Hampir

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 32

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

Tentang TEKNIK KOMUNIKASI


(Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa Semester 4)
Dosen Pembimbing :
Ns. Ariani Sulistyorini, S.Pd.,M.Kep

OLEH :
1. ANATASYA FEBILA K W (201603008)
2. ARDIANTI (201603010)
3. IRA YUNIARISTI (201603051)
4. MEGA KUSUMA A P (201603059)
5. RHISMADHANI E.W.A (201603078)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Teknik Komunikasi dalam Keperawatan Jiwa” dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada
Ns. Ariani Sulistyiorini, S.Pd., M.Kep selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Managemen Keperawatan STIKES Karya Husada Kediri yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Managemen Keperawatan. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam


hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan, komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan
khusus dan kepedulian sosial yang besar (abdalati, 1989). Untuk itu perawat
memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup
ketrampilan intelektual, teknikal, dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku
caring atau kasih sayang dan cinta (johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapiutik
tidak hanya akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, tetapi juga
mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam
pelayanan keperawatan, dan meningkatkan citra profesi keperawatan, serta citra
rumah sakit (achir yani, 1996). Akan tetapi yang penting adalah mengamalkan
ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi?


2. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik?
3. Apa saja teknik komunikasi dalam keperawatan ?
4. Bagaimana contoh penerapan teknik komunikasi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang komunikasi


2. Untuk mengetahui tentang komunikasi terapeutik
3. Untuk mengetahui teknik komunikasi dalam keperawatan
4. Untuk mengetahui contoh penerapan teknik komunikasi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik

Suasana yang menggambarkan komunikasi yang terapiutik adalah apabila


dalam berkomunikasi dengan klien, perawat mendapat gambaran yang jelas
tentang kondisi klien yang sedang dirawat, mengenai tanda dan gejala yang
ditampilkan serta keluhan yang dirasakan. Gambaran tersebut dapat dijadikan
acuan dalam menentukan masalah keperawatan dan tindakan keperawatan
yang akan dilakukan, dengan harapan tindakan yang akan dilakukan sesuai
dengan keluhan dan masalah keperawatan yang sedang dialami klien atau
bisa dikatakan bahwa tindakan keperawatan tepat sasaran sehingga membantu
mempercepat proses kesembuhan.

Menurut As Homby (1974) yang dikutip oleh Nurjannah, I (2001)


mengatakan bahwa terapiutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan
seni dari penyembuhan. Hal ini menggambarkan bahwa dalam menjalani
proses komunikasi terapiutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai
pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan rencana tindakan,
melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah direncanakan
sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal
apabila terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan take
and give antara perawat dan klien menggambarkan hubungan memberi dan
menerima.

Data akurat yang berasal dari klien merupakan pemberian yang berharga
dan tak ternilai karena akan dipakai sebagai acuan dalam memberikan
pelayanan keperawatan sesuai dengan keahlian yang dimiliki sekaligus
merupakan sarana untuk pengembangan dalam pelayanan keperawatan
utamanya dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Demikian juga
bagi klien, memberikan informasi yang akurat melalui bentuk ekspresi wajah,
perkataan, maupun perbuatan tentang masalah kesehatan yang sedang
dialami, akan mempermudah perawat dalam memfokuskan pelayanan
keperawatan sesuai dengan keluhan utama dan mendapatkan tindakan
keperawatan yang tepat sasaran sehingga akan mengurangi keluhan yang
dirasakan klien. Dengan demikian, komunikasi terapiutik merupakan
hubungan perawat-klien yang dirancang untuk memfasilitasi tujuan terapi
dalam pencapaian tingkatan kesembuhan yang optimal dan efektif.
Harapannya dengan adanya kegiatan komunikasi terapiutik lama hari rawat
klien menjadi lebih pendek dan dipersingkat.

Komunikasi terapiutik terjadi apabila didahului hubungan saling percaya


antara perawat-klien. Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien,
pertama tama klien harus percaya bahwa perawat mampu memberikan
pelayanan keperawatan dalam mengatasi keluhannya, demikian juga perawat
harus dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang telah dimiliki
dari aspek kapasitas dan kemampuannya sehingga klien tidak meragukan
kemampuan yang dimiliki perawat. Selain itu, perawat harus mampu
memberikan jaminan atas kualitas pelayanan keperawatan agar klien tidak
ragu, tidak cemas, pesimis, dan skeptis dalam menjalani proses pelayanan
keperawatan.

Tidak jarang ditemukan klien menolak bila ditangani oleh salah satu
perawat. Hal ini karena klien ragu atas kemampuan yang dimiliki perawat.
Untuk mengurangi keraguan klien tersebut seharusnya perawat
mempersiapkan diri dulu sebelum bertemu dengan klien karena konteks
pertemuan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik dimana segala
bentuk komunikasi yang terjadi harapannya adalah untuk mempercepat
kesembuhan. Perawat harus mampu menghilangkan keraguan dan kecemasan
klien kalau ingin direspons oleh klien.

Rasa emosional yang tinggi akibat ketidakpercayaan klien terhadap


perawat mengakibatkan klien menarik diri dan tak mau berhubungan dengan
perawat sehingga terjadi kebuntuan komunikasi. Menurut Stuart G. W
(1998), komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara
perawat dan klien. Melalui hubungan ini, perawat dan klien memperoleh
pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman
emosional klien.

2.2 Komunikasi Terapeutik Sebagai Tanggung Jawab Moral Perawat

Perawat harus memiliki tanggung jawab moral tinggi yang didasari atas
sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang
lain untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979), dan
Amsyari (1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat
tidak dapat bersikap tidak peduli terhadap orang lain dan adalah seorang
pendosa apabila perawat mementingkan dirinya sendiri. Selanjutnya,
Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa human
care terdiri atas upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan
menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain
mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaannya, serta membantu
orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan mengendalikan diri.
“Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk
menolong sesama yang memerlukan bantuan”. Perilaku menolong sesama ini
perlu dilatih dan dibiasakan sehingga akhirnya menjadi bagian dari
kepribadian.

2.3 Tujuan Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik sengaja dirancang agar hubungan perawat dan klien


menjadi efektif dalam rangka mencapai kesembuhan. Untuk itu, Stuart &
Sundeen dalam Nurjannah I (2001) mengemukakan tujuan komunikasi
terapeutik sebagai berikut.

A. Kesadaran Diri, Penerimaan Diri, dan Meningkatkan Kehormatan Diri

Untuk mencapai tujuan akhir dari proses pelayanan kesehatan


terutama dalam pelayanan keperawatan adalah dengan memperpendek
lama hari rawat. Perawat dan klien akan terlibat dalam hubungan yang
intensif. Untuk itu, perawat harus melakukan eksplorasi diri atas
kemampuan yang dimiliki dalam berkomunikasi dengan klien. Dalam
melaksanakan komunikasi yang terapeutik, perawat harus memiliki
kemampuan-kemampuan antara lain: pengetahuan yang cukup,
keterampilan yang mumpuni dan memadai, serta teknik dan etika
komunikasi yang baik. Dengan demikian, kehadiran perawat disisi
klien merupakan kehadiran yang bermakna dan membawa dampak
yang positif bagi klien.

Perawat harus mengerti dan menyadari bahwa klien datang ke


rumah sakit dalam rangka meminta pertolongan untuk mengurangi
keluhan yang dirasakan, dan hal itu diterima sebagai tanggung jawab
pribadi serta tanggung jawab profesi bagi perawat. Perawat saat
menangani klien merupakan suatu penghormatan bagi dirinya karena
dipercaya oleh klien untuk merawat tanpa ada perasaan khawatir,
ragu, maupun kecemasan. Dan hal yang paling penting adalah perawat
dipercaya mampu menangani klien dengan benar, penuh kesabaran,
supel, ramah, dan sangat responsif.

Perawat harus sadar dan menerima bahwa kehadirannya sangat


dibutuhkan oleh klien untuk meringankan atau bahkan menghilangkan
keluhannya sehingga harus mempersiapkan diri dengan sungguh-
sungguh sebelum bertemu dengan klien. Integritas yang tinggi dari
perawat akan mampu meyakinkan klien sehingga meningkatkan
kehormatan perawat dimata klien. Klien menjadi sangat percaya
dengan perawat, klien menjadi sadar bahwa perawat butuh data yang
orisinil sesuai dengan keluhan yang dihadapinya dan mengutarakan
dengan sungguh-sungguh keluhannya. Klien menjadi sadar bahwa hari
ini dia menjadi pasien di rumah sakit, dimana untuk proses
kesembuhannya diawali dengan memberikan keterangan yang sesuai
dengan keluhan atau penyakit yang dihadapi. Klien mulai
mempercayai bahwa apa yang dilakukan perawat merupakan tindakan
yang akan membantu proses penyembuhan penyakit sehingga selalu
kooperatif dalam berkomunikasi, apa yang diinginkan untuk terbebas
dari keluhan yang dihadapi akan tercapai. Hal itu akan meningkatkan
citra diri yang optimal dengan tetap menjaga kehormatan dirinya.
B. Identitas Pribadi Yang Jelas dan Meningkatnya Integritas Pribadi

Dalam diri perawat dan klien sudah terdapat status yang jelas diantara
keduanya sehingga dalam konteks hubungan yang ada hanya
hubungan perawat dan klien, bukan si A dan si B dalam arti bukan
hubungan pribadi. Namun, walaupun demikian keduanya adalah
manusia yang bermartabat yang mempunyai pikiran, perasaan,
keinginan, dan harga diri sehingga dibutuhkan saling menghargai dan
saling memahami untuk menumbuhkan integritas pribadi dan
meningkatkan harga diri.

Manusia dalam konteks diri pribadi membutuhkan pengakuan


untuk menampakkan perwujudan diri. Pengakuan ini lah yang akan
mendorong manusia untuk menunjukkan identitas pribadi dan
termasuk didalamnya adalah status dan peran yang jelas sehingga
didapatkan peningkatan harga diri. Komunikasi terapeutik antara
perawat dan klien mendorong keduanya saling memahami,
menghargai, dan mengetahui keperluan masing-masing. Perawat
berusaha membantu meningkatkan harga diri dan martabat klien,
sebaliknya klien mengakui dan menghargai perawat sebagai pemberi
pelayanan keperawatan tanpa memandang sebelah mata atau
meremehkan kemampuannya.

C. Kemampuan Untuk Membentuk Suatu Keintiman, Saling


Ketergantungan, Hubungan Interpersonal Dengan Kapasitas Memberi
dan Menerima

Hubungan perawat dan klien merupakan hubungan dengan konsep


simbiosis mutualisme, yang berarti hubungan yang saling
menguntungkan antara klien dan perawat. Perawat dengan ikhlas
memberikan pelayanan keperawatan kepada klien dengan tak terbagi,
sedangkan klien dengan bebas mengutarakan keluhannya sesuai
dengan apa yang dirasakan tanpa ada sesuatu yang mengganjal.
Perawat dan klien tidak membawa ego masing-masing dan
mengesampingkan adanya suatu perbedaan dan yang ada hanyalah
perawat dan klien yang bekerjasama dalam membangun hubungan
saling percaya dalam rangka menyelesaikan masalah yang sedang
dihadapi klien.

Perawat selalu mengedepankan kepentingan klien untuk mencapai


derajat kesehatan yang optimal melalui upaya peningkatan pelayanan
keperawatan. Perawat merasa bahwa memberikan pelayanan
keperawatan merupakan tanggung jawabnya baik merupakan
tanggung jawab pribadi maupun tanggung jawab profesi. Selain itu,
memberikan pelayanan keperawatan kepada klien merupakan upaya
mengaplikasikan ilmunya sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat
bagi orang lain, serta sebagai sarana untuk mengembalikanilmu
keperawatan dalam rangka perbaikan dan pengembangan ilmu
keperawatan.

Kegiatan merawat orang sakit merupakan sandaran hidup bagi


perawat dalam rangka menyongsong masa depan. Untuk mendapatkan
pelayanan yang memuaskan dalam rangka menyelesaikan
masalahnya, klien seharusnya mengutarakan keluhannya sesuai
dengan apa yang dirasakan sehingga dapat dipakai sebagai acuan
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan. Perwat tidak bisa
melakukan tindakan keperawatan kepada klien tanpa tahu apa yang
dirasakan klien karena hal tersebut merupakan dasar dalam melaukan
tindakan keperawatan.

Perawat tidak akan bisa melakukan tindakan apabila tidak ada


keluhan yang dirasakan klien, oleh karena itu diperlukan iklim
hubungan yang kondusif antara perawat dan klien. Keluhan yang
dirasakan klien tidak akan bisa mereda atau hilang apabila belum
mendapatkan pelayanan keperawatan dari perawat sehingga
diperlukan keterampilan cara berkomunikasi yang efektif dalam
rangka memfasilitasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Akan
tetapi, untuk bisa mengutarakan apa yang dirasakan, perawat perlu
memfasilitasi agar klien mau dan mampu mengutarakan keluhannya.
Konsep Carl Roger yang dikembangkan oleh Mundakir (2006)
mengidentifikasi 3 faktor dasar dalam mengembangkan hubungan
yang saling membantu (helping relationship) yaitu
keikhlasan(genuineness), empati(empathy), dan kehangatan(warmth).

1. Keikhlasan (genuineness)
Ikhlas menurut Dani, K (2002) merupakan ketulusan hati atau
dengan hati yang bersih dan jujur. Jadi, ikhlas secara harfiah bisa
diartikan sebagai melakukan pekerjaan tanpa ada motif tertentu.
Apa yang dilakukan perawat kepada klien hanya satu tujuan yang
memberikan pelayanan yang terbaik dalam rangka mempercepat
kesembuhan. Perawat dengan rela hati mencurahkan segala
pikiran dan tenaganya untuk membantu klien dalam mempercepat
proses penyembuhan. Perhatian yang tidak terbagi dan ketulusan
hati membuat klien sangat optimis akan kelangsungan
kesembuhan penyakitnya. Dengan perhatian yang tak terbagi
dengan ketulusan hati untuk membantu klien memenuhi
kebutuhan dasarnya perawat menerima apa adanya dari klien
tanpa merespons yang reaksional.
Perilaku yang ditampilkan oleh klien merupakan bentuk
dari adanya rasa kurang dalam diri klien, dimana apa yang telah
diberikan oleh perawat terhadap klien dirasa masih belum cukup
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Ketulusan dan perhatian
yang tinggi dengan sendirinya akan mengurangi kecemasan klien
dan perawat tidak boleh terpengaruh dengan emosi klien yang
reaksional tersebut. Rasa optimis dari klien yang tinggi itulah
yang akan membantu proses penyembuhan penyakitnya. Hal ini
disebabkan karena dengan optimis yang tinggi merupakan koping
mekanisme yang positif. Menurut Putra, ST (2003), koping yang
positif akan meningkatkan modulasi respons imun sehingga akan
mempercepat kesembuhan. Melalui reaksi kimiawi, koping yang
positif akan meningkatkan imunitas atau sistem pertahanan tubuh
dengan mendorong terbentuknya antigen-antibodi yang mampu
menurunkan virulensi kuman sehingga klien terbebas dari
keluhan yang dirasakan dan bebas dari penyakit yang diderita.
2. Empati (empathy)
Kondisi emosi klien dan keluarga yang cenderung labil akibat
berada di rumah sakit atau dalam kondisi sakitnya memerlukan
dukungan emosional dari petugas kesehatan. Perawat harus
mempelajari teori berduka dan kehilangan untuk mampu
berempati kepada klien atau keluarga. Perawat harus mengerti
bahwa saat orang menghadapi masalah, reaksi yang ditampakkan
adalah menolak (denial) dan marah (anger). Perawat harus
memahami itu supaya ketika melihat klien atau keluarga sedang
marah dan menolak akibat penyakitnya, perawat menerima situasi
itu tanpa ada sikap yang reaksional.
Bereempati merupakan sikap menerima dan memahami
emosi klien tanpa terlibat kedalam emosinya. Saat klien atau
keluarga marah-marah akibat penyakit yang diderita tidak
kunjung sembuh dan cenderung memburuk, sikap yang
ditunjukkan perawat hendaknya jangan memarahi klien atau
keluarga. Perawat harus mengerti konsep tersebut. Perawat harus
menerima dan mengerti marahnya klien atau keluarga tersebut
tanpa adanya sikap yang reaksional dari perawat. Selain itu,
perawat tidak boleh larut kedalam emosi klien.
Menurut Dani K (2006) empati merupakan keadaan mental
yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya
dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang
atau kelompok. Sedangkan, menurut Smith dalam Nurjannah I
(2001) empati merupakan kemampuan menempatkan diri kita
pada posisi orang lain, serta memahami bagaimana perasaan
orang lain dan apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi
kita terlarut dalam emosi orang lain. Jadi, berempati merupakan
sikap seseorang untuk memahami dan mengerti perasaan orang
lain tanpa ikut larut kedalam emosi orang tersebut. Seseorang
harus mampu membentengi emosinya agar tidak ikut terlarut oleh
emosinya. Hal itulah yang membedakan antara empati dan
simpati.
Contoh empati :
“Saya mengerti perasaan bapak/ibu akibat ditinggal orang yang
dicintai, semoga bapak/ibu tabah dalam menghadapi cobaan ini”.
Contoh simpati :
“Kami turut berbela sungkawa atas kematian keluarga bapak/ibu
semoga arwahnya diterima disisinya”.
3. Kehangatan (warmth)
Merupakan kesan verbal dan nonverbal yang ditunjukkan oleh
seseorang dalam memberikan hubungan sosial pada orang yang
sedang mengalami berduka dan kehilangan untuk
mempertahankan serta mengingatkan pertahanan egonya.
Menurut Nurjannah I (2001), kehangatan sangat diperlukan dalam
menyampaikan empati. Oleh karena itu, saat kita menghadapi
orang yang sedang mengalami berduka dan kehilangan, yang
sangat diperlukan adalah membangun kesan dan pesan diri sendiri
dengan tidak menyakiti seseorang yang mengalami berduka atau
kehilangan. Jadi bisa dikatakan bahwa kehangatan merupakan
sarana untuk berkomunikasi dengan orang yang sedang
mengalami berduka dan kehilangan. Pada kesan verbal yang
dapat ditampilkan adalah dengan menunjukkan suara yang lembut
dan irama teratur (Smith dalam Nurjannah I, 2001). Sedangkan,
kesan nonverbal yang ditampilkan, juga menurut Smith dalam
Nurjannah I, (2001) adalah sebagai berikut.
a) Kondisi muka.
- Dahi : tampak rileks, tidak ada kerutan.
- Mata : kontak mata nyaman, gerak mata natural.
- Mulut : tampak rileks, tidak cemberut, tidak menggigit bibir,
tersenyum jika perlu, rahang tampak rileks.
- Ekspresi : tampak rileks, tidak ada ketakutan, kekhawatiran,
menunjukkan ketertarikan dan perhatian.
b) Sikap Tubuh
- Tubuh : berhadapan, bahu paralel dengan lawan bicara.
- Kepala : duduk atau berdiri dengan tinggi yang sama,
menganggukkan kepala bila perlu.
- Bahu : mudah digerakkan, tidak tegang.
- Lengan : mudah digerakkan, memegang kursi atau tembok.
- Tangan : tidak memegang atau saling menggenggam, tidak
mengetuk-ngetuk pena/bermain dengan objek.
D. Mendorong Fungsi dan Meningkatkan Kemampuan Terhadap
Kebutuhan Yang Memuaskan dan Mencapai Tujuan Pribadi Yang
Realistis

Komitmen yang tinggi dari perawat dalam melaksanakan pelayanan


keperawatan sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan yang optimal.
Komitmen itu didasari dari keinginan yang kuat dalam memberikan
pelayanan dengan harapan pelayanan yang sesuai dengan pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Prinsip dalam pelayanan keperawatan
dengan memperhatikan semua aspek yang dimiliki mempunyai sifat
pelayanan yang cepat, tepat, tegas, serta dengan suasana yang tenang,
dan humanistik. Demikian bagi klien komunikasi terapeutik
memberikan dorongan untuk mengutarakan apa yang dikeluhkan dan
sedang ia alami tanpa suatu manipulasi dengan harapan keluhannya
mendapatkan pelayanan keperawatan yang sesuai.

Harapan yang diinginkan seharusnya juga disesuaikan dengan


kondisi sakitnya sehingga memerlukan penerimaan yang tinggi dan
komitmen yang tinggi untuk mau bekerjasama dalam pelaksanaan
tindakan. Harapan yang tidak realistis menyebabkan menurunnya
harga diri dan menjadikan hubungan menjadi renggang sehingga
timbul isolasi sosial : menarik diri. Hal ini akan sangat menyulitkan
dalam hubungan yang terapeutik. Sebab individu yang merasa
kenyataan hidupnya jauh dari ideal diri akan merasa akan rendah diri
(Suryani dalam Taylor, Lilis, dan Mone, 2006).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Teknik Komunikasi Terapeutik


Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik
berkomunikasi yang berbeda pula. Berikut adalah teknik komunikasi
berdasarkan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950), dan
Wilson & Kneisl (1920).

a. Mendengarkan Dengan Penuh Perhatian


Kesan pertama ketika perawat mau mendengarkan keluhan klien
dengan saksama adalah perawat akan memperhatikan klien. Dengan
demikian, kepercayaan klien terhadap kapasitas dan kemampuan
perawat akan terjaga. Keluhan yang disampaikan menjadi lebih lengkap
dan lebih terinci, serta sistematis sehingga memudahkan perawat
mengelompokkan data sebagai sarana untuk menentukan diagnosis
keperawatan, baik yang aktual maupun potensial. Mendengarkan
keluhan klien dengan penuh perhatian akan menciptakan kondisi
keterlibatan emosional yang maksimal dalam situasi hubungan
interpersonal antara klien dan perawat. Klien dengan bebas
menjelaskan dan menceritakan situasi yang dialami akibat adanya
penyakit yang diderita.
Menurut Varcarolis dalam Nurjannah I (2001), dengan
mendengarkan akan menciptakan situasi interpersonal dalam
keterlibatan maksimal yang dianggap aman dan membuat klien merasa
bebas. Pencapaian hasil untuk mendapatkan kondisi riil dari klien akan
lebih maksimal dan memudahkan perawat dalam menentukan
intervensi yang tepat. Untuk itu diperlukan konsentrasi yang maksimal
dan terlibat secara aktif dalam memersepsikan pesan orang lain dengan
menggunakan semua indra. Seluruh gerak-gerik yang ditampilkan dan
seluruh ucapan yang diutarakan menjadikan rujukan dalam
memersepsikan isi pesan tersebut. Hal ini dikarenakan mendengarkan
secara aktif tidak hanya tekun mendengarkan orang lain dan
menceritakan isi keluhan yang disampaikan saja, akan tetapi juga perlu
dikonfrontasi dengan pesan nonverbal yang ditampakkan sehingga
memungkinkan terjadinya proses transfer felling antara kode nonverbal
klien dengan persepsi perawat. Nilai-nilai yang ditampilkan
menimbulkan kesan bahwa apa yang disampaikan dan ditampilkan itu
bermakna dan penting untuk ditindaklanjuti.

Klien yang didengarkan dalam pembicaraan merasa sangat dihargai


apabila perawat menganggap apa yang dikatakan oleh klien merupakan
hal yang sangat penting sehingga memunculkan pesan “anda bernilai
untuk saya dan saya tertarik pada anda”. Perangkat lain yang tidak
kalah pentingnya dalam pencapaian keterlibatan maksimal dalam proses
mendengarkan adalah dengan menunjukkan merespons klien dengan
kode nonverbal melalui kontak mata, menganggukkan kepala, senyum
saat yang benar dan merespons dengan kode verbal yang minimal,
misalnya “Oooooo......, mmhumm, ya...”. berikut adalah beberapa sikap
untuk menunjukkan cara, mendengarkan penuh perhatian.

1. berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan nonverbal bahwa


perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien.
2. mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk
mengerti seluruh pesan verbal dan nonverbal yang sedang
dikomunikasikan.
3. keterampilan mendengarkan dengan penuh perhatian adalah dengan
memandang klien ketika sedang bicara.
4. pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan.
5. sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan
kaki atau tangan.
6. hindarkan gerakan yang tidak perlu
7. anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau
memerlukan umpan balik.
8. condongkan tubuh ke arah lawan bicara, bila perlu duduk atau minimal
sejajar dengan klien.
9. meninggalkan emosi dan perasaan kita dengan cara menyisihkan
perhatian, ketakutan, atau masalah yang sedang kita hadapi.
10. mendengarkan dan memerhatikan intonasi kata yang diucapkan dan
menggambarkan sesuatu yang berlebihan.
11. memperhatikan dan mendengarkan apa-apa yang tidak terucap oleh
klien yang menggambarkan sesuatu yang sulit dan menyakitkan klien.
b. Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarTi menyetujui. Menerima pasti menyetujui,
sedangkan menyetujui belum tentu menerima. Perilaku apa yang
ditampilkan oleh klien dan keluhan apa saja yang disampaikan klien
merupakan masukan yang berharga bagi perawat, walaupun kadang apa
yang diucapkan tidak sesuai dengan penyakit yang diderita atau tanda
dan gejala masalah yang dihadapi klien. Perawat tidak perlu
menampakkan penolakan maupun keraguan terhadap apa yang
disampaikan klien yang membuat klien merasa tidak bebas dalam
mengutarakannya. Semua ide dan perasaan yang disampaikan oleh
klien ditampung semua oleh perawat. Selanjutnya, data tersebut perlu
diverifikasi dan divalidasi apabila terdapat informasi yang kurang
mengena dan tidak sesuai sehingga didapatkan kesimpulan dalam
menegakkan doagnosis keperawatan. Unsur yang harus dihindari dalam
menunjukkan penerimaan adalah mengubah pikiran klien. Sebaiknya
tidak ada unsur menilai, berdebat, apalagi mengkritik. Apa yang
disampaikan klien dalam mengutarakan keluhannya dengan
menunjukkan perilaku ketertarikan.

Menurut Nurjannah I (2001), penerimaan adalah mendukung dan


menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan
ketertarikan dan tidak menilai. Dengan sikap tersebut perawat mampu
menempatkan diri pada situasi klien, perawat mengerti perasaan yang
dihadapi klien dengan cara menunjukkan sikap empati terhadap klien.
Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa
menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat
kita tidak harus menerima semua perilaku klien. Perawat sebaiknya
menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan
tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala
seakan tidak percaya. Begitu juga dengan kata-kata “ah masak”, “apa
benar itu”, “yang benar saja”, atau kata-kata lain yang menimbulkan
kesan keraguan atau ketikpercayaan. Berikut ini menunjukkan sikap
perawat yang menunjukkan penerimaan.

1. mendengarkan upaya tanpa memutuskan pembicaraan


2. memberikan umpan balik verbal yang menampilkan pengertian
3. memastikan bahwa isyarat nonverbal cocok dengan komunikasi verbal
4. menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau
mencoba untuk mengubah pikiran klien. Perawat dapat menganggukkan
kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti apa yang anda ucapkan.”
(cocok).
c. Menanyakan Pertanyaan yang Berkaitan dengan Pertanyaan
Terbuka
Tujuan perawat bertanya dengan pertanyaan terbuka (broad opening)
adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifikmengenai kondisi riil
dari klien dengan menggali penyebab klien mencari pertolongan atau
penyebab klien datang ke tempat pelayanan kesehatan. Diharapkan
klien maupun keluarga mempunyai inisiatif membuka diri dengan
meyeleksi topikyang akan dibicarakan secara berurutan dan sistematis
penyebab klien dan keluarga datang ke tempat pelayanan kesehatan.
Pertanyaan terbuka memberikan peluang maupun kesempatan klien
untuk menyusun dan mengorganisir pikirannya dalam mengungkapkan
keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan. Kesan yang didapatkan
dengan pertanyaan terbuka adalah tidak menginterogasi atau menyidik,
serta jawabannya tidak mengesankan yes and no question, akan tetapi
memberikan peluang bagi klien untuk mengekspresikan keluhannya
tanpa adanya tekanan dari luar sehingga data yang didapatkan
merupakan data terapeutik, yaitu data yang dapat dipakai acuan dasar
untuk melaksanakan asuhan keperawatan dalam membantu memenuhi
kebutuhan dasar manusia melalui perumusan diagnosis keperawatan
yang tepat dan akurat.
Dalam pertanyaan terbuka, kesan klien dijadikan sebagai subjek
dan bukan objek, artinya yang mendominasi interaksi justru dari klien
dan bukan sebaliknya. Mari kita bandingkan kedua pertanyaan ini:
a. “Ada apa di rumah sehingga ibu membawa anak ibu ke UGD?”
b. “Apakah anak ibu kejang sehingga ibu datang ke UGD?”

Pada pertanyaan poin (a) akan kita dapatkan data yang mungkin lebih
dari satu kalimat atau satu kata, karena pertanyaan itu sifatnya
pertanyaan terbuka yang memberikan peluang kepada ibu untuk
menceritakan kejadian-kejadianyang dialami anaknya selama di rumah.
Pertanyaan tersebut memberikan kesempatan pada ibu untuk
mengingat-ingat kembali kejadian yang telah terjadi pada anaknya.
Beda dengan pertanyaan (b) yang mempersempit gerak dan
imajinasiibu dalam mengungkapkan apa yang dialami anaknya sewaktu
di rumah. Mungkin ibu akan menjawab dengan jawaban ya atau tidak
saja (yes and no question)tanpa mampu mengembangkan tanda dan
gejala yang ada pada anaknya. Kesannya justru perawat yang
mendominasi interaksi dan jawaban yang dihasilkan kemungkinan
banyak yang bias karena tampak sekali perawat mendikte klien.
Kegiatan ini bernilai terapeutik apabila klien menunjukkan penerimaan
dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi nonterapeutik apabila perawat
mendominasi interaksi dan menolak respons klien (Stuart and Sundeen,
1995). Hal inilah yang dikatakan klien sebagai objek dan buka subjek.

Untuk pertanyaan dengan jawaban yes and no question perawat dengan


dituntut untuk mampu mendalami topik yang akan dibicarakan, itupun
hasilnya mungkin akan samar karena dalam pengkajian keperawatan
yang paling baik adalah pengkajian fokus untuk mendapatkan masalah
utama. Perawat harus menghindari pertanyaan yang bersifat
Inapproppiate Quantity Question maupun Inapproppriate Quality
Question. Ciri-ciri Inapproppiate Quantity Question adalah sebagai
berikut.

1. Pertanyaan terlalu banyak


2. Pertanyaan tidak terfokus pada masalah
3. Klien menjadi bingung menjawab

Semestinya pertanyaan yang ditujukan pada klien itu padat dan jelas
yang tidak berbelit-belit, serta bersifat basa-basi terlebih lagi pertanyaan
yang melebar dari konteks masalah. Pertanyaan tersebut menjadikan
klien bingung menjawab, apalagi saat klien di rumah sakit, perasaan
cemas selalu ada dipikirannya. Pertanyaan yang melebar menjadikan
klien enggan menanggapi, dan itu beresiko terhadap hubungan perawat-
klien. Harus disadari oleh perawat bahwa data yang digali adalah data
yang berhubungan dengan keluhan klien saja (data-primer), sedangkan
data pendamping (data sekunder) bisa didapatkan dari cara lain, yaitu
studi dokumenter, observasi, maupun pemeriksaan fisik. Contohnya:
“Bapak sakitnya apa? Kapan sakitnya? Dimana sakitnya? Diantar oleh
siapa? Pakai kendaraan apa?”, dan sebagainya.

Pertanyaan tersebut tidak memberikan ruang pada klien untuk


menjawab pertanyaan dengan baik karena mengganggu konsentrasinya
terlalu banyak untuk dijawab. Ciri-ciri dan Inapproppriate Quality
Question adalah sebagai berikut.

1. Pertanyaan yang menvonis klien


2. Fokus pada alasan klien berbuat
3. Ada unsur mengintimidasi dan menginterogasi
4. Pertanyaan yang sering menyinggung perasaan klien

Pertanyaan yang bersifat Inapproppriate Quality Question sebenarnya


merupakan pertanyaan yang singkat, padat, dan jelas, akan tetapi
pertanyaan tersebut tidak meperhatikan sisi psikologis klien serta tidak
berkualitas. Perawat terkesan ingin segera mendapatkan jawaban atau
data dari klien. Bisa ditebak jawaban yang didapatkan kadang tidak
mencerminkan masalah klien dan ada kemungkinan jawabannya tidak
tepat sasaran. Biasanya pertanyaan diawali dengan mengapa atau
kenapa. Jika dilihat lebih dalam pertanyaan itu merupakan pertanyaan
yang memvonis, karena perawat membutuhkan alasan yang terkesan
rasional tetap memaksa. Sering kita temukan kalau perawat
menanyakan yang diawali dengan kenapa atau mengapa jawabannya
justru menyakitkan.

Contoh :

P : “Kenapa Bapak datang ke rumah sakit ini?”

K : “Aku ini sakit, kalau tak sakit mana mungkin ke rumah sakit.”

Pertanyaan tersebut menambah rasa kecemasan klien karena perawat


hanya memperhatikan kepentingan pribadinya tanpa memperhatikan
kecemasan yang dialami klien akibat masalah yang dihadapinya.

d. Mengulang Ucapan Klien dengan Menggunakan Kata Sendiri

Dengan mengulang kembali ucapan klien, harapan perawat adalah


memberikan perhatian terhadap apa yang telah diucapkan. Stuart and
Sundeen (1995) mendefinisikan pengulangan adalah pengulangan
pikiran utama yang diekspresikan klien. Pengulangan pikiran utama
yang dimaksud bisa dimaknai sebagai pengulangan apa yang diucapkan
dan pengulangan apa yang dimaksudkan.

Tujuan pengulangan pikiran utama adalah memberikan penguatan dan


memperjelas pada pokok bahasan atau isi pesan yang telah disampaikan
oleh klien sebagai umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa
pesann ya dimengerti dan diperhatikan, serta mengharapkan komunikasi
bisa berlanjut. Hal ini dilakukan karena kita sering salah persepsi
terhadap perilaku klien atau apa yang diucapkan klien.

Perawat harus berhati-hati ketika menggunakan metode ini, karena


pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang
berbeda. Untuk itu perlu adanya klarifikasi, validasi maupun
pengulangan kata yang disampaikan agar pesan yang disampaikan
sesuai dengan maksud dan tujuan. Apabila tidak ada klarifikasi maupun
validasi kata/pesan kemungkinan pesan yang disampaikan menjadi bias
karena banyaknya noice di sekelilingnya. Menurut Boyd & Nihart
dalam Nurjannah, I (2001), teknik ini menjadi tidak terapeutik bila
perawat kurang melakukan validasi terhadap interpretasi pesan, menilai,
dan meyakinkan serta bertahan.

Contoh :

K : “Saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga”

P : “Saudara mengalami kesulitan untuk tidur ....”

e. Klarifikasi

Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat perlu menghentikan


pembicaran untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian,
maksud, dan ruang lingkup pembicaraan karena informasi sangat
penting dalam memberikan pelayanan keperawatan. Gerald, D dalam
Suryani (2006) berpendapat bahwa klarifikasi (clarification) adalah
menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau
meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya. Ini berrati
klarifikasi dapat diartikan sebgaai upaya untuk mendapatkan persamaan
persepsi antara klien dan perawat tentang perasaan yang dihadapi dalam
rangka memperjelas masalah untuk memfokuskan perhatian.

Klarifikasi identik dengan validasi yaitu menanyakan kepada klien


terhadap apa yang belum dimengerti agar pesan yang disampaikan
menjadi lebih jelas. Upaya yang dilakukan perawat terhadap apa yang
belum dipahami terhadap pesan dan kesan yang ditampakkan klien
merupakan upaya perawat untuk berusaha memahami situasi yang
digambarkan klien agar tidak terjadi kesalahan komunikasi dalam
hubungan klien-perawat.

Menurut Nurjannah, I (2001), klarifikasi dilakukan apabila pesan


yang disampaikan oleh klien belum jelas bagi perawat dan perawat
mencoba memahami situasi ang digambarkan klien. Namun demikian,
agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat perlu memberikan
contoh yang konkret dan mudah dimengerti oleh klien dengan
memperhatikan pokok pembicaraan. Demonstrasi terhadap apa yang
telah dijelaskan merupakan bentuk klarifikasi terhadap apa yang telah
diucapkan.

Contoh :

“saya tidak yakin saya mengikuti apa yang Anda katakan”

“apa yang Anda katakan tadi adalah Anda tidak yakin dapat mengikuti
apa yang saya ucapkan”

f. Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan


sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Materi yang akan disampaikan
ataupun yang akan didiskusikan mengerucut pada salah satu masalah
saja, yang penting adalah knsisten, dan kontinu atau berkesinambungan,
serta tidak menyimpang dari topik pembicaraan dan tujuan komunikasi.
Memfokuskan (focussing) dalam rangka mempersempit pembicaraan
yang tertuju pada topik pembicaraan saja dan tidak melebar dengan
prinsip bekerja sampai tuntas atau membicarakan sesuatu sampai tuntas
mengingat yang dikerjakan perawat di pelayanan cukup menyita waktu
dan perhatian yang serius.

Menurut Cangara, H (22004) prinsip continuity dan insistency


dalam proses interaks mengandung arti bahwa pesan yang disampaikan
bersifat konsisten dan berkesinambungan dan tidak menyimpang dari
topik dan tujuan komunikasi yang telah diterapkan. Teknik
memfokuskan ini merupakan prinsip utama apabila kita ingin
mendapatkan pembicaraan yang serius dengan tingkat pemaknaan yang
kuat. Dalam talk show yang diadakan oleh salah satu stasiun televisi,
memperlihatkan bagaimana seorang Prof. Yusril Ihza Mahendra yang
marah besar ketika pembicaraan sedang serius, tetapi mahasiswa
mengkritik kebiasaanya yang suka merokok dan beliau marah besar
karena pertanyaannya atau pernyataannya melenceng dari topik.

Suara yang terdapat di sekeliling kita sering enjadi penyebab


pembicaraan menjadi tidak terfokus karena terjadi pemutusan terhadap
alur pembicaran. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien
ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan
berlanjut tanpa informasi yang baru. Kalau menyimpang perlu ada
knsep kembali ke laptop seperti apa yang telah dilakukan Tukul Arwana
di televisi. Contoh : “hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan
lebih dalam lagi”.

g. Menyampaikan Hasil Observasi

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan


menyatakan hasil pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah
pesan diterima dengan benar. Kesan yang disampaikan perawat kepada
klien merupakan hasil pengamatan yang mencerminkan kesan yang
tidak biasa pada diri klien. Stuart & Sundeen (1995) menganjurkan
penyampaian hasil observasi kepada klien apabila terdapat konflik
antara verbal dan nonverbal klien, serta saat tingkah laku verbal dan
non verbal nyata dan tidak ada pada klien. Penyampaian hasil
pengamatan kepada klien diharapkan agar mengubah perilaku yang
merusak pada diri klien. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan
oleh isyarat nonverbal klien. Penyampaian hasil pengamatan perawat
sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah
memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.

Contoh :

“anda tampak cemas.”

“apakah Anda merasa tidak tenang apabila Anda.....”

Ini berarti dalam menyampaikan hasil observasi tidak serta merta


menyampaikan hasil yang didapat saat melakukan observasi.
Menyampaikan hasil observasi diharapkan agar klien menyadari atas
perilaku yang merusak maupun perilaku yang tidak produktif sehingga
menyampaikan hasil observasi tidak bertujuan untuk memberikan
penilaian, tetapi semata-mata mengharapkan agar perilaku yang
diperbuat itu disadari sebagai perilaku yang tidak menguntungkan
dalam kelangsungan proses penyembuhan penyakit dengan
memperhatikan perasaan dan konsep dirinya.

h. Menawarkan Informasi

Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik


lagi bagi klien terhadap keadaannya. Memberikan tambahan informasi
merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Selain itu, tindakan ini
akan menambah rasa percaya klien terhadap klien. Selain itu, tindakan
ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat, karena
perawat terkesan menguasai masalah yang dihadapi klien. Sebaliknya,
jika perawat menahan informasi saat klien membutuhkan, akan
membuat klien tidak percaya kepada perawat. Untuk itu perawat harus
mampu menguasai ilmu pengetahuan yang memadai tentang masalah
yang dihadapi klien sebagai bekal dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat
perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan
nasihat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi
klien untuk membuat keputusan.

i. Diam

Diam yang dilakukan perawat terhadap klien adalah bertujuan untuk


menunggu respons klien untuk mengungkapkan perasaannya. Teknik
komunikasi yang dilakukan perawat dengan tidak bicara apapun (diam)
merupakan teknik komunikasi yang memberikan kesempatan kepada
klien untuk mengorganisir dan menyusun pikiran atau ide sebelum
diungkapkan kepada perawat. Hal ini memungkinkan klien
mengekspresikan ide dan pikirannya dengan detail dan sistematis.
Penggunaan metode diam memerlukan ketrampilan dan ketetapan
waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak.
Menurut Boyd & Nihart dalam Nurjannah, I (2001:58), diam
digunakan pada saat klien perlu mengekspresikan ide tetapi tidak tahu
bagaimana melaksanakannya/menyampaikan hal tersebut. Diam
memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri,
mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Dian terutama
berguna pada saat klien harus mengambil keputusan. Diam sangat
berguna untuk memelihara ketenangan dan diharapkan diam tidak bisa
dilakukan dalam waktu yang lama, karena mengakibatkan klien
menjadi khawatir. Diam sangat beda sekali dengan mendiamkan.
Perilaku mendiamkan tidak dibenarkan dalam konteks komunikasi
terapeutik. Perawat mendiamkan klien disebabkan perawat jengkel
dengan klien yang terlalu mengkritik, cerewet, rewel, dan tidak
kooperatif. Perilaku dekstruktif yang timbul dari klien disebabkan ada
yang kurang dari klien sehingga perawat harus sadar dan tanggap
dengan perilaku tersebut. Perawat perlu koreksi diri, mungkin ada yang
kurang dalam memberikan pelayanan keperawatan sehingga timbul
perilaku dekstruktif dari klien. Dalam konteks komunikasi, diam yang
dilakukan oleh seseorang mengandung banyak arti dan persepsi.
Menurut Nurjannah, I (2001), diam diartikan dan di persepsikan antara
lain:
a. Seseeorang telah mengerti
b. Marah dan frustasi tetapi menolak untuk mengungkapkan
c. Kesediaan orang lain untuk menanti
d. Bosan
e. Mendengarkan penuh perhatian
f. Seseorang tidak dapat berpikir atau tidak mampu menangkap
pembicaraan.
j. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan utama yang telah dikomunikasikan
secara singkat dalam rangka meningkatkan pemahaman. Meringkas
berarti mengidentifikasi poin-poin penting selama diskusi ataupun
pembicaraan sehingga di dalamnya sekaligus terjadi proses klarifikasi
atau ide dalam pikirannya. Meringkas bisa diartikan sebagai proses
abstraksisasi dimana terdapat keismpulan atas diskusi maupun
pembicaraan yang telah dilakukan sehingga ada kesamaan ide dalam
pikiran.
Meringkas berati memberi kesempatan untuk mengklarifikasi
komunikasi agar sama dengan ide dalam pikiran (Varcarolis, 1990
danNurjannah, I, 2001). Metode ini bermanfaat untuk membantu topik
yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya.
Meringkas pembicaraan membantu perawat menglang aspek penting
dalam interaksinya sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan
topik yang berkaitan. Contoh “ selama beberapa jam, anda dan saya
telah membicarakan...”
k. Memberikan Penguatan

Penguatan (reinforcement) posistif atas hal-hal yang mampu dilakukan


klien dengan baik dan benar merupakan bentuk pemberian
penghargaan. Upaya yang dilakukan dlam pemberian penguatan positif
bertujuan untuk meningkatkan motivasi kepada klien untuk berbuat
yang lebih baik lagi. Jadi bisa dikatakan bahwa penguatan positif
merupakan motif atau bentuk dorongan kepada klien dengan cara
membanggakan diri klien agar mampu memacu semangat dalam
penerimaan diri untuk berbuat dan berperilaku yang lebih baik lagi.
Demikian juga dengan memberi salam pada klien dengan menyebut
namanya, menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi pada
diri klien, menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang
mempunyai hak dan tanggngjawab atas dirinya sendiri sebagai individu
merupakan bentuk dari pemberian penguatan positif yang mampu
menggugah semangat klien.

Penghargaan dalam pelayanan keperawatan tidak berbentuk materi,


akan tetapi berbentuk dorongan psikologis atau inmaterial untuk
memacu lebihbaik lagi. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi
beban bagi klien, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras
dan melaukan segalanya demi mendapartkan pujian atau persetujuan
atas perbuatannya. Selain itu, idak juga dimaksudkan untuk menyatakan
bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”. Perlu mengatakan
“apabila klien mencpai sesuatu yang nyata, maka perawat dapat
mengatakan demikian.”

- “selamat pagi Ibu Sri. “Atau “ Assalamualaikum”


- “ saya perhatikan ibu sudah menyisir rambut ibu.”
- “saya hari ini tampak senang sekali melihta ibu sudah mulai
latihan gerak”

Dalam ajaran islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan


akhlak terpuji karena berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat
dari Allah swt. Slam menunjukkan perawat peduli terhadap orang lain
dengan bersikap ramah dan akrab.

l. Menawarkan Diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan


orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti.
Menawarkan diri merupakan kegiatan untuk memberikan untuk
memberikan respons agar seseorang menyadaro perilakunnya yang
merugikan baik dirinya sendii maupun orang laintanpa ada rasa
bermusuhan. Sering kali perawat hanya menawwarkan kehadirannya,
rasa tertarikm teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.

Contoh: “saya ingin anda merasa tenang dan nyaman.”

m. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan

Berikan kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih


topik pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti
tentang peranannya dalam inteeraksi ini. Perawat dapat mestimulasinya
untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk
membuka pembicaraan.

Contoh :

- “adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”

- “apakah yang sedang saudara pikirkan?’’

- “dari mana anda ingin mulai pembicaraan ini?”

n. Menganjurkan untuk Meneruskan Pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh


pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa
yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan
selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan daripada
mengarahkan diskusi/pembicaraan.

Contoh :

- “...teruskan...!”

- “...dan kemudian...?”

- “Ceritakan kepada saya tentang itu...”

o. Menempatkan Kejadian secara Teratur akan Menolong Perawat


dan Klien untuk Melihatnya dalam Suatu Perspektif

Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat


dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari
suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk
melihat kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama.
Perawat akan dapat menentuka pola kesukaran interpersonal dan
memeberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti
bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.

Contoh :

- “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya?”


- “Kapan kejadian tersebut terjadi?”

p. Menganjurkan Klien untuk Menguraikan Persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala


sesuatunya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk
menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan
pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.

Contoh :

“Ceritakan kepada saya bagaimana perasaan Saudara ketika akan


dioperasi.”

“Apa yang sedang terjadi?”

q. Refleksi

Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide


serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien
bertanya apa yang harus ia pikirlkan, kerjakan, atau rasakan, maka
perawat dapat menjawab: “Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana
perasaanmu?”. Dengan mengembalikan pikiran dan perasaannya itu
kepada dirinya sendiri, klien akan berusaha menilai apa yang sedang ia
pikirkan, justru dia sendiri yang menilai dan bukan orang lain.

Menurut Stuart & Sundeen (1995), teknik refleksi digunakan


untuk mengembalikan ide, perasaan, dan pertanyaan kepada klien.
Sedangkan, menurut Schultz & Videbeck (1998), refleksi merupakan
tindakan mengembalikan pikiran dan perasaan klien. Terkadang klien
belum mampu memutuskan apa yang telah ada dalam pikirannya, tetapi
pikiran dan perasaan itu mengganggu sehingga klien tidak mampu
mengambil keputusan. Hal itu terjadi karena adanya kebimbangan atau
keraguan dalam diri klien. Keraguan tersebut menimbulkan sifat
ambivalensi sehingga perlu dukungan orang lain dalam pengambilan
keputusan.
Teknik refleksi yang dilakukan perawat bukan untuk menilai
pikiran dan perasaan klien, akan tetapi perawat mengembalikan lagi
pikiran dan perasaan yang merupakan bagian dari dirinya sendiri
sehingga klien mencoba untuk menilai lagi pikiran dan perasaan yang
telah ada sebagai upaya untuk mengevaluasi dan menimbang-nimbang
keputusan yang akan diambil. Dengan demikian perawat
mengindikasikan bahwa pendapat dan pikiran klien adalah berharga dan
klien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut sehingga ia
pun akan berfikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai
kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan
sebagai bagian dari orang lain.

Contoh :

K : “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”

P : “Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya?”

K : “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya bahkan


tidak menelpon saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara
dengannya.”

P : “Ini menyebabkan anda marah.”

Kesimpulan : kemampuan menerapkan teknik komunikasi


terapeutik memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan,
karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam
dimensi nilai, waktu, dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan
komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan
juga kepuasan bagi perawat. Komunikasi juga akan memberikan
dampak terapeutik bila dalam penggunaannya diperhatikan sikap dan
teknik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting
diperhatiakan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor
penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan
kemampuan berhubungan terapeutik.

You might also like