Professional Documents
Culture Documents
Addharar
Addharar
Addharar
الضرر يزال
Kemudharatan/bahaya itu harus dihilangkan
Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Tugas Individu pada Mata Kuliah Qawaid
Fiqhiyah Studi Dirasah Islamiyah/Kons. Syariah dan Hukum Islam Program
Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Oleh :
SOEPARMONO
NIM. 80100220104
Dosen Pengampu :
Dr.H.Andi Achruh, M.Pd.i
Dr.Achmad Musyahid Idrus, S,Ag, M,Ag
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt atas berkat dan rahmat_Nya lah kita
masih bisa menghirup udara di atas pijakan bumi dan di bawah kolom langit
yang terhampar luas ini, sungguh mulia Allah swt, menciptakan alam dan
segala isinya dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Semoga kita selalu menjadi
hamba-hamba yang patut kepada-Nya dan senantiasa mensyukuri nikmat yang
telah diberikan, sehingga kita tergolong hamba- hamba yang bersyukur dan
termasuk hamba yang selamat di dunia dan di akhirat kelak.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata
kuliah Qawaid Fiqhiyah, Studi Dirasah Islamiyah/Kons. Syariah dan Hukum
Islam Program Pascasarjana, UIN Alauddin Makassar.
25 OKTOBER 2021
PENULIS
4
DAFTAR ISI
JUDUL .............................................................................................................................................i
A. Kesimpulan ..................................................................................................................................20
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Dharar ialah posisi seseorang pada suatu batas dimana kalau tidak mau
melanggar sesuatu yang dilarang maka bisa mati atau nyaris mati. Nah hal
seperti ini memperbolehkan ia melanggarkan sesuatu yang diharamkan
dengan batas batas tertentu.
2. Abu Bakar Al Jashas, mengatakan “Makna Dharar disini adalah ketakutan
seseorang pada bahaya yang mengancam nyawanya atau sebagian anggota
badannya karena ia tidak makan”.
3. Menurut Ad Dardiri, “Dharar ialah menjaga diri dari kematian atau dari
kesusahan yang teramat sangat”.
1
Muhamad Mas’ud Zein, Sitematika Teori Hukum Islam (Qawa’id-Fiqhiyyah), (Jawa Timur: Al-
Syarifah Al-Khadizah, 2006), h. 60.
2
Ali Ahmad al-Nadwi, al-Qawa'id al-Fiqhtyah, (Beirut; Dar al-Qalam, 1420 H/1998 M) Cet.V,
h.152.
8
3
Nur Alim, Ad-Dhararu Yuzalu, http://noeraliem.blogspot.com/2010/10/ad-dhararu-yuzalu-
kemudharatan-itu.html, 10/10/2012
4
Nashr Farid Muhammad Washil, Qawa’id Fiqiyyah, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 17.
9
Menurut Abdul Qodir Audah, seorang hakim dan pengacara terkenal dari
Ikhwan al-Muslimin Mesir berpendapat, bahwa syarat-syarat keadaan darurat
yang membolehkan orang melakukan perbuatan yang dilarang (haram) ada
empat;
1. Dirinya atau orang lain dalam keadaan gawat yang
dikhawatirkan dapat membahayakan nyawanya atau anggota-
anggota tubuhnya;
2. Keadaan yang sudah serius, sehingga tidak bisa ditunda-tunda
penangannya. Misalnya orang kelaparan belum boleh
makan bangkai, kecuali ia telah berada dalam keadaan bahaya
lapar yang gawat akibatnya;
3. Untuk mengatasi darurat itu tidak ada jalan keluar kecuali
melakukan perbuatan pelanggaran/kejahatan. Jika masih bisa
diatasi darurat itu dengan menempuh perbuatan yang mubah.
Misalnya orang yang kelaparan yang masih bisa membeli
makanan yang halal, maka tidak benarkan makan makanan yang
tidak halal (haram) tersebut, karena hasil curian;
4. Keadaan darurat itu hanya boleh diatasi dengan mengambil
seperlunya saja (seminimal mungkin untuk sekedar
mempertahankan hidupnya).
Terjemahnya:
5
Hamsidar, Al Daraaru Yuzalu (Salah Satu Kaidah Ushuliyah) Yang Berkesesuaian Dengan Kondisi
Membahayakan Dan Menyulitkan. Jurnal Ekpose Vol XXIII,
11
Terjemahnya:
231. apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir
iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau
ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). janganlah kamu
rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian
kamu Menganiaya mereka[145]. Barangsiapa berbuat demikian, Maka
sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu
jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah
padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu Yaitu Al kitab
dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu
dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta
ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S.Al-
Baqarah 231 )8
Terjemahnya:
6
Kementerian Agama RI, Al-quran dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 2010),
7
Kementerian Agama RI, Al-quran dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 2010),
8
Kementerian Agama RI, Al-quran dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 2010),
12
77. dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(Q.S.Al-Qashas
77)9
dalamnya.
9
Kementerian Agama RI, Al-quran dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 2010),
13
dialaminya.
Adapun kaidah-kaidah turunan dari kaidah induk الَض َرُر ُيَز اُلantara lain:
1. Kaidah مبثله الَض َرُر اَل ُيَز ال10
Kaidah ini bermakna bahwa segala sesuatu yang membahayakan tidak
boleh dihilangkan dengan sesuatu yang memiliki bahaya yang sama atau dapat
mendatangkan kerusakan yang sama apalagi jauh lebih besar. Meskipun mudarat
sebanding dengannya apalagi yang lebih berat. Maka menjadi syarat untuk
menghilangkan satu mudarat adalah dengan tidak menimbulkan mudarat yang lain
sebisa mungkin. Namun jika tidak dapat, hendaknya mudarat itu lebih ringan.
a. Seorang yang sangat lapar yang hendak menolak kebinasaan dari dirinya
tidak boleh mengambil harta orang yang keadaannya sama dengan dirinya.
Demikian pula orang yang diancam akan dibunuh jika tidak membunuh
seorang muslim tanpa adanya alasan yang benar, tidak boleh ia lakukan
karena hal itu mendatangkan mudarat yang sama. Lain halnya jika seandainya
b. Jika seseorang membeli barang dalam keadaan cacat, lalu terjadi cacat yang
dengan adanya cacat yang baru tadi. Kecuali jika penjual itu rela, namun
sebelumnya.
الَض ْدَف ِبَقْد ِر ااِل َك اِن11
2. Kaidah ْم َرُر ُي ُع
Arti kaidah ini adalah bahwa setiap kemudaratan harus ditolak sesuai
setelah terjadi. Namun, menolak mudarat bukanlah sesuatu yang mutlak. Yang
mudarat lain yang setara atau lebih berat darinya. Hal itu karena jika dalam
menolak mudarat ditempuh mendatangkan mudarat yang lebih besar atau sama
dengannya, maka mudarat itu tidak hilang bahkan menjadi bertambah. Pada
dasarnya mudarat itu ditolak tanpa menimbulkan bahaya, namun jika tidak
sedapat mungkin.
Dasar kaidah ini adalah diantaranya firman Allah swt. dalam QS. al-
Anfāl/8: 60.
ِه ِه ِبِه ٍة ِم ِط ِع
َو َأ ُّدوا ُهَلم َّم ا اْس َتَطْع ُتم ِّم ن ُقَّو َو ن ِّر َبا اَخْلْيِل ُتْر ُبوَن َعُد َّو الَّل َو َعُدَّو ُك ْم َو آَخ ِر يَن
ِم ِهِن
ن ُدو ْم
Terjemahnya:
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu mengetarkan musuh Allah.12
Allah swt. memerintahkan kaum muslimin agar mempersiapkan segala
kekuatan yang dimiliki untuk menghadapi serangan musuh. Hal ini dimaksudkan
11
Muḥammad Ṣidqī bin Aḥmad bin Muḥammad al-Būrnū al-Guzzi, Mausū’ah al-
Qawā’id al-Fiqhiyyah, juz 4, h. 334.
12
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 185.
15
untuk memberikan rasa takut kepada musuh sehinga tidak akan menyerang kaum
muslimin, namun jika musuh menyerang maka kaum musimin telah memilki
persiapan.
pelajaran darinya.
b. Nabi Yusuf yang menjadi bendahara negeri Mesir padahal negeri Mesir saat
itu adalah negeri kafir. Namun Nabi Yusuf masuk ke dalam sistem kafir
kafir, maka dia tidak akan bisa menghilangkan kemungkaran tetapi paling
dilarang, yaitu perkara yang diharamkan, dengan syarat selama perkara yang
perintah. Besar perkiraan dari kondisi tersebut bagi orang yang mengalaminya
bahwa jika ia tidak melakukan hal yang dilarang itu maka ia akan binasa atau
13
Tāj al-Dīn ‘Abd al-Wahhāb al-Subkiy, al-Asybāh wa al-Naẓāir, juz 1 (Cet 1; Dār al-
Kutub al-‘Ilmiyyah, 1991M), h. 45.
14
Majmū’ah min al-Muallifīn, Fiqh al-Mu’āmāt, juz 4 ( http://www.shamela.com ), h.99
16
Dasar kaidah ini adalah diantaranya firman Allah swt. dalam QS. al-
An’ām/6: 119
Maksud dari ayat di atas adalah Allah telah menerangkan kepada kalian
semua yang diharamkan atas kalian untuk memakannya dan Allah
menjelaskannya sejelas-jelasnya, kecuali bila dalam keadaan darurat, maka pada
saat itu diperbolehkan bagi kalian memakan apa yang kalian jumpai.16
Sebagai contoh apabila seseorang diserang oleh orang jahat, maka tidak
4. Kaidah 17
َدْر ُء اَلمَف اِس ِد ُمَق َّد ُم َعَلى َج ْلِب ا َص اِلح
َمل
Pengertian kaidah ini adalah menghilangkan kemudaratan lebih
kemudaratan lebih besar daripada meraih manfaat. Maka apabila dalam suatu
perbuatan terdapat manfaat dan mudarat sekaligus, maka yang didahulukan adalah
mudaratnya sama, tidak ada dari keduanya yang lebih besar. Adapun jika
15
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 144.
16
Ibnu Kaṡīr al-Dimasyqiy, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azīm, juz 2 (al-Qāhirah: al-Maktabah al-
Taufīqiyyah, [t.th]), h. 270.
17
Lihat: Muḥammad Ṣidqī bin Aḥmad bin Muḥammad al-Būrnū al-Guzzi, Al-Wajīz Fī
Iḍāhi Qawā’id al-Fiqh al-Kulliyyah, h. 265.
17
mudaratnya lebih kecil dibandingkan manfaat yang akan diperoleh maka tidak
ini adalah:
a. Jika mudarat yang dilahirkan lebih besar dari manfaat yang akan diperoleh,
c. Adapun apabila manfaat dan mudarat sama besar dan peluangnya, maka
kaidah ini berlaku secara umum, yaitu menolak terjadinya mudarat lebih
dua hal yang memiliki mudarat, wajib menghilangkan mudarat yang lebih besar
18
meskipun harus melakukan mudarat yang lebih kecil. Kaidah yang semakna
dengannya adalah kaidah ِإَذا َتَع اَر َض َم ْف َس َدَتاِن ُر وِعَي َأْع َظُم ُه َم ا َض َرًر ا ِبِإْر ِتَك اِب َأَخ ِّف ِه َم ا,
kaidah خيتار أهون الشرين أو أخف الضررين, dan kaidah وإذا اجتمع ضرران أسقط األصغر
لألكرب
Secara umum seseorang yang diperhadapakan pada dua kondisi yang
membolehkannya. Jika kadar mudarat dari kedua kondisi tersebut sama, boleh
baginya untuk memilih apa yang dikehendakinya. Namun jika berbeda, dimana
satu diantara keduanya lebih ringan kadar mudaratnya maka mudarat yang lebih
Kaidah ini didasari oleh sejumlah dalil di antaranya QS. al-Kahfi/18: 79-
81.
َأَّم ا الَّس ِف يَنُة َفَك اَنْت ِلَمَس اِكَني َيْع َم ُلوَن يِف اْلَبْح ِر َفَأَر دُّت َأْن َأِعيَبَه ا َو َك اَن َو َر اَءُه م َّم ِل ٌك َيْأُخ ُذ ُك َّل
َفَأَر ْد َن ا َأن. َو َأَّم ا اْلُغاَل ُم َفَك اَن َأَبَو اُه ُم ْؤ ِم َنِنْي َفَخ ِش يَنا َأن ُيْر ِه َق ُه َم ا ُطْغَياًن ا َو ُكْف ًر ا. َس ِف يَنٍة َغْص ًبا
. ُيْبِدُهَلَم ا َر ُّبُه َم ا َخ ْيًر ا ِّم ْنُه َزَك اًة َو َأْقَر َب ُر ًمْحا
Terjemahnya:
Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut, aku
bermaksud merusaknya karena di hadapan mereka ada seorang raja yang
akan merampas setiap perahu. Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua
orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua
orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran. Kemudian kami
menghendaki sekiranya Allah menggatinya dengan (seorang anak yang
lain) yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang
(kepada bapak ibunya).19
Ayat di atas menjelaskan bahwa ketika dihadapkan dengan keadaan yang
keduanya memiliki mudarat, yaitu merusak perahu ataukah perahu itu dirampas
oleh raja yang ẓalim, maka yang paling utama adalah memilih mudarat yang
paling ringan yaitu merusak perahu. Begitu pula dengan kisah pembunuhan anak
18
Muḥammad Ṣidqī bin Aḥmad bin Muḥammad al-Būrnū al-Ghuzzi, Mausū’ah al-
Qawā’id al-Fiqhiyyah, juz 1, h. 230-231.
19
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 303.
19
duduk auratnya tidak tersingkap. Dalam kondisi ini ia shalat dalam keadaan
b. Jika seekor ayam milik seseorang menelan batu permata yang berharga milik
orang lain, maka pemilik batu permata tersebut dapat menyembelih ayam itu
melebihi kapasitas, maka barang-barang yang berat dapat dibuang saja, dan
menolak kerusakan yang umum. Kaidah ini bersifat lebih khusus dari kaidah
b. Hukum potong tangan bagi pencuri untuk menjaga keamanan harta orang-
orang.
20
Muḥammad Ṣidqī bin Aḥmad bin Muḥammad al-Būrnū al-Guzzi, Al-Wajīz Fī Iḍāhi
Qawā’id al-Fiqh al-Kulliyyah, h. 261.
21
Abd al-Wahhāb Khilāf, ‘Ilmu Uṣūl al-Fiqh wa Khulāṣah Tārīkh al-Tasyrī’ (Miṣr:
Matba’ah al-Madaniy, [t.th.]), h. 195.
20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
mencakup lapangan yang luas dalam fiqh, atau bahkan mencakup pada
seluruh aspek, seperti dalam hal melaksanakan ibadah. Kaidah ini dapat