Laporan Ujian Individu (Sosio Antro)

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 20

LAPORAN

ASPEK SOSIAL BUDAYA TRADISI “PERAQ API” PADA MASA BAYI


BALITA YANG BERKAITAN DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK
PADA “NY. S” DI PUSKESMAS SEDAU

OLEH:

BAIQ AGISNA PUTRI


NIM. P07124121046

SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MATARAM

2021/202

i
HALAMAN PENGESAHAN

ASPEK SOSIAL BUDAYA TRADISI “PERAQ API” PADA MASA BAYI


BALITA YANG BERKAITAN DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK
PADA “NY. S” DI PUSKESMAS SEDAU

Laporan ini telah disetujui, diperiksa, dan dipertanggung jawabkan


dihadapan tim penguji, Terdiri dari Penguji Pendidikan dari Politeknik Kesehatan
Kemeterian Kesehatan Mataram dan Penguji Klinik dari UPT BLUD Puskesmas
Sedau.

Pembimbing Klinik Pembimbing Pendidikan

( Ni Sri Murtini, Amd.Keb. ) ( Suwanti, SST., M.Kes. )

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan yang
berjudul ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada pada mata kuliah sosio antropologi. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen mata kuliah sosio anropologi yang telah memberikan tugas untuk
praktek turun lahan laboratorium klinik I sehingga tugas ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis menyadari laporan yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Sedau, 14 November 2021

penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Tujuan...........................................................................................................2

C. Manfaat.........................................................................................................2

D. Metode Praktek Lapang................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

TINJAUAN TEORI.................................................................................................3

A. Tradisi...........................................................................................................3

B. Kesehatan Ibu dan Bayi................................................................................5

C. Pembakaran Biomasa....................................................................................9

BAB III..................................................................................................................11

GAMBARAN KASUS..........................................................................................11

BAB IV..................................................................................................................12

PEMBAHASAN....................................................................................................12

BAB V....................................................................................................................15

PENUTUP..............................................................................................................15

A. Kesimpulan.................................................................................................15

B. Saran............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tradisi merupakan nama lain dari kebudayaan. Tradisi ini dilakukan turun
temurun dari kelompok masyarakat tertentu yang berdasarkan nilai social
budaya pada masyarakat yang bersangkutan. Tradisi memperlihatkan
bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang
bersifat duniawi maupun hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan

Tradisi merupakan kegiatan pewarisan serangkaian kebiasaan dan nilai-


nilai dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Nilai-nilai yang
diwariskan biasanya adalah nilai dan norma dalam masyarakat pendukungnya
dari generasi tua ke generasi yang lebih muda seperti halnya upacara Peraq
Api yang masih dianggap baik guna memperkuat solidaritas masyarakat.

Tradisi Peraq Api merupakan salah satu keunikan tersendiri bagi


masyarakat Sasak. Tradisi ini merupakan salah satu upacara tradisional dalam
masyarakat Sasak yang sudah dilaksanakan secara turun temurun. Tradisi ini
masih dijalankan oleh masyarakat Lebah Suren Desa sedau Kecamatan
Narmada Lombok Barat. Tradisi Peraq Api ini merupakan upacara pemberian
nama bagi bayi yang sudah berumur 7 hari atau bayi yang sudah terlepas tali
pusar baru bisa diadakan upacara Peraq Api. Terlepasnya tali pusar
menandakan bahwa bayi tersebut siap untuk diberikan nama dengan
mengadakan upacara Peraq Api. Dengan mengadakan upacara Peraq Api,
nama yang diberikan bisa mendatangkan keuntungan dan berkah serta
terhindar dari berbagai penyakit bagi si anak. Menurut masyarakat

Sasak tradisi Peraq api mempunyai makna dan arti tersendiri bagi
pendukungnya. Dalam upacara tersebut dipimpin oleh Belian nganak (dukun
beranak) dukun bersama keluarga atau orang tua bayi mempersiapkan
perlengkapan dan peralatan yang akan digunakan dalam pelaksanaan upacara

1
Peraq Api. Dukun beranak memimpin acara mulai dari persiapan, proses
acara, sampai acara selesai.

B. Tujuan
Tujuan Umum:
Untuk mengetahui lebih dalam tradisi Peraq Api yang berkaitan
dengan kesehatan ibu dan anak..

Tujuan Khusus:
1. Untuk mengetahui bagaimana apakah tradisi Peraq Api di Desa Sedau
masih dilakukan dan bagaimana hubungannya dengan kesehatan ibu
dan anak.
2. Untuk mengetahui dampak positif tradisi tradisi Peraq Api terhadap
kesehatan ibu dan bayi
3. Untuk mengetahui dampak negatif tradisi tradisi Peraq Api terhadap
kesehatan ibu dan bayi

C. Manfaat
Hasil wawancara ini diharapakan dapat memberikan informasi dan
pemahaman bahwa derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh budaya
diantaranya adalah tradisi. Perilaku masyarakat dalam memelihara dan
menjaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh tradisi dan kebiasaan yang
dilakukan oleh masyarakat.
D. Metode Praktek Lapang
Metode yang digunakan dalam pelaksanan Praktek Lapangan adalah
dengan metode wawancara dimana penulis melakukan wawancara pda
“Ny. S” selaku masyarakat Sedau. Data yang diperoleh berupa informasi
bagaimana prosedur secara garis besar tradisi Peraq Api dilakukan.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tradisi
1. Definisi tradisi.

Tradisi adalah segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan


dari masa lalu kemasa kini. Tradisi dalam pengertian yang lebih sempit
hanya berarti bagian-bagian warisan sosial khusus yang memenuhi syarat
saja yakni yang tetap bertahan hidup di masa kini (Sztompka, 2017).

Tradisi adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia secara


turun temurun dari setiap aspek kehidupannya yang merupakan upaya
untuk meringankan hidup manusia. Secara khusus tradisi oleh C.A. van
Peursen diterjemahkan sebagai proses pewarisan atau penerusan norma-
norma, adat istiadat, kaidah-kaidah, harta-harta. Tradisi dapat diubah,
diangkat, ditolak dan dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia
(Peursen, 1988).

Tradisi adalah suatu warisan berwujud budaya dari nenek


moyang, yang telah menjalani waktu ratusan tahun dan tetap dituruti oleh
mereka- mereka yang lahir belakangan. Tradisi diikuti karena dianggap
akan memberikan semacam pedoman hidup bagi mereka, tradisi itu
dinilai sangat baik oleh mereka yang Universitas Sumatera Utara
memilikinya, bahkan dianggap tidak dapat diubah atau ditinggalkan oleh
mereka (Simanjuntak, 2016)

2. Fungsi tradisi.

Menurut Shils (1981) bahwa manusia tak mampu hidup tanpa tradisi
meski mereka sering merasa tak puas terhadap tradisi mereka. Suatu
tradisi itu memiliki fungsi bagi masyarakat antara lain; 1) dalam bahasa
klise dinyatakan, tradisi adalah kebijakan turun-temurun. Tempatnya di
dalam kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang kita anut kini serta di
dalam

3
benda yang diciptakan di masa lalu. Tradisi pun menyediakan fragmen
warisan historis yang kita pandang bermanfaat. Tradisi seperti onggokan
dan material yang dapat digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk
membangun masa depan; 2) menyediakan simbol identitas kolektif yang
meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa,
komunitas dan kelompok. Tradisi daerah, kota dan komunitas lokal sama
perannya yakni mengikat warga atau anggotanya dalam bidang tertentu;
3) membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, kekecewaan
dan ketidakpuasan kehidupan modern. Tradisi yang mengesankan masa
lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti kebanggaan bila
masyarakat berada dalam krisis.

3. Hubungan budaya dengan kesehatan.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.


Kebudayaan akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-
benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan
hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lain-lain yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.

Pemahaman terhadap keadaan sehat dan keadaan sakit tentunya


berbeda di setiap masyarakat tergantung dari kebudayaan yang mereka
miliki. Pada masa lalu, ketika pengetahuan tentang kesehatan masih
belum berkembang, kebudayaan memaksa masyarakat untuk menempuh
cara ‘trial and error’ guna menyembuhkan segala jenis penyakit,
meskipun risiko untuk mati masih terlalu besar untuk pasien. Kemudian
perpaduan antara pengalaman empiris dengan konsep kesehatan
ditambah juga dengan konsep budaya dalam hal kepercayaan
merupakan konsep sehat

4
tradisional secara kuratif. Sebagai contoh pengaruh kebudayaan terhadap
masalah kesehatan adalah penggunaan kunyit sebagai obat untuk
menyembuhkan penyakit kuning (hepatitis) di kalangan masyarakat
Indonesia. Masyarakat menganggap bahwa warna penyakit pasti akan
sesuai dengan warna obat yang telah disediakan oleh alam. Hal itu
menunjukkan bahwa kebudayaan dan pengetahuan serta teknologi sangat
berpengaruh terhadap kesehatan (Jimung, 2019).

B. Kesehatan Ibu dan Bayi

Kesehatan ibu dan bayi masih merupakan salah satu masalah kesehatan
yang menjadi prioritas yang memerlukan penanganan yang lebih optimal.
Berbagai upaya kesehatan telah dilakukan untuk meningkatkan derajat
kesehatan ibu maupun bayi. Upaya kesehatan ibu dan bayi adalah upaya di
bidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir.

a. Kesehatan ibu.

Kesehatan ibu mengacu pada kesehatan wanita selama


kehamilan, persalinan dan periode postpartum. Menjadi ibu
seringkali merupakan pengalaman yang positif dan memuaskan,
tetapi untuk sebagian besar wanita hal tersebut berhubungan dengan
penderitaan, kesehatan yang buruk dan bahkan kematian. Penyebab
utama kematian ibu adalah penyebab langsung seperti perdarahan,
hipertensi, infeksi dan persalinan macet, sedangkan penyebab tidak
langsung seperti pendidikan dan sosial budaya. Hampir semua
kematian ini terjadi dalam lingkungan dengan sumber daya yang
rendah, dan sebagian besar penyebab tersebut bisa dicegah. Risiko
seorang wanita di negara berkembang meninggal karena sebab
terkait ibu selama masa hidupnya adalah sekitar 33 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang wanita yang tinggal di negara maju.
Angka kematian ibu adalah indikator kesehatan yang menunjukkan
kesenjangan yang

5
sangat luas antara daerah perkotaan dan pedesaan, kaya dan miskin,
baik antar daerah di dalam suatu negara (WHO, 2018).

b. Masa nifas

Masa nifas (postpartum/puerperium) berasal dari bahasa Latin


yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti
melahirkan. Masa nifas dimulai setelah dua jam postpartum dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil, biasanya berlangsung selama enam minggu atau 42 hari,
namun secara keseluruhan baik secara fisiologis maupun psikologis
akan pulih dalam waktu tiga bulan. Jika secara fisiologis sudah
terjadi perubahan pada bentuk semula (sebelum hamil), tetapi secara
psikologis masih terganggu maka dikatakan masa nifas tersebut
belum berjalan dengan normal atau sempurna (Nurjanah et al.,
2013).
Universit

c. Tujuan perawatan masa nifas.

Perawatan masa nifas diperlukan karena periode ini merupakan


masa kritis bagi ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60 persen
kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50
persen kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Masa
neonatus merupakan masa kritis bagi kehidupan bayi,dua per tiga
kematian bayi terjadi dalam empat minggu setelah persalinan dan 60
persen kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu tujuh hari
setelah lahir. Pemantauan melekat dan pemberian asuhan yang tepat
bagi ibu dan bayi pada masa nifas dapat mencegah kematian ibu dan
bayi. Tujuan umum perawatan masa nifas adalah membantu ibu dan
pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak. Sedangkan
tujuan khususnya adalah; 1) menjaga kesehatan ibu dan bayi baik
fisik maupun psikologisnya; 2) mendeteksi masalah, mengobati atau
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya; 3)
memberikan
6
pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,
menyusui, keluarga berencana, perawatan bayi sehat dan pemberian
imunisasi; 4) memberikan pelayanan keluarga berencana (Walyani &
Purwoastuti, 2015).

d. Aspek sosial budaya pada masa nifas.

Kebudayaan maupun adat istiadat dalam masyarakat Indonesia ada


yang menguntungkan dan ada pula yang merugikan bagi status
kesehatan ibu hamil, ibu bersalin maupun ibu nifas. Pengaruh sosial
budaya pada ibu hamil, melahirkan dan nifas terlihat dengan adanya
upacara-upacara kehamilan tiga bulan, tujuh bulan, masa melahirkan
dan masa nifas. Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas
kesehatan dibeberapa wilayah juga masih rendah. Masyarakat masih
percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut yang
sedemikian tinggi, sehingga masyarakat lebih senang berobat dan
meminta tolong kepada dukun. Mayoritas ibu hamil yang tinggal di
daerah pedesaan masih mempercayai dukun beranak untuk
menolong persalinan danpersalinan biasanya dilakukan di rumah.

e. Kesehatan bayi.

Bayi yang baru lahir atau neonatus adalah anak di bawah usia
28 hari. Selama 28 hari pertama kehidupan ini anak berisiko paling
tinggi untuk meninggal. Oleh karena itu, pemberian makan dan
perawatan yang tepat diberikan selama periode ini baik untuk
meningkatkan peluang anak untuk bertahan hidup maupun untuk
meletakkan fondasi bagi kehidupan yang sehat (WHO, 2018).

Setelah bayi dilahirkan, tubuh bayi baru lahir mengalami


sejumlah adaptasi psikologis. Bayi memerlukan pemantauan ketat
untuk menentukan masa transisi kehidupannya ke kehidupan luar
uterus berlangsung baik. Penelitian menunjukkan bahwa 50 persen
kematian bayi terjadi dalam periode neonatus yaitu dalam bulan

7
pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir
yang sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang
mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Pencegahan
merupakan hal terbaik yang harus dilakukan dalam penanganan
neonatus sehingga neonatus sebagai organisme yang harus
menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin dapat
bertahan dengan baik karena periode neonatus merupakan periode
yang paling kritis dalam fase pertumbuhan dan perkembangan bayi.

f. Aspek sosial budaya terkait bayi baru lahir.

Beberapa aspek sosial budaya yang berkaitan dengan perawatan


bayi baru lahir, antara lain; 1) bayi dibedong supaya tidak mudah
terkaget-kaget (terkejut), juga dapat menghangatkan badannya; 2)
bayi harus memakai gurita supaya perutnya tidak buncit; 3) bayi
tidak boleh diajak keluar rumah sebelum berusia 40 hari; 4) bulu
mata digunting agar lentik; 5) meletakkan gunting lipat di bawah
tempat tidur bayi dan tempat tidurnya dipukul-pukul menggunakan
sapu lidi agar bayi tidur nyenyak; 6) terkait makanan pada bayi baru
lahir, ibu dilarang makan pedas, nanti feses bayi ada cabe rawit utuh,
padahal maksudnya adalah mencegah bayi mengalami sakit perut
jika ibu mengonsumsi makanan pedas, makan semangka
menyebabkan perut bayi besar dan keras sebab terkena “sawan”
semangka, dan masih banyak lagi.

Diantara berbagai aspek sosial budaya yang dilakukan oleh


masyarakat tersebut, yang tidak terbukti kebenarannya dan yang
benar-benar tidak masuk akal kadang membuat masyarakat bingung.
Memang ada benarnya beberapa aspek sosial budaya yang ada, yang
terkadang jika kita ikuti akan bermanfaat, misalnya bayi tidak boleh
keluar sebelum 40 hari, sebab fisik bayi belum sekuat fisik orang
dewasa jika kontak dengan udara luar akan menyebabkan sakit, dan
supayabayi tidak tertular virus dari orang sakit ketika berada di
tempat

8
ramai. Sedangkan kerugiannya antara lain bayi pada usia sebelum 40
hari mempunyai beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi dan harus
dibawa keluar rumah, misalnya untuk imunisasi, berobat ke
pelayanan kesehatan ketika bayi mengalami keluhan. Pemakaian
gurita pada bayi jika dikatkan dengan kesehatan dapat mengurangi
Universitas Sumatera Utara daya pernapasan pada bayi yang pada
akhirnCya bayi tersebut sesak napas, karena bayi lebih banyak
menggunakan pola pernapasan perut (Mubarak et al., 2013).

C. Pembakaran Biomasa
a. Pengertian

Pembakaran merupakan suatu reaksi kimia cepat antara oksigen


dan bahan bakar pada suhu tertentu, yang disertai pelepasan kalor.
Berdasarkan kondisinya, pembakaran dibagi menjadi tiga, yaitu:
pembakaran spontan, pembakaran sempurna dan pembakaran parsial.
Sebelum proses pembakaran berlangsung, bahan bakar terlebih dahulu
dinaikkan suhunya hingga titik bakarnya tercapai (flash point).
Pembakaran biomassa pada umumnya melepaskan sekitar 80% energi
dalam bentuk gas dan kemudian sisanya dalam bentuk karbon.
Sehingga pada proses pembakaran kebutuhan oksigen perlu dijaga
agar menghasilkan pembakaran secara cepat dan mendekati sempurna
(Wardhana, 2019).

b. Senyawa kimia hasil pembakaran biomassa.

Senyawa kimia yang dihasilkan dari pembakaran biomassa yaitu:


partikel halus (PM2.5) atau partikel kecil (PM10), ozon (O3), oksida
nitrogen (NOx), karbon monoksida (CO), hidrokarbon polyaromatik
(PAH), senyawa organik non-metana volatile organic compounds
(NMVOCs) yang mudah menguap dan sulfur dioksida (SO2) (WHO,
2018).

9
Asap yang berasal dari pembakaran kayu dan bahan organik lain
mengandung campuran gas, partikel, dan bahan kimia akibat
pembakaran yang tidak sempurna. Komposisi asap dari pembakaran
tersebut terdiri dari gas seperti karbon monoksida, karbon dioksida,
nitrogen oksida, ozon, sulfur dioksida dan lainnya. Partikel yang
timbul akibat pembakaran ini biasa disebut sebagai particulate matter
(PM). PM ada yang berukuran kurang dari 10µm dan ada juga yang
berukuran lebih dari 10 µm (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

c. Dampak senyawa kimia bagi Kesehatan

Asap dari pembakaran kayu, arang dan bahan organik lain


mengandung berbagai zat kimia yang bisa mengganggu kesehatan,
yakni partikel halus (particulate matter/PM) dan gas. Gas karbon
monoksida, sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan ozon merupakan gas
yang paling dominan yang terdapat dalam kandungan asap. Secara
umum bahan pencemar senyawa kimia nitrogen oksida, sulfur
dioksida, karbon monoksida,ozon dan partikulat di udara
menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia seperti luka mata
dan luka saluran pernapasan.

1
BAB III

TINJAUAN KASUS

Hasil wawancara yang dilakukan pada Ny. “S” terkait aspek sosial budaya
tradisi “Peraq Api” yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas
Sedau, Lombok Barat. Adapun hasil wawancara yang dilakukan pada Ny. “S”
adalah sebagai berikut:

1. Identitas diri

Nama: Ny. “S”

Umur: 28 Tahun

Alamat: Lebah Suren

2. Daftar pertanyaan dan jawaban


a. Apakah ada tradisi yang bayi ibu jalani pada saat masa bayi balita?
Jawaban: Iya, ada
b. Tradisi apa yang bayi ibu jalani?
Jawaban: Tradisi yang anak saya jalani waktu itu tradisi peraq api
c. Bisakah ibu menceritakan bagaimana tradisi itu?
Jawaban: Anak saya di puter- puter di atas bara api
d. Siapa yang membantu ibu dalam melakukan tradisi itu?
Jawaban: Ya, jelas yang bantu saya waktu itu orangtua saya, suami
saya, sama tetangga-tetangga, dukun beranak juga
e. Adakah keuntungan yang bayi ibu dapatkan setelah melakukan tradisi
itu?
Jawaban: Tidak ada, tentunya anak saya cuma terasa hangat saja dengan
adanya uap dari bara api itu.
f. Apakah ibu akan meneruskan tradisi ini ke generasi ibu?
Jawaban: Iya, untuk lebih mengenal dan mempertahankan
tradisi

1
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ny. “S”, penduduk di Desa Sedau


terdiri dari berbagai suku dengan suku mayoritas adalah suku sasak. Suku sasak
memiliki bermacam-macam tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu dan telah
dilakukan turun-temurun oleh masyarakat dan masih dilestarikan sampai
sekarang. Beberapa tradisi yang masih dijalankan diantaranya adalah tradisi dalam
masa bayi balita yaitu tradisi perak api.
Peraq api dilakukan oleh belian (dukun beranak). Mula-mula api
dipadamkan dengan percikan daun bunut (daun beringin) dan tandan buaq bikan
(batang buah bikan) yang diletakkan di atas tepaq. Bayi dan ibu yang sudah
dikeramas dan dibersihkan dengan air sampai bersih disebut dengan masor.
Selanjutnya, bayi ta eyok (diayak) dengan cara di ayun-ayun di atas bara api yang
sudah dipadamkan. Waktu pelaksanaannya setelah petoq poset (putusnya tali
pusar). Acara peraq api dilaksanakan pada waktu nyepek peken (saat puncak
keramaian pasar) antara pukul 09.00-10.00 pagi (Suhardi, dkk: 34).
Setelah seluruh rangkain acara tersebut selesai, kemudian dilanjutkan
dengan pemberian nama pada anak bayi. Nama yang disiapkan ditulis dalam
kertas dan digenggamkan pada kedua tangan bayi. Apabila salah satu dari nama
yang digenggam erat, berarti nama tersebutlah yang dipilih sendiri oleh bayi.
Nama yang terpilih diletakkan di atas sѐmbѐq dan selanjutnya belian mencolekkan
sѐmbѐq di kening bayi sambil menyebut namanya (Suhardi, dkk. 2010).
Dampak positif budaya peraq api terhadap kesehatan
1. Masyarakat di Desa Sedau menganggap bahwa tradisi Peraq Api adalah tradisi
warisan yang memiliki nilai yang positif, sehingga menurut mereka tradisi ini
sangat perlu dipertahankan, karena peraq api di anggap sebagai acara syukuran
yang menandakan anak yang di lahirkan sudah diberikan nama yang pastinya
nama tersebut berarti doa untuk meminta kesehatan dan keselamatan, juga
memiliki fungsi sebagi pewarisan budaya, karena mereka tentu tidak

1
menginginkan tradisi Peraq Api ini hilang namun sebaliknya mereka
menginginkan tradisi ini tetap dilestarikan oleh anak cucu mereka .
2. Melalui tradisi Peraq Api bermanfaat untuk mejalin ikatan keakraban karena
masyarakat mengundang para kerabat dan saudara untuk berkunjung dan
bersilaturahmi. Melalui tradisi Peraq Api pula banyak saudara yang bertemu.
Khususnya kaum kerabat yang berada di wilayah tertentu itu sendiri.
Masyarakat Kawo mengatakan bahwa tradisi Peraq Api merupakan suatu acara
yang membuat mereka bisa bertemu dengan para kerabat dan sanak saudara.
Bentuk silaturahmi yang terjadi ketika tradisi Peraq Api sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan bentuk silaturahmi ketika upacara atau kegiatan tradisi lainnya.

Danpak negatif budaya peraq api terhadap kesehatan :

Dari proses perak api itu dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tradisi budaya
ini dapat berdampak negatif pada kesehatan ibu dan bayi. Menurut (WHO, 2018),
bayi yang baru lahir atau neonatus adalah anak di bawah usia 28 hari. Selama 28
hari pertama kehidupan ini anak berisiko paling tinggi untuk meninggal. Oleh
karena itu, pemberian makan dan perawatan yang tepat diberikan selama periode
ini baik untuk meningkatkan peluang anak untuk bertahan hidup maupun untuk
meletakkan fondasi bagi kehidupan yang sehat. Tetapi, pada tadisi ini bayi baru
lahir sudah diberikan asap hasil pembarakan yang berasal dari kayu yang
membuat secara tidak langsung akan berdampak negatif pada bayi.
Menurut (Kementerian Kesehatan RI, 2015), asap yang berasal dari
pembakaran kayu dan bahan organik lain mengandung campuran gas, partikel,
dan bahan kimia akibat pembakaran yang tidak sempurna. Komposisi asap dari
pembakaran tersebut terdiri dari gas seperti karbon monoksida, karbon dioksida,
nitrogen oksida, ozon, sulfur dioksida dan lainnya. Partikel yang timbul akibat
pembakaran ini biasa disebut sebagai particulate matter (PM). PM ada yang
berukuran kurang dari 10µm dan ada juga yang berukuran lebih dari 10 µm.
Secara umum bahan pencemar senyawa kimia nitrogen oksida, sulfur dioksida,
karbon monoksida,ozon dan partikulat di udara menyebabkan gangguan kesehatan
pada manusia seperti luka mata dan luka saluran pernapasan.

1
Jadi, hubungan budaya dengan kesehatan menurut (Jimung, 2019) merupakan
pemahaman terhadap keadaan sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di setiap
masyarakat tergantung dari kebudayaan yang mereka miliki. Pada masa lalu,
ketika pengetahuan tentang kesehatan masih belum berkembang, kebudayaan
memaksa masyarakat untuk menempuh cara ‘trial and error’ guna menyembuhkan
segala jenis penyakit, meskipun risiko untuk meninggal masih terlalu besar untuk
pasien. Kemudian perpaduan antara pengalaman empiris dengan konsep
kesehatan ditambah juga dengan konsep budaya dalam hal kepercayaan
merupakan konsep sehat tradisional secara kuratif. Sebagai contoh pengaruh
kebudayaan terhadap masalah kesehatan adalah penggunaan kunyit sebagai obat
untuk menyembuhkan penyakit kuning (hepatitis) di kalangan masyarakat
Indonesia. Masyarakat menganggap bahwa warna penyakit pasti akan sesuai
dengan warna obat yang telah disediakan oleh alam. Hal itu menunjukkan bahwa
kebudayaan dan pengetahuan sangat berpengaruh terhadap kesehatan.

1
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tradisi perak api merupakan salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh
masyarakat di Desa Sedau. Tradisi peraq api dilakukan oleh bayi balita
dengan tujuan untuk memberikan nama pada bayi . Jenis perawatan yang
dilakukan berupa pengasapan bayi dengan cara bayi diputer-puter di atas uap
bara api.
Desa Sedau tetap mempertahankan tradisi peraq api dengan berbagai
alasan, diantaranya adalah bahwa tradisi ini sudah dilakukan sejak dahulu dan
merupakan warisan nenek moyang atau tradisi turun-temurun. Tradisi ini juga
dilakukan atas anjuran tetua kampung dan anjuran ibu maupun ibu mertua.
Tradisi marapi masih merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat. Tradisi marapi sekalipun dilakukan dengan maksud
mengupayakan kesehatan ibu nifas dan bayinya tapi pada kenyataannya
praktik tradisi ini merupakan perilaku berisiko yang dapat merugikan
kesehatan ibu dan bayi. Risiko gangguan kesehatan yang dialami oleh ibu dan
bayi diantaranya adalah gangguan sistem pernapasan, luka bakar, penurunan
tekanan darah, ruam di kulit dan bahkan akibat fatal yang paling perlu
diwaspadai adalah dapat mengakibatkan kematian.
B. Saran

Perawatan masa nifas untuk ibu dan bayi diharapkan dapat dilakukan
dengan cara yang lebih sehat. Misalnya untuk menghangatkan ibu dan bayi
bisa menggunakan selimut atau dengan alat maupun benda yang tidak
menimbulkan asap. Pelaksanaan peraq api dapat dilakukan tanpa
menggunakan sabut kelapa dan daun-daunan yang dibakar. Mendapatkan
manfaat dari daun-daunan dapat dilakukan dengan direbus, kemudian airnya
dapat diminum atau digunakan sebagai campuran untuk air mandi ibu.
Diharapkan dengan cara demikian ibu dan bayi dapat terhindar dari asap saat
melakukan tradisi peraq api.

1
DAFTAR PUSTAKA

Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. (2018). Evidence summit mengurangi


kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia.

Ansori, Zakaria. (2018). Tradisi Peraq Api dalam Dinamika Perubahan Sosial
Pada Masyarakat Kawo. Jurnal Schemata, Vol. 7(1), 61-75.

World Health Organization. (2018). Household Air Pollution.

Usman & Sapril (2018). Pemanfaatan budaya posoropu dalam perawatan masa
nifas oleh perempuan Buton Utara. Jurnal MKMI, 14(3), 268-277. _

Nur Azizah Zuhriah. (2019). Eksistensi Sufisme Dalam Tradisi Pedaq Api Di
Lombok.

You might also like