus. Gambaran klinis mirip
kolangitis dengan demam tinggi, nyeri kuadran kanan atas yang hebat,
leukositosis berat dan sering keadaan umum lemah. Empiema kandung
empedu memiliki resiko tinggi menjadi sepsis gram negatif dan/atau
perforasi. Diperlukan intervensi bedah darurat disertai perlindungan antibiotik
yang memadai segera setelah diagnosis dicurigai. 3

Hidrops atau mukokel kandung empedu juga terjadi akibat sumbatan


berkepanjangan duktus sistikus biasanya oleh sebuah kalkulus besar. Dalam
keadaan ini, lumen kandung empedu yang tersumbat secara progresif
mengalami peregangan oleh mukus (mukokel) atau cairan transudat jernih
(hidrops) yang dihasilkan oleh sel – sel epitel mukosa. Pada pemeriksaan fisis
sering teraba massa tidak nyeri yang mudah dilihat dan diraba menonjol dari
kuadran kanan atas menuju fossa iliaka kanan. Pasien hidrops kandung
empedu sering tetap asimtomatik, walaupun nyeri kuadran kanan atas kronik
juga dapat terjadi. Kolesistektomi diindikasikan, karena dapat timbul
komplikasi empiema, perforasi atau gangren. 3

Gangren dan perforasi

Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis


jaringan bebercak atau total. Kelainan yang mendasari antara lain adalah
distensi berlebihan kandung empedu, vaskulitis, diabetes mellitus, empiema
atau torsi yang menyebabkan oklusi arteri. Gangren biasanya merupakan

20
predisposisi perforasi kandung empedu, tetapi perforasi juga dapat terjadi
pada kolesistitis kronik tanpa gejala atau peringatan sebelumnya abses. 3

Perforasi lokal biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang
ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu. Superinfeksi bakteri
pada isi kandung empedu yang terlokalisasi tersebut menimbulkan abses.
Sebagian besar pasien sebaiknya diterapi dengan kolesistektomi, tetapi pasien
yang sakit berat mungkin memerlukan kolesistektomi dan drainase abses. 3

Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi menyebabkan angka kematian


sekitar 30%, Pasien ini mungkin memperlihatkan hilangnya secara transien
nyeri kuadran kanan atas karena kandung empedu yang teregang mengalami
dekompresi, tetapi kemudian timbul tanda peritonitis generalisata.3

Pembentukan fistula dan ileus batu empedu

Fistulisasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung


empedu mungkin diakibatkan dari inflamasi dan pembentukan perlekatan.
Fistula dalam duodenum sering disertai oleh fistula yang melibatkan fleksura
hepatika kolon, lambung atau duodenum, dinding abdomen dan pelvis ginjal.
Fistula enterik biliaris “bisu/tenang” yang secara klinis terjadi sebagai
komplikasi kolesistitis kronik pernah ditemukan pada 5 % pasien yang
menjalani kolesistektomi. 3

Fistula kolesistoenterik asimtomatik mungkin kadang didiagnosis dengan


temuan gas dalam percabangan biliaris pada foto polos abdomen.
Pemeriksaan kontras barium atau endoskopi saluran makanan bagian atas
atau kolon mungkin memperlihatkan fistula, tetapi kolesistografi oral akan
hampir tidak pernah menyebabkan opasifikasi baik kandung empedu atau
saluran fistula. Terapi pada pasien simtomatik biasanya terdiri dari
kolesistektomi, eksplorasi duktus koledokus dan penutupan saluran fistula. 3

Ileus batu empedu menunjuk pada obstruksi intestinal mekanik yang


diakibatkan oleh lintasan batu empedu yang besar ke dalam lumen usus. Batu
tersebut biasanya memasuki duodenum melalui fistula kolesistoenterik pada

21
tingkat tersebut. Tempat obstruksi oleh batu empedu yang terjepit biasanya
pada katup ileosekal, asalkan usus kecil yang lebih proksimal berkaliber
normal. Sebagian besar pasien tidak memberikan riwayat baik gejala traktus
biliaris sebelumnya maupun keluhan kolesistitis akut yang sugestif atau
fistulisasi. 3

Batu yang berdiameter lebih besar dari 2,5 cm dipikirkan memberi


kecenderungan pembentukan fistula oleh erosi bertahap melalui fundus
kandung empedu. Pemastian diagnostik ada kalanya mungkin ditemukan foto
polos abdomen (misalnya obstruksi usus-kecil dengan gas dalam percabangan
biliaris dan batu empedu ektopik berkalsifikasi) atau menyertai rangkaian
gastrointestinal atas (fistula kolesistoduodenum dengan obstruksi usus kecil
pada katup ileosekal). Laparotomi dini diindikasikan dengan enterolitotomi
dan palpasi usus kecil yang lebih proksimal dan kandung empedu yang teliti
untuk menyingkirkan batu lainnya. 3

Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porselin.

Garam kalsium mungkin disekresi ke dalam lumen kandung empedu


dalam konsentrasi yang cukup untuk menyebabkan pengendapan kalsium dan
opasifikasi empedu yang difus dan tidak jelas atau efek pelapis pada
rontgenografi polos abdomen. Apa yang disebut empedu limau atau susu
empedu secara klinis biasanya tidak berbahaya, tetapi kolesistektomi
dianjurkan karena empedu limau sering timbul pada kandung empedu yang
hidropik. Sedangkan kandung empedu porselin terjadi karena deposit garam
kalsium dalam dinding kandung empedu yang mengalami radang secara
kronik, mungkin dideteksi pada foto polos abdomen. Kolesistektomi
dianjurkan pada semua pasien dengan kandung empedu porselin karena pada
kasus presentase tinggi temuan ini tampak terkait dengan perkembangan
karsinoma kandung empedu. 3

2.10 Prognosis

Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang


kandung empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak

22
berfungsi lagi. Tidak jarang pula, menjadi kolesistitis rekuren. Kadang –
kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema
dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum pada
10 – 15% kasus. Bila hal ini terjadi, angka kematian dapat mencapai 50 –
60%. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada
awal serangan. Pasien dengan kolesistitis akut akalkulus memiliki angka
mortalitas sebesar 10 – 50%. Tindakan bedah pada pasien tua (>75 tahun)
mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul
komplikasi pasca bedah. 3

BAB III

KESIMPULAN

Kolesistitis merupakan peradangan pada dinding kandung empedu yang


ditandai dengan trias gejalanya yakni nyeri perut kuadran kanan atas, demam dan
leukositosis. Terdapat dua jenis kolesistitis berdasarkan penyebab utamanya yakni
kolesistitis akut kalkulus dan kolesistitis akut akalkulus. Patofisiologi kolesistitis
akut sampai saat ini masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Penegakkan
diagnosis untuk kolestitis adalah dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pasien – pasien yang menerima nutrisi parenteral total
(TPN) beresiko menderita kolesistitis akut akalkulus, sama halnya pada pasien
dengan riwayat DM & demam tyfoid.

Pasien sering mengeluhkan nyeri perut kanan atas sakit bila ditekan (tanda
Murphy positif), takikardia, mual, muntah, anoreksia dan demam. Dapat teraba
pula massa di kuadran kanan atas perut. Pemeriksaan penunjang sering

23
menunjukkan leukositosis, peningkatan serum aminotransferasi, alkali fosfatase,
serum bilirubin dan serum amilase. Pemeriksaan USG dapat merupakan
pemeriksaan penunjang yang banyak dilakukan karena kesensitifitasannya sampai
95%. Terapi dibagi menjadi dua yakni terapi konvensional berupa perbaikan
kondisi umum pasien, antibiotik sesuai dengan pola kuman, analgesik dan anti-
emetik dan terapi pembedahan bila terdapat inidikasi, dimana saat ini lebih sering
dilakukan laparaskopik kolesistektomi dikarenakan dapat memberi keuntungan
pada pasien yakni rasa nyeri pasca operasi minimal, memperpendek masa
perawatan dan memperbaiki kualitas hidup pasien lebih cepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman, Ali.dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Batu empedu. Hal
161-178. Jakarta: Jaya Abadi

2. Isselbacher, Kurt.dkk, 2000. Harrison’s Principles of internal Medicines


edisi 13 vol.4. Penyakit Kandung Empedu Dan Duktus Bilaris. Hal 1688-
1699. Jakarta: EGC.MC-Graw Hill.

3. Sudoyo, W. Aru.dkk. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Kolesistitis. Hal 718-720.
Jakarta: InternaPublishing

24
4. Price, Sylvia. Wilson Lorraine. 2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Vol 1. Edisi 6. Gangguan hati, Kandung Empedu dan
Pankreas. Hal 502-503. Jakarta: EGC.

5. Sabiston, C David. 1994. Buku Ajar Bedah. Bagian 2. Sistem Empedu. Hal 128-138.
Jakarta : EGC.

6. Guyton, Arthur C.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Sekresi
Empedu oleh Hati;Fungsi dari Sistem Empedu. Hal 843-846. Jakarta : EGC

7. Mansjoer, Arif. dkk. 1999. Kapita Selekta kedokteran, Edisi ke 3 Jilid 1. Kolesistitis Akut.
Hal 511. Jakarta: Media Aesculapius

8. Tao, Kendall. 2013. Sinopsis Organ System Gastrointestinal. Kolesistitis. Hal


225-227. Jakarta : Karisma Publishing Group.

25

You might also like