Asas Nasional Aktif didasarkan pada pandangan bahwa
hukum harus diterapkan secara aktif untuk melindungi kepentingan negara dan masyarakat, sementara Asas Nasional Pasif mengandalkan pada pemahaman bahwa hukum hanya berfungsi sebagai pengatur hubungan antarindividu. Dalam kasus di atas, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa tindakan Kagura melanggar hukum dan dapat dikenai sanksi pidana karena membuat dan menyebarkan uang palsu yang merugikan masyarakat Indonesia. Asas Nasional Aktif dalam hal ini dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk mengambil tindakan aktif dalam menegakkan hukum pidana terhadap Kagura, sementara Asas Nasional Pasif tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum karena tindakan Kagura tidak hanya memengaruhi hubungan antarindividu, tetapi juga melibatkan kepentingan negara dan masyarakat. 2. Kagura dapat dituntut menurut hukum pidana di Indonesia karena tindakannya membuat dan menyebarkan uang palsu yang merugikan masyarakat Indonesia. Dasar hukum untuk menuntut Kagura adalah Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja membuat, memperbanyak, memalsukan, atau menggunakan mata uang palsu dapat dikenai sanksi pidana. Selain itu, Pasal 55 ayat (1) KUHP juga dapat digunakan sebagai dasar hukum karena tindakan Kagura merupakan suatu tindak pidana yang dilakukan di luar wilayah Indonesia namun merugikan masyarakat Indonesia. 3. Dalam teori dan asas hukum pidana, Badang dapat dipidana karena menggunakan uang palsu yang diketahuinya sebagai palsu dalam melakukan transaksi pembelian. Dasar hukum untuk menuntut Badang adalah Pasal 245 KUHP yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan uang yang diketahuinya sebagai uang palsu dalam melakukan transaksi pembelian atau penjualan dapat dikenai sanksi pidana. Meskipun Badang tidak mengetahui secara langsung bahwa uang yang ia terima adalah palsu, ia tetap dapat dipidana karena telah menggunakan uang tersebut untuk melakukan transaksi pembelian.