Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 2

Legal opinion

Duduk Perkara.
Juru bicara Kemenkes dr. Mohmammad Syahril mengatakan kasus gagal ginjal akut pada
anak mulai mengalami lonjakan di bulan Agustus lalu. Melihat hal tersebut pihak terkait
melakukan penyelidikan terkait penyebab gagal ginjal akut pada anak. Kecurigaan awal
terkait dengan infeksi dan dampak post-COVID-19. Awalnya, tim terkait melakukan
penelitian dengan pendekatan phatological untuk mendeteksi virus, bakteri. Setelah
penelusuran lebih jauh, ditemukan dugaan penyebabnya bukan dari unsur tersebut namun dari
senyawa toksin. Kemenkes mengeluarkan Keputusan Dirjen Yankes tentang Tata Laksana
dan Menajemen klinis Gangguan Ginjal Akut (GGA ) progresif atipikal pada anak yang
ditunjukkan kepada seluruh Dinas Kesehatan dan fasilitas pelayanan Kesehatan yaitu Nomor
HK.02.02./2/I/3305/2022 sebagai bagian peningkatan kewaspadaan.
Kementrian Kesehatan (kemesken) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menerima
laporan kasus sampai 18 oktober 2022 pemerintah mencatat laporan kasus sebanyak 206 anak
di 20 provinsi yang mengalami gangguanm ginjal akut progresif atipikal.
Beberapa waktu belakangan ini kasus gagal ginjal akut anak semakin meningkat, per tanggal
1 November 2022 saja telah terjadi 325 kasus dan 179 diantaranya dinyatakan meninggal
dunia yang tersebar di 27 provinsi. Hal ini diduga terjadi akibat dari pengonsumsian bahan-
bahan berbahaya yang apabila dikonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan gagal ginjal.
Contohnya adalah Etilen glikol (EG) dan Dietilen glikol (DEG) yang merupakan pelarut yang
biasanya digunakan oleh industri dan tidak diperuntukkan kepada manusia. Jika dikonsumsi
oleh anak-anak akan menyebabkan pusing, muntah dan kemungkinan terparahnya adalah
gangguan ginjal.
Sudah 3 perusahaan obat yang disegel akibat dari kasus tersebut, yaitu PT Yarindo Farma
Tama, PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afifarma yang terbukti obat-obat yang
diproduksi mengandung etilen glikol dan dietilen glikol.
Belakangan diketahui bahwa kesengajaan perubahan sumber bahan baku obat oleh industri
farmasi lantaran tidak melaporkan pengubahan tersebut hingga tak melakukan pengujian,
padahal dalam regulasinya, industri farmasi wajib melaporkan terkait bahan baku dan wajib
melakukan pengujian pada sumber bahan baku yang digunakan. sedangkan ketiga industri
farmasi tersebut tidak melaporkan perubahan sumber bahan baku yang digunakan dan bahan
tersebut digunakan lebih dari 50% yaitu 48 mg/ml atau ratusan kali lipat dari ambang batas
yaitu sebesar 0,1%.
Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2020 tentang
Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2020-2024 Pasal 4 ayat (2)
yang menyatakan pemantauan dilakukan paling sedikit 1 kali dalam setahun.
Dasar Hukum
Terkait dengan duduk perkara di atas, kami mendapat beberapa peraturan yang dilanggar,
diantaranya Pasal 340 KUHP dan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor
HK.02/02/1/3305/2022 Tentang Tata Laksana Dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut
Progresif Artipikal Pada Anak Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Pendapat Hukum
Menurut Julius Ibrani, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi
Manusia Indonesia menyatakan bahwa sejumlah pihak yang lalai menjalankan fungsinya
dapat dikenal Pasal 359 dan 360 KUHP. Pasal ini mencakup kelalaian dan kesalahan yang
menyebabkan kematian orang lain. Sedangkan, jika ada unsur kesengajaan, pihak yang
terbukti harus dipidanakan dalam Pasal 338 dan 340 KUHP. Namun, Pasal yang memenuhi
dalam kasus ini adalah Pasal 340 KUHP yang berbunyi :
“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
Unsur barangsiapa telah terpenuhi

You might also like