Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 15

ULAMA DAN UMARA PERSEPEKTIF ABU HAMID AL-

GHAZALI DAN RELEVANSINYA DENGAN


KEPEMIMPINAN DI INDONESIA

Nama: Saefudin

Nim: 200603047
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Menurut fakta history, peran kepemimpinan sejak era Nabi Muhammad


SAW dan Khulâfâ’ al-Râshidin bukan hanya sekadar sebagai pemimpin negara,
tetapi juga sebagai pemimpin spiritual (agama), dan pemimpin intelektual. Oleh
karena itu, di samping mereka mengeluarkan kebijakan dan perintah terkait
persoalan negara dan rakyat, mereka juga mengeluarkan fatwa-fatwa hukum
terkait persoalan-persoalan agama.1

Ulama mempunyai maqom/kedudukan yang sangat penting sebagai


pewaris para nabi dan menjadi bagian intim dikalangan dan ditengah masyarakat
muslim khususnya.2 Peran ulama mencakup semua aspek, baik didalam sosial dan
politik maupun fokus utamanya tentang religion, ulama pun menangani beberapa
posisi vital didalam beberapa departemen dan komisi khusus dipemerintahan yang
menangani masalah hukum, pendidikan dan keagamaan.3

Relasi ulama dan umara dizaman Islam dapat ditelusuri pada zaman Abu
Hamid Al-Ghazali, yang sangat memberikan sumbangsih yang besar bagi keadaan
pemerintahan di zammannya dan bagi pola pikir maupun kepribadian Abu Hamid
Al-Ghazali.4 Pada masa inilah ia mengalami gangguan kejiwaannya tepatnya pada
488H/ 1095M dalam usia yang masih muda, 38 tahun yang menyebabkan dirinya
1
Romzi, Moh. "Ulama dalam Perspektif Nahdlatul Ulama." Religió: Jurnal Studi
Agama-agama 2.1 (2012).
2
Rasulullah SAW bersabda:
‫العلماء ورثة األنبياء‬
Artinya: "Ulama adalah pewaris para nabi." (H.R. At-tirmidzi dari Abu Darda Radhiallahu 'Anhu).
3
Yumna, Yumna. "Ulama Sebagai Waratsatul Anbiya (Pergeseran Nilai Ulama di Mata
Masyarakat Aceh)." Syifa al-Qulub: Jurnal Studi Psikoterapi Sufistik 3.1 (2018): 18-30.
4
Ridho, H., Wasik, A., & Washil, S. (2021). Kiai dan Politik; Relasi Ulama dan Umara
dalam Mewujudkan Perdamaian Umat Beragama dan Bernegara. TARBIYA ISLAMIA: Jurnal
Pendidikan dan Keislaman, 11(1), 54-66.
tidak dapat lagi mengajar di Madrasah Nizhamiyah. Dengan kondisinya tersebut
dirinya meninggalkan Baghdad dengan memberikan kesan hendak menunaikan
haji, tetapi yang sebenarnya dirinya ingin mengakhiri status guru besarnya dan
karirnya secara menyeluruh sebagai ahli hukum dan teolog karena terjadi
pergolakan politik di Baghdad. Setelah menunaikan ibadah haji ia kembali ke
Damaskus dan selanjutnya ke Baghdad pada tahun 490H/1097M. Selanjutnya ia
kembali ke kota kelahirannya, Thus, untuk menjalani kehidupannya sebagai
seorang sufi.5

Abu Hamid Al-Ghazali membagi ulama menjadi dua kategori: Pertama,


Ulama akhirat adalah ulama yang mengamalkan AlQur’an, As-Sunnah, dan
ilmunya, menggunakan uswatun hasanah (contoh yang baik), kesederhanaan,
zuhud, bersih hatinya, mereka yang tidak datang untuk penguasa dan orang kaya,
mereka mendapat kesucian dan kemuliaan dari Allah, tidak mengejar dunia, tidak
menjual agama, dan mengetahui keindahan akhirat dan kesederhanaan hidup di
dunia. Kedua, Ulama su’ (ulama buruk), ulama keji atau ulama duniawi, yaitu
ulama yang menuruti hawa nafsu, mengkritik kebenaran Al-Qur’an dan Hadits,
hidup boros, menjual agama, menjadi penguasa, dan memiliki ilmu tapi tidak
berguna untuk orang lain, ambisi untuk dunia dan budayanya, melupakan generasi
penerus, dan tidak mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. 6 Oleh karena itu,
kata ulama diberikan kepada seseorang tidak melalui proses formal, tetapi melalui
pengakuan setelah masyarakat itu sendiri melalui proses yang panjang. kejujuran
dan kesetiaan sosial dan tanggung jawab yang terbukti. Dalam keadaan ini, umara
harus mendukung ulama dalam menyampaikan Islam dengan memberikan ruang
dakwah agar masyarakat bisa mendapatkan ilmu dari ulama. Melalui kerjasama
semacam ini, sistem pemerintahan negara dan ilmu agama yang dimiliki oleh
masyarakatnya dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Keseimbangan yang
tercipta dari korelasi antara ulama dan umara akan mengurangi ketimpangan
sosial dan menciptakan kerukunan dan kesejahteraan sosial.7
5
Muhammad Iqbal. Amin Husein Nasution, pemikiran politik islam, hal. 26.
6
Abdusshomad Al-Palimbani, Sirussalikin, (‫ )مكتبة دار إحياء الكتب العربية اندونيسيا‬hal. 17
7
Sany, U. P. (2019). Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Al
Qur’an. Jurnal Ilmu Dakwah, 39(1), 32-44.
Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan:8

‫ففساد الرعايا بفساد المل__وك وفس__اد المل__وك بفس__اد العلم__اء وفس__اد العلم__اء باس__تيالء حب الم__ال والج__اه ومن‬
‫استولى عليه حب الدنيا لم يقدر على الحسبة على األراذل فكي__ف على المل__وك واألك__ابر وهللا المس__تعان على‬
‫كل حال‬

“Maka kerusakan rakyat itu disebabkan dengan kerusakan penguasa, dan


kerusakan penguasa itu disebabkan dengan rusaknya para ulama. Dan rusaknya
para ulama itu disebabkan karena kecintaan terhadap harta dan jabatan. Dan
barangsiapa yang tertipu akan kecintaan terhadap dunia, ia tidak akan mampu
mengawasi hal-hal kecil, maka bagaimana pula dia hendak mengawasi penguasa
dan perkara besar? Semoga Allah senantiasa menolong kita dalam segala hal.”

Abu Hamid Al-Ghazali berpendapat bahwa keburukan yang menimpa


suatu negara dan masyarakat bersumber dari kerusakan yang menimpa para
ulamanya. Oleh sebab itu, justifikasi yang dilakukan Abu Hamid dimulai dengan
memperbaiki para ulama. Selain itu dalam Paradigmanya pemimpin negara tidak
boleh dipisah dari ulama9. Ulama tidak boleh ditinggalkan, sebagaimana agama
tidak boleh ditinggalkan oleh negara. Ulama pun harus memberikan kontribusinya
dengan nasihat atau untaian-untaian dan peringatan terutama nasihat-nasihat
aqidah dan adab kepada pemimpin. Revisi politik yang di lakukan Abu Hamid
dengan menerapkan amar ma’ruf wa nahi munkar kepada ulama sekaligus kepada
penguasa. Tahapan usaha yang dilakukan adalah, peringatan, kemudian untaian
nasehat-nasehat mutiara.10

Menurut Abu Hamid Al-Ghazali, seorang ulama atau cendekiawan sudah


seharusnya melakukan rekonstruksi pemikiran demi kebaikan politik di negara.
Islam bukan hanya mengatur persoalan ibadah mahdhah dan muamalah yang
bersifat terbatas, melainkan mengatur juga tentang kepemimpinan, politik, tata
negara, dan hubungannya antara pemimpin dengan yang dipimpin, atau antara

8
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Beirut: ‫) دار الكتب العلمية‬, Juz II, hal. 432.
9
Mahsun, M. (2016). POTRET PEMIKIRAN POLITIK ISLAM MODERN (Membedah
Tiga Paradigma Pemikiran Politik Islam: Tradisionalis, Modernis, Dan Fundamentalis). Al-
Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial, 10(2), 331-347.
10
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Beirut: ‫) دار الكتب العلمية‬, Juz II, hal. 432.
yang berkuasa dengan yang dikuasai. Sebagai pemimpin mesti memegang janji,
jujur, amanah, dan bertanggung jawab untuk menjalankan kekuasaanya
berdasarkan kepentingan umum yakni limaslahatil ummah, keadaan demikian
adalah pokok dari syariat Islam. 11

Pada zaman Abu Hamid Al-Ghazali, tidak hanya kehilangan marwah dan
persatuan dalam kancah politik umat islam yang terjadi, tetapi juga dalam konteks
sosial keagamaan. Konflik sosial politik yang terjadi dikalangan umat islam pada
zaman Abu Hamid Al-Ghazali sebenarnya menurun dari masa lampau yang terus
berlanjut hingga abad-abad selanjutnya, karna memang diantara kalangan ulama
intelektual berbeda perspektif dengan umara. Memang diakui bahwa umara pada
zaman itu sangat mengagungkan akal dan science. Oleh sebab itu, ulama
kemudian berlomba-lomba dalam mempelajari ilmu pengetahuan dan untuk
mendapat perhatian dari umara saat itu.12

Kehidupan masyarakat yang beragama, terutama dalam memimpin dan


mengembangkan intelektual moral dan keberagamaan, relasi ulama dan umara
sangat penting untuk mewujudkan personal yang utuh dan kemajuan baik
zahiriyah maupun batiniyah. Pentinngnya keterlibatan para tokoh inti ini dalam
kegiatan rekonstruksi untuk mencapai suatu kesejahteraan sosial. didalam
pelaksanaannya tokoh agama bahkan harus berperan lebih luas, bukan stuck pada
konteks rohaniyah masyarakat, akan tetapi harus berperan sebagai influencer
dalam berbagai konteks agama maupun bermasyarakat serta menjadi mediator
dalam seluruh konteks pembangunan disuatu bangsa, baik merekonsturksi
intelektual, moral, dan agama.13

Berdasarkan uraian diatas, maka zahirlah bahwa ulama bukan hanya


sekedar orang yang mendalami agama, tetapi juga orang yang memiliki keilmuan

11
NABIL, A. (2022). ULAMA DAN PENGUASA DALAM PERSPEKTIF IMAM AL-
GHAZALI DAN RELEVANSINYA DENGAN KEPEMIMPINAN DI INDONESIA (Doctoral
dissertation, UIN RADEN INTAN LAMPUNG).
12
Istianah, I., & Rahmatullah, L. (2021). Abu Bakr Al-Razi di Antara Agama dan
Sains. Islamadina: Jurnal Pemikiran Islam, 22(2), 209-224.
13
INDRIYANI, Risfi. Relasi Ulama dengan Umara’dalam Perspektif Al-Ghazali dan
Relevansinya pada Politik Islam di Indonesia. 2022. PhD Thesis. IAIN KUDUS.
yang sangat luas, sehingga dari keilmunnya tersebut ia bisa ikut serta dalam
proses pembangunan untuk mewujudkan moderasi beragama dan kesejahteraan
bangsa. Dalam konteks realitasnya era ini dimasa pemerintahan Bapak Joko
widodo selaku Presiden RI. Bahwa keikutsertaan ulama dalam urusan perpolitikan
dan pemerintahan, sangat menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat awam
apabila diketahui bahwasanya masyarakat hanyalah mengerti bahwa ulama itu
hanya sebatas pemuka agama atau sentral keagamaan.14

Faktanya saat ini ulama banyak menjabat sebagai apapun selagi mereka
memiliki persyaratan politik yang memadai sama halnya, dukungan politik, partai
politik, dan tujuan politik yang pada puncak tertingginya nanti agar dapat
menduduki kursi kepemimpinan dan memegang kekusaan yang dicapai. 15 Pada
hakikatnya tidak ada yang melarang seorang umat muslim pun berpolitik, akan
tetapi manakala seorang ulama menerapkan fungsi dari politik tersebut tidak
sesuai dengan sebagaimana mestinya dan membuat rakyat sengsara, perkara ini
sudah tidak sesuai dengan semestinya yang seharusnya dapat mengontrol dan
mengawasi para umara dalam mengeluarkan kebijakan dan progres yang mereka
lakukan agar bisa sesuai dengan tujuan yang dicapai, akan tetapi ulama seiring
berjalannya waktu ikut serta dalam kekuasaan dipemerintahan negara, dan lupa
bahwa sejatinya mereka adalah seorang ulama yang seharusnya memberi nasihat
dan tuntunan kepada umara melalui aspek-aspek keagamaan. Oleh sebab itu
permasalahan inilah yang sesuai dengan kondisi kita pada saat ini.16

Selaras dengan pemaparan Abu Hamid Al-Ghazali pasal ulama dan umara
mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar, yang dalam kitabnya Ihya Ulumuddin
dan At-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk terdapat penjelasan tentang nasihat-
nasihat kepada pemimpin(umara) dan keharusan ulama dan umara untuk

14
Haris, M. (2012). Potret Partisipasi Politik NU Di Indonesia Dalam Lintasan
Sejarah. JRP (Jurnal Review Politik), 2(2), 135-152.
15
Febrina, R. H., Mustika, B. U., & Dedees, A. R. (2014). Nahdlatul Ulama: Bebas untuk
Oportunis? Menelisik Kontestasi Politik pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Banyumas
Periode 2008 dan 2013. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 18(2), 99-113.
16
KURNIAWAN, Yogi. HUBUNGAN ULAMA DENGAN UMARA’MENURUT IMAM
AL-GHAZALI DAN RELEVANSINYA DI INDONESIA (Study Kitab Ihya’Ulumuddin). 2018. PhD
Thesis. UIN Raden Intan Lampung.
merekonstruksi intelektual, moral, moderasi beragama, dan menegakkan amar
ma’ruf nahi munkar.17 Bahwa jelaslah terdapat permasalahan antara mayoritas
ulama dan umara yang dibutuhkan oleh kalangan masyarakat umum (ummat).

Dari uraian di atas kemudian alfaqir akan mengkaji lebih jauh tentang
Ulama dan Umara perspektif Abu Hamid Al-Ghazali dan relevansinya dengan
kepemimpinan di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana peran Ulama dan Umara perspektif Abu Hamid Al-
Ghazali?
2. Bagaimana relevansi Ulama dan Umara perspektif Abu Hamid Al-
Ghazali dengan kepemimpinan di Indonesia?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui peran Ulama dan Umara perspektif Abu Hamid Al-
Ghazali.
2. Untuk mengetahui relevansi Ulama Dan Umara perspektif Abu Hamid
Al-Ghazali dengan kepemimpinan di Indonesia.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Hasil studi diharapkan bisa dijadikan sumbangan pemikiran bagi
khazanah keilmuan Politik Islam terutama dari mahasiswa pemikiran
politik islam, Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram.

2. Manfaat Praktis

17
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Beirut: ‫) دار الكتب العلمية‬, Juz II, hal. 419
Hasil penelitian ini dihadirkan untuk ilmu pengetahuan dan
penambahan khazanah keislaman yaitu sebagai sumbangsih terhadap
dunia ilmu pengetahuan pemikiran politik islam dan terkhususnya
adalah untuk mengembangkan khazanah keilmuan bagi penulis dan
mahasiswa prodi pemikiran politik islam.

E. RUANG LINGKUP DAN SETTING PENELITIAN


Penelitian yang alfaqir kerjakan adalah suatu penelitian kepustakan
(Library Research). Metode penelitian ini dapat dipahami sebagai
suatu penelitian yang mengarahkan dan memfokuskan untuk mengkaji
dan menelaah bahan-bahan pustaka yaitu baik berupa buku-buku,
kitab-kitab dan jurnal-jurnal yang masih relevan dengan kajian, atau
research (penelitian) yang sumber datanya menggunakan buku-buku,
kitab-kitab, maupun jurnal. Sedangkan karakter penelitian ini adalah
deskriptif maksudnya penulis berusaha memaparkan dan menjabarkan
buah pemikiran Abu Hamid Al-Ghazali.18

F. KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU


Di dalam dunia akademis ditemukan akan beberapa karya ilmiah
yang mengkaji Ulama dan Umara perspektif Abu Hamid Al-Ghazali dan
Relevansinya dengan Kepemimpinan di Indonesia, berikut beberapa
penelitian tersebut yaitu:
1. Skripsi yang berjudul Relasi Ulama dengan Umara dalam persspektif
Al-Ghazali dan Relevansinya pada Politik Islam di Indonesia, karya
Risfi Indriyani S.Pol. Jurusan Pemikiran Politik Islam, Fakultas
Dakwah dan Komunikasi Islam IAIN Kudus 2022 yaitu membahas:19
a) Paradigma Al-Ghazali terhadap bidang Sosial Politik

18
Khatibah, K. (2011). Penelitian kepustakaan. Iqra': Jurnal Perpustakaan dan
Informasi, 5(01), 36-39.
19
Indriyani, R. (2022). Relasi Ulama dengan Umara’dalam Perspektif Al-Ghazali dan
Relevansinya pada Politik Islam di Indonesia (Doctoral dissertation, IAIN KUDUS).
b) Relasi Ulama dengan Umara menurut Al-Ghazali
c) Relevansi Ulama dengan Umara pada Politik Islam di Indonesia
2. Skripsi yang berjudul Konsep Kepemimpinan Menurut Al-Ghazali
dalam kitab Al-Tibr Al-Masbuk fi Nashihat Al-Muluk, karya Ade
Afriyansyah S.Fil.I. Jurusan Aqidah dan Filsafat, Fakultas Ushuluddin,
Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga 2012 yaitu
membahas:20
a) Konsep Kepemimpinan menurut Al-Ghazali
b) Syarat Kepemimpinan menurut Al-Ghazali
c) Makna Kepemimpinan menurut Al-Ghazali
3. Kitab Ihya Ulumuddin Juz II: Pergaulan, Uzlah, Adab Musafir, Musik,
Ekstase, Kitab Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Akhlak dan Adab Nabi
SAW. Dalam kitab ini terdapat beberapa pembahasan dan penjelasan
mengenai renungan kepada Ulama yang tugasnya memberi pencerahan
terhadap ummat dan menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar demi
kemaslahatan di dunia maupun di akhirat.
4. Buku Adab Berpolitik: Nasihat dan Hikayat untuk Pemimpin dan
Penguasa Imam Al-Ghazali terjemahan dari kitab Al-Tibr Al-Masbuk
Fi Nashihat Al-Muluk. Buku yang berisi nasihat-nasihat kepada para
penguasa dan pemimpin. Mulanya ditujukan kepada Sultan
Muhammad ibn Malik Syah dari Dinasti Saljuk. Tetapi isinya terus
menginspirasi lintas generasi ke generasi selanjutnya. Diulas luas
tentang dua poin utama: pertama kekuatan aqidah tauhid bagi seorang
pemimpin; kedua, keindahan moral, keadilan, keutamaan ilmu dan
ulama.

20
Afriansyah, A. (2012). KONSEP KEPEMIMPINAN MENURUT AL-GHAZALI
DALAM KITAB AL-TIBR AL-MASBUK FI NASHIHAT AL-MULUK (Doctoral dissertation, UIN
SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA).
G. METODE PENELITIAN
1. Jenis dan sifat penelitian
Penelitian yang alfaqir lakukan adalah penelitian kepustakaan
(Library Research). Metode penelitian ini dapat dipahami sebagai
suatu penelitian yang mengarahkan dan memfokuskan untuk mengkaji
dan menelaah bahan-bahan pustaka yaitu baik berupa buku-buku,
kitab-kitab dan jurnal-jurnal yang masih relevan dengan kajian, atau
research (penelitian) yang sumber datanya menggunakan buku-buku,
kitab-kitab, maupun jurnal. Sedangkan karakter penelitian ini adalah
deskriptif maksudnya penulis berusaha memaparkan dan menjabarkan
buah pemikiran Hujjatul Islam Al-Ghazali.21
2. Metode pengumpulan data
a) Data Primer adalah data penelitian yang ditemukan secara
lanngsung dari sumber asli (tidak melalui perantara) untuk
mencapai tujuan pengumpulan literature yang berkaitan dengan
pokok permasalahan yang ditelti.22 Maka sumber datanya ialah
buku-buku yang berkaitan langsung dengan obyek penelitian yang
menjadi rujukan utama atau data primer, seperti : Kitab Ihya
ulumuddin, kumpulan nasihat Abu Hamid Al-Ghazali, pemikiran
politik islam.
b) Data Sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak
langsung yang melalui media perantara (diperoleh atau dicatat oleh
pihak lain) seumpama jurnar-jurnal yang relevan, buku-buku islam,
dan buku sosio-politik.23

21
Assyakurrohim, D., Ikhram, D., Sirodj, R. A., & Afgani, M. W. (2023). Metode Studi
Kasus dalam Penelitian Kualitatif. Jurnal Pendidikan Sains dan Komputer, 3(01), 1-9.
22
Tan, D. (2021). Metode Penelitian Hukum: Mengupas Dan Mengulas Metodologi
Dalam Menyelenggarakan Penelitian Hukum. Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 8(8),
2463-2478.
23
Ernawati, N. (2020). Buku Ajar Mata Kuliah Metodologi Riset Penelitian Data
Sekunder.
3. Pendekatan
Secara metodologis, pendekatan penelitian ini menggunakan sosio-
historis yaitu pendekatan yang digunakan untuk mengetahui kondisi
latar belakang sosio-kultural dan sosio-politik seorang tokoh, karena
hasil pemikiran seorang tokoh merupakan hasil dari interaksi dengan
lingkungannya. Metode ini dimaksudkan sebagai untuk pemahaman
terhadap suatu kepercayaan, agama atau kejadian dengan melihatnya
dengan suatu kenyataan yang mempunyai satu kesatuan mutlak dengan
waktu, tempat, budaya, kelompok, dan lingkungan dimana
kepercayaan, ajaran, dan kejadian itu muncul.24
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan Hermeneutik, yang
nantinya diharapkan dapat memberikan makna atau tafsiran dan
interpretasi terhadap fakta-fakta kondisi sosio-historis yang berkitan
dengan kejadian atau peristiwa masa lalu sesuai konteksnya.25
4. Analisis Data
Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data
kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga bisa
menemukan tema dan dapat merumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan data.26 Selanjutnya setelah melakukan analisis data, maka
selanjutnya ialah menarik kesimpulan. Dalam menarik kesimpulan
alfaqir menggunakan metode deduksi.27

24
Firdaus, F., & Ni'mah, S. (2022). KEPEMIMPINAN WANITA DALAM
PERSPEKTIF HADIS (Kajian Kritik Hadis dengan Pendekatan Sosio-Historis-
Kontekstual). IMTIYAZ: Jurnal Ilmu Keislaman, 6(2), 101-112.
25
Yahya, A. (2014). Pendekatan Hermeneutik dalam Pemahaman Hadis. Ar-Raniry:
International Journal of Islamic Studies, 1(2).
26
Rijali, A. (2019). Analisis data kualitatif. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah, 17(33),
81-95.
27
Metode deduksi adalah suatu metode yang dipakai untuk menarik kesimpulan dari
uraian-uraian yang bersifat umum menuju ke uraian yang bersifat khusus.
H. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Proposal skripsi ini disusun dengan menggunakan penjabaran
secara sistematis agar memudahkan pengkajian dan pembahasan terhadap
persoalan yang ada. Berikut sistematika dalam pembahasan proposal ini
adalah:
Bab 1 pendahuluan, pembahasan yang meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian
terdahulu yang relevan, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdusshomad Al-Palimbani, Sirussalikin, (‫)مكتبة دار إحياء الكتب العربية اندونيس__يا‬, hal.
17

Afriansyah, A. (2012). KONSEP KEPEMIMPINAN MENURUT AL-GHAZALI


DALAM KITAB AL-TIBR AL-MASBUK FI NASHIHAT AL-
MULUK (Doctoral dissertation, UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA).

Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Beirut: ‫) دار الكتب العلمية‬, Juz II, hal. 432.

Assyakurrohim, D., Ikhram, D., Sirodj, R. A., & Afgani, M. W. (2023). Metode
Studi Kasus dalam Penelitian Kualitatif. Jurnal Pendidikan Sains dan
Komputer, 3(01), 1-9.

Ernawati, N. (2020). Buku Ajar Mata Kuliah Metodologi Riset Penelitian Data
Sekunder.

Febrina, R. H., Mustika, B. U., & Dedees, A. R. (2014). Nahdlatul Ulama: Bebas
untuk Oportunis? Menelisik Kontestasi Politik pada Pemilihan Kepala
Daerah Kabupaten Banyumas Periode 2008 dan 2013. Jurnal Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik, 18(2), 99-113.

Firdaus, F., & Ni'mah, S. (2022). KEPEMIMPINAN WANITA DALAM


PERSPEKTIF HADIS (Kajian Kritik Hadis dengan Pendekatan Sosio-
Historis-Kontekstual). IMTIYAZ: Jurnal Ilmu Keislaman, 6(2), 101-112.

Haris, M. (2012). Potret Partisipasi Politik NU Di Indonesia Dalam Lintasan


Sejarah. JRP (Jurnal Review Politik), 2(2), 135-152.

INDRIYANI, Risfi. Relasi Ulama dengan Umara’dalam Perspektif Al-Ghazali


dan Relevansinya pada Politik Islam di Indonesia. 2022. PhD Thesis.
IAIN KUDUS.
Istianah, I., & Rahmatullah, L. (2021). Abu Bakr Al-Razi di Antara Agama dan
Sains. Islamadina: Jurnal Pemikiran Islam, 22(2), 209-224.

Khatibah, K. (2011). Penelitian kepustakaan. Iqra': Jurnal Perpustakaan dan


Informasi, 5(01), 36-39.

KURNIAWAN, Yogi. HUBUNGAN ULAMA DENGAN UMARA’MENURUT


IMAM AL-GHAZALI DAN RELEVANSINYA DI INDONESIA (Study Kitab
Ihya’Ulumuddin). 2018. PhD Thesis. UIN Raden Intan Lampung.

Mahsun, M. (2016). POTRET PEMIKIRAN POLITIK ISLAM MODERN


(Membedah Tiga Paradigma Pemikiran Politik Islam: Tradisionalis,
Modernis, Dan Fundamentalis). Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan
Sosial, 10(2), 331-347.

Muhammad Iqbal. Amin Husein Nasution, pemikiran politik islam, hal. 26.

NABIL, A. (2022). ULAMA DAN PENGUASA DALAM PERSPEKTIF IMAM


AL-GHAZALI DAN RELEVANSINYA DENGAN KEPEMIMPINAN DI
INDONESIA (Doctoral dissertation, UIN RADEN INTAN LAMPUNG).

Ridho, H., Wasik, A., & Washil, S. (2021). Kiai dan Politik; Relasi Ulama dan
Umara dalam Mewujudkan Perdamaian Umat Beragama dan
Bernegara. TARBIYA ISLAMIA: Jurnal Pendidikan dan Keislaman, 11(1),
54-66.

Rijali, A. (2019). Analisis data kualitatif. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah,


17(33), 81-95.

Romzi, Moh. "Ulama dalam Perspektif Nahdlatul Ulama." Religió: Jurnal Studi
Agama-agama 2.1 (2012).

Sany, U. P. (2019). Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif


Al Qur’an. Jurnal Ilmu Dakwah, 39(1), 32-44.
Tan, D. (2021). Metode Penelitian Hukum: Mengupas Dan Mengulas Metodologi
Dalam Menyelenggarakan Penelitian Hukum. Nusantara: Jurnal Ilmu
Pengetahuan Sosial, 8(8), 2463-2478.

Yahya, A. (2014). Pendekatan Hermeneutik dalam Pemahaman Hadis. Ar-Raniry:


International Journal of Islamic Studies, 1(2).

Yumna, Yumna. "Ulama Sebagai Waratsatul Anbiya (Pergeseran Nilai Ulama di


Mata Masyarakat Aceh)." Syifa al-Qulub: Jurnal Studi Psikoterapi
Sufistik 3.1 (2018): 18-30.

You might also like